You are on page 1of 44

BAB I KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama Status Pernikahan Tgl. Masuk

: Ny. N : Perempuan : 59 tahun : Desa Walahari, Gempol : Ibu Rumah Tangga : Islam : Menikah : 30 Agustus 2013

B. ANAMNESIS (autoanamnesa pada tanggal 31 Agustus 2013) Keluhan Utama Batuk berdarah

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan batuk darah yang

dirasakan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Darah yang keluar dari mulut berwarna merah segar bercampur dengan dahak, tidak disertai dengan campuran sisa makanan dan berjumlah sekitar 1 gelas air mineral. Darah yang keluar ini didahului dengan rasa ingin batuk. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 bulan yang lalu dan tidak pernah hilang sampai saat ini. Pada awalnya batuk tidak berdahak kemudian batuk disertai dengan dahak kental berwarna kuning kehijauan dengan jumlah 1 sendok tiap kali batuk. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering mengalami demam sejak 3 bulan yang lalu. Demam tidak disertai dengan menggigil dan bersifat hilang timbul. Pasien mengaku juga mengalami keringat malam. Pasien mengatakan keringat sebesar biji jagung sering menetes dari tubuhnya ketika malam hari. Pasien juga mengeluhkan sesak napas sejak 1 bulan yang lalu. Sejak 2 hari ini sesak napas dirasakan semakin
1

memberat. Sesak napas tidak diperngaruhi oleh aktivitas. Sesak tidak disertai dengan bunyi mengi. Sesak tidak dipengaruhi oleh suhu, cuaca, maupun debu. Selain itu, pasien pernah merasakan nyeri dada sebelah kiri seperti di tusuk tusuk sejak beberapa minggu yang lalu. Tidak ada penjalaran nyeri ke punggung dan tangan sebelah kiri. Nyeri dada timbul terutama jika pasien sedang merasakan batuk dan sesak napas. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang sejak 3 bulan terakhir sehingga pasien merasa badanya semakin kurus dimana pada awalnya berat badan pasien 50 kg menjadi 38 kg. keluhan tidak disertai dengan nyeri menelan, nyeri pada ulu hati.

Riwayat Penyakit Dahulu Pada tahun 2011, pasien pernah mengalami keluhan batuk berdahak kuning kehijauan, demam yang hilang timbul, muncul keringat malam dan penurunan berat badan, kemudian pasien melakukan pengobatan di poli paru RSUD Arjawinangun selama 1 tahun, pasien berobat teratur dan dinyatakan sembuh pada tahun 2012. Pasien tidak melalakukan kontrol kembali setelah dinyatakan sembuh. Riwayat darah tinggi, kencing manis, sakit kuning, alergi obat-obatan, dan sakit jantung tidak ada.

Riwayat Keluarga Pasien mengatakan anak laki-laki pasien yang tinggal satu rumah dengan pasien mengalami keluhan serupa dengan pasien yaitu batuk dahak kuning kehijauan, demam hilang timbul, keringat malam dan penurunan berat badan serta tengah menjalani pengobatan paru selama 5 bulan terakhir.

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Present Kesadaran Keadaan umum Keadaan penyakit Berat badan Tinggi badan : Composmentis : Tampak sakit sedang : sakit berat : 38 kg : 150 cm
2

Status gizi Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu

: 16,88 kg / m2 : kurang : 120/70 mmHg : 120 x / menit : 30 x / menit : 36,2 C

Status Generalisata Kepala o Bentuk o Rambut o Mata : Normal, simetris : Hitam, tidak mudah rontok : Konjungtiva anemis +/+ sclera ikterik -/refleks cahaya langsung ( + ) refleks cahaya tidak langsung (+) pupil isokor kanan = kiri o Telinga o Hidung o Mulut Leher : Bentuk normal, serumen ( - ), membran timpani intak : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi : Bentuk normal, lidah tidak kotor, tidak hiperemis : Kelenjar getah bening tidak teraba Trakea berada di tengah Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid JVP tidak meningkat Thoraks Depan o Paru Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri Tidak ada retraksi otot-otot intrakostal Palpasi Perkusi Auskultasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri : Sonor pada kedua lapang paru : Suara vesicular bronkial +/+, ronkhi basah +/+

terutama pada kedua apeks paru, wheezing -/o Jantung Inspeksi Palpasi : Iktus cordis tidak terlihat : Iktus kordis teraba pada ICS 5 linea midclavicula sinistra
3

