You are on page 1of 9

BAB II

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

2.1. Definisi
Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis
skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa. Jadi
bentuk kanker ini dapat terjadi misalnya di lidah, bibir, esofagus, serviks,
vulva, vagina, bronkus atau kandung kencing. Pada permukaan mukosa
mulut mulut atau vulva, leukoplakia merupakan predisposisi yang penting.
Tetapi kebanyakan karsinoma sel skuamosa tumbuh di kulit (90-95%).3

2.2. Epidemiologi

Kanker rongga mulut merupakan salah satu dari 10 jenis kanker


yang sering terjadi di seluruh dunia. Pada tahun 2004, di Amerika serikat
angka kejadian kanker mencapai 1,368,030 jiwa, dan sekitar 28,260 jiwa
diantaranya adalah kanker rongga mulut dan faring. Lebih dari 90%
kanker rongga mulut adalah kanker sel skuamosa. Setiap tahun kurang
dari 3% kejadian kanker terjadi di Amerika Serikat, di negara-negara
berkembang jumlah tersebut lebih besar lagi. Kanker rongga mulut lebih
dbanyak terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan 6:1 pada
tahun 1950, dan 2:1 pada tahun 1997. perubahan tersebut dikarenakan
peningkatan jumlah perokok wanita pada 3 dekade terakhir. Di Amerika
Serikat jumlah kanker rongga mulut lebih banyak terjadi pada wanita >65
tahun melebihi hampir 50% jumlahnya pada pria >65 tahun, dan jumlah
yang terjadi pada pria kulit putih di Amerika Serikat menurun selama tahun
1973 sampai 1996, pada waktu yang sama, terjadi peningkatan jumlah
pada pria ras Afrika-Amerika. Di Amerika Serikat kebanyakan kanker
rongga mulut terjadi pada dekade ke 6 dan ke 7, rata-rata pada umur lebih
dari 65 tahun. Penelitian terakhir, di Amerika Serikat, terjadi peningkatan
kanker rongga mulut, termasuk kanker lidah, pada pria kulit putih di bawah
40 tahun.5 Pada negara berkembang terdapat peningkatan jumlah
penderita dibawah usia 40 tahun, hal ini dikarenakan meningkatnya
perubahan genetik pada populasi dewasa muda dan perubahan zat
karsinogenik penyebab kanker tersebut.1

2.3. Etiologi
Faktor-faktor etiologi terbanyak yang berkaitan dengan kanker
rongga mulut ialah pemakaian tembakau, konsumsi alkohol dan virus-
virus (kurang jelas). Termasuk tembakau yang dibakar maupun yang tidak
dibakar, seperti dihirup dan mungkin juga, sirih yang dikunyah (kebiasaan
di India dan Pakistan). Walaupun sebagian besar penderita perokok dan
peminum alkohol, sebanyak 10% penderita kanker rongga mulut tidak
mengaku menggunakan tembakau atau alkohol; orang-orang ini
cenderung pria atau wanita yang lebih tua.2
Umumnya kanker mulut berhubungan dengan penuaan, begitu juga
dengan leukoplakia. Hal ini terbukti secara biologi, mekanisme sensitif
homeostatik mengontrol pertumbuhan epitel yang dipengaruhi oleh sifat
onkogen tersebut, selanjutnya, tampak respon yang berhubungan dengan
lamanya waktu terpapar oleh virus, zat kimia atau trauma. 1
Virus sebagai etiologi karsinoma mulut belum dapat dibuktikan;
walaupun demikian, titer antibodi terhadap virus herpes simpleks (HSV)
lebih tinggi pada penderita kanker rongga mulut daripada penderita kelola.
Lebih jelas komplemen RNA dari beberapa kemungkinan serotipe DNA
onkogen HPV telah dijumpai pada beberapa karsinoma skuamosa rongga
mulut.2
Individu berkulit putih yang memiliki pekerjaan di luar, terutama
lebih mudah tumbuh bentuk kanker ini. Sering tumor didahului oleh yang
disebut keratosis aktini (solar), suatu bentuk displasia atau anaplasia sel-
sel epidermis. Arsen dan jelaga juga dinyatakan sebagai penyebab.
Radang kronik berkepanjangan juga merupakan pengaruh membakat lain
dan dengan begitu bentuk kanker ini kadang-kadang dianggap dalam
batas tepi pematusan sinus yang bertahan lama dan pada parut lama
sinar-X atau luka bakar. Kadang-kadang neoplasma tidak timbul sampai
puluhan tahun setelah jejas sinar-X atau jejas suhu.3
Sejak hifa Candida sp sering ditemukan pada potongan
mikroskopik dari leukoplakia mulut, Candida sp sering dihubungkan
dengan leukoplakia. Namun peranannya belum jelas. Bagaimanapun,
Candida sp mampu memproduksi nitrosoamines yang bersifat
karsinogenik melalui reaksi biokimia jaringan. Meskipun hubungannya
dengan karsinogenesis belum jelas, ditemukannya Candida harus
dipertimbangkan sebagai faktor resiko.1

