Professional Documents
Culture Documents
Dewan Gubernur Boediono Miranda S. Goeltom Hartadi A. Sarwono Siti Ch. Fadjrijah S. Budi Rochadi Muliaman D. Hadad Ardhayadi Mitroatmodjo Budi Mulya Gubernur Deputi Gubernur Senior Deputi Gubernur Deputi Gubernur Deputi Gubernur Deputi Gubernur Deputi Gubernur Deputi Gubernur
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter ................................................ 3 II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ................................. 5 Inflasi .......................................................................................... 6 Nilai Tukar Rupiah ........................................................................ 8 Kebijakan Moneter .................................................................... 10 Strategi Kebijakan ................................................................ 10 Suku Bunga .......................................................................... 10 Dana, Kredit, dan Uang Beredar ........................................... 11 Pasar Modal ......................................................................... 12 Kondisi Perbankan ................................................................ 15 III. Respon Kebijakan Moneter ................................................... 17
year-to-date sampai dengan Mei 2008 telah mencapai 5,47%. Kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir bulan laporan memberi dampak yang signifikan pada peningkatan laju inflasi Mei 2008. Aksi menaikkan harga berbagai komoditas menjelang kenaikan harga BBM berkontribusi terhadap tingginya inflasi Mei 2008. Mengingat bahwa dampak kenaikan BBM diperkirakan belum sepenuhnya terefleksi pada inflasi di bulan Mei 2008 maka tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan masih akan berlanjut di beberapa bulan berikutnya.
Meski dihadapkan pada tekanan inflasi yang tinggi, Bank Indonesia mencermati bahwa perekonomian Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2008 yang tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3%. Angka pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh konsumsi dan kinerja ekspor. Di sisi lain, kenaikan harga beberapa komoditas pertanian dan barang tambang di pasar internasional memberikan sumbangan pada meningkatnya ekspor. Kenaikan harga tersebut didukung pula oleh permintaan yang masih tinggi dari negara-negara emerging market. NPI diprakirakan mencatat kinerja yang baik terutama disumbang oleh neraca transaksi berjalan. Surplus transaksi berjalan triwulan II-2008 diprakirakan tetap tinggi mencapai USD2,6 miliar atau 2,3% dari PDB. Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2008 Bank Indonesia memprakirakan NPI berpotensi mencatat surplus sedikit lebih rendah dari perkiraan semula. Namun, faktor tingginya harga komoditas internasional masih mendukung kinerja ekspor. Masih kuatnya kinerja NPI mengindikasikan bahwa perekonomian kita memiliki ketahanan dan selanjutnya akan berdampak positif terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Cadangan devisa sampai dengan akhir Mei 2008 tercatat masih tinggi mencapai USD57,5 miliar. Sementara itu, nilai tukar rupiah selama Mei 2008 relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja dan ketahanan yang baik. Pelaksanaan fungsi intermediasi yang terus meningkat sebagian besar didanai dari kredit. Kredit perbankan pada April 2008 meningkat Rp22,9 triliun (2,1%) dari Rp.1.080,1 triliun menjadi Rp.1.103,1 triliun. Secara year-on-year (April 2008-April 2007), kredit meningkat Rp.247,7 triliun atau sekitar 29%. Sekitar 71% dari total kredit ini dialokasikan kepada Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). Dana Pihak Ketiga (DPK) pada periode yang sama meningkat 1,1% dari Rp1.466,2 triliun (Maret 2008) menjadi Rp1.481,8 triliun (April 2008).
Kenaikan kredit yang lebih besar dari kenaikan DPK pada bulan tersebut menyebabkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan meningkat dari 73,7% pada Maret 2008 menjadi 74,4% pada April 2008. Sementara itu, rasio Non-Performing Loan (NPL) perbankan baik gross maupun net mengalami sedikit peningkatan masing-masing dari 4,33% menjadi 4,39%, dan dari 1,78% menjadi 1,83%. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap melaksanakan kebijakan moneter secara konsisten dan terukur untuk mengamankan arah perkembangan inflasi sebagaimana tersebut di atas. Bank Indonesia juga akan selalu berkoordinasi secara intensif dengan Pemerintah dalam menyikapi berbagai dinamika perekonomian dalam dan luar negeri.
