You are on page 1of 10

UPAYA MENCEGAH KEBIASAAN KAWIN MUDA DI KALANGAN REMAJA DI PEDESAAN

bahan ceramah dan diskusi pada acara pelatihan kader penyuluh keluarga berencana tingkat kelurahan pasir endah, kecamatan ujungberung

Oleh: EMAN SUPARMAN Lektor Kepala Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum Unpad

Diselenggarakan di Kelurahan Pasir Endah, Kecamatan Ujungberung 11-12 Maret 2001


1

A. Pendahuluan Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk dapat berbicara dalam acara Pelatihan Kader Penyuluh Keluarga Berencana, yang berlangsung di Kelurahan Pasir Endah, Kecamatan Ujungberung, pada tanggal 11-12 Maret 2002. Kegiatan yang diselenggarakan atas

kerjasama antara BKKBN dengan Kelurahan Pasir Endah ini, dimaksudkan untuk membekali para calon penyuluh KB dari kalangan pemuda anggota Karang Taruna yang akan terjum ke lapangan untuk menjadi para pembantu penyuluh KB di Desa-Desa dan Kelurahan-Kelurahan di Wilayah Bandung Timur. Judul di atas sengaja diambil dari tema yang diajukan oleh panitia penyelenggara. Saya sengaja tidak hendak mengubah tema tersebut ke dalam judul lain, karena saya beranggapan bahwa tema itu pun telah cukup baik terarah sesuai dengan maksud panitia penyelenggara.

B. Perubahan sosial yang berdampak terhadap perubahan perilaku masyarakat Disadari atau pun tidak proses perubahan yang amat cepat dengan pesatnya perkembangan teknologi telah sangat berpengaruh terhadap sikap mental maupun perilaku masyarakat, lebih-lebih yang tinggal di kota besar seperti Bandung. Berbagai sarana dan kesempatan memungkinkan

masyarakat pedesaan di wilayah perkotaan mudah terkena dampak pesatnya perkembangan informasi lewat multimedia dewasa ini. Tidak hanya dampak

positif yang diperoleh dari perkembangan teknologi dewasa ini, melainkan juga akibat negatif seringkali sulit dihindari. Kesulitan ekonomi akibat krisis multidimensi yang tak kunjung berakhir, ditengarai telah memaksa para orangtua di pedesaan untuk

memaksa anak-anak mereka yang hanya tamat Sekolah Dasar untuk segera menikah agar segera dapat membantu orangtuanya untuk mencari nafkah keluarga. Jika sinyalemen itu benar maka program KB yang selama

bertahun-tahun dicanangkan Pemerintah Indonesia terancam gagal karena itu. Oleh karena itu pihak Kantor BKKBN segera mengambil inisiatif untuk bekerjasama dengan pihak Kelurahan dan Desa-Desa di wilayah pinggiran Kota Bandung ini, agar segera dilakukan pencegahan itu melalui penyuluhan. Melalui media penyuluhan yang dilakukan dengan pendekatan persuasif langsung kepada Subjek pelaku di Desa-desa, diharapkan perubahan perilaku warga Desa itu tidak terus berlangsung.. Hasil dari cara semacam ini diharapkan akan lebih efektif, disebabkan masyarakat melakukan perbuatan sebagaimana disinyalir itu akibat keterpaksaan dan ketidaktahuan bahwa ada kaidah hukum yang membatasi mereka bila

hendak menikahkan putri-putri mereka. Melalui penyuluhan hukum yang dipadukan dengan penyuluhan program KB dengan para penyuluh dari kalangan pemuda warga kelurahan atau desanya sendiri diharapkan mereka akan menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya mereka sebagai warga masyarakat yang baik. Namun kadang-kadang kita dihadapkan

pada kenyataan bahwa masih terdapat fenomena kurangnya kesadaran hukum masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya dapat sikap

masyarakat sedemikian itu. Beberapa

diketahui

misalnya jangkauan pemahaman kaidah hukum yang belum merata ke seluruh pelosok pedesaan, kurangnya sarana dan prasarana untuk

mengkomunikasikan kaidah hukum, dan yang paling dominan mungkin disebabkan fungsi hukum yang seringkali gagal sebagai pengayom atau penegak keadilan. Akibatnya kaidah hukum kehilangan kekuatan serta kewibawaannya. Fenomena yang disebutkan terakhir di atas, tampaknya akan terpulang pada faktor manusianya. Oleh karena kaidah hukum itu

sendiri sesungguhnya bebas nilai, artinya perangkat kaidah hukum tidak dapat dikatakan baik menetukan arah atau buruk. Para pelaku hukum itulah yang

suatu

kaidah untuk

tujuan

baik atau tidak baik.

