You are on page 1of 25

BAB II LANDASAN TEORI PENTANAHAN 2.

1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan yang digunakan baik untuk pentanahan netral dari suatu sistem tenaga listrik , pentanahan sistem penangkal petir dan pentanahan untuk suatu peralatan khususnya dibidang telekomunikasi dan elektronik perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena pada prinsipnya pentanahan tersebut merupakan dasar yang digunakan untuk suatu sistem proteksi. Tidak jarang orang umum/ awam maupun seorang teknisi masih ada kekurangan dalam memprediksikan nilai dari suatu hambatan pentanahan. Besaran yang sangat dominan untuk diperhatikan dari suatu sistem pentanahan adalah hambatan sistem suatu sistem pentanahan tersebut. Sampai dengan saat ini orang mengukur hambatan pentanahan hanya dengan menggunakan earth tester yang prinsipnya mengalirkan arus searah ke dalam sistem pentanahan, sedang kenyataan yang terjadi suatu sistem pentanahan tersebut tidak pernah dialiri arus searah. Karena biasanya berupa sinusoidal (AC) atau bahkan berupa impuls (petir) dengan frekuensi tingginya atau berbentuk arus berubah waktu yang sangat tidak menentu bentuknya. Menurut Anggoro (2002)1 perilaku tahanan sistem pentanahan sangat tergantung pada frekuensi (dasar dan harmonisanya) dari arus yang mengalir ke sistem pentanahan tersebut. Dalam suatu pentanahan baik penangkal petir atau pentanahan netral sistem tenaga adalah berapa besar impedansi sistem pentanahan tersebut. Besar impedansi pentanahan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor internal meliputi : a. Dimensi konduktor pentanahan (diameter atau panjangnya). b. Resistivitas ( nilai tahanan) relative tanah. c. Konfigurasi sistem pentanahan. Faktor eksternal meliputi : a. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal, searah). b. Frekuensi yang mengalir ke dalam sistem pentanahan

Untuk mengetahui nilai-nilai hambatan jenis tanah yang akurat harus dilakukan pengukuran secara langsung pada lokasi yang digunakan untuk sistem pentanahan karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak sesederhana yang diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda mempunyai hambatan jenis tanah yang tidak sama (Hutauruk, 1991)5. Salah satu faktor utama dalam setiap usaha pengamanan rangkaian listrik adalah pentanahan. Apabila suatu tindakan pengamanan yang baik dilaksanakan maka harus ada sistem pentanahan yang dirancang dengan baik dan benar. Syarat sistem pentanahan yang efektif (2) : a. Membuat jalur impedansi rendah ke tanah untuk pengaman personil dan peralatan dengan menggunakan rangkaian yang efektif. b. Dapat melawan dan menyebarkan gangguan berulang dan arus akibat surya hubung. c. Menggunakan bahan tahan korosi terhadap berbagai kondisi kimiawi tanah, untuk memastikan kontinuitas penampilan sepanjang umur peralatan yang dilindungi. d. Menggunakan sistem mekanik yang kuat namun mudah dalam perawatan dan perbaikan bila terjadi kerusakan. Dalam sistem pentanahan semakin kecil nilai tahanan maka semakin baik terutama untuk pengamanan personal dan peralatan, beberapa standart yang telah disepakati adalah bahwa saluran tranmisi substasion harus direncanakan sedemikian rupa sehingga nilai tahanan pentanahan tidak melebihi 1 untuk tahanan pentanahan pada komunikasi system/ data dan maksimum harga tahanan yang diijinkan 5 pada gedung / bangunan. Kisi-kisi pentanahan tergantung pada kerja ganda dan pasak yang terhubung. Dari segi besarnya nilai tahanan bahan yang dipakai pasak tidak mengurangi besar tahanan pentanahan sistem namun mempunyai fungsi tersendiri yang penting. Bahannya sendiri mempunyai harga impedansi awal beberapa kali lebih tinggi daripada harga tahanannya terhadap tanah pada frekuensi rendah. Bahan pentanahan dimaksudkan untuk mengontrol dalam batas aman sesuai peralatan yang digunakan, sedangkan pasak adalah batang sederhana, hal ini penyebab utama jatuhnya tahanan tanah dalam gradien