Perkusi

: Batas atas Batas kanan Batas kiri

: ICS 3 linea parasternalis sinistra : ICS 4 linea sternalis dextra : ICS 5 linea midclavicula sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II murni regular, murmur ( - ), gallop ( - )

Thoraks Belakang o Paru Inspeksi : Punggung kanan = kiri simetris Bentuk dada simetris kanan dan kiri Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri Tidak terdapat retraksi otot-otot intrakostal Palpasi Perkusi Auskultasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri : Sonor kedua lapang paru : Suara vesikular bronkial +/+, ronkhi +/+ terutama pada

apeks paru, wheezing -/ Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : Bentuk datar, tegang, simetris : Bising usus ( + ) normal :Terdengar suara timpani mendominasi lapang abdomen : Hepar tidak teraba Lien tidak teraba Ballotment ( - ) Vesica urinaria tidak teraba Nyeri tekan ( - ) Ektremitas o Superior : Akral hangat Udema -/CRT < 2 o Inferior : Akral hangat Udema -/CRT < 2 Genitalia : Tidak diperiksa

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap tanggal 30 Agustus 2013 Result WBC LYM MON GRA LYM % MON % GRA % 19.0 1,6 0,9 16.5 8.3 4.8 86.9 H H L Flags H Unit 103/l 103/l 103/l 103/l % % % 106/l g/dL % m3 Pq l g/dL % 103/l l m3 % % Normal Limits 4,0 10,0 1,0 5,0 0,1 1,0 2,0 8,0 25,0 50,0 2,0 10,0 50,0 -80,0

RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW

3,79 10,1 33.5 88.4 26.6 30.1 12.0

l l l

4,0 - 6,20 11,0 17,0 35,0 55,0 90,0 100,0 26,0 34,0 31,0 35,5 10,0 16,0 150 400 7,0 11,0 0,200 0,500 10,0 18,0

PLT MPV PCT PDW

360 6,6 0,231 14.2

GDS

88 mg/dL

Rontgen Thorax (tanggal 2 September 2013)

E. RESUME Pasien datang dengan keluhan utama batuk berdarah sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Darah yang keluar dari mulut berwarna merah segar bercampur dengan dahak sebanyak 1 gelas air mineral. Pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak berwarna kuning kehijauan sejak 3 bulan, disertai demam hilang timbul, keringat malam, BB menurun 15 kg, penurunan nafsu makan. Pasien memiliki riwayat pengobatan paru selama satu tahun dan dinyatakan sembuh pada tahun 2012. Pada keluarga ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien yaitu anak laki-laki pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi thorax redup hemithorax dextra, rhonki +/+ terutama pada kedua apeks paru Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan leukositosis,

granulositosis. Pada foto thorax didapatkan kesan TB paru duplex lama aktif advanced.

F. DIAGNOSIS KERJA Hemaptoe ec. TB paru kasus relaps G. DIAGNOSIS BANDING Hemaptoe ec. Bronkiektasis Hemaptoe ec. Fibrosis paru

H. RENCANA PENATALAKSANAAN Non-farmakologis o Menempatkan pasien pada posisi trendelenburg & miring ke sisi yg sakit Farmakologis : o Infus RL 25 gtt/menit o Ranitidine 2 x 1 amp i.v o Ambroxol 3 x 1 o Salbutamol 3 x 1 o Rifampisin 1 x 600 mg tab o Isoniazid 1 x 300 mg tab o Etambutol 1 x 1000mg o Pirazinamid 1 x 1000mg
7

o levofloxacin 2 x 500 mg tab o Vitamin B6 2x10 mg

I. PROGNOSIS Dubia ad bonam

J. Follow Up Tanggal 31 Agustus 2013 S: Batuk kuning O: berdahak T : 130/ 80 mmHg kehijauan P : 84x / menit A: P:

Hemaptoe ec. Tb Cek : paru kasus relaps Rontgen thoraks Terapi : o Infus RL 25

batuk darah ada 1 sendok makan, R : 24 x / menit S : 36,6 C

demam tidak ada, keringat nafsu menurun. malam, makan

gtt/menit o Ranitidine 2 x 1 amp i.v o Ambroxol 3 x 1 tab o Salbutamol 3 x 1

tanggal 1 September 2013

S: Batuk kuning

O: berdahak T : 110/70 mmHg kehijauan P : 90 x / menit

A:

P:

Hemaptoe ec. Tb Terapi lanjutan paru kasus relaps

batuk darah merah segar tidak

ada, R : 24 x / menit S : 36,5oC

demam tidak ada, keringet nafsu menurun. malam, makan

Tanggal 2 September 2013 S: Batuk berdahak kuning kehijauan, batuk darah tidak ada, demam tidak ada, keringet malam, nafsu makan mulai meningkat. O: T : 100/70 mmHg P : 82 x/menit R : 20 x/menit S : 36,8 oC A: Tuberculosis kasus relaps P: paru Terapi lanjutan o Rifampisin 1 x 600 mg tab o Isoniazid 1 x 300 mg tab o Etambutol 1 x 15 mg/kgbb o Pirazinamid 1 x 25mg/kgbb o Vit 10mg B6 2x

Tanggal 3 September 2013 S: Batuk berdahak kuning kehijauan, demam tidak ada, keringet malam, nafsu maakan mulai meningkat. O: T : 120/70 mmHg P : 80 x/menit R : 20 x/menit S : 37,5 oC A: Tuberculosis kasus relaps P: paru Pasien pulang

10

BAB III PEMBAHASAN


DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 5

EPIDEMIOLOGI WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya. 2

MORFOLOGI Mycobacterium tuberculosis Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 x 0,2-0,5m, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB
11

sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika. M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-40 0 C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 C selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman. 5

PATOFISIOLOGI Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. 1 Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). 1 Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
12

difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. 1 Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. 1 Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. 1 Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. 1 Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. 1

13

KLASIFIKASI a. Pembagian secara patologis :


Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ). Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ) . 5

b.

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :


Tuberkulosis Paru BTA positif. Tuberkulosis Paru BTA negative


5

c.

Pembagian secara aktifitas radiologis :


Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif. Tuberkulosis non aktif . Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ). 5

d.

Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.

For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis. 5

e.

Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:

Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.

Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.

Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit. 5
14

f.

Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.

Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.

Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. 5

MANIFESTASI KLINIS Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.: 5 Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

Demam Demam biasanya subfebril menyerupai influenza. Teapi kadang-kadang demam dapat mencapai 40-41oC.serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang imbulnya demam influenza ini, sehingga pasien tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis

Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, bera badan urun, saki kepala, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. 5

15

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut: Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena.

Batuk atau batuk darah (hemaptoe) Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang. Sifa batuk dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari saluran napas di bawah pita suara. Sesak napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum diraskan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.

DIAGNOSIS Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Penyakit baru dicurigai dengan didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau pada uji tuberculin yang positif. a. Inspeksi Inspeksi keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva yang pucat karena anemia, demam, badan kurus , penurunan berat badan.
16

b. Palpasi Adanya retraksi sela iga atau tidak, penilaian terhadap fremitus aktil dan fremitus vocal.

c. Perkusi Tempat kelainan lesi TB paru adalah pada apeks (puncak paru), bila dicurigai adanya infiltrate makan akan dijumpai perkusi agak pekak. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani.

d. Auskultasi TB paru yang menimbulkan infiltrate luas didapatkan suara auskultasi suara napas bronkial, didapat juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Teapi bila infiltrate diikuti penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler lemah. Pada efusi pleura akibat TB paru akan menimbulkan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar sama sekali. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess5

A. Pemeriksaan Bakteriologik 1. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) 2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) b. Pagi ( keesokan harinya )

17

c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan atau spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan atau ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya. b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak 1 ml. c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak. d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus. e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil. f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi. g. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak. h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.5

18

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila: 1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif 2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif, bila 3 kali negatif : BTA negatif Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease): 1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative 2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan. 3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) 4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+). 5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+). Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst Skala Bronkhorst (BR) : 1. BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan. 2. BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang. 3. BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang. 4. BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang. 5. BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.

