You are on page 1of 13

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN

NOMOR : 830 / Kpts-II / 1992


TENTANG

SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN

MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang: a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan yang


berkesinambungan, berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna,
perlu didasarkan pada perencanaan yang konsepsional dan terpadu
dalam satu kesatuan yang utuh;

b. bahwa untuk memperoleh suatu perencanaan yang konsensional


dan terpadu, maka perlu adanya pengaturan tentang sistem
perencanaan kehutanan;

c. bahwa berhubung dengan itu perlu menetapkan Sistem


Perencanaan Kehutanan dengan Keputusan Menteri Kehutanan.

Mengingat: 1. Undang-undang No. 5 Tahun 1967;

2. Undang-undang No. 5 Tahun 1990;

3. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970;


4. Keputusan Presiden No. 64/M Tahun 1988;

5. Keputusan Presiden No. 29 Tahun 1984; jo. Keputusan Presiden


No. 25 Tahun 1989;

6. Keputusan Menteri Kehutanan No. 116/Kpts-II/1989; jo.


Keputusan Menteri Kehutanan No. 368/Kpts-II/1990.

M E M U T U S K A N:

Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG


PERENCANAAN KEHUTANAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
(1) Perencanaan adalah tahap awal dari kegiatan yang merupakan piranti analisa dan
srategi sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan yang
berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna serta sekaligus sebagai tolak ukur
dengan memperhatikan prakiraan akibat perencanaan terhadap kondisi
mendatang.
(2) Sistem adalah tatanan yang merupakan keterpaduan dari beberapa komponen
yang saling mendukung, saling terkait dan saling mempengaruhi serta saling
ketergantungan antara satu dengan lainnya sehingga terwujud suatu totalitas
yang serasi dan harmonis.
(3) Sistem Perencanaan Kehutanan adalah tatanan perencanaan yang merupakan
keterpaduan berbagai jenis rencana dibidang kehutanan dengan segala kaitannya
baik kaitan sektoral maupun kaitan kewilayahan yang saling mendukung, saling
terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga terwujud suatu
totalitas yang serasi dan harmonis.
(4) Unit Pengelolaan Hutan ialah suatu wilayah Pengurusan Hutan yang merupakan
satu kesatuan sistem manajemen.
(5) Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
Propinsi setempat.
(6) Kepala Unit Kerja adalah suatu unit organisasi yang mengaku suatu wilayah
kerja.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2
(1) Maksud Penyusunan Sistem Perencanaan Kehutanan ini adalah untuk
memberikan arahan dan aturan tentang jenis, sifat, fungsi keterkaitan dari
rencana-rencana kehutanan yang harus disiapkan.
(2) Tujuan Penyusunan Sistem Perencanaan Kehutanan adalah agar proses
penyusunan, penilaian dan pengesahan rencana kehutanan dapat dilaksanakan
dengan cara yang tertib, lancar dan jelas, sehingga dapat mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan.

Pasal 3
Ruang Lingkup Sistem Perencanaan Kehutanan ini meliputi proses penyusunan,
penilaian dan pengesahan rencana yang secara keseluruhan mencakup perencanaan
yang disusun atas dasar jangka waktu, cakupan wilayah dan sifatnya.

Pasal 4
Dilihat dari jenis-jenis dan cakupannya, rencana kehutanan dapat dibedakan menjadi:
a. Rencana Umum Kehutanan;
b. Rencana Kehutanan Propinsi;
c. Rencana Unit Pengelolahan Hutan.

Pasal 5
Dilihat dari jangka waktu, rencana tersebut pada Pasal 4, terdiri dari:
1. Rencana Jangka Panjang, dengan jangka waktu 25 tahun;
2. Rencana Jangka Menengah, dengan jangka waktu 5 tahun;
3. Rencana Jangka Pendek, dengan jangka waktu 1 tahun.

Pasal 6
(1) Rencana Untuk Kehutanan sebagaimana dimaksud Pasal 4 butir a, terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan, berlaku untuk jangka
waktu 25 tahun;
b. Rencana Pembangunan Jangka Sedang kehutanan, berlaku untuk jangka
waktu 5 tahun;
c. Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan.
(2) Rencana Kehutanan Propinsi sebagai mana dimaksud Pasal 4 butir b, terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Lima Tahun Kehutanan Propinsi;
b. Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan Propinsi.
(3) Rencana Unit Pengolahan Hutan sebagaimana dimaksud Pasal 4 butir c, terdiri
dari:
a. Rencana Unit Pengelolaan Dua Puluh Lima Tahun;
b. Rencana Unit Pengelolaan Lima Tahun;
c. Rencana Unit Pengolahan Tahunan.

Pasal 7
(1) Apabilah sebagian atau seluruh unit yang mengelolah hutan sebagai mana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) akan diusahakan secara ekonomis berdasarkan
azas perusahaan, maka pengusaha atau pelaksana wajib memiliki Rencana Karya
pengusahaan hutan.
(2) Tata cara penyusunan Rencana Karya Pengusahaan diatur tersendiri.

Pasal 8
(1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan merupakan rencana yang
bersifat indikatif-perspektif dan kualitas yang meliputi seluruh wilayah
Indonesia.
(2) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan disusun berdasarkan materi:
a. risalah prakiraan dan analisa dari keadaan, perkembangan dan permasalahan
tentang hutan dan kehutanan dalam kaitannya dengan pembangunan
nasional;
b. Kebijaksanaan Umum pembangunan kehutanan;
c. arah dan tujuan serta strategi yang menjadi pengembangan pembangunan
kehutanan nasional yang bersifat indikatif;
d. Pola Pembinaan dan Pengembangan Pembangunan Jangka Panjang
Kehutanan;
e. faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan perencanaan;
f. proses koordinasi perencanan secara vertikal dan horizontal.