tegangan yang tinggi pada permukaan pasak. Sebagai akibat dari sifat ini maka pasak harus ditempatkan didekat atau sekitar bangunan stasion. Dalam saluran tegangan tinggi (132KV) tahanan maksimalnya 15 ohm masih dapat ditoleransi dan dalam saluran distribusi (33-0,4 KV) dipilih tahanan 25 ohm. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan nilai tahanan pentanahan antara lain dengan : a. Sistem batang elektroda pararel b. Sistem pasak tanam dalam dengan beberapa pasak dan diperlakukan terhadap kondisi kimiawi tanah. c. Dengan menggunakan pelat tanam, penghantar tanam, dan beton rangka baja yang secara listrik terhubung. 2.2 KONTAK TANAH Bagian lain dari sistem pentanahan yaitu hubungan tanah itu sendiri dimana kontak antara tanah dengan pasak yang tertanam harus cukup luas sehingga nilai tahanan dari jalur arus yang masuk atau melewati tanah masih dalam batas yang diperkenankan untuk penggunaan tertentu. Hambatan jenis a. Temperatur tanah. b. Besarnya arus yang melewati. c. Kandungan air dan bahan kimia yang ada dalam tanah. d. Kelembaban tanah. e. Cuaca. Tahanan dari jalur tanah ini relatife rendah dan tetap sepanjang tahun. Untuk memahami tahanan tanah harus rendah, dapat dengan menggunakan hukum Ohm yaitu : E=IXR dimana E adalah tegangan (volt), I adalah arus (ampere), R adalah tahanan (ohm). tanah yang akan menentukan tahanan pentanahan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi :

Hambatan arus melewati sistem elektroda tanah mempunyai 3 komponen, yaitu: a. Tahanan pasaknya sendiri dan sambungan-sambungannya. b. Tahanan kontak antara pasak dengan tanah disekitar. c. Tahanan tanah sekelilingnya. Pasak-pasak tanah, batang logam, struktur dan peralatan lain biasa digunakan untuk elektroda tanah, selain itu umumnya ukurannya besar sehingga tahanannya dapat terabaikan terhadap tahanan keseluruhan sistem pentanahan. Apabila pasak ditanam lebih dalam ke tanah maka tahanan akan berkurang, namun bertambahnya diameter pasak secara material tidak akan mengurangi nilai tahanan karena nilai tahanan elektroda pentanahan tidak hanya bergantung pada kedalaman dan luas permukaan elektroda tapi juga pada tahanan tanah. Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektrode dan pada kedalaman berapa pasak harus dipasang agar diperoleh tahanan yang rendah. Elektrode baja digunakan sebagai penghantar saluran distribusi dan pentanahan substasion. Dalam memilih penghantar dapat mempertimbangkan hal berikut : a. Untuk tanah yang bersifat korosi sangat lambat, dengan tahanan diatas 100 ohmm, tidak ada batas perkenan korosi(corosi allowance). b. Untuk tanah yang bersifat korosi lambat, dengan tahanan 25-100 ohm-m, batas perkenan korosi adalah 15% dengan pemilihan penghantarsudah mempertimbangkan faktor stabilitas thermal. c. Untuk tanah yang bersifat korosi cepat, dengan tahanan kurang dari 25 ohm-m, batas perkenan korosi adalah 30% dengan pemilihan penghantar sudah mempertimbangkan faktor stabilitas thermal. d. Penghantar dapat dipilih dari ukuran standart seperti 10 x 6mm sampai 65 x 8mm. Secara umum pentanahan dilakukan dengan mencari titik temu antara keamanan dan meminimalkan biaya. Pada frekuensi rendah didasarkan pada sistem pentanahan dengan diberi jarak antar elektrode. Penelitian tentang karakteristik sistem pentanahan grid analisis dibandingkan dengan grid yang biasa (Otero et al., 2002)2.

10

Hasilnya menunjukan bahwa untuk kerja sistem pentanahan sangat dipengaruhi oleh frekuensi arus yang diinjeksikan. Desain pentanahan grid dilakukan dengan memfokuskan pada frekuensi rendah yang mana jarak pemisah elektrode tidak sama lebih efisien daripada jarak pemisah elektrode yang sama. Meskipun demikian ketika frekuensi naik seperti saat terjadi petir sistem pentanahan ini mempunyai impedansi yang lebih tinggi sehingga mengurangi sistem keamanan. Untuk itu sebelumnya perlu dilakukan pengujian permukaan tanah dengan menggunakan earthing terster.

Gambar 2.1 Peralatan earthing meter Keterangan alat: 1. Terminal 2. Skala pembacaan 3. Indikator 4. Tombol 5. Saklar untuk pemilihan pengukuran alat 6. Indeks pada skala Pengukuran tegangan permukaan tanah dibagi menjadi 5 bagian, yaitu: 1. Pengukuran dengan perubahan arus gangguan 2. Pengukuran dengan perubahan jarak pengukuran 3. Pengukuran dengan perubahan sudut pengukuran 4. Pengukuran dengan perubahan kedalaman elektroda batang 5. Pengukuran dengan perubahan jenis tanah

11

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh langsung pada sistem pentanahan adalah tahanan jenis tanah, diameter dan panjang elektroda pentanahan batang bila terinjeksi arus AC. Seperti halnya persamaan berikut: Rumus : R=
.