Inflasi
%, yoy %, yoy 42
IHK Inti (exclusion) 17,68 Volatile Food Adm Prices (RHS) 14,6
Laju inflasi IHK Mei 2008 mencapai 10,38% (yoy), meningkat cukup tinggi bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 8,96% (yoy) (yoy). Peningkatan inflasi IHK tersebut terutama bersumber dari komponen inflasi yang bersifat nonfundamental, yaitu inflasi administered price dan volatile food (Grafik 2.1). Peningkatan inflasi administered price terutama didorong oleh kebijakan Pemerintah meningkatkan harga BBM bersubsidi rata-rata 28,7% per 24 Mei 2008 dan kelangkaan komoditas energi yang masih terus berlanjut. Namun demikian, dampak kenaikan BBM baru sebagian terefleksi pada inflasi Mei 2008 sehingga tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan masih akan muncul kembali pada inflasi Juni 20081 . Sementara itu, peningkatan inflasi volatile food terutama terkait dengan peningkatan ekspektasi inflasi para pedagang sebagai dampak tidak langsung peningkatan harga BBM dan meningkatnya biaya distribusi. Di samping itu, masih berlanjutnya dampak peningkatan harga komoditas pangan internasional juga memberikan tekanan pada inflasi volatile food. Dari sisi fundamental, peningkatan ekspektasi inflasi dan masih adanya dampak inflasi impor mendorong peningkatan laju inflasi inti. Kelompok yang mengalami inflasi tertinggi dan menjadi penyumbang utama inflasi Mei 2008 adalah kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 18,18% (Grafik 2.2). Kelompok lainnya yang memberikan sumbangan cukup tinggi adalah kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar dengan inflasi sebesar 8,63%. Secara tahunan, laju inflasi volatile food meningkat bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Inflasi volatile food meningkat dari 14,95% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 17,68% (yoy), secara bulanan inflasi volatile food juga meningkat dari 0,29% menjadi 1,73%. Peningkatan inflasi tersebut terkait dengan dampak pengumuman (announcement effect) dari dampak lanjutan kenaikan harga BBM yang bersumber dari peningkatan ekspektasi inflasi para pedagang, kenaikan biaya distribusi dan masih berlanjutnya dampak peningkatan harga komoditas pangan internasional. Pada Mei 2008, komoditas yang terutama memberikan sumbangan pada inflasi kelompok tersebut antara lain beras (0,13%), minyak goreng (0,02%), daging ayam ras (0,11%), dan bawang merah (0,06%).
21 19 17 15 13 11 9 7 5
32 22
12 2 -8
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5
2006
2007
2008
Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga Kesehatan Sandang Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Bahan Makanan
-0,02 1,98 3,98 5,98 7,98 9,98 11,98 13,98 15,98 17,98 %
1 Hal ini terkait dengan metode perhitungan oleh BPS yang didasarkan pada rata-rata harga selama 1 bulan.
Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok (Mei 2008, m-t-m)
Pada kelompok administered prices, laju inflasi mencapai 8,33% (yoy), jauh meningkat bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 5,58% (yoy). Secara bulanan, inflasi administered prices meningkat cukup tinggi menjadi 2,84% dari 1,58% pada bulan sebelumnya. Peningkatan laju inflasi administered price tersebut terutama terkait dengan kebijakan Pemerintah meningkatkan harga BBM bersubsidi untuk premium dan solar (di luar minyak tanah). Peningkatan harga tersebut memberikan sumbangan inflasi pada kelompok ini sebesar 0,3%. Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan harga minyak tanah sebesar 25% direspon dengan peningkatan harga minyak tanah di tingkat pengecer di beberapa kota, namun dengan persentase yang relatif lebih kecil. Peningkatan harga minyak tanah tersebut diperkirakan juga akibat kelangkaan minyak tanah terkait dengan kurang mulusnya program konversi minyak tanah ke gas elpiji. Sementara itu, kenaikan harga BBM bersubsidi telah memicu kenaikan tarif angkutan dalam kota. Namun, kenaikan tarif tersebut masih rendah sehingga sumbangan inflasinya pun masih relatif kecil yaitu sebesar 0,03%. Komoditas lain yang turut memberikan sumbangan inflasi adalah harga gas elpiji terkait kelangkaan pasokan gas elpiji kemasan 3 kg dan 12 kg, dan harga rokok kretek serta rokok kretek filter terkait masih berlanjutnya penyesuaian tarif spesifik rokok dan ad volarum per 1 Januari 2008. Dari sisi fundamental, laju inflasi inti mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebelumnya. Pada Mei 2008, inflasi inti mencapai 8,69% (yoy) atau meningkat dari 8,22% (yoy) pada bulan sebelumnya, Secara bulanan, inflasi inti mencapai 0,76%, meningkat dari 0,34% pada bulan sebelumnya. Peningkatan laju inflasi inti terutama didorong oleh meningkatnya ekspektasi inflasi dan masih berlanjutnya dampak inflasi impor. Di samping itu, nilai tukar yang sedikit melemah juga sedikit memberikan tekanan dari sisi eksternal. Dampak masih tingginya harga komoditas internasional tersebut tercermin pada inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) impor yang masih berada dalam tren meningkat (Grafik 2.3). Dapat ditambahkan, masih berlanjutnya dampak peningkatan harga komoditas internasional antara lain terlihat pada masih meningkatnya harga komoditas turunan tepung terigu seperti mie, donat, roti manis, roti tawar masing-masing sebesar 0,01%. Di sisi lain, harga emas internasional yang sedikit menunjukkan penurunan membantu menahan tekanan inflasi (emas domestik memberikan sumbangan deflasi sebesar 0,03%).
