You are on page 1of 9

Metallurgy II 201 2

BAB I MATERIALS AND CHEMICAL

I.1. Materials Pada praktikum metalografi ini digunakan spesimen Baja Karbon A 106 B dan Baja Karbon Menengah. Baja karbon A 106 B (PT.Kencana Cakra Buana) merupakan salah satu baja karbon rendah ( low carbon steel). Aplikasi baja karbon A 106 B ialah pada Dapur pemanas, dll.

Tabel 1.1 Komposisi kimia A 106 B


Komposisi Kimia SA 106 B (ASTM) Elemen Carbon Mangan Phosfor Sulfur Silikon Vanadium Tembaga Nickel Kromium Molibdenum Komposisi (%) Maksimum 0,3 0,29 1,06 Maksimum 0,035 Maksimum 0,035 Minimum 0,1 Maksimum 0,08 Maksimum 0,4 Maksimum 0,4 Maksimum 0,4 Maksimum 0,15

Selain itu, juga digunakan spesimen berupa baja karbon menengah (medium carbon steel). Yang mana sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Dengan kandungan 0,30 % 0,70 % C. Material ini digunakan untuk screw drivers, blacksmiths hummers, tables knives, screws, hammers, vise jaws, knives, drills, dll.

I.2.Chemical

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2
Menggunakan nital dengan komposisi HNO3 0,4 ml dengan alkohol 70% 9,6 ml serta alkohol 90% (PT.Jayamas Medica Industri Indonesia) 9,8 ml dengan HNO3 68% (PT.Brataco) 0,2 ml.

I.3.Metallography Analysis Analisa Metalografi dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik Olympus U-TV0.5XC-3 dengan perbesaran 500x. Preparasi sample dilakukan dengan dimensi 18x8x10 mm pada baja karbon A 106 B dan baja karbon menengah tanpa proses perlakuan panas. Untuk mempermudah proses grinding, pada spesimen diberi resin. Setelah itu, pada kedua spesimen digrinding dengan amplas mulai dari grid 80, 120, 140, 180, 220, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200, 1500, 2000, yang mana pada saat ganti grid, dilakukan perubahan arah penggrindingan sebesar 90 dari arah penggrindingan sebelumnya. Setelah itu dipoles dengan kain beludru menggunakan autosol (produksi PT.Megasari Makmur), kemudian spesimen di etsa dengan menggunakan etsa Nital. Kemudian melakukan pengamatan metallography dengan menggunakan mikroskop optic Olympus U-TV0.5XC-3.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2

BAB II RESULT AND DISCUSSION

IV. I. 1 Baja Karbon A 106 B Hasil struktur mikro baja karbon A 106 B dan baja karbon menengah tanpa perlakuan ditunjukan pada gambar 2.1. Pada gambar tersebut memperlihatkan fasa ferrite dan pearlite. Dimana fasa ferrite ditunjukkan dengan bagian berwarna terang sedangkan fasa pearlite ditunjukkan dengan bagian yang berwarna gelap. Pada kedua gambar dibawah, terdapat perbedaan yang mendasar pada fasa pearlite yang terbentuk, yang mana pada baja karbon menengah mengandung fasa peralite yang lebih banyak dibanding dengan baja karbon A 106 B. Dengan metode ASTM E112 didapatkan kandungan pearlite rata-rata pada baja karbon A 106 B sebesar 31,11% dan pada baja karbon menengah sebesar 79,22%. Sehingga, didapatkan kadar karbon pada baja karbon A 106 B sebanyak 0,2488% (baja karbon rendah) dan 0,6337% (baja karbon menengah).

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2
Gambar 2.1 struktur mikro baja karbon: (a). A 106 B (baja karbon rendah) dan (b). Baja karbon menengah tanpa perlakuan (500x)

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2

Terbentuknya struktur ferrite dan pearlite pada gambar diatas dapat dijelaskan dengan diagram dibawah ini. Diagram 2.2 pendinginan Fe-Fe3C
A B

Pada diagram di atas, dapat diketahui bahwa baja karbon A 106 B dan baja karbon menengah tergolong dalam baja hypoeutektoid (%C<0,8). Pada paduan A merupakan baja hypoeutektoid 0,24%C. Di A3 mulai terjadi inti ferrit di batas butir austenit. Disini austenit paduan A ini mengandung 0,24%C sedang ferrit di temperatur ini hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, karena itu austenit yang akan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2
menjadi ferrit harus mengeluarkan karbonnya sehingga sisa austenit akan menjadi lebih kaya karbon. Makin rendah temperaturnya, makin banyak ferrit yang terjadi, inti tumbuh makin besar, makin menengah karbon pada sisa austenit (komposisi austenit akan mengikuti garis A3). Pada saat mencapai A1 sudah (0,8-0,24)/0,8 bagian ferrit yang terjadi, tetapi masih ada 0,24/0,8 bagian austenit. Sisa austenit ini selanjutnya akan mengalami reaksi eutektoid menjadi perlit. Pada temperatur dibawah A1, paduan akan terdiri dari butiran kristal ferrit dan butiran kristal perlit. Hal yang sama berlaku pada baja karbon menengah. Semua unsur paduan yang membentuk larutan padat akan menaikkan kekerasan dan kekuatan. Demikian pula halnya dengan unsur paduan yang larut ke dalam ferrit, akan menaikkan kekerasan dan kekuatan ferrit. Pengaruh dari masing-masing unsur tidak sama, hal ini digambarkan pada grafik gambar 2.1. Dari grafik tersebut, ternyata Si dan Mn merupakan unsur paduan yang selalu dijumpai di dalam baja dan mempunyai pengaruh yang paling besar, sedangkan Cr mempunyai pengaruh yang paling kecil.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2
Gambar 2.1 Pengaruh unsur paduan terhadap kekerasan ferrit

Adanya unsur paduan di dalam baja akan merubah diagram fase baja. Pada umumnya, titik eutektoid akan tergeser ke kiri sehingga kadar karbon di dalam perlit akan kurang dari 0,8%. Unsur paduan yang berfungsi sebagai penstabil austenit yaitu Ni dan Mn, sedangkan unsur paduan penstabil ferit, akan menaikkan temperatur eutektoid (Gambar 2.2). Jadi, unsur paduan penstabil ferrit akan menggeser titik eutektoid ke kiri atas, sedang penstabil austenit menggeser titik eutektoid ke kiri bawah.

Gambar 2.2. Pengaruh unsur terhadap temperatur eutektoid (kiri) dan kadar karbon dalam eutektoid (kanan.)

Selain itu, unsur paduan penstabil ferrit akan memperluas daerah ferrit dan memperkecil daerah austenit, ini digambarkan dengan makin sempitnya daerah austenit dari baja dengan kadar chrom yang makin tinggi. (Gambar 2.3). Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2

Gambar 2.3 Pengaruh kadar chrom terhadap luasan daerah austenit.

Gambar 2.4 Pengaruh kadar mangan terhadap daerah austenit. Unsur penstabil austenit akan memperluas daerah austenit, digambarkan dengan makin luasnya daerah austenit dari baja dengan kadar Mangan yang makin besar ( Gambar 2.4). Hal ini tentunya harus diperhitungkan dalam melakukan perlakuan panas terhadap baja paduan.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Metallurgy II 201 2

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

You might also like