L = 2. l. ln ( C= r. l
18 ln

. (

) x 10-7 x 10-9 ..

1)

( 2.1 ) ( 2.2) ( 2.3 )

Dimana : R l d = tahanan (ohm) = panjang elektroda ditanam (m) = diameter elektroda pentanahan (m) = tahanan jenis tanah (ohm-m) r = Permitivitas 2.2.1. Pengukuran dengan Perubahan Arus Gangguan Nilai tegangan yang dialirkan ke elektroda batang dibuat bervariasi dengan maksud agar diperoleh data nilai tegangan permukaan untuk berbagai arus gangguan tanah yang berbeda-beda. Perubahan nilai tegangan keluaran regulator diatur dari 40 240 Volt, dengan setiap kenaikannya sebesar 40 Volt. Pengukuran tegangan permukaan dilakukan mulai jarak 0 4,0 m, dengan variasi perubahannya 0,2 m. Titik-titik di tanah yang akan diukur tegangan permukaan tanahnya ditanami paku dengan kedalaman 10 Cm agar pengukurannya menjadi lebih mudah. Disamping nilai tegangan permukaan tanah, data pengukuran lain yang diambil ialah besarnya tegangan masukan (Vin) dan arus (I). Hal yang sama dilakukan untuk berbagai jenis tanah dengan kedalaman 0,5 m dan 1,0 m. Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh bahwa kenaikan nilai arus gangguan tidak menjamin tingginya nilai tegangan permukaan. Karena nilai tegangan permukaan sangat tergantung pada jenis tanah dimana panjang dan kedalaman pembenaman elektroda batang. L = Induktansi (Henri) C = Capasitasi ( Colomb )

12

Gambar 2.2 Pemasangan Earthing Meter Pada Saat Pengukuran 2.2.2. Pengukuran dengan Perubahan Jarak Pengukuran Struktur fisik elektroda berpengaruh besar terhadap besarnya tahanan sistem pentanahan. Pembahasan berikut akan memperjelas bahwa selain tahanan jenis tanah, perubahan jarak pengukuran dari elektroda pentanahan juga merupakan faktor dominan dalam sistem pentanahan. Gambar grafik 2.1 menunjukkan pengaruh perubahan radius elektroda batang terhadap resistan pentanahan. Penambahan radius relatif berpengaruh besar terhadap jenis tanah dengan tahanan jenis tinggi, pada jenis tanah dengan tahanan jenis rendah perubahan radius elektroda batang (rod) relatif tidak berpengaruh.

Gambar Grafik 2.1. Pengaruh Diameter Elektroda Terhadap Resistansi Pentanahan

13

Nilai tegangan yang dilewatkan pada elektroda diusahakan tetap yakni 220 Volt dengan arah pengukuran dibuat bervariasi. Tujuannya agar diperoleh data distribusi tegangan permukaan disekitar batang elektroda pentanahan dengan beberapa arah pengujian. Pelaksanaan pengukuran tegangan permukaan tanah dilakukan mulai jarak terdekat 0 4m, dengan variasi jaraknya setiap 0,2 m. 2.2.3. Pengukuran dengan Perubahan Kedalaman Elektroda Batang Pengaruh kedalaman elektroda batang (vertical rod) terhadap tahanan pentanahan diilustrasikan gambar grafik 2.2 untuk kondisi tanah uniform, sedangkan untuk kondisi tanah nonuniform diilustrasikan gambar grafik 2.3

Gambar Grafik 2.2 Pengaruh Kedalaman Elektroda Pada Kondisi Tanah Seragam

Gambar Grafik 2.3 Pengaruh Kedalaman Elektroda Pada Kondisi Tanah Tak Seragam

14

Kedalaman elektroda pentanahan adalah faktor penting dalam sistem pentanahan. Semakin dalam elektroda dipasang resistansi pentanahan semakin turun, hal ini disebabkan semakin dalam elektroda dipasang kelayakan kualitas secara elektris semakin baik diperoleh. Panjang elektroda yang dipasang sedapat mungkin dekat dengan daerah embunan permanen tanah. Kegagalan mencapai embunan tidak hanya menyebabkan resistansi yang tinggi, tetapi juga menyebabkan variasi-variasi tahanan pentanahan yang cukup kompleks selama perubahan musim. Resistivitas tanah jarang dijumpai memiliki nilai yang sama atau seragam, biasanya beberapa titik pertama dari kedalaman yang dekat permukaan mempunyai resistansi yang relatif tinggi dan merupakan pokok persoalan untuk mengganti pembahasan dan pengeringan karena variasi curah hujan, sedangkan tanah yang lebih dalam relatif lebih stabil. 2.2.4. Pengukuran dengan perubahan jenis tanah Tanah terbagi menjadi beberapa jenis : a. Jenis tanah kapur

