You are on page 1of 8

Sherly Intan Amalia Rani Handayani

(230210100010) (230210100058)

A. Convention On Fishing And Conservation Of The Living Resources Of The High Sea 1958

Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut lepas merupakan perjanjian yang dirancang untuk memecahkan masalah yang terlibat dalam konservasi sumber daya laut melalui kerjasama internasional, mengingat bahwa perkembangan teknologi modern dapat mengakibatkan beberapa sumber daya berada dalam kondisi berbahaya karena dieksploitasi secara berlebihan.

B. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCED) 1982

Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut. Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 mengatur mengenai beberapa hal, pertama mengenai laut teritorial. Penarikan garis pangkal untuk mengukur lebar laut territorial harus sesuai dengan ketentuan garis pangkal lurus, mulut sungai dan teluk atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan tempat berlabuh di tengah laut. Dan penerapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan, harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis posisinya (pasal 16 ayat 1). Kedua, untuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif penarikan garis batas terlihat ZEE dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas ekonomi eksklusif antar negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau

Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

berdampingan (adjacent) harus dicantumkan pada peta dengan sekala yang memadai untuk menentukan posisinya (Pasal 75 Ayat 1). Ketiga, untuk landas kontinen. Penarikan garis batas terluar landas kontinen dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penentuan batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya (pasal 84 ayat 1). Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk melakukan submission ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia diluar 200 mil laut, karena secara posisi geografis dan kondisi geologis, Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan penarikan batas landas kontinen diluar 200 mil laut. Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) juga melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu: 1. Perairan Pedalaman (Internal waters), 2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut Teritorial (Teritorial waters), 4. Zona tambahan (Contingous waters), 5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone), 6. Landas Kontinen (Continental shelf), 7. Laut lepas (High seas), 8. Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area).

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur juga pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

untuk zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak memanfaatkan sumber daya alam yang ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh Negara manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia.

C. AGENDA 21 UNCED (United Nations On Environment and Development)

Agenda 21 mendiskusikan ketergantungan pembangunan sosial dan ekonomi pada kelestarian lingkungan dan meletakkan dasar untuk pengesahan perjanjian tentang Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim. Agenda 21, menyusun program aksi untuk mempersiapkan dunia dalam menghadapi tantangan abad ke 21 agar terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yaitu dengan mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dokumen agenda 21 diharapakan dapat memberikan peran dan strategi perbaikan lingkungan khususnya akibat kerusakan lingkungan global oleh terutama aktivitas manusia. AGENDA 21 United Nations On Environment and Development (UNCED) berisi aksi-aksi dimana setiap pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta dan masyarakat luas, dapat melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan bagi pembangunan sosial ekonominya. Adapun, 7 aspek yang ditekankan dalam agenda 21 global adalah : 1. Kerjasama internasional 2. Pengentasan kemiskinan 3. Perubahan pola konsumsi 4. Pengendalian kependudukan 5. Perlindungan dan peningkatan kesehatan 6. Peningkatan pemukiman secara berkelanjutan 7. Pemaduan lingkungan dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan

Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

D. United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) 1992

Konvensi ini dikenal puladengan KTT Secara garis besar ada 5 hal pokok yang dihasilkan oleh KTT Bumi di Rio de Jeneiro yaitu : 1) Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan. Deklarasi ini berisikan 27 prinsip dasar yang menekankan keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan serta pengembangan kemitraan global baru yang adil. 2) Konvensi tentang perubahan iklim, diperlukan payung hukum guna menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim. 3) Konvensi tentang keanekaragaman hayati, diperlukan payung hukum untuk mencegah merosotnya keanekaragaman hayati. 4) Prinsip pengelolaan hutan, hutan mempunyai multi fungsi : sosial, ekonomi, ekologi, kultural dan spiritual untuk generasi. Hutan untuk penyerapan CO2 serta untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan daerah aliran sungai. 5) Agenda 21, menyusun program aksi untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk saat ini dan abad ke 21 : biogeofisik, sosekbud, kelembagaan, LSM.

E. The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC atau FCCC) 1992

Konvensi tersebut merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai lingkungan yangdinegosiasikan pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), secara umumdikenal sebagai KTT Bumi yang telah diselenggarakan pada tanggal 3 sampai 4Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Tujuan perjanjian internasional ini adalahmenstabilkan gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat untuk mencegahbahayanya gangguan pada sistem iklim. (Wikipedia) Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

Perjanjian internasional tersebut memutuskan bahwa ada batas gas rumah kacayang dikeluarkan bagi setiap Negara. UNFCCC juga nama dari PerserikatanBangsa-Bangsa yang bertanggung jawab untuk mendukung operasi Konvensi. Kantornya berada di Haus Carstanjen, Bonn, Jerman. Yvo de Boer, sebagai KepalaSekretariat menjabat sejak tahun 2006 sampai tahun 2010. Tiap tahunnya sejak tahun 1995, diadakan Konferensi Internasional di berbagai Negara. Tujuan dengan diadakannya Konvensi ini adalah untuk mencapai kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang dapat mencegah perbuatan manusia yang membahayakan sistem iklim.

F. Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)

Konvensi

tersebut

merupakan

salah

satu

kesepakatan

dalam

konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995 untuk menyusun petunjuk teknis perikanan bertangggung jawab. Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati. Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana ini adalah : 1. Pengelolaan Perikanan; 2. Operasi Penangkapan; 3. Pengembangan Akuakultur; 4. Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir; 5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan; 6. Penelitian Perikanan.

Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

G. Coral Triangle Initiative (CTI) on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CFF)2007

CTI, yang dimulai pada tahun 2007, berorientasi untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh sumber daya pesisir dan kelautan di kawasan paling kaya keanekaragaman hayatinya di muka Bumi. Selain kerjasama riset dan konservasi ekosistem karang serta terumbu karang, CTI juga meliputi riset di bidang perikanan dan ketahanan pangan. Konvensi CTI tidak mentoleransi kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, menyebabkan terjadinya kehilangan dan kerusakan habitat alami, berdampak negatif pada keberadaan masyarakat adat/penduduk asli yang rentan, serta kegiatan-kegiatan yang menyebabkan terjadinya pemindahan penduduk (involuntary resettlement) akibat pengadaan tanah dan pembatasan akses terhadap sumberdaya. Jika ada dampak, maka dampak itu harus bisa diidentifikasi, dikelola secara baik dengan upaya-upaya mitigasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada round table meeting six major di CTI country ini telah melahirkan pokok materi, pertama kesamaan cara pandang bagaimana implementasi yang berkaitan dengan kegiatan CTI, yang akan mengimplementasikan langsung ke masyarakat, dan langsung menyentuh kepentingan di segitiga karang dunia, dalam kaitannya menjaga ketahanan pangan yang bersumber dari perairan laut serta kearifan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Kedua, bagaimana adanya upaya mitigasi perubahan iklim khususnya terkait pemanasan global, serta bagaimana dilakukan perlindungan kawasan, sehingga dapat berkelanjutan demi anak cucu sampai kapan pun.

H. Arafura Timor Seas Expert Forum (ATSEF)

ATSEF adalah forum tidak mengikat yang ditujukan untuik membangun kerjasama antara pemerintah dan lembaga non-pemerintah di Australia, Indonesia, Papua Nugini, dan Timor Leste dalam rangka mengejar penggunaan yang berkelanjutan darisumber daya hayati dari Laut Arafura dan Laut Timor. MOU ini Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

menyatakan bahwa Laut Arafura dan Timor merupakan semi-enclosed sea sebagaimana diatur pada pasal122 UNCLOS, serta mengakui kewajiban dari negara-negara yang berbatasan dengan Laut tersebut sebagaimana yang dinyatakan pada pasal 123 UNCLOS. Tujuan forum ini adalah untuk membantu mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, terutama di negara-negara pantai dankomunitas masyarakat pantai dan masyarakat adat yang bergantung atas Laut Arafura danTimor dalam penghidupannya. Tujuan berikut dari ATSEF adalah untukmeningkatkan skema pembagian informasi antara negara pantai dari Laut Arafura danLaut Timor. terdapat 5 fokus utama dari ATSEF yaitu : 1. Mencegah, dan menghentikan penangkapan ikan ilegal, tidak terlapor, dan tidak diatur (IUU - Illegal Unreported and Unregulated ) di Laut Arafura dan Laut Timor yang menjadi penyebab utama menipisnya stok ikan, membahayakan keberlangsungan spesies dan habitat laut, menghalangi pembangunan dan pemanfaatan yang berkelanjutan dari sumber daya hayati laut. 2. Menjaga stok ikan, habitat laut, dan keanekaragaman hayati.

Pengetahuanatas kondisi biota laut, spesies tangkap, dan habitatnya memiliki nilaipenting dalan manajemen yang bijak dari sumber daya kelautan. 3. Membantu dan/atau mencari alternatif penghidupan bagi komunitas masyarakat pantai dan masyarakat adat. 4. Mencari pengertian dari dinamika sistem kelautan, dan pantai. 5. Meningkatkan kapasitas informasi data, manajemen, dan penyebarannya diantara negara-negara pantai di kawasan. Tanpa adanya tukar-menukar informasi, sumber pengetahuan sebagai dasar pemanfaatan yang

berkelanjutan dari laut dan sumber daya yang terkandung di dalamnya tidak akan sampai ke pihak yang berkepentingan seperti badan pemerintah, masyarakat pantai dan adat, dan operator komersial.

Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

DAFTAR PUSTAKA Ahmad. 2012. Zonasi Pengukuran Laut Dalam Unclos . http://rakaraki.blogspot.com/2012/04/zonasi-pengukuran-laut-dalamunclos.html. [Diakses pada tanggal 17 September 2013 pada pukul 07.39 WIB] Ajhar. 2010. (UNITED http://www.academia.edu/attachments/31788084/download. NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ONCLIMATE

CHANGE).Diakses pada tanggal 17 September 2013 Anonim. 2013. Convention On Fishing And Conservation Of The Living Resources Of The High Sea 1958. http://en.wikipedia.org/wiki/ Convention_on_Fishing_and_Conservation_of_the_Living_Resources_of_ the_High_Seas. [Diakses pada tanggal 19 September 2013 pada pukul 07.02 WIB] Dimas. 2010. Pengaturan laut. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20312730S43218-Pengaturan%20laut.pdf. Diakses pada tanggal 17 September 2013 Hasrul, Joss. 2011. Kerangka Kerja Perlindungan Sosial dan Lingkungan-CTI Mayor.http://josshasrul.wordpress.com/2011/05/24/ctimayor%E2%80%99 sroundtable/#more-313. [Diakses pada tanggal 17 September 2013 pada pukul 07.41 WIB] Mukhtar. Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) .2008. http://mukhtar-api.blogspot.com/2008/11/code-of-conduct-for responsible. html. Diakses pada tanggal 17 September 2013

Renna. Agenda 21. 2009. http://rennasavitri.blogspot.com/2009/05/agenda-21ku.html. Diakses pada tanggal 17 September 2013 UNDP, Januari 2004. Menuju Agenda 21: Mengkaji Kapasitas Nasional. www.undp.or.id [Diakses pada tanggal 17 September 2013 pada pukul 07.41 WIB]

Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut

You might also like