19

B. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara : 1. Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh. 2. Agar base media : Middle brook. Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

C. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : 1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. 2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. 3. Bayangan bercak milier. 4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif 1. Fibrotik 2. Kalsifikasi 3. Schwarte atau penebalan pleura Luluh paru (destroyed Lung ) : 1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri

20

dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. 2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) : 1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kavitas 2. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal. 5

D. Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. 5

21

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru KOMPLIKASI Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjutan : Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis, Poncets arthrophy Komplikasi lanjutan : obstruksi jalan nafas ( SOPT ), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, cor pulmonal, amyloidosis, karsinoma paru, sindroma gagal nafas dewasa, TB milier, dan TB kavitas. 3

22

TATALAKSANA Tatalaksana Batuk Darah (hemaptoe) a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan. c. Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi. d. Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan penderita. e. Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom. f. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi. h. Pemberian oksigen. i. Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi j. Menentukan penyebab dan mengobatinya. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1. Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

23

Tahap awal (intensif) a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : 1) 2 RHZE / 4 RH atau 2) 2 RHZE / 4R3H3 atau 3) 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk 1) TB paru BTA (+), kasus baru 2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru) Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi.

b. TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang
24

diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

c. TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi 1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB) 2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal 3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

d. TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : 1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal. 2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

25

Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.

e. TB Paru kasus kronik 1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid. 2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup. 3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan. 4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: 1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal. 2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja. 3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar. 4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.

26

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.

1. ISONIAZIDA (H) Dosis. Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya. Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.4

Indikasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain.4

Kontraindikasi. Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi : kehamilan(kecuali risiko terjamin).4

Efek Samping. Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku, depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi. Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis. Hepatotoksik: SGOT dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. Metaboliems dan endrokrin: defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria, asetonuria, asidosis metabolik, proteinurea. Hematologi: agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia, trambositopenia. Eusinofilia, methemoglobinemia. Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati,s embelit. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan rematik.4

2. RIFAMPISIN
27

Dosis Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau 600 mg 2 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 15 mg per kg berat badan. Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.4

Indikasi Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang 4

Efek Samping Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah:4

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.4

3. PIRAZINAMIDA Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu kali sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.4

Indikasi Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain.4 Kontraindikasi terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.4

Efek Samping Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang28

kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain. Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan.4,

4. ETAMBUTOL Dosis. Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg berat badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu. Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi.4

Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.4 Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.4

Efek Samping Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut.4,

5. STREPTOMISIN Dosis Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah dilakukan uji sensitifitas. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 30 mg per kg berat badan, maksimum 1,5 gram 2 3 kali seminggu. Untuk anak 20 40 mg per kg berat badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 30 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120 gram.4

29

Indikasi. Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut.4 Kontraindikasi hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida lainnya.4

Efek Samping Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.4

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT4 Dosis (mg) / BB (kg)

Dosis yang dianjurkan Obat Dosis (mg/kgBB/Hari) Harian (mg/kgBB/Hari) 10 5 25 15 15

Dosis Maksimum

3 x seminggu

(mg per hari)

< 40

40-60

> 60

R H Z E S

8-12 4-6 20-30 12-20 15-18

10 10 35 30 15

600 300 2000 1250 1000

300 150 750 750 Sesuai BB

450 300 1000 1000 750

600 450 1500 1500 1000

30

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) 30-37 kg 38-54 kg 55-70 kg 71 kg 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 2 tablet 2KDT 3 tablet 2KDT 4 tablet 2KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 Dosis per hari / kali Tahap Pengobatan Lama Tablet Kaplet Rifampisin @ 450 mg 1 1 Tablet Pirazinamid @ 500 mg 3 Tablet Etambutol @ 250 mg 3 Jumlah hari/kali menelan obat 56 48

Pengobatan Isoniasid @ 300 mg

Intensif Lanjutan

2 bulan 4 bulan

1 2

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

31

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2 Tahap Intensif Berat Badan Tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Selama 56 hari 30-37 kg 2 tablet 4KDT + 500 mg Streptomisin inj. 38-54 kg 3 tablet 4KDT + 750 mg Streptomisin inj. 55-70 kg 71 kg 4 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 5 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 5 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT Selama 28 hari 2 tablet 4KDT Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E (400) Selama 20 minggu 2 tablet 2KDT + 2 tablet Etambutol 3 tablet 2KDT + 3 tablet Etambutol 4 tablet 2KDT + 4 tablet Etambutol 5 tablet 2KDT + 5 tablet Etambutol