Gambar Grafik 2.4 Tegangan Permukaan Tanah Kapur Kedalaman 0,5m Tampak dari grafik 2.4, hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 8,2 V untuk tegangan gangguan 80 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda. Diperoleh nilai R-tanah (tahanan tanah) yang cukup rendah yakni 9,2 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Fenomena lain yang didapati dari percobaan jenis

15

tanah ini adalah percobaan tidak bisa dilanjutkan untuk tegangan gangguan 120 V. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi tanah yang terlalu basah dikarenakan malam sebelumnya terjadi hujan yang cukup lebat ditempat tersebut. Sehingga pada saat pengukuran hanya mampu mencapai tegangan gangguan 108 V dengan arus 2,11 A, kondisi dimana terjadi hubung singkat antara elektroda pentanahan dengan pasak netral. Akibat dari kondisi beban tersebut, pengukuran kemudian tidak dilanjutkan untuk nilai tegangan gangguan yang lebih tinggi.karena dapat berakibat terjadi konsleting. Kesimpulan sementara menunjukkan walaupun memiliki Rtanah yang rendah, belum menjamin akan memiliki sistem pentanahan yang baik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah diameter dan panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan ke dalam tanah. Konfigurasi pengukuran ini hanya mampu mendistribusikan nilai tegangan permukaan secara horizontal atau menyamping. Jenis tanah kapur = R tanah = 6,2. Kedalaman 1m. sudut = 0

Gambar Grafik 2.5 Tegangan Permukaan Tanah Kapur Kedalaman 1m Tampak dari gambar grafik 2.5 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 5,2 V untuk tegangan gangguan 80 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda. Diperoleh nilai R-tanah (tahanan tanah) yang

16

cukup rendah yakni 6,2 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Diperoleh nilai tegangan permukaan yang kecil yakni kurang dari 1 V untuk tegangan gangguan yang lebih besar dari 80 V. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan bekerja lebih optimal untuk konfigurasi pengukuran seperti ini. Dengan kata lain arus gangguan tanah yang dialirkan bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Nilai tegangan permukaan masih dipengaruhi oleh diameter dan panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Dan kondisi partikel dari jenis tanah kapur ini akan semakin baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi. b. Jenis tanah lembab-pasir Jenis tanah lembab = R Tanah >> 1000 ohm. Kedalaman = 0,5 m. Sudut = 0

Gambar Grafik 2.6 Tegangan Permukaan Tanah Lembab Pasir Kedalaman 0,5m Tampak dari gambar grafik 2.6 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 50,5 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh

17

nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak bekerja optimal untuk jenis tanah lembab-pasir seperti ini. Dengan kata lain arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Kondisi partikel dari jenis tanah lembab pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiran-butiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi temperatur pun tidak banyak berperan dalam memperbaiki sistem pentanahan untuk kondisi tanah lembab-pasir. Jenis tanah lembab = R Tanah >> 1000 ohm. Kedalaman = 1 m. Sudut = 0

Gambar Grafik 2.7 Permukaan Tanah Lembab-Pasir Kedalaman 1 m Tampak dari gambar grafik hasil 2.7, data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 48,5 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lembab-pasir seperti ini.

18

Dengan kata lain arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung didistribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Nilai tegangan permukaan juga tidak dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Kondisi partikel dari jenis tanah lembab-pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiran-butiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi temperatur pun tidak banyak berperan dalam memperbaiki sistem pentanahan untuk kondisi tanah lembab-pasir. c. Jenis tanah lempung Tampak dari gambar grafik 2.8, hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 7,03 V untuk tegangan gangguan 120V, dengan jarak 0,2m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang kecil yakni 55 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 ohm. Jenis tanah lempung = R Tanah = 55 ohm. Kedalaman = 0,5 m. Sudut = 0

Gambar Grafik 2.8 Tegangan Permukaan Tanah Lempung Kedalaman 0,5m

19

Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar sampai pada tegangan gangguan 120 V. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan kurang dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lempung seperti ini. Arus gangguan tanah yang dialirkan baru bisa di distribusikan dalam radius yang lebih besar dibandingkan jenis tanah kapur-basah. Nilai tegangan permukaan juga dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Jenis tanah lempung ini memang memiliki partikel yang mampu menyimpan air cukup lama. Sehingga baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena air memiliki sifat konduktor terhadap loncatan listrik. Jenis tanah lempung = R Tanah = 22 ohm. Kedalaman = 1 m. Sudut = 0