2.4. Patogenesis
Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh de novo, tetapi lebih sering
suatu proses evolusi yang mirip dengan yang tampak pada serviks uteri.
Perubahan pra-kanker dalam mulut menjelma sebagai dua bentuk klinik.
Bercak putih, datar yang tidak diketahui penyebabnya selain yang ada
hubungan dengan pemakaian tembakau dan tidak hilang bila dikerok,
disebut leukoplakia. Bercak-bercak merah yang tidak ada hubungan
dengan rangsang radang disebut eritroplakia (Gambar????????).
Leukoplakia biasanya dijumpai pada vestibuli pipi, dasar mulut, dan tepi
lateral lidah. Pada bedah mayat, 20% leukoplaki mulut didapati
mengandung gambaran sitologi atipik menandakan displasia, karsinoma
in situ atau karsinoma skuamosa invasif superfisial. Bila leukoplakia
dievaluasi menurut tempat, lesi-lesi dasar mulut yang paling gawat-40%
didapati sitologi atipik. Lebih dari 6% penderita dengan leukoplakia tanpa
atipi mikroskopi berlanjut ke karsinoma invasif dalam kurun waktu lebih
dari 8 tahun, sedangkan 36% akhirnya akan timbul kanker, bila atipi
didapati semula. Eritroplakia paling tidak menyenangkan, karena
menunjukkan perubahan prekanker dan kanker pada 60 sampai 90%.2
Gambar. Eritroplakia pada palatum molle, trigonum
retromolar dan tuberositas maxilari posterior.

Karsinoma
skuamosa invasif
kebanyakan didapati
pada tepi lateral
lidah dan dasar
mulut; sangat jarang
pada palatum dan
dorsum lidah. Pulau-
pulau tumor yang
invasif bermetastasis melalui pembuluh limfa dan mengenai kelenjar getah
bening supraomohioid dan servikal. Penyebaran melalui pembuluh darah
merupakan sekuele terakhir dan biasanya sebagai akibat metastasis
kelenjar getah bening yang menjalar ke duktus torakikus masuk vena
sistemik.2

2.5. Gambaran Histopatologi


Gambaran morfologi, secara klinik leukoplakia tampak sebagai
bercak putih. Gambaran permukaannya dapat licin tetapi lebih sering
berfisura atau bercelah-celah. Secara mikroskopis, epitel menebal,
menunjukkan hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis atau kombinasi
manapun dari ketiganya. Aktivitas mitosis tampak pada 20% lesi yang
memiliki sitologi atipik dengan hiperkromasi, pleomorfisme inti.
Perubahan-perubahan ini sementara waktu bersifat progresif. Bila sel-sel
atipik hanya menduduki sebagian epitel, disebut displasia; bila sitologi
atipi lebih berat sampai mengenai semua lapisan epitel, lesi disebut
karsinoma in situ. Tahap berikut mengenai invasi superfisial dan
pemisahan pulau-pulau tumor epitel, kemudian tumor ada potensi
metastasis. Eritroplakia mengalami pertumbuhan yang sama; walaupun
demikian, kurang didapatkan keratosis pada permukaan dan tampak atrofi
dari lapisan spinosum.2
Karsinoma sel skuamosa invasif secara klinik ditandai lesi yang
ulseratif dan induratif (Gambar.????). Sering daerah ulserasi
menunjukkan tepi melingkar, melipat dan mukosa yang berdekatan dapat
menunjukkan batas-batas yang tampak leukoplakia dan atau eritroplakia.
Bila kelenjar servikal yang terkena metastasis sudah mencapai dimensi
cukup besar, dapat diraba, membengkak dan melekat (berbeda dengan
limadenopati yang dapat digerakkan, lunak dan nyeri tekan bila sebagai
akibat penyakit radang).2