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mg Kaplet Rifampisin @ 450 mg Tablet Pirazinamid @ 500 mg Etambutol Tablet Tablet Streptomisin Injeksi Jumlah/ kali menelan obat

@ 250 @ 400 mg mg

Tahap Intenif (dosis harian Tahap Lanjutan (dosis 3x 4 bulan 2 1 1 2 60 2 bulan 1 bulan 1 1 1 1 3 3 3 3 0,75 gr 56 28

seminggu)

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
32

Catatan : Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas, dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg Tanpa memperhatikan berat badan Untuk perempuan hamil, lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahakan aquadestilata sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250mg)

Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275) 30-37 kg 38-54 kg 55-70 kg 71 kg Catatan : Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan pake untuk tahap intensif kaegori I yang diberikan selama 28 hari (1 bulan) 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah hari/kali menelan obat

Pengobatan Pengobatan Isoniasid

Rifampisin Pirazinamid Etambutol @ 500 mg @ 250 mg

@ 300 mg @ 450 mg Tahap Intensif (dosis harian) 1 bulan 1 1

28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (contoh : kanamisisn) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpaindikasi yang jelas karena potensi obat jauh lebih rendah dari OAT lapis pertama. Disamping itu jua meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lapis kedua.

33

C. EVALUASI PENGOBATAN Pemantauan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pengobatan ulang dahak secara mikroskopik. Pemeriksaan dahan secara mikroskopik lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negative bila kedua specimen tersebut negative. Bila salah satu specimen atau keduanya dinyatakan positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemeriksaan dahhak mikroskopik :

Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif 1. Sembuh

34

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow-up sebelumnya negatif. 2. Pengobatan Lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. 3. Meninggal Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. 4. Pindah Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. 5. Default (Putus berobat) Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 6. Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus 1. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancer dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

2. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada
35

bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. 3. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg). 4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV). 5. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan. 6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. 7. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan
36

dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR. 8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut. 9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva. Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.

Multi Drug Resisten TB ( MDR-TB) MDR TB adalah bentuk B yang resisten terhadap obat dimana bakeri BC tifak lagi dapat dibunuh oleh sekurang-kurangnya dua antibioik terbaik, isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF), biasanya digunakan untuk menyembuhkan TB. Akibatnya, bentuk penyakit ini lebih sulit untuk diobati dari pada B biasa dan membutuhkan sampi dua tahun pengobatan multidrug. Fakor resiko : b. Terpai TB yang tidak sukses c. Terapi B yang terputus d. Regimen OAT sebagai terapi tidak te[at
37

e. Durasi erapi TB tidak tepat f. Prevalensi TB yang tinggi

Tanda-tanda MDR-TB a. Suspek MDR-TB bila pewarnaan kulur posiif saat akhir fase inisial (2bulan) atau fase lanjutan (5 bulan) b. Gejala klinis tidak membaik walapun kepauhan pasien baik.

Penatalaksaan MDR-TB OAT dibagi berdasarkan efikasi, pengalaman obat dan kelas oba. Semua obat lini pertama anti-TB masuk pada grup I, kecuali streptomisin yang diklasifikasikan dengan agen injeksi pada grup 2. Semua obat pada grup 2-5 (kecuai strepomisin)adalah lini kedua atau obay cadangan. kelompok Kelompok I : agen oral lini perttama Obat (singkatan) Kelompok 2 :agem injeksi Kelompok 3 : floroquinolon Kelompok 4 : agen lini kedua bakteriosatik oral Kelompok 5 : agen yang Pyrazinamide Eambutol rifabbutin Kanamisin Amikacin streptomisin Levofloxacin Moxifloxacin ofloxacin Para-aminosalicylic acid Cycloserine Erizidone Ethionamide protionamide Clofazimine Linezolid, Isoniazid dosis tinggi Amoksisilin Thioaceazone