%, yoy 20
15
10
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Grafik 2.3. Nilai Tukar vs Inflasi Barang Impor dan Core Traded
Kondisi ekspektasi inflasi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan ekspektasi inflasi tersebut didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, masih tingginya harga komoditas internasional, dan adanya kelangkaan minyak tanah. Kecenderungan peningkatan ekspektasi inflasi tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia, yaitu Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) untuk 3 bulan dan 6 bulan ke depan yang secara umum menunjukkan tren meningkat (Grafik 2.4 dan 2.5).
Indeks
Indeks 190
150
180 170
140
160 150
6 bln yad 3 bln yad (RHS)
130
140 130
120
2003
2004
2005
2006
2007 2008
2003
2004
2005
2006
2007 2008
9322 9.281
menandakan meredanya tekanan ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah (Grafik 2.11). Dari sisi eksternal, indikator spread Emerging Market Bond Index Global (EMBIG) tampak masih tinggi meski arahnya sudah mulai menunjukkan perbaikan risiko. Dilihat dari sisi imbal hasil, selisih suku bunga dalam negeri (DN) dan luar negeri (LN) yang mencerminkan imbal hasil investasi dalam rupiah masih dalam tren meningkat. Hal tersebut sejalan dengan suku bunga DN yang masih meningkat meski suku bunga LN diperkirakan cenderung stabil untuk beberapa bulan ke depan. Indikator imbal hasil rupiah atau selisih suku bunga DN-LN atau uncovered interest rate parity (UIP) bergerak meningkat dari 5,17% menjadi 5,87%, lebih tinggi dibandingkan dengan negara regional lainnya. Sementara itu, indikator ketertarikan SUN (yield spread obligasi Pemerintah Indonesia - SUN domestik dan US T-Note) sedikit menurun dari 9,14% pada April 2008 menjadi 8,75% di akhir Mei 2008. Jika dibandingkan dengan imbal hasil beberapa negara kawasan regional (antara -0,086% sampai dengan 4,868%), maka imbal hasil rupiah sebesar 8,75% masih jauh lebih tinggi (Grafik 2.12). Imbal hasil yang lebih tinggi menandakan investasi dalam denominasi rupiah masih lebih menarik dibandingkan dengan investasi dalam denominasi mata uang lain. Dari sisi fundamental, kinerja NPI serta upaya stabilisasi Bank Indonesia tetap solid memberikan dukungan bagi stabilitas nilai tukar rupiah. Pertumbuhan ekonomi tampak masih cukup tinggi pada level 6,28% untuk kuartal I-2008. Kinerja NPI triwulan I-2008 diprakirakan mengalami surplus cukup tinggi terutama bersumber dari transaksi berjalan sejalan dengan dukungan harga komoditas ekspor Indonesia. Sementara itu, kinerja transaksi modal dan finansial mengalami perbaikan seiring dengan rencana penerbitan obligasi valas Pemerintah di Juni 2008 serta tetap terjaganya minat investor asing terhadap aset domestik. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa hingga akhir Mei 2008 berada pada level USD57,5 miliar atau setara dengan 4,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN) Pemerintah. Sementara itu, iklim perdagangan global yang ditandai dengan masih tingginya harga minyak dunia dan harga komoditas terutama bahan pangan, perkebunan serta komoditas industri berbasis sumber daya alam turut mendorong kinerja ekspor Indonesia. Faktor tingginya harga tersebut diperkirakan mampu menutupi terbatasnya pertumbuhan volume ekspor beberapa komoditas utama nonmigas Indonesia. Nilai ekspor Indonesia pada April 2008
8200 8000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
2007
2008
Indeks 120
IDR JPY KRW SGD THB
1 11 21 31 10 20 1 11 21 31 10 20 30 10 20 30 Jan Jan Jan Jan Feb Feb Mar Mar Mar Mar Apr Apr Apr Mei Mei Mei
2008
1 Jan 2008 = 100 Peningkatan indeks = apresiasi mata uang thd USD
-3,37 -2,51 -2,34 -1,53 -0,34 -0,13 Apresiasi -1,29 -1,70 -0,21 Point to point Rata-rata -1,29 -0,87 -0,78
-2,33
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00 %
Grafik 2.9. Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Mei 2008 dibandingkan dengan April 2008
mencapai USD10,97 miliar atau mengalami penurunan sebesar 7,78% dibandingkan dengan ekspor Maret 2008. Sementara itu, bila dibandingkan dengan ekspor April 2007 mengalami peningkatan sebesar 23,09%. Di sisi lain, nilai impor Indonesia pada April 2008 mencapai USD11,50 miliar atau meningkat 14,86% dibandingkan dengan impor Maret 2008.