Perangkat kaidah hukum tidak dapat membenarkan sesuatu yang nyatanyata telah keliru dan sebaliknya juga tidak dapat menyatakan bersalah terhadap sesuatu yang sesungguhnya benar. Kaidah hukum tidak pernah diasumsikan akan berpihak kepada yang kuat, melainkan akan melindungi yang benar serta beriktikad baik. Oleh karena itu siapa pun yang tergolong kriteria benar dan beriktikad baik, itulah yang akan senantiasa dilindungi kepentingannya oleh kaidah hukum.

C. Mengubah Tradisi masyarakat melalui kaidah Hukum Kadang-kadang kita menjumpai pola perilaku masyarakat yang dianggap kurang serasi dengan tujuan pembangunan masyarakat

Indonesia. Sebagai contoh umpamanya, masih dijumpainya sekelompok warga masyarakat di daerah pedesaan tertentu dengan tradisi

menikahkan

anaknya yang tersebut

masih di bawah umur 15 tahun. Sepintas tidak terlalu menyimpang, karena

tampaknya tradisi

pemahaman makna dewasa (akil-baligh) bagi kelompok masyarakat tertentu seringkali tidak semata-mata dilihat usianya. Bahkan kadangkadang masyarakat di pedesaan terkesan masih agak kurang peduli dengan usia anak-anaknya. Batas dewasa oleh (akil-baligh) penampilan dalam pengertian fisik mereka. Untuk

mereka, seringkali diukur

mengubah pola perilaku masyarakat pedesaan seperti itu memang tidak mudah. Akan tetapi bukan berarti tidak harus diupayakan penanganannya. Perangkat kaidah hukum sebagai alat (sarana) kiranya dapat menjadi salah satu penunjang metoda perubahan tersebut. frekuensi Antara serta lain perilaku hukum masyarakat

dilakukan melalui

penyuluhan hukum yang dengan tingkat

metoda pendekatannya

disesuaikan

penalaran individu anggota kelompoknya. Tradisi para warga desa yang mayoritas memiliki pekerjaan

sebagai petani untuk menikahkan anak-anak gadis mereka ketika masih di bawah umur memang patut mendapat perhatian untuk dijadikan sasaran perbaikan. Hal tersebut dipandang penting mengingat dari masalah

tersebut sesungguhnya

terkait

berbagai aspek.

Umpamanya:

aspek serta

kependudukan (KB) dan lingkungan hidup, aspek pemukiman

sanitasi lingkungan, aspek tersedianya lapangan kerja bagi generasi baru, dan yang tidak kalah pentingnya adalah aspek kepatuhan dan ketaatan warga masyarakat akan berbagai aturan hukum yang memagari pola

perilaku mereka sehari-hari. Baik peraturan itu berasal dari penguasa maupun yang berasal dari adat kebiasaan yang turun temurun di dalam lingkungannya. Upaya hukum dalam membantu mencari jalan keluar dari masalah di atas sesungguhnya telah dilakukan melalui perangkat kaidah yang Secara sosial

tertuang dalam UU Perkawinan

No. 1 tahun 1974.

kemasyarakatan, makna keluarga dalam ikatan perkawinan merupakan bentuk pergaulan hidup manusia golongan primer. Objek dari hubungan pergaulan tersebut adalah pribadi manusianya. Oleh karena itu manusia dalam kaitan ini bukan sebagai sarana atau alat, melainkan sebagai tujuan dari pergaulan hidup manusia. Untuk itu maka faktor manusia dalam hubungan perkawinan sungguh merupakan faktor penting. Oleh karenanya kesiapan mental maupun fisik perkawinan harus benar-benar dipersiapkan secara matang. Memang di dalam setiap kelompok masyarakat, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat secara makro memiliki makna yang berbeda-beda. Anggota keluarga pengrajin misalnya, sudah tentu memiliki makna sebagai satu kesatuan dari suatu proses produksi. Sedangkan bagi yang paling bagi pelaku

lingkungan masyarakat agraris makna anggota keluarga sudah lain lagi, yakni merupakan sumberdaya manusia yang sangat potensial dalam menopang tujuan hidup keluarga dalam meningkatkan hasil panen. Tradisi menikahkan anak di bawah umur pada keluarga petani pedesaan tentu saja tidak lepas dari rangkaian tatanan kehidupan mereka yang telah mengakar kuat. Mereka sangat memerlukan anggota keluarga penunjang proses pengolahan lahan pertanian, dan satu-satunya alternatif yang dapat mereka pilih adalah menikahkan anak-anak mereka kendati pun masih di bawah umur. Mengapa pola berpikir mereka demikian sederhana? Keadaan itu tentunya tidak lepas dari kondisi yang

membentuk pola kehidupan mereka yang diwarisi secara turun temurun, yang memandang proses kehidupan itu tidak lebih dari sesuatu yang bersifat rutinitas. Terlepas dari asumsi tersebut beralasan atau tidak, yang keadaan tersebut hingga dengan lajunya kini masih berlangsung. jelas