mekanismenya belum pasti dalam pengobaan MDR-TB

38

Tabel 1. Ringkasan paduan obat 4 Kategori I Kasus TB paru BTA (+) - BTA(-), lesi luas Paduan obat yang dianjurkan 2 RHZE/ 4RH atau 2RHAZE / 6HE atau 2RHZE / 4R3H3 II - Kambuh - Gagal pengobatan - 2RHZES/1RHZE/5RHE - 2RHZES lalu sesuai uji resistensi atau 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3 II - TB paru lalai obat Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinik, bakteriologik & radiologik saat ini atau 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3 III - TB paru BTA (-) 2RHZ/4RH atau lesi minimal IV - TB Kronik 6RHE atau 2RHZ/4R3H3 Sesuai uji resistensi (minimal 3 obat sensitif dengan H tetap diberikan) atau H seumur hidup IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + kuinolon atau H seumur hidup Bila streptomisin Keterangan

alergi. Dapat diganti dengan kanamisin

39

BAB III DISKUSI KELOMPOK

Diskusi dengan membandingkan diagnosa Banding

Hemaptoe ec. TB paru Pada anamnesis didapatkan gejala klinis berupa batuk yang dimulai dengan batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum), pada keadaan lanjut didapatkan batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Keluhan yang lain yaitu demam menyerupai demam influenza. Serangan demam dapat sembuh sebantar kemudian dapat timbul kembali karena dipengaruhi oleh daya tahan tubuh. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yaitu jika infiltrasi sudah mencapai setengah bagian paru-paru. Nyeri dada timbul jika infiltrasi radang sudah mencapai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik / melepaskan napasnya. Kemudian didapatkan gejala malaise (anoreksia, berat badan urun, nyeri kepala, nyeri otot, keringat malam). Gejala malaise makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial pada lesi yang agak luas. Kemudian didapatkan juga suara napas tambhana berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Bila infilrasi diliputi penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pemeriksaan penunjang laboratorium pada tuberculosis baru mulai aktif didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dnegan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi. Dapat juga ditemukan anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gamma globuli meningkat, kadar natrium darah menurun. Pemeriksaaan sputum merupakan pemeriksaan yang terpenting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis tuberculosis dapat dipastikan. Kriteria sputum positif yaitu dengan menemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan atau 5.000 kuman
40

dalam 1 mL sputum. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan lesi berupa sarang pneumonia dengan gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi diliputi jaringan ikat, maka banyang terlihat berupa bulatan dengan batas tegas yang dikenal sebagai trabekuloma.

Hemaptoe ec. Bronkiektasis Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilataasi (ektasis( dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten dan ireversibel. Pada anamnesa didapatkan keluhan berupa batuk produktif yang berlangsung kronik dengan julah sputum bervariasi dan umumnya dengan jumlah banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Jika tidak terjadi infeksi sekunder sputumnya mukoid, apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulent. Dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore). pada kasus berat, jumlah sputum banyak sekali, purulent dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi tiga lapisan yaitu lapisan teratas agak keruh terdiri dari mucus. Lapisan tengah jernih terdiri dari saliva. Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis bronkus yang rusak. Hemaptoe terjadi pada 50% kasus. terjadi karena nekrosis mukosa bronkus mengenai pembuluh darah pecah. Dapat terjadi perdarahan massif apabila mengenai cabang arteri bronkialis. Pada bronkiektasis kering, hemaptoe merupakan satu-satunya gejala karena bronkiektasis terletak pada lobus atas paru, sputum tidak menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Sesak napas timbul akibat bronkiis kronik serta kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi akibat infesi berulang (ISPA)yang menimbulakn fibrosis paru dan emfisema. Ditemukan pula suara mengi akibat obstruksi bronkus. Demam berulang karena merupakan penyakit kronik. Pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu. Terjadinya retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dinding dada daerah yang terkena serta dapat terjadi pergeseran mediastinum kearah paru yang terkena. Pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda yang khas, pada radiologi toraks didapatkan gambaran kisa-kisa kecil dengan fluid level, mirip gambaran sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah yang terkena. Diagnosis pasti ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan pemeriksaan bronkografi, meliha bronkogram yang didapatkan dan CT scan.
41