Rp/USD 9.700
% 3,00
2,77
2,50
9322
Kebijakan Moneter
8.500
Strategi Kebijakan
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 6 Mei 2008 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 8,25%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap kondisi makroekonomi Indonesia serta mencermati dan mempertimbangkan perkembangan dan prospek ekonomi global, regional dan domestik. Tekanan terhadap inflasi yang semakin kuat terutama bersumber dari berbagai faktor eksternal terkait dengan tingginya harga komoditas di pasar internasional dan faktor internal terkait dengan masih tingginya konsumsi barang nonpangan. Mencermati hal tersebut, upaya koordinasi antara segenap komponen kebijakan menjadi sangat penting untuk dilakukan agar risiko memburuknya perekonomian nasional dapat ditekan pada tingkat yang minimal. Dalam hal ini, Bank Indonesia senantiasa akan menyesuaikan BI Rate berdasarkan arah perkembangan inflasi, dalam rangka menjaga ekspektasi ke depan. Selain itu, Bank Indonesia juga akan selalu berkoordinasi secara intensif dengan Pemerintah dalam menyikapi berbagai dinamika perekonomian dalam dan luar negeri.
2006
Sumber : Reuters (diolah)
2007
2008
% 10
Suku Bunga
BI Rate mulai direfleksikan pada perkembangan suku bunga PUAB tenor. Pada Mei 2008 di tengah naiknya BI Rate dan pentahapan berbagai tenor implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N juga mengalami peningkatan dan bergerak relatif dekat dengan BI Rate. Kondisi ini mengindikasikan semakin meningkatnya kepastian harga dan likuiditas perbankan sejalan dengan beberapa perubahan di sisi operasional kebijakan yang baru dilakukan sejak 21 Januari 2008.
8 6
Indonesia Thailand
Malaysia Singapore
Filipina
8,752
4.958
4 2 0 -2 -4
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei 1,098 -0,075 -0,065
2006
2007
2008
10
% 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2004
2005
2006
2007
2008
Sementara itu, perkembangan suku bunga deposito relatif stabil stabil. Pada April 2008, tidak berubahnya BI Rate diikuti dengan relatif stabilnya suku bunga deposito. Tingkat suku bunga deposito bank umum 1 bulan, baik secara counter rate maupun rata-rata tertimbang (weighted average), tercatat relatif stabil. Di sisi lain, suku bunga kredit masih terus mengalami penurunan sebagaimana tercermin pada Base Lending Rate (BLR) yang turun sebesar 8bps menjadi 12,75% pada April 2008. Selain BLR, suku bunga kredit lainnya pun menurun dengan besaran yang bervariasi. Penurunan suku bunga terbesar disumbang oleh kredit investasi yang diikuti oleh kredit konsumsi. Hal ini berkebalikan dengan kondisi di bulan sebelumnya dimana pada saat itu suku bunga konsumsi menurun lebih besar dibandingkan suku bunga investasi. Pada April 2008, suku bunga kredit investasi menurun sebesar 12bps menjadi 12,47% sedangkan suku bunga konsumsi menurun sebesar 9bps menjadi 15,74% (Tabel 2.1). Sementara itu, suku bunga kredit modal kerja meskipun mengalami sedikit peningkatan namun masih lebih rendah dibandingkan dengan Desember 2007. Suku bunga kredit modal kerja pada April 2008 tercatat sebesar 12,93% atau meningkat sebesar 5 bps (Grafik 2.13).