Gambar Grafik 2.9 Tegangan Permukaan Tanah Lempung Kedalaman 1m Tampak dari gambar grafik 2.9. hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 0,001 V untuk semua tegangan gangguan yang diberikan, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang kecil yakni 22 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm. Nilai tegangan gangguan yang diberikan ternyata mampu

20

terdistribusi dengan baik, bahkan nilai tegangan permukaan yang ada sangat kecil. Hal ini sangat jelas terlihat pada grafik diatas, sejak dari nilai tegangan gangguan yang kecilbesar, semua mampu disebarkan secara vertikal atau ke bawah elektroda batang. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lempung seperti ini. Arus gangguan tanah yang dialirkan baru bisa di distribusikan dalam radius yang sangat kecil dari pada jenis tanah yang lain. Selain itu, nilai tegangan permukaan juga dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Kondisi partikel dari jenis tanah lempung ini memang cukup lama bisa menyimpan air, sehingga baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena air memiliki sifat konduktor terhadap loncatan listrik. d. Jenis tanah kering-pasir Jenis tanah pasir = R Tanah = 1000 ohm. Kedalaman = 0,5 m. Sudut = 0

Gambar Grafik 2.10 Permukaan Tegangan Tanah Pasir Kedalaman 0,5m Tampak dari gambar grafik 2.10 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 53 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh juga nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000 Ohm, dimana dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan,

21

diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak bekerja optimal untuk jenis tanah kering-pasir seperti ini. Jadi arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Kondisi partikel dari jenis tanah lembab-pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiran-butiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi ini semakin buruk dengan tingginya temperatur yang ada, sehingga kondisi tanah benar-benar tidak mengandung faktor yang mampu meningkatkan sistem pentanahan yang ada. Jenis tanah pasir = R Tanah = 1000 ohm. Kedalaman = 1 m. Sudut = 0

Gambar Grafik 2.11 Permukaan Tegangan Tanah Pasir Kedalaman 1m Tampak dari gambar grafik 2.11 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 27,2 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang sangat besar

22

yakni diatas 1000 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lembab-pasir seperti ini. Jadi arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Nilai tegangan permukaan juga tidak dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Kondisi partikel dari jenis tanah kering-pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiranbutiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi ini semakin buruk dengan tingginya temperatur yang ada, sehingga kondisi tanah benar-benar tidak mengandung faktor yang mampu meningkatkan sistem pentanahan yang ada. 2.3. Faktor Penyebab Tegangan Permukaan Tanah a. Pengaruh uap lembab dalam tanah Kandungan uap lembab dalam tanah merupakan faktor penentu nilai tegangan tanah. Variasi dari perubahan uap lembab akan membuat perbedaan yang menonjol dalam efektifitas hubungan elektroda pentanahan dengan tanah. Hal ini jelas telihat pada kandungan uap lembab di bawah 20%. Nilai di atas 20% resistivitas tanah tidak banyak terpengaruh, tetapi di bawah 20% resistivitas tanah meningkat drastis dengan penurunan kandungan uap lembab. Berkaitan dengan kandungan uap lembab, tes bidang menunjukkan bahwa dengan lapisan permukaan tanah 10 kali akan lebih baik ditahan oleh batas dasar. Elektroda yang dipasang dengan dasar batu biasanya memberikan kualitas pentanahan yang baik, hal ini disebabkan dasar-dasar batu sering tidak dapat tembus air dan menyimpan uap lembab sehingga memberikan kandungan uap lembab yang tinggi.

23

b. Pengaruh tahanan jenis tanah Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektroda dan pada kedalaman berapa elektroda harus ditanam agar diperoleh tahanan yang rendah. Tahanan tanah bervariasi di berbagai tempat dan cenderung berubah menurut cuaca. Tahanan tanah ditentukan juga oleh kandungan elektrolit di dalamnya, kandungan air, mineral-mineral dan garam-garam. Tanah yang kering biasanya mempunyai tahanan yang tinggi, namun demikian tanah yang basah juga dapat mempunyai tahanan yang tinggi apabila tidak mengandung garam-garam yang dapat larut. Tahanan tanah berkaitan langsung dengan kandungan air dan suhu, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa tahanan suatu sistem pentanahan akan berubah sesuai dengan perubahan iklim setiap tahunnya. Untuk memperoleh kestabilan resistansi pentanahan, elektroda pentanahan dipasang pada kedalaman optimal mencapai tingkat kandungan air yang tetap. c. Pengaruh temperatur Temperatur akan berpengaruh langsung terhadap resistivitas tanah dengan demikian akan berpengaruh juga terhadap performa tegangan permukaan tanah. Pada musim dingin struktur fisik tanah menjadi sangat keras, dan tanah membeku pada kedalaman tertentu. Air di dalam tanah membeku pada suhu di bawah 00 C dan hal ini menyebabkan peningkatan yang besar dalam koefisien temperatur resistivitas tanah. Koefisien ini negatif, dan pada saat temperature menurun, resistivitas naik dan resistansi hubung tanah tinggi. Pengaruh temperatur terhadap resistivitas tanah dijelaskan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