Gambar. Infiltrasi sel karsinoma skuamosa


(hiperkromasi nukleus, fokal diseratosis).
Terlihat ulserasi pada permukaan sel

Secara mikroskopik, karsinoma skuamosa menunjukkan sarang-


sarang dan pulau-pulau sel epitel invasif dengan berbagai derajat
diferensiasi (misalnya keratinisasi). Stroma jaringan ikat biasanya memiliki
infiltrasi sel-sel radang mononuklear. Derajat radang dapat merupakan
ukuran reaktivitas imun terhadap antigen-antigen tumor. Beberapa
penelitian menunjukkan prognosis lebih baik pada tumor-tumor dengan
radang hebat.2

2.6. Stadium Kanker


Sistem yang sering digunakan dalam klasifikasi stadium kanker
adalah sistem tumor-nodus-metastase (TNM), yaitu T menunjukkan
besarnya tumor primer (T1 = kecil; T4 = masif), N untuk metastase ke
kelenjar getah bening, dan M untuk menentukan adanya metastase ke
organ atau tempat lain.1
a. Tumor primer (1)
TX : tumor tidak dapat ditentukan
T0 : tidak ada tumor
Tis : karsinoma in-situ
T1 : ukuran tumor kurang dari 2 cm
T2 : ukuran tumor antara 2 cm sampai 4 cm
T3 : ukuran tumor lebih dari 4 cm
T4 : tumor telah menginvasi jaringan sekitarnya yaitu melalui tulang
kortikal, ke lidah, sinus maksilaris, kulit.
b. Kelenjar limfe regional
NX : kelenjar limfe regional tidak dapat diraba
N0 : tidak ada metastasis
N1 : metastasis pada salah satu sisi kelenjar limfe tidak lebih dari 3
cm
N2 : metastasis pada salah satu sisi kelenjar limfe dengan ukuran
antara 3 cm sampai 6 cm, beberapa nodus pada salah satu sisi,
bilateral dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N2a : metastasis tunggal pada salah satu sisi antara 3 cm sampai 6
cm.
N2b : metastasis pada beberapa nodus di salah satu sisi, tidak lebih
dari 6 cm.
N2c : metastasis pada kelenjar limfe kontralateral atau kedua sisi, tidak
lebih dari 6 cm.
N3 : metastasis pada kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm.
c. Metastasis
MX : metastasistidak dapat diketahui
M0 : tidak ada metastasis
M1 : terdapat metastasis
2.7. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
mikroskopis melalui biopsi. Seringkali, biopsi ditunda karena keputusan
dari dokter maupun pasien, terdapat infeksi atau iritasi lokal. Tetapi,
penundaan tersebut tidak boleh lebih dari 3-4 minggu. Kadang, luasnya
lesi menyulitkan untuk melakukan biopsi yang tepat untuk
membedakan displasia atau kanker. Oleh sebab itu tambahan penilaian
klinis lainnya dapat membantu mempercepat biopsi dan memilih
daerah yang tepat untuk melakukan biopsi. Penggunaan cairan
toluidine blue sangat berguna sekali, karena keakuratannya (lebih dari
90%), murah, cepat, sederhana dan tidak invasif (Gambar.?????).
Mekanisme kerjanya dengan afinitas atau menempelnya toluidine blue
dengan DNA dan sulfat mukopolisakarida, sehingga dapat dibedakan
apakah terjadi displasia atau keganasan dengan epitel yang normal dan
lesi jinak. Toluidine blue berikatan dengan membran mitokondria ,
dimana terikat lebih kuat pada epitel sel displasia dan sel kanker
daripada dengan jaringan normal.1

Gambar. Gambaran leukoplakia pada


palatum molle yang telah diberi toluidine
blue.

