You are on page 1of 20

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebutuhan Tidur Pada Usia Lanjut 1. Konsep usia lanjut Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Proses menua adalah proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan kehidupan, sehingga merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut meliputi : usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) antata 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (veryold) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008) 2. Toeri lansia Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual (Lueckenotte, 2000). a. Teori biologi 1) Teori radikal bebas memiliki muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya. Dalam t

10

menyatakan penuaan disebabkan karena akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidasi (Perry & Potter, 2005).Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan organik menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi (Maryam. dkk, 2008). 2) Teori genetik dan mutasi Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Maryam. Dkk, 2008).Teori mutasi somatik, menurut teori ini penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi secara terus menerus sehingga menurunkan fungsi organ atau perubahan sel kanker atau penyakit (Nugroho, 2008) 3) Teori immunologi Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah. Destruksi bagian jaringan yang luas dapat terjadi sebelum respon dimulai.Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Perry & Potter, 2005). 4) Teori stress Mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan

11

usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai (Maryam, dkk, 2008). 5) Teori rantai silang Teori menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat.Reaksi kimia ini menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi (Nugroho, 2008) b. Teori psikologi Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sensorik, maka akan terjadi penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi yang berbeda dari stimulus yang ada (Maryam, dkk, 2008) c. Teori sosial Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (aktivity theory), teori kesinambungan theory). (continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification

12

1) Teori interaksi sosial Teori ini menjelaskan mengapa usia lanjut bertindak kepada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan usia lanjut untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pada usia lansia kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang yang tersisa adalah harga diri. Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor harus mengeluarkan biaya d) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian 2) Teori penarikan diri Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Dengan bertambahnya usia lanjut, ditambah dengan adanya kemiskinan, usia lanjut secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini menyebabkan interaksi sosial usia lanjut menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering usia lanjut mengalami kehilangan peran, hambatan kontak sosial dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2000). 3) Teori aktivitas Teori aktivitas tidak menyetujui teori disengagement dan menegaskan bahwa kelanjutan dewasa tengah penting untuk

13

keberhasilan penuaan. Usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Usia lanjut akan merasa puas bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin (Nugroho, 2008). 4) Teori kesinambungan Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan usia lanjut. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat menjadi usia lanjut. Pada teori kesinambungan ini pergerakan dan proses banyak arah, bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya. Pokok-pokok pada teori kesinambungan ini adalah a) Usia lanjut disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan b) Peran usia lanjut yang hilang tidak perlu diganti c) Usia lanjut berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara untuk beradaptasi (Maryam, dkk. 2008) 5) Teori perkembangan Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh usia lanjut pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami Erickson (1930), membagi kehidupan menjadi delapan fase, yaitu a) Usia lanjut yang menerima apa adanya b) Usia lanjut yang takut mati c) Usia lanjut yang merasakan hidup penuh arti d) Usia lanjut menyesali diri e) Usia lanjut bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan f) Usia lanjut yang kehidupannya berhasil g) Usia lanjut merasa terlambat untuk memperbaiki diri

14

h) Usia lanjut yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (Maryam, dkk, 2008). 6) Teori stratifikasi usia Keunggulan teori ini adalah pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat usia lanjut secara kelompok atau bersifat makro. Kelemahan pada teori ini adalah tidak dapat dipergunakan untuk menilai usia lanjut secara perorangan (Stanley, 2006). d. Teori spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang atri kehidupan. Kepercayaan adalah sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan antara orang dan lingkungan yang terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan (Maryam, dkk, 2008). 3. Perubahan pada lansia Perubahan yang terjadi pada usia lanjut meliputi perubahan fisik, mental, dan psikologis. a. Perubahan fisik 1) Sel 2) Sistem persarafan : jumlah berkurang, ukuran membesar, : Saraf pancaindera mengecil cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. 3) Sistem pendengaran mengalami kekakuan : Gangguan pendengaran karena membran timpani menjadi atrofi. Tulang-tulang pendengaran

15

4) Sistem pengelihatan katarak 5) Sistem kardiovaskuler

Respon terhadap sinar menurun,

adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun dan : Katup jantung menebal dan kaku,

kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat 6) Sistem pengaturan suhu : Hipotalamus dianggap sebagai suatu termostat yaitu menetapkan suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang sering ditemui antara lain temperatur tubuh menurun secara fisiologik akibat metabolisme menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas. 7) Sistem respirasi : Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas 8) Sistem gastrointestinal : Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan. 9) Sistem genitourinaria fungsi tubulus menurun 10) Sistem kulit : Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun. 11) Sistem muskuloskletal kaku, tremor : Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi : Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan

16

b. Perubahan mental Di dalam perubahan mental pada usia lanjut, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentris, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak akan sesuatu. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, dan lingkungan (Nugroho, 2000). c. Perubahan psikososial Perubahan psikososial meliputi pensiun yang merupakan produktivitas dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup, ekonomi akibat dari pemberhentian dari jabatan, dan penyakit kronis B. Istirahat Tidur 1. Tidur Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008). Tidur juga disebut sebagai kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2008). Tidur juga bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status keadaan yang terjadi selama periode tertentu (Perry & Potter). 2. Kebutuhan tidur pada usia lanjut Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat beberapa faktor. Selama penuaan, terjadi perubahan fisik dan

17

mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan itu mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang (Simpson, T, et al, 1996) Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et al, 2004). Sebagai contoh seorang lansia yang mengalami artritis mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan tidur siang meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun sejam atau lebih ( Perry& Potter, 2005). Pada usia lanjut menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang lambat, sejak dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium 1 ke stadium IV, selama 70-100 menit yang diikuti oleh letupan REM. Periode REM berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total. Umumnya tidur REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium II sekitar 50% dan stadium III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang normal berkisar 5-9 jam pada 90% orang dewasa. Pada usia lanjut efisiensi tidur berkurang, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun lebih singkat dalam keadaan tidur.

18

C. Fisiologi tidur 1. Fisiologi secara umum Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar agar dapat tidur dan bangun. Pusat pengaturan tidur terdapat pada medula oblongata (Hidayat, 2008). Menurut Hanun (2011), berdasarkan gambaran EGG tidur dapat dibagi menjadi dua fase yaitu non rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Pada awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari tiga stadium NREM dan satu REM yaitu a. Tidur stadium 1 (N1) Stadium ini merupakan antara tahap terjaga dan tahap awal tidur.Saat seseorang mulai mengantuk, perlahan-lahan kesadaran mulai meninggalktan dirinya.Stadium ini juga disebut dengan downiness, yaitu tahap ketika pikiran kita melayang-layang tak menentu tetapi masih menyadari kondisi disekeliling sehingga merasa belum tidur. Stadium ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah ekali dibangunkan. Gambaran EKG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, beta, dan kadang gelombang teta dengan amplitude yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K. b. Tidur stadium 2 (N2) Setelah stadium N1, maka akan semakin dalam tertidur dan masuk ke tidur fase stadium N2. Gelombang otak lambat masih menjadi latar, tetapi sesekali muncul gelombang khas berupa gelombang sleep spindle. Pada stadium ini, tidur semakin sulit bangunpanggilan berulang-ulang karena merupakan tahap tidur terbanyak, kira-kira 50 % dari total tidur satu malam.

19

c. Tidur stadium 3 (N3 ) Setelah kira-kira 10 menit dalam tahap N2, maka akan masuk ke stadium tidur yang lebih dalam, yaitu tahap stadium 3 (N3) atau sering disebut tidur slow wave karena gelombang otak semakin melambat dengan frekuensi yang lebih rendah. Pada gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%50% serta tampak gelombang sleep spindle. Dalam stadium ini hormone pertumbuhan (growth hormon) dan prolaktin dikeluarkan oleh tubuh untuk pertumbuhan pada bayi dan perbaikan untuk mempertahankan keutuhan maupun kemudaan jaringan tubuh.Sementara prolaktin adalah hormon yang banyak terdapat pada ibu menyusui maka semakin tinggi pula produksi prolaktin. Namun fungsi pada saat tidur belum dapat dijelaskan. d. Tahap tidur REM Dari tahap N3 biasanya akan terus meningkat dan kembali pada tahap N2. EEG akan menunjukkan aktivitas otak yang meningkat secara drastis, yang pertanda seseorang memasuki tahap tidur R (REM) atau hanyut dalam mimpi. Tahap ini tubuh tidak bisa menerima rangsangan apa pun, karena tubuh tidak merespon aktivitas otak yang menimbulkan lumpuh sesaat. Pada lansia yang sering terbangun dan kembali tidur, maka tahap 1 akan dimulai kembali. Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit setelah awitan tidur. Konsekuensi dari terbangun pada malam hari dapat menimbulkan efek buruk pada fisiologis dan fungsi mental pada usia lanjut (Stanley, 2006). 2. Fisiologi tidur pada lansia Jumlah tidur total tidak berubah sesuai dengan pertambahan usia. Akan tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan usia lanjut. Episode tidur REM cenderung memendek.Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa usia lanjut tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam. Seorang usia lanjut