24

Tabel 2.1 Efek Temperature Terhadap Resistivitas Tanah No 1 2 3 4 5 6 7 8 Temperatur ( oC ) -5 0 0 10 20 30 40 50 Resistivitas ( ohm ) 70.000 30.000 10.000 8000 7000 6000 5000 4000

Sumber : IEEE std 142-1991 Tabel 2.2 Resistivitas Berbagai Jenis Tanah No 1 2 Tahanan jenis tanah (ohmCm) Mengandung kerikil tinggi, campuan kerikil 60.000-100.000 dan pasir kerapatan rendah dan tidak halus Mengandung kerikil dan tandus, campuan 100.000-250.000 kerikil dan pasir kerapatan rendah dan tidak halus 3 4 5 6 7 8 9 Berkerikil dan liat, tandus, campuran tanah liat 20.000-40.000 dan pasir Pasir berlumpur, campuran pasir dan lumpur Pasir liat, campuran pasir dan tanah liat, tandus plastic berkonsetrasi rendah Pasir halus atau tanah lumpur, lumpur elastic Tanah liat berkerikil, liat berpasir, berlumpur, tidak liat Liat aborganik dengan kandungan plastic tinggi 1000-5.500** Sumber : IEEE std 142-1991 8000-30.000 liat 2500-6000** 10.000-50.000 5000-20.000 Deskripsi Tanah

Pasir halus berlumpur dan liat mengandung 3000-8000

25

d. Perubahan resistivitas tanah Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa resistivitas tanah sangat tergantung dengan material pendukung tanah, temperatur dan kelembaban. Daerah dengan struktur tanah berpasir, berbatu dan cenderung berstruktur tanah padas mempunyai resistivitas yang tinggi. Disinyalir kondisi tanah yang demikian diakibatkan kerusakan yang terjadi di permukaan tanah, berkurangnya tumbuhantumbuhan yang dapat mengikat air mengakibatkan kondisi tanah tandus dan berkurang kelembabannya. e. Korosi Komponen sistem pentanahan dipasang di atas dan di bawah permukaan tanah, keduanya menghadapi karakteristik lingkungan yang berlainan. Bagian yang berada di atas permukaan tanah, asap dan partikel debu dari proses industri serta partikel terlarut yang terkadung dalam air hujan akan mengakibatkan korosi pada konduktor. Bagian di bawah tanah, kondisi tanah basah yang mengandung materi alamiah, bahan-bahan kimia yang terkontaminasi didalamnya juga dapat mengakibatkan korosi. Secara umum terdapat dua penyebab terjadinya korosi yaitu: 1. Korosi bimetal (bimetallic corrosion) Penyambungan logam yang tidak sejenis dan terdapat cairan konduktif listrik ringan adalah situasi yang sangat banyak terjadi di bawah tanah. Logam yang mempunyai sifat lebih rentan akan lebih cepat mengalami korosi. Tabel 2.3 memperlihatkan klasifikasi logam berdasarkan daya tahan terhadap korosi. Jika logam terletak pada tanah dengan kandungan elektrolit tinggi, logam dengan daya tahan lebih tinggi bersifat katodik sedangkan logam yang lebih rentan bersifat anodik. Logam yang bersifat anodik akan terkorosi. Metode untuk mencegah terjadinya korosi galvanis dengan menerapkan aturan daerah (areas rule). Area logam anodik (khususnya untuk baja) dibagi dengan area logam katodik (khusus untuk tembaga). Perbandingan antara anodik dan katodik menurun, resiko kecepatan korosi naik dengan tajam.