Hemaptoe ec. Fibrosis paru Adalah kelainan geneik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran paobiologik yang mencerminkan muasi gen regulator transmembrana fibrosis kistik. Manifestasi klinik yaitu batu kronik dan berdahak, sering berulang yang menggambarkan inesi saluran napas yang memburuk. Selama fase eksaserbasi, bauk menjadi lebih parah dan dahak semakin banyak dan purulent serta terkadang disertai dengan darah. Dijumapi juga anoreksia, berat badan menurun dan demam. Faal paru terganggu, dijumpai sesak napas dan menyebabkan hipertensi paru dan kor pulmonal diikuti gagal napas dan kematian. Dapat dijumpai juga pneumotorak, sinusitis dan polip hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien dengan tubuh kurus. Toraks sering berbentuk tong (barrel chest), menggambarkan keadaan paru yang hiperinflasi. Auskulasi dijumpai ronki terutama pada apeks. Dapat dijumpai mengi karena subatan mucus atau spasme bronkus. Pasien terlihat menggunakan otot-otot bantu pernapasan, sianosi, tanda anda hipertensi paru dan gagal jantung kanan.

Atas dasar Anamnesis : batuk darah berwarna merah segar dengan volume 150 ml/24 jam, batuk berdahak kuning kehijauan, demam hilang timbul, malaise (keringat malam, BB turun, nafsu makan), riwayat pengobatan paru selama 1 tahun dan dinyatakan sembuh. Pemeriksaaan fisik : perkusi redup hemithorax sinistra, suara bronchial, rhonki +/+ Pemeriksaan penunjang : rontgen thorax dengan kesan TB paru duplex lama aktif advanced, leukositosis. Assessment : hemaptoe ec. TB paru kasus relaps Planning : Diagnosis o Darah rutin tuberculosis baru mulai aktif didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dnegan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat o Sputum BTA Pada pasien, pemeriksaan ini belum dilakukan. Digunakan untuk melakukan menegakkan diagnosa pasti dengan menemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan dalam tiga waktu pemeriksaan (sewaktu-pagisewaktu)
42

o Rontgen thorax o Pemeriksaan fungsi hati Digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan fungsi hati karena obatobatan antituberkulosis ada yang bersifat hepatotoksik yaitu ( isoniazid, rifampisin) o Pemeriksaan fungsi ginjal Digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan fungsi hati karena obatobatan antituberkulosis ada yang bersifat nefrotoksik yaitu ( etambutol dan streptomisin)

Tatalaksana o Non farmakologis Menempatkan pasien pada posisi trendelenburg & miring ke sisi yg sakit o Farmakologis o Infus RL 25 gtt/menit o Ranitidine 2 x 1 amp i.v o Ambroxol 3 x 1 tab o Vit. K 3 x 1 amp o Rifampisin 1 x 600 mg tab o Isoniazid 1 x 300 mg tab o Etambutol 1 x 15 mg/kgBB tab o Pirazinamid 1 x 25 mg/kgBB tab o Sreptomisin injeksi 1 x 15mg/kgBB Streptomisin I.M diberikan pada pasien karena pengobatan pada pasien menggunakan kategori 2 yaitu untuk TB kasus relaps, TB kasus putus pengobatan dan TB kasus gagal pengobatan. o levofloxacin 2 x 500 mg tab levofloxacin tidak diberikan karena merupakan pengobatan lini ke dua, digunakan saat semua pengobatan lini pertama resisten. o Vitamin B6 2x10 mg Catatan : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (OAT Kategori 2) Bila streptomisin alergi. Dapat diganti dengan kanamisin

43

Daftar Pustaka

1. Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Editor: Alwi, Idrus. Jakarta 2009. Interna Publishing. Hal 2240-2253. 2. Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Editor: Alwi, Idrus. Jakarta 2009. Interna Publishing. Hal 2230-2240. 3. Istiantoro, Yati H. Setiabudy, Rianto. Tuberkulostatik dan Leprostatik dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Editor: Gunawan, Sulistia Gan. Jakarta 2009. Balai Penerbit FKUI. Hal 613-632. 4. Sherwood, L. Sistem Pernapasan dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Editor: Santoso, I. B. Jakarta 2001. EGC. Hal 563-570. 5. Supartondo. Praktik Ilmu Penyakit Dalam Rantai Kokoh Cost-effectiveness dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I. Editor: Alwi, Idrus. Jakarta 2009. Interna Publishing. Hal 12-13.

44

You might also like