20

yang terbangun lebih sering pada malam hari, dan membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tidur. Tetapi pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis dalam penuaan lebih mudah mempertahankan tidur REM (Perry & Potter, 2005). D. Gangguan istirahat tidur pada usia lanjut Ditemukan ada beberapa sumber yang mengemukan tentang gangguan tidur pada lansia diantaranya Hidayat (2008), Hanun (2011), Yeonsu (2010), Asmadi (2008), Cole & Richards (2010). Kemudian didapatkan gangguan tidur pada usia lanjut terdiri dari insomnia, hipersomnia, enuresis, narkolepsi, dan apnea tidur. 1. Insomnia Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi gangguan tidur malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang menyebabkan kantuk di siang hari yang berlebihan (Cole & Richards, 2007).Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tetap tidur atau pun seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur (Japardi, 2002).Menurut Hidayat (2008), insomnia dibagi menjadi tiga jenis yaitu a. Insomnia initial, yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh atau mengawali tidur. b. Insomnia intermiten, yang merupakan ketidakmampuan memepertahankan tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur. c. Insomnia terminal, yang merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari. Sedangkan menurut Stanley (2006), insomnia dibagi menjadi a. Jangka pendek Berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat pengalaman stress yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di tempat kerja. Biasanya kondisi ini dapat hilang

21

tanpa intervensi medis setelah orang itu beradaptasi dengan stressor, b. Sementara Biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti konstruksi c. Kronis Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup.Disebabkan kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur yang berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan.Empat puluh persen insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis. 2. Hipersomnia Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam, dengan keluhan tidur berlebihan (Stanley, 2006). Biasanya disebabkan oleh masalah psikologis, depresi, kecemasan, dan gaya hidup yang membosankan (Hidayat, 2008). Dengan pada ciri mengantuk di siang hari yang persisten, mengalami serangan tidur. 3. Enuresis Enuresis yaitu kencing yang tidak disengaja atau mengompol, paling banyak terjadi pada laki-laki (Asmadi, 2008). Pada pria lansia dapat terjadi hipertrofi kelenjar prostat yang menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih sehingga sering berkemih. Selain itu, hipertrofi prostat dapat mengakibatkan kesulitan memulai dan mempertahankan aliran urine. Wanita lansia, terutama wanita yang memiliki anak, dapat mengalami inkontinensia stress, yaitu terjadi pelepasan urine involunter saat batuk, bersin, atau pun saat tidur tanpa disadari mereka akan mengompol sehingga menyebabkan terbangun hal ini disebabkan karena melemahnya otot kandung kemih pada lansia (Perry & Potter, 2005). bangunan yang bising atau pengalaman yang menimbulkan ansietas.

22

4. Narkolepsi Merupakan keinginan yang tidak terkendali untuk tidur atau serangan mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur pada setiap saat di mana serangan tidur itu datang (Asmadi, 2008). Serangan mendadak yang dialami pada siang hari tidak bisa dihindari, biasanya berlangsung 10-20 menit atau kurang dari 1 jam(Copel, 2007). Gambaran tidur pada narkolepsi ini menunjukkan penurunan fase REM 30-70 %. Terdapat empat gejala klasik penderita narkolepsi yaitu rasa kantuk berlebihan (EDS), melemasnya otot secara mendadak (katapleksi), dan sleep paralysis (keadaan ketika akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas seperti tercekik, dada sesak, sulit berteriak, dan badan sulit bergerak) (Hanun, 2011). 5. Apnea tidur Apnea tidur merupakan henti napas saat tidur atau mendengkur (Stanley, 2006). Yang disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan di mulut. Pangkal lidah yang menyumbat saluran napas sering terjadi pada usia lanjut karena otot-otot di bagian belakang mengendur lalu bergetar jika dilewati udara pernapasan (Asmadi, 2008). Telah dilaporkan apnea napas terjadi pada 11% sampai 62% pada usia lanjut (Cole & Richards, 2007). Sebagian besar penderita apnea tidur ini adalah pria, dengan keluhan sering terbangun di malam hari, banyak tidur di siang hari, mendengkur,dan nyeri kepala pada saat bangun (Lumbantobing, 2004) E. Faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur Pemenuhan kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, terutama pada usia lanjut yang lebih sering mengalami gangguan istirahat tidur. Menurut Lueckenotte (2000), Kozier (2004), dan Perry Potter (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi istirahat tidur antara lain lingkungan, respon terhadap penyakit, gaya hidup, dan depresi, stress emosi, pengaruh makanan dan obat-obatan.