Sitologi eksfoliatif telah membantu dalam menentukan diagnosa.


Namun, kesulitan pengumpulan sel, waktu yang lama dan biaya yang
mahal telah membatasi penggunaannya. Teknik brush biopsy secara
luas digunakan pada sitologi dengan pengumpulan sel yang mewakili
keseluruhan epitel berlapis skuamosa (Gambar.?????). Prosedurnya
tidak menyebabkan sakit, oleh sebab itu tidak perlu penggunaan
anestetikum.1

Gambar. Teknik brush biopsy pada lidah. Sel-sel


yang terlepas lalu di letakkan di atas gelas
objek.

2.8. Terapi
Evaluasi yang cermat terhadap gejala dan simptom sangat
penting, termasuk didalamnya biopsi dan follow-up yang rutin.
Pembedahan dilakukan dengan biopsi insisi menggunakan skapel bila
lesi berukuran 5 mm. Teknik ini cepat, tidak banyak merobek jaringan
dan hanya diangkat sedikit sampling. Apabila ukuran tumor kecil, dapat
dilakukan biopsi insisi ataupun eksisi, apabila sulit membedakan antara
displasia dengan karsinoma, dianjurkan menggunakan biopsi insisi.1
Jika hasil biopsi tersebut menunjukkan sel karsinoma skuamosa
(terdapat invasi sel displasia ke jaringan ikat), klinisi dapat
merencanakan terapi kanker. Terapi yang potensial diantaranya
pembedahan atupun terapi radiasi. Kadang kemoterapi digunakan
sebagai tambahan, namun beberapa tumor kurang responsif terhadap
kemoterapi. Pemilihan terapi tergantung dari stadium kanker, stadium
dini (kecil dan terlokalisasi), stadium lanjut (besar dan menyebar).
Evaluasi menggunakan teknik pencitraaan yang lebih baik kualitasnya
seperti MR (magnetic resonance) dan CT (computed tomography)
sangat dibutuhkan. Teknik terbaru yaitu menggunakan PET (positron
emission tomography), bisa menentukan metastase ke kelenjar limfe.
Teknik ini berguna bagi klinisi untuk membedakan batas dan rencana
terapi, juga menentukan prognosisnya.1
Follow-up berkala perlu dilakukan pada lesi prekanker, bahkan
bila lesi tersebut menghilang, dan bila terus berlanjut perlu dilakukan
pembedahan. Pada tepi lesi yang secara klinis dan mikroskopis terlihat
normal, bisa menjadi permasalahan dan bisa terjadi rekurensi.1
Penggunaan teknik laser sangat berguna pada terapi kanker dan
dapat mengontrol leukoplakia. Pencegahan menggunakan analog
vitamin A (retinoid) dan antioksidan lain (beta karoten, vitamin C, E)
kurang efektif, berdasarkan teori, antioksidan tersebut dapat membantu
menjaga sel-sel tubuh dari radikal bebas, yang merupakan promotor
terjadinya mutagenesis kromosom dan karsinogenesis. Yang menjadi
permasalahan pada penggunaan antioksidan ini adalah toksisitasnya
dan rekurensinya ketika antioksidan ini tidak dilanjutkan. Efektifitas
antioksidan tergantung pada dosis, regimen dan individu pasien.1
Dapat pula dengan pendekatan nutrisional dengan diet kaya
buah-buahan dan sayur-sayuran, karena banyak mengandung
antioksidan dan protein supresor-sel yang membantu mengurangi
aktifitas mutagenesis dan karsinogenesis.1
Pengenalan dan pengontrolan lesi pre-kanker efektif mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas kanker mukut.1

You might also like