2007
Ags 8,25 8,25 7,16 7,20 13,42 13,66 13,75 16,70 Sep 8,25 8,25 7,13 7,15 13,31 13,31 13,45 16,47 Okt 8,25 8,25 7,16 7,15 13,21 13,16 13,28 16,33 Nov 8,25 8,25 7,18 7,13 13,13 13,16 13,19 16,39 Des 8,00 8,25 7,19 7,09 13,12 13,00 13,01 16,13 Jan 8,00 8,25 7,07 6,97 13,14 12,99 12,81 16,04 Feb 8,00 8,00 6,95 6,90 12,92 12,96 12,71 15,96
2008
Mar 8,00 8,00 6,88 6,84 12,83 12,88 12,59 15,83 Apr 8,00 8,00 6,86 6,85 12,75 12,93 12,47 15,74 Mei 8,25 8,25 n.a 6,84 12,77 n.a n.a n.a
11
sebesar 7,5% (yoy). Pertumbuhan deposito tersebut bersumber pada deposito milik Badan Usaha Milik Swasta dan perorangan. Sejalan dengan deposito, tabungan dan giro juga mengalami kenaikan sebesar 28,3% (yoy) dan 11,7% (yoy). Stabilnya BI Rate diikuti dengan pertumbuhan kredit yang masih akseleratif. Efek tunda kebijakan moneter masih berlangsung di pasar kredit, sebagaimana tampak pada pertumbuhan tahunan kredit pada April yang mencapai 29,0%, meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 28,1% (Grafik 2.15). Hingga April 2008, posisi kredit tercatat sebesar Rp 1.103,1 trilliun. Berdasarkan penggunaannya, kenaikan pertumbuhan tahunan kredit pada bulan laporan khususnya terjadi pada kredit modal kerja yang diikuti oleh kredit investasi. Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi relatif lebih stabil. Likuiditas perekonomian tumbuh bervariasi namun secara historis masih tetap tinggi. Pada April 2008, M1 tumbuh 21,6% lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 22,8%, sedangkan M2 tumbuh sedikit lebih tinggi mencapai 16,3% dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,3%. Sementara itu secara riil2 , pertumbuhan M1 dan M2 menjadi masing-masing sebesar 12,6% dan 7,3%, dari sebesar 14,6% dan 7,2% pada Maret 2008 (Grafik 2.16). Dengan perkembangan tersebut maka secara rata-rata likuiditas perekonomian masih tetap tumbuh tinggi dari historisnya. Kondisi tersebut sekaligus dapat menggambarkan potensi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari sisi permintaan. Di sisi lain, pengganda uang M2 cenderung bergerak melambat dan diikuti dengan tren meningkatnya preferensi terhadap likuiditas seperti tercermin pada rasio uang kartal terhadap simpanan (Grafik 2.17). Sementara itu, preferensi likuiditas yang meningkat terkait erat dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian yang memerlukan ketersediaan uang kartal untuk kepentingan transaksi.
22 17 12 7 2 -3 -8
Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Giro (Rp dan Va) Simpanan Berjangka (Rp dan Va) Tabungan (Rp dan Va) Total (Rp dan Va)
2005
2006
2007
2008
(%, y-o-y)
30 27 24 21 18 15 12 9 6 3
Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Total DPK Total Kredit Jan Apr
2005
2006
2007
2008
%, y-o-y 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 -3 -6 -9 -12
M1 Riil Currency Riil M2 Riil
Pasar Modal
Persepsi pasar terhadap resiko ketidakpastian ke depan mulai membaik sehingga mampu mengangkat kinerja IHSG. Pada akhir Mei 2008, IHSG ditutup pada level 2,444 atau naik 6,07% dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Grafik 2.18). Penguatan IHSG tersebut disebabkan oleh
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007 2008
12
M2/M0 5,9 5,7 5,5 5,3 5,1 4,9 4,7 4,5 4,3
1 3 5 7 C/DPK (RHS) 9 11 1 3 5 7 MM2 (M2/M0) 9 11 1 3
C/DPK 14 12 10 8 6 4 2 0
respon positif pasar terhadap berbagai perkembangan yang terjadi, antara lain pengumuman angka PDB Indonesia triwulan I 2008 yang relatif baik, kebijakan BI menaikkan BI Rate (25bps) serta kejelasan rencana kenaikan BBM oleh pemerintah yang mengakhiri spekulasi tentang arah kebijakan makroekonomi ke depan.
5 7 9 11 1 3
2005
2006
2007
2008
Rebound IHSG juga didorong oleh terus membaiknya kondisi pasar keuangan global. Bahkan rebound IHSG tersebut merupakan yang terbesar diantara beberapa bursa lainnya. Hal ini mulai mengindikasikan bahwa faktor domestik berpengaruh lebih signifikan dibandingkan dengan faktor eksternal. Hal yang patut diwaspadai adalah sensitivitas IHSG terhadap semua informasi yang terdapat di pasar. Dengan kondisi demikian, pada Mei 2008 IHSG kembali tercatat sebagai bursa dengan kinerja terbaik.