23

1. Usia Orang yang berbeda memiliki kebutuhan tidur yang berbeda, tetapi kebanyakan orang dewasa dari segala usia membutuhkan sekitar delapan jam tidur malam untuk merasa istirahat. Dan penuaan menyebabkan perubahan yang dapat mempengaruhi pola tidur. Pada usia lanjut proporsi waktu yang dihabiskan dalam tidur tahap 3 dan tahap 4 menurun, sementara yang dihabiskan di tidur ringan tahap 1 meningkat dan tidur menjadi kurang efisien. 2. Jenis kelamin Perbedaan gender juga merupakan faktor yang mempengaruhi tidur usia lanjut. Dimana wanita lebih sering terjadi gangguan tidur daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita sering mengalami depresi dibanding laki-laki. Secara psikososial wanita lebih banyak mengalami tekanan dari pada dengan laki-laki. 3. Lingkungan Lingkungan fisik yang tenang memungkinkan usia lanjut untuk tidur lebih nyenyak. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang. Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur juga dapat mempengaruhi kualitas tidur pada usia lanjut. Kebisingan dari staf atau penduduk, peralatan seperti peralatan memasak atau televisi juga dapat mengakibatkan gangguan tidur pada usia lanjut terutama penghuni panti jompo. Selain itu tingkat cahaya pada ruangan memiliki efek pada pola tidur. Cahaya yang terang muncul menjadi kuat menbuat sinkronisasi ritme srikandian dan langsung mempengaruhi pola tidur khususnya pada usia lanjut. 4. Gaya hidup Gaya hidup hidup yang membosankan membuat usia lanjut cenderung lebih banyak tidur. Tetapi ada juga yang tidak bisa tidur. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur, semakin tinggi tingkat kelelahan maka akan tidur semakin nyenyak yang menyebabkan periode tidur REM lebih pendek. Gaya hidup usia lanjut yang

24

mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein, alkohol, dan penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan masalah tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik yang menyebabkan seseorang insomnia, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, terutama pada usia lanjutyang metabolisme atau penyerapan obat lebih lambat dari pada pada dewasa muda sehingga cenderung mengalami gangguan tidur. 5. Depresi Depresi yang dapat diartikan sebagai gangguan alam perasaan dapat menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur pada usia lanjut. Para ahli menunjukkan bahwa kombinasi dari dimensia dan depresi dapat menyebabkan gangguan tidur yang lebih serius. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis sehingga mengurangi tahap IV NREM dan REM. Gejala depresi diantaranya hidup mersa bosan, berkurangnya pada hobi, kurangnya semangat untuk hidup, merasa susah tidur setiap hari dan murung. Depresi dapat dibedakan dalam tingkatan ringan, sedang dan berat. Depresi yang terjadi pada usia lanjut mencakup bentuk depresi yang lebih ringan yang tampak datang dan pergi tanpa presipitan lingkungan yang jelas dan bentuk depresi yang berat yang tampaknya resisten terhadap pengobatan. 6. Respon terhadap penyakit Seiring berjalannya proses penuaan pada usia lanjut maka respon terhadap penyakit mengalami penurunan secara perlahan-lahan. Sesak napas pada saat tidur, pusing, ada gerakan kaki secara tidak sadar, ingin buang air kecil dan terutama respon terhadap nyeri dan ketidaknyamanan yang dapat mengakibatkan gangguan tidur pada usia lanjut. Kurangnya penanganan nyeri dapat menjadi masalah bagi usia lanjut karena prevalensi kondisi penyakit yang sering menyerang usia lanjut. Penyakit yang sering menyerang pada usia lanjut antara lain

25

penyakit jantung, stoke, diabetes mellitus, penyakit paru, kanker, osteoporosis dan gangguan memoro. Rasa nyeri yang menyertai penyakit pada usia lanjut dapat menyebabkan kurang tidur yang dapat memperburuk kualitas tidur. Sebuah percobaan terbaru yang dilakukan oleh Roehrs menunjukkan bahwa kehilangan tidur empat jam mengakibatkan peningkatan sensitivitas terhadap rasa nyeri. 7. Stres emosi Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur. Stres emosional membuat seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyababkan kebiasaan tidur yang buruk. Seringkali usia lanjut mengalami kehilangan yang mengarah pada stess emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan kehilngan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang membuat usia lanjut untuk cemas dan depresi. Usia lanjut juga seperti individu lain yang mengalami masalah depresi, sering mengalami perlambatan untuk jatuh tidur, sering terjaga, munculnya tidur REM secara dini, perasaan tidur yang kurang dan terbangun cepat. 8. Pengaruh makanan Tidur dapat dipengaruhi oleh makanan dan minuman. Minuman yang mengandung kafein (kopi, teh dan minuman cola) membuat tidur lebih sulit untuk orang dewasa khususnya usia lanjut. Efek yang didapat antara lain kegelisahan, gugup, insomnia, tremor, peningkatan denyut jantung dan resistensi pembuluh darah perifer. Alternatif minuman yang tidak akan mengganggu tidur seperti jus buah, susu dan air putih. Selain kafein, alkohol juga dapat menyebabkan berkurangnya jumlah tidur baik tidur REM, tidur nyenyak dan dapat merusak kualitas tidur malam. Alkohol menyebabkan sekresi hormon diuretik sehingga terbangun pada malam hari untuk buang air kecil.