26

Tabel 2.3 Efek karakteristik tanah dan cuaca terhadap korosi


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tanah Sisa arang Lumpur rawa Lumpur rawa Gambut Gambut Lumpur Lumpur Basa Liat Liat Liat bata Liat bata 0,91 0,17 0,29 0,16 0,04 0,60 0,11 0,11 0,04 0,64 0,25 0,49 0,39 0,02 0,30 0,14 0,11 0,10 0,7 0,64 0,36 0,02 0,05 0,12 0,07 0,06 2,77 1,81 2,61 2,27 1,23 >>20 4,67 2,59 0,60 3,82 2,47 3,59 3,90 2,00 >>20 >>20 3,84 0,57 49 46 69 69 47 58 69 61 61 37 30 57 57 15 16 49 10 48 43 73 58 34 15 41 29 5 29 2.6 4.8 4.0 4.2 7.4 8.3 7.1 6.8 5.2 218 800 712 1270 263 62 406 408 30000 0,62 0,04 0,2 2031 1,09 66 45 47 2.9 84 Pertumbuhan korosi (inch x 10-3/tahun Besi Tembaga Kuningan Timah Baja tuang 1,58 3,51 3,22 9067 >>20 0,81 0,04 0,02 2013 2,51 Suhu 46 52 Karakter tanah & iklim Curah Lembap Rho pH hujan (%) (ohm.m) 30 11 8.0 455 43 55 3.1 60

Masalah lain yang mungkin terjadi adalah sambungan antara logam yang berbeda seperti tembaga dan aluminium atau tembaga dengan baja dimana sambungannya tidak dilindungi dan mudah terpengaruh oleh kelembaban resiko terjadinya korosi sangat tinggi 2. Korosi kimia (chemical corrosion) Berdasarkan skala pH, kondisi tanah dapat dibedakan menjadi kondisi asam, basa dan netral. Korosi kimia akan terjadi pada tanah asam ataupun basa. Kecepatan korosi akan dipengaruhi oleh daya tahan logam, jika logam bersifat rentan maka akan lebih cepat terkorosi. Sebagai pedoman, material yang berada di sekeliling elektroda sebaiknya relatif netral.

27

2.4 Usaha Menurunkan Tegangan Permukaan Tanah 2.4.1 Perlakuan Kimiawi Tanah Metode konvensional untuk menurunkan tegangan permukaan tanah yang bernilai tinggi adalah dengan menurunkan tahanan jenis tanah. Beberapa zat aditif yang ditambahkan di dalam tanah terbukti mampu menurunkan tahanan jenis tanah dan secara langsung akan menurunkan tegangan permukaan tanah. Beberapa jenis garam yang secara alamiah terkandung di dalam tanah cenderung bersifat konduktif dan menurunkan tahanan jenis tanahnya. Penambahan aditif harus diperhitungkan cermat karena beberapa aditif pada dosis tertentu cenderung bersifat korosif yang sangat dihindari dalam sistem pentanahan. Buku-buku pentanahan kuno (1930-an), menyatakan bahwa tahanan elektroda dapat turun sampai dengan 90 % dengan perlakuan kimia. Bahan bahan yang digunakan adalah sodium klorid (garam), magnesium sulfat (garam Inggris), tembaga sulfat, sodium karbonat (soda api), dan kalsium klorid. Bahan-bahan ini disebar disekitar elektroda melalui sebuah lubang di sekeliling elektroda. Resitivitas yang dihasilkan dapat turun 0,2 Ohm-m dengan menambahkan soda api dan 0,1 Ohm-m dengan penambahan garam dapur. Bahan-bahan terbaru yang digunakan untuk menurunkan tahanan jenis tanah antara lain sebagai berikut: a. Bentonite Bentonite adalah bahan alami berupa tanah liat berwarna coklat muda sewarna minyak zaitun dengan tingkat keasaman rendah, mempunyai pH 10,5. Bentonite mampu menyerap air disekitarnya lima kali berat bentonite sendiri dan menahannya. Dimensinya dapat mengembang 13 kali volume keringnya. Nama kimia bentonite adalah sodium montmorillonite. Dalam kondisi tak jenuh zat ini mampu menyerap kelembaban tanah sekitar dan hal ini yang menjadikan bentonite digunakan. Zat ini mempunyai resistivitas rendah sekitar 5 Ohm dan bersifat non korosif. Bentonite berkarakter tiksotropik, berbentuk gel dan tidak mudah bereaksi sehingga sebaiknya disimpan dalam tempat tertutup. Bentonite biasa digunakan sebagai bahan pengisi untuk driven rod dalam, zat ini cenderung menempel kuat pada rod tersebut. Kondisi tanah yang sangat kering dengan periode yang cukup