Pada Mei 2008, pelaku asing kembali masuk secara signifikan meskipun hanya selektif pada saham-saham di sektor tambang, keuangan dan agrobisnis. Membaiknya interest rate differential, PER serta faktor risiko lainnya menjadi salah satu faktor meningkatnya net beli asing di pasar saham. Namun demikian, beberapa faktor seperti risiko inflasi, tingginya harga minyak, serta pelemahan nilai tukar menjadi faktor yang menahan penguatan IHSG lebih lanjut. Dalam situasi saat ini, pelaku asing cenderung lebih selektif dalam pembelian saham dengan intensi pada saham-saham yang relatif undervalued dan di sektorsektor tertentu. Net beli investor asing di pasar saham pada Mei 2008 terus meningkat hingga Rp1,7 triliun dari bulan sebelumnya sebesar Rp1,4 triliun (Grafik 2.19). Sejalan dengan hal itu, kapitalisasi BEI juga tercatat meningkat menjadi sebesar Rp1,844 triliun pada akhir Mei 2008. Meskipun begitu, data KSEI menunjukkan porsi kepemilikan asing pada Mei 2008 berada pada level yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 59,8%. Di pasar SUN, yield SUN mulai menurun sejalan dengan mulai membaiknya faktor risiko khususnya domestik. Yield SUN mulai menurun, khususnya untuk jangka menengah yang selama ini mengalami kenaikan tinggi. Yield rata-rata per Mei 2008 tercatat sebesar 12,4%. Dari sisi likuiditas, tercatat rata-rata volume harian perdagangan SUN selama Mei 2008 mencapai Rp5,65 triliun atau naik dari posisi April yang mencapai Rp4,96 triliun. Namun disisi lain, frekuensi perdagangan SUN selama Mei 2008 justru turun menjadi sebesar 273 kali dari posisi April 2008 yang mencapai 447 kali (Grafik
IHSG 3.000 2.800 2.600 2.400 2.200 2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000
IHSG BI Rate
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei
2006
Sumber: CEIC
Miliar Rp 7.000 5.669,5 5.216,9 6.000 5.000 3.379,1 4.347,4 3.295,2 4.000 3.054,3 2.590,2 3.000 1.775,7 1.989,8 1.973,3 2.000 1.127,6 1.465,9 846,5 670,4 631,1 1.000 552,4 -1.000 -2.000 -3.000 (2,684.2) -4.000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
2007
2008
13
2.20). Perkembangan terakhir yield SUN cenderung fluktuatif, searah dengan ekspektasi inflasi ke depan terkait inflasi Mei 2008. Walaupun relatif membaiknya pasar SUN lebih karena faktor domestik, beberapa faktor eksternal juga cukup kondusif berpengaruh terhadap meningkatnya kinerja SUN. Faktor-faktor domestik diantaranya adalah membaiknya risiko fiskal dan arah kebijakan ekonomi ke depan yang antara lain ditandai dengan peningkatan BI Rate sebesar 25bps dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi ke depan. Sementara itu, dari sisi eksternal kondisi tersebut tercermin dari makin lebarnya interest rate differential 3 dan menurunnya risiko emerging market (EMBIG). Namun demikian, faktor-faktor seperti tekanan inflasi, pelemahan nilai tukar, serta masih lebarnya spread SUN-PUAB masih membayangi pergerakan harga di pasar SUN. Pelaku asing kembali masuk ke pasar, seiring dengan membaiknya SUN. Keberhasilan pelaku asing dalam melakukan kinerja pasar SUN pembelian selektif SUN seri Variabel Rate (VR) dan Zero Coupon (ZC), serta penerapan strategi perdagangan jangka pendek yang diikuti dengan membaiknya kondisi SUN mempengaruhi perilaku investor selain bank untuk membukukan net beli. Pada Mei 2008, net beli SUN Asing tercatat sebesar Rp5,8 triliun4 , bersama-sama dengan Asuransi, Reksadana, Dana Pensiun, Sekuritas dan lainnya yang masing-masing membukukan net beli masing-masing sebesar Rp0,63 triliun, Rp0,93 triliun, Rp0,37 triliun, Rp.0,08 triliun dan Rp0.16 triliun (Grafik 2.21). Sebagai counterpart, kelompok Bank Rekap dan Bank non Rekap dan merupakan penjual terbesar SUN yang masing-masing mengalami net jual sebesar Rp1,35 triliun dan Rp6,6 triliun. Posisi Asing mencapai Rp91,6 triliun. Potensi penawaran lelang SUN yang cenderung turun dan diperburuk oleh masih relatif tingginya yield SUN pada akhirnya makin membatasi APBN. Namun disisi lain, risiko fiskal cenderung turun seiring pembiayaan APBN dengan kejelasan Pemerintah dalam rencana menaikan BBM. Searah dengan kondisi tersebut penawaran yang masuk masih oversubscribe dengan kecenderungan meningkat dibandingkan dengan bulan
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei
2007
2008
3 Fed Fund Rate turun 25bps menjadi sebesar 2% per 30 April 2008. 4 Net beli asing dan perubahan posisi asing terkadang menimbulkan angka yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh penggunaan data harga SUN yang berbeda. Net beli asing menggunakan harga SUN pada beberapa periode penutupan akhir minggu sedangkan posisi SUN hanya menggunakan perode akhir bulan.