Ditambah pula

proses industrialisasi di Indonesia yang berakibat

tumbuh pesatnya perekonomian masyarakat di satu pihak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa para petani di pedesaan masih agak sulit untuk mampu menjangkau tersebut. Memperhatikan beberapa faktor yang dikemukakan di atas, peluang lain dari adanya proses industrialisasi

kiranya dapat ditelaah lebih lanjut beberapa indikator yang sekurangkurangnya ikut mendukung tingkat kepatuhan warga masyarakat akan

kaidah hukum. Beberapa diantaranya misalnya : tingkat sosial ekonomi keluarga, taraf pendidikan yang pernah dialami anggota keluarga tersebut, serta pemahaman akan norma-norma hukum yang berlaku dan juga kaidah-kaidah lain yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. D. Langkah-langkah yang perlu dilakukan Setiap masalah yang dihadapi bukan untuk dihindari, sebab setiap kali kita mengindari satu masalah, di depan kita masih akan muncul berbagai masalah atau problema lain. Bagaimana pun bentuknya masalah itu, kita wajib mencarikan jalan keluarnya. Dalam kaitannya dengan problema kebiasaan menikahkan anak pada usia muda di kalangan petani pedesaan ini pun kita harus menentukan langkah sebagai strategi yang harus ditempuh sebagai jalan keluar. Langkah-langkah yang kiranya dapat diupayakan untuk dilakukan sebagai program jangka pendek, misalnya antara lain dengan :Pertama, Melalui peningkatan tarap pengetahuan warga ditempuh dengan antara lain masyarakat. Ini dapat

mewajibkan anggota masyarakat di

pedesaan tanpa kecuali untuk mengikuti program Kejar (bekerja sambil belajar) yang disajikan dalam bentuk paket-paket; Kedua, Program wajar (wajib belajar) bagi anak-anak usia sekolah harus lebih diperketat

pelaksanaannya. Artinya anak-anak di pedesaan tanpa alasan apa pun setelah memasuki usia sekolah harus didaftarkan untuk masuk sekolah. Ketiga, Yang tidak kalah pentingnya adalah program penyuluhan hukum

bidang Hukum Perkawinan. Jangkauan penyuluhan hukum ini harus lebih ditingkatkan baik frekuensi penyelenggaraannya maupun daerah

yang menjadi sasaran programnya, sehingga efektifitas dari program tersebut akan tampak. Melalui program itu masyarakat harus sedikit demi sedikit dipandu untuk memahami substansi Undang-undang

Perkawinan, sehingga mereka dapat mengetahui manfaat dari ketentuan hukum tersebut. Pada gilirannya nanti mereka diharapkan akan menyadari

sepenuhnya bahwa ternyata UU Perkawinan telah memberi batas usia yang diperkenankan untuk menikah, baik bagi pria maupun wanita. Lebih jauh diharapkan dari program penyuluhan hukum yang dipadukan dengan penyuluhan program KB tersebut, masyarakat akan tumbuh taraf kesadaran hukum sekaligus sadar untuk menunda perkawinan demi suksesnya program KB. Oleh karenanya pada suatu saat kelak masyarakat di desa sekali pun akan mengetahui bahwa menikahkan anaknya pada usia muda (di bawah 15 tahun) akan termasuk pelanggaran hukum Perkawinan

sekaligus pula menghambat suksesnya program KB Nasional. Budaya patuh terhadap kaidah hukum semacam ini, tentu saja harus diupayakan melalui sebuah proses. Sedangkan proses itu sendiri

memerlukan waktu yang cukup panjang untuk dapat sampai pada sasaran yang diharapkan.Untuk mencapai sasaran yang diharapkan, kita perlu melibatkan berbagai pihak. Tidak kecuali para remaja dan pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna yang hari ini berkumpul untuk berdiskusi

dan memperoleh pembekalan melalui pelatihan ini.

Keterlibatan kaum

muda sebagai generasi pelopor dalam proses pembangunan dewasa ini justeru sangat diharapkan. Hal ini disebabkan karena kaum muda itu sendiri merupakan bagian dari warga masyarakat yang menjadi pelaku sekaligus sasaran pembangunan dalam arti luas. Demikian paparan singkat yang dapat disampaikan, kiranya bermanfaat sebagai pengantar diskusi kali ini.***

10

You might also like