28

panjang akan mengakibatkan bentonite pecah dengan sedikit kontak elektroda terhadapnya. Aplikasi bentonite di Inggris tidak terjadi hal yang demikian karena kondisi tanah yang sangat kering jarang terjadi. b. Marcionite Marcionite adalah bahan yang bersifat konduktif dengan kandungan kristal karbon yang cukup tinggi pada fase normalnya, dan juga mengandung belerang dan klorida dengan konsentrasi rendah. Seperti halnya bentonite, marcionite akan bereaksi korosif terhadap logam tertentu, dan memiliki tahanan jenis rendah. Logam yang digunakan sebaiknya dilapisi bitumen atau cat bitumastik sebelum dihubungkan dengan marcionite. Aluminium, lapisan timah dan baja galvanis sebaiknya jangan dipasang pada marcionite. Marconite dapat mempertahankan kelembabannya dalam kondisi lingkungan sangat kering sehingga kelemahan bentonite dapat ditutup oleh marcionite. Marcionite juga digunakan sebagai bahan anti statik pada lantai dan tabir elektromagnetik. Marcionite terdaftar dalam merek dagang Marconi Communication System United. c. Gypsum Adakalanya kalsium sulfat (gypsum) digunakan sebagai bahan uruk, baik dalam fase sendiri maupun dicampur dengan bentonite atau dengan tanah alami berasal dari daerah tersebut. Gypsum mempunyai kelarutan yang rendah sehingga tidak mudah dihilangkan, tahanan jenisnya rendah berkisar 5-10 Ohm-m pada kondisi jenuh. Dengan pH berkisar 6,2 -6,9, gypsum cenderung bersifat netral. Gypsum tidak mengkorosi tembaga, meskipun terkadang kandungan ringan SO3 menjadi masalah pada struktur dasar dan fondasi. Zat ini tidak mahal dan biasanya dicampur dengan tanah urukan sekitar elektroda. Diklaim zat ini membantu mempertahankan tahanan yang rendah dengan periode waktu yang relatif lama, pada daerah dengan kandungan garam disekitarnya dilarutkan oleh aliran air (hujan) Resistivitas tanah yang tinggi disinyalir sebagai sebab utama tingginya tahanan tanah.

29

d. Arang kayu Perlakuan kimiawi terhadap tanah dirasa cocok dan murah diterapkan sebagai solusi pemecahan terhadap tingginya tahanan tanah. Metode tersebut dilakukan dengan memberikan bahan urukan (backfill material),yang digunakan adalah arang kayu untuk menurunkan resitivitas tanah. Arang kayu dimasukkan dalam lubang yang dibuat di sekitar driven ground dengan dimensi diameter 1 m dan kedalaman 3 m. Abu stasiun pembangkit dan arang digunakan karena kandungan karbon yang tinggi cenderung bersifat kondusif. Namun demikian bahan ini mengandung oksida karbon, titanium, potassium, sodium, magnesium atau kalsium bercampur dengan silika dan karbon. Pada kondisi basah, beberapa zat tersebut tidak dapat dielakkan bereaksi dengan tembaga dan baja menyebabkan korosi. Dengan demikian penggunaan arang kayu sebagai backfill material perlu dievaluasi kembali atau mungkin perlunya lapisan pelindung pada elektroda seperti bitumen ditambahkan.

Gambar 2.3 Perawatan Kimiawi Elektroda Pentanahan

30

2.4.2 Perawatan rutin. Perawatan dilakukan untuk mempertahankan kondisi optimal kinerja sistem pentanahan dilakukan rutin setiap 1 tahun/ 6 bulan untuk memantau kondisi fisik saluran transmisi berikut sistem pentanahannya. Tahanan pentanahan diukur dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya. Kerusakan yang terjadi pada sistem pentanahan biasanya diakibatkan sambungan kendur atau korosi antar bagian elektroda. Perbaikan dilakukan dengan mengencangkan kembali baut-baut sambungan dan membersihkan bagian elektroda dari korosi. Telah diketahui bahwa logam, khususnya besi dan baja bila ditanam dalam tanah maka akan terjadi pengaratan (korosif). Tahanan jenis tanah yang rendah menunjukan kandungan larutan garam dan air yang tinggi. Tanah dengan daya hantar tinggi maka akan tinggi pula daya korosinya. Keadaan tanah dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori mengacu pada tahanan tanah dan daya korosinya, seperti terlihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Tahanan jenis tanah dan daya korosinya No 1 2 3 4 Tahanan jenis tanah (ohm-meter 0 25 25 50 50 100 > 100 Daya korosi Tinggi Menengah Rendah Sangat rendah

Suatu kajian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa korosi menyebabkan logam berkurang sekitar 0,06 mm per tahun. Pemeliharaan terhadap daya korosi yang tinggi dapat dilakukan dengan cara menabur batu kecil-kecil didaerah pentanahan agar terjadi kenaikan tahanan jenis tanah sehingga daya korosi akan berkurang.

You might also like