14
% 14 13 12 11 10 9 8 7 6
Data Per 30 Mei 2008
%
> 7 Tahun (Remaining Maturity) 5-7 Tahun (Remaining Maturity) <5 Tahun (Remaining Maturity) Seri Benchmark BI Rate (RHS)
III
14 13 12 11 10 9 8 7
II
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
2007
2008
sebelumnya. Dengan masih relatif tingginya yield SUN (rata-rata tertimbang yield yang dimenangkan mencapai 12,5%) dan upaya mengoptimalkan penerimaan dari SUN, Pemerintah pada akhirnya menerima diatas target indikatif walaupun dengn konsekuensi harga mahal (Grafik 2.22). Penawaran yang masuk adalah sebesar Rp20,9 triliun (SUN dan SPN) sementara pemerintah hanya menerima Rp15,4 triliun. Seiring dengan perkembangan tersebut pembiayaan netto pada APBN-P hanya mencapai 38,5% per Mei 2008. Dalam rangka merespon kondisi tersebut, Pemerintah secara konsisten terus melakukan diversifikasi jenis instrumen maupun sasaran investor investor. Langkah tersebut tampaknya cukup mendapat respons positif dalam rangka memenuhi target pembiayaan defisit APBN 2008. Risiko fiskal yang belum sepenuhnya pulih dikhawatirkan akan berdampak kembali pada sektor keuangan. Pertumbuhan reksadana juga terkendala akibat turunnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana pendapatan tetap, suatu kondisi yang tidak jauh berbeda dengan April 2008. Rebound sektor keuangan pada akhirnya mampu mengangkat NAB reksadana mencapai level tertinggi sejak crash pada tahun 2005. NAB reksadana mencapai Rp95,2 triliun per Mei 2008 atau merupakan yang tertinggi selama tahun 2008. Kenaikan NAB tersebut lebih karena faktor repricing SUN yang mulai membaik dan juga rebound kinerja saham. Di sisi lain, aktiva pasar obligasi korporasi kembali menurun setelah sebelumnya sempat membaik seiring dengan menurunnya risiko ketidakpastian perekonomian ke depan. Sektorsetor yang paling marak diperdagangkan adalah sektor telekomunikasi, perbankan, dan keuangan. Aktivitas perdagangan masih didominasi oleh obligasi-obligasi dengan tenor pendek. Pada akhir Mei 2008, kekhawatiran terhadap inflasi ke depan pascakenaikan BBM pada akhirnya menekan aktivitas di pasar obligasi korporasi.
Kondisi Perbankan
Pada April 2008, kondisi perbankan menunjukkan perkembangan yang stabil. Fungsi intermediasi perbankan menunjukkan performa yang tetap baik seperti tercermin pada posisi kredit yang terus meningkat mencapai Rp1.103,1 triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar 29% (Tabel 2.2). Demikian pula dengan total aset yang turut meningkat mencapai Rp1.949,3 triliun atau tumbuh 13,8% secara tahunan. Indikator perbankan lainnya menggambarkan kondisi yang relatif stabil. Net Interest Income (NII) tercatat stabil dari bulan sebelumnya sebesar Rp8,6 triliun.
15
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan - NPL) pada April 2008 relatif sama dengan bulan sebelumnya sebesar 4,4% (gross) dan 1,8% (net). Dari sisi modal, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR) dan Return On Asset (ROA) relatif stabil dari bulan sebelumnya, masing-masing sebesar 18,4% dan 2,6%.
2007 Apr
1.713,1 1.299,8 855,4 65,8 6,7 3,2 21,2 0,5
2008 Sep
1.850,5 1.400,6 956,7 68,3 5,8 2,6 20,0 0,5
Mei
1.720,9 1.305,9 865,6 66,3 6,7 3,1 21,4 0,5
Jun
1.770,8 1.353,7 904,1 66,8 6,4 2,9 20,7 0,5
Jul
Ags
Okt
Nov
Des
1.986,5 1.510,7 1.045,7 69,2 4,6 1,9 19,3 0,5
Jan
1.940,3 1.471,2 1.031,1 70,1 4,8 2,0 20,1 0,5
Feb
1.940,7 1.474,5 1.045,9 70,9 4,8 2,1 19,2 0,5
Mar
1.944,7 1.466,2 1.080,1 73,7 4,3 1,8 18,6 0,5
Apr
1.949,3 1.481,8 1.103,1 74,4 4,4 1,8 18,4 0,5
1.801,1 1.820,4 1.379,2 1.392,6 915,6 66,4 6,5 3,0 20,5 0,5 936,8 67,3 6,3 2,8 20,3 0,5
1.862,7 1.895,0 1.419,4 1.437,5 980,1 1.004,6 69,0 5,6 2,5 19,8 0,5 69,9 5,4 2,3 19,5 0,5
16
17
Indikator Terkini
SEKTOR KEUANGAN
SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 1 bln 1) Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3) BESARAN MONETER (miliar Rp) Base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum
2007 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan
9,50 9,25 9,00 9,00 8,75 8,50 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 7,93 7,96 7,99 8,31 9,50 8,10 8,10 8,10 7,83 7,83 7,83 7,83 7,83 7,83 7,83 7,83 7,83 8,01 8,04 8,04 8,44 8,64 8,43 8,13 7,93 7,59 7,46 7,26 7,16 7,13 7,16 7,18 7,19 7,07 6,95 6,88 6,86 9,26 8,83 8,52 8,30 8,06 7,87 7,69 7,51 7,44 7,41 7,40 7,42 7,40 7,36 7,26 7,23 5,93 5,96 7,12 8,12 7,26 6,17 6,11 5,88 6,56 5,95 6,95 5,77 6,57 7,57 7,99 7,87 8,08 1.757,258 1.740,971 1.830,924 1.999,167 2.084,324 2.139,278 2.348,673 2.194,339 2.359,206 2.643,487 2.688,332 2745,826 2627,251 2721,944 2447,299 2304,516 2444,349
274.714 270.114 272.239 273.911 278.992 289.727 291.431 298.039 310.265 313.499 311.172 379.582 332.437 322.001 325.044 324.186 344.840 346.573 341.833 351.259 352.629 381.376 397.823 402.035 411.281 414.996 424.435 460.842 420.298 411.327 419.746 427.028 130.666 128.408 129.618 131.672 137.359 146.715 144.179 149.194 160.327 156.955 161.272 183.419 166.950 165.633 164.995 171.049 214.174 218.165 212.215 219.587 215.270 234.661 253.644 252.841 250.954 258.041 263.163 277.423 253.348 245.694 254.751 255.979 1.363.907 1.366.820 1.375.947 1.383.577 1.393.097 1.451.974 1.472.952 1.487.541 1.512.756 1.530.145 1.556.200 1.643.203 1.588.962 1.596.090 1.586.795 1.608.874 1.019.067 1.020.247 1.034.114 1.032.318 1.040.468 1.070.598 1.075.129 1.085.506 1.101.475 1.115.149 1.131.765 1.182.361 1.168.664 1.184.763 1.167.049 1.181.846 835.491 842.299 848.885 844.532 836.374 858.033 867.371 878.550 884.063 896.515 913.037 966.454 950.688 950.840 940.225 954.472 508.125 515.375 519.514 512.972 505.675 510.664 511.704 513.310 511.003 514.110 520.837 533.376 531.336 531.242 523.520 532.425 327.366 326.924 329.371 331.560 330.699 347.369 355.667 365.240 373.060 382.405 392.200 433.078 419.352 419.598 416.705 422.047 183.576 177.948 185.229 187.786 204.094 212.565 207.758 206.956 217.412 218.634 218.728 215.907 217.976 233.923 226.824 227.374 1.180.331 1.188.872 1.190.718 1.195.791 1.189.003 1.239.409 1.265.194 1.280.585 1.295.344 1.311.511 1.337.472 1.427.296 1.370.986 1.362.167 1.359.971 1.381.500 818.883 769.294 828.197 777.942 846.028 794.714 858.825 806.733 871.773 818.606 909.330 854.986 920.981 865.105 942.103 886.736 962.153 907.260 984.837 1.009.712 1.040.996 1.026.218 1.040.616 1.075.500 1.102.596 930.152 953.259 995.111 980.261 995.323 1.029.172 1.054.747
333.995 177.875 -
HARGA
Inflasi bulanan (%, mtm) Inflasi tahunan (%, yoy)
1,04 6,26 0,62 6,30 0,24 6,52 -0,16 6,29 0,10 6,01 0,23 5,77 0,72 6,06 0,75 6,51 0,80 6,95 0,79 6,88 0,18 6,71 1,10 6,59 1,77 7,36 0,65 7,40 0,95 8,17 0,57 8,96 1,41 10,38
SEKTOR EKSTERNAL
Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)
9.090 6.931 5.335 40,06 9.160 6.957 5.360 42,35 9.118 7.799 5.757 43,68 9.083 7.560 5.604 45,53 8.828 8.000 6.153 46,55 9.054 7.896 6.155 47,19 9.186 8.015 6.364 47,80 9.410 7.953 6.621 47,34 9.137 7.561 5.853 48,30 9.103 8.125 6.015 48,90 9.376 7.916 6.799 48,84 9.419 8.434 5.856 50,98 9.291 8.957 7.826 49,06 9.051 8.356 7.419 48,93 9.217 9.091 7.980 50,27 9.234 8.572 8.983 50,21 9.318 48,98
INDIKATOR KUARTALAN
Tw. I
Pertumbuhan PDB (%, yoy) Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor
5,13 3,75 1,38 28,95 11,85 4,85 4,97 5,57 0,94 -49,05 11,35 9,25
2006*
Tw. II Tw. III Tw. IV TOTAL Tw. I
5,90 2,84 0,76 -1,54 8,28 10,85 6,03 3,53 6,83 -1,03 6,62 9,15 5,51 3,91 2,46 -13,37 9,41 8,58 6,09 4,57 7,00 -105,11 8,12 8,51 6,41 4,60 6,94 -72,01 9,84 6,53
2007*
Tw. II Tw. III Tw.IV TOTAL
6,51 5,30 10,37 -63,54 6,92 6,98 6,25 5,11 12,07 65,77 7,27 13,60 6,32 4,90 9,16 -96,86 8,02 8,89
2008
Tw. I
6,28 5,31 13,30 35,01 15,03 16,78
Tw. II
* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 1) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
18