26

9. Obat-obatan Obat yang dijual bebas maupun obat resep dapat berkontribusi untuk tidur dan gangguan tidur. Obat dapat menyebabkan gangguan tidur dengan tiga cara yaitu niat untuk tidur, menimbulkan rasa kantuk, dan menyebabkan gangguan insomnia. Pada lansia seringkali menggunakan mediasi obat untuk mengontrol dan mengatasi penyakit kroniknya, dan efek kombinasi dari beberapa obat dapat mengganggu tidur secara serius. Triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti susu, keju, dan daging, dapat membantu tidur. F. Pengkajian Istirahat Tidur Menurut Asmadi (2008), aspek yang perlu dikaji pada klien untuk mengidentifikasi mengenai gangguan kebutuhan istirahat tidur meliputi pengkajian mengenai 1. Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam berapa biasa bangun tidur dan keteraturan pola tidur klien. 2. Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca buku, buang air kecil dan lain-lain. 3. Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya 4. Adanya kebiasan tidur siang atau tidak 5. Lingkungan tidur klien, bagaimana kondisi lingkungan tidur klien, apakah kondisinya bising, gelap, atau suhunya dingin dan lain-lain. 6. Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup, perawat mempelajari apakah peristiwa yang dialami klien yang menyebabkan klien gangguan tidur. 7. Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental mempengaruhi terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu mengkaji mengenai status 8. emosi dan mental misalnya apakah klien mengalami stress emosional atau ansietas, yang dikaji sumber stress yang dialami klien.

27

9. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi dan perilaku yang timbul sebagai akibat gangguan istirahat tidur seperti : a. Penampilan wajah misalnya adakah area gelap di sekitar mata, bengkak dikelopak mata, konjungtiva kemerahan, mata terlihat cekung dan lain-lain b. Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur misalnya apakah klien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi, terlihat bingung dan lain-lain. c. Kelelahan misalnya apakah klien tampak lelah, letih, lesu dan lainlain. Penilaian lebih lanjut tentang istirahat tidur dapat dilakukan dengan menggunakan buku harian tidur yang disimpan oleh dewasa yang lebih tua yang berguna untuk mengetahui jumlah tidur, rutinitas tidur, dan kemungkinan gejala gangguan tidur yang terjadi selama periode tidur selama 24 jam (Lueckenotte, 2000). Selain itu informasi tambahan mengenai istirahat tidur dapat menggunakan kuesioner untuk tujuan penelitian serta untuk evaluasi klinis. Ada tiga contoh instrument untuk pengkajian kebutuhan istirahat tidur antara lain Stanford Sleepiness Scale (SSS), The Epworth Sleepiness Scale (ESS), The Pittburgh Sleep Quality Index (PSQI). Dimana SSS dan ESS digunakan untuk mengukur perasaan mengantuk atau kelelahan pada waktu tertentu, tetapi ESS lebih mengukur kecenderungan tertidur dan jatuh tidur pada waktu tertentu.Sedangkan PSQI yang mempunyai 9 item digunakan untuk mengukur kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Penilaian dengan skala PSQI ini menggunakan kunci scoring untuk keseluruhan tujuh pasien, yang masing-masing berkisar dari 0 sampai 3. Semua nilai dihitung dan menghasilkan nilai keseluruhan taun global yang berkisar dari 0 sampai 21. Nilai keseluruhan 5 atau lebih yang menununjukkan kualitas tidur

28

yang buruk, semakin tinggi nilai maka semakin buruk kualitas tidur (Smyth, 2007). G. Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan istirahat tidur Depresi Respon terhadap penyakit Gaya hidup Lingkungan
Obat-obatan

Kebutuhan istirahat tidur usia lanjut

Stres emosi

Pengaruh makanan

Skema 2.1. Kerangka Teori Lueckenotte (2000), Kozier (2004), dan Perry Potter (2005) H. Variabel Penelitian Variabel dari penelitian ini adalah study deskriptif kebutuhan istirahat tidur pada usia lanjut

You might also like