Pasal 9
(1) Rencana Pembangunan Lima Tahun Kehutanan merupakan rencana yang
bersifat strategis kualitatif dan kuantatif meliputi seluruh wilayah Indonesia.
(2) Rencana Pembangunan Lima Tahun Kehutanan disusun berdasarkan:
a. evaluasi pelaksanaan pembangunan kehutanan dari PELITA sebelumnya
dan prakiraan perkembangan pembangunan kehutanan dalam REPELITA
mendatang;
b. kebijaksanaan, strategi dan program-program dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara;
c. kebijaksanaan umum, kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis
REPELITA Nasional;
d. tujuan, sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang harus dicapai;
e. strategi, prioritas serta program kerja dan proyek pembangunan kehutanan
yang mencakup semua bidang kegiatan kehutanan, dan dirinci menurut
waktu (tahun) dan lokasi kegiatan dalam satu regional atau propinsi;
f. kebutuhan sumber daya seperti sumber daya alam, sumber daya manusia,
sarana/ prasarana dan dana yang diperlukan, dirinci menurut program/
proyek, waktu dan lokasi kegiatan.

Pasal 10
(1) Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan merupakan rencana pelaksanaan
jangka satu tahun, bersifat taktis operasional dan kualitatif-kualitatif, yang
meliputi seluruh wilayah Indonesia.
(2) Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan disusun berdasarkan materi:
a. evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan tahun sebelumnya
dan prakiraan perkembangan pembangunan kehutanan dalam waktu yang
akan datang;
b. kebijaksanaan umum, kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanan teknis
serta kebijaksanaan operasional pada tahun berjalan yang mencakup seluruh
bidang kehutanan;
c. tujuan, sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang harus dicapai sebagai
penjabaran sasaran dan REPELITA Kehutanan, dengan memperhitungkan
prakiraan resiko dan kondisi serta faktor ketidakpastian;
d. program, proyek dan tolok ukur/ kegiatan pembangunan kehutanan yang
harus dilaksanakan menurut waktu dan lokasi;
e. alokasi sumberdaya seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana/
prasarana, biaya dan lain-lain menurut program, proyek, kegiatan, waktu
dan lokasi kegiatan.

Pasal 11
(1) Rencana Pembangunan Lima Tahun Kehutanan Propinsi merupakan Rencana
Kehutanan Propinsi yang bersifat strategis dan kualitatif-kualitatif yang meliputi
suatu wilayah propinsi dan mencakup perencanaan seluruh bidang kegiatan
kehutanan.
(2) Rencana Tahunan Kehutanan Propinsi disusun berdasarkan materi:
a. evalusi Pelaksanaan Pembangunan Kehutanan Propinsi dari PELITA
sebelumnya dan prakiraan perkembangan pembangunan kehutanan propinsi
dan nasional;
b. kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan operasional Propinsi dan Nasional;
c. tujuan, sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang harus dicapai, dengan
memperhatikan prakiraan resiko dan kondisi serta faktor ketidakpastian;
d. prioritas serta strategi, program/ proyek dan tolok ukur/ kegiatan
pembangunan kehutanan menurut waktu (tahun) dan lokasi misalnya
kabupaten, Kesatuan Pemangkuan Hutan, Daerah Aliran Sungai, Unit
Pelaksanaan Teknis, dan lain-lain;
e. kebutuhan sumberdaya seperti seperti sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sarana/ prasarana, dana dan lain-lain yang diperlukan menurut
program/ proyek, waktu, dan lokasi kegiatan.

Pasal 12
(1) Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan Propinsi menurut Rencana
Kehutanan Propinsi yang bersifat teknis operasional dan kualitatif-kualitatif
yang meliputi suatu wilayah propinsi serta mencakup perencanaan seluruh
bidang kegiatan kehutanan.
(2) Rencana tahunan Kehutanan Propinsi disusun berdasarkan materi:
a. evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan propinsi tahun
sebelumnya dan prakiraan perkembangan pembangunan kehutanan propinsi
dalam tahun mendatang;
b. kebijaksanaan umum, kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis
serta kebijaksanaan operasional pada tahun berjalan;
c. tujuan, sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang harus dicapai sebagai
penjabaran sasaran REPELITA Kehutanan Propinsi, dengan
memperhitungkan prakiraan resiko dan kondisi serta faktor ketidakpastian;
d. program, proyek atau tolok ukur/ kegiatan pembangunan kehutanan yang
dilaksanakan menurut waktu dan lokasi;
e. alokasi sumberdaya seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana/
prasana, biaya dan lain-lain menurut program proyek, kegiatan, waktu dan
lokasi.

Pasal 13
Rencana Unit Pengelolaan Dua Puluh Lima Tahun (RUPD) merupakan rencana
kegiatan fisik/ teknis, bersifat operasional yang meliputi satu wilayah unit
pengelolaan/ kegiatan.

Pasal 14
(1) Rencana Unit Pengelolaan Dua Puluh Lima Tahun (RUPD) merupakan rencana
unit pengelolaan yang bersifat indikatif perspektif dan kualitatif-kualitatif yang
meliputi suatu unit pengelolaan hutan untuk jangka waktu 25 tahun.
(2) Rencana Unit Pengelolaan Dua Puluh Lima Tahun disusun berdasarkan materi:
a. risalah, prakiraan dan analisa dari keadaan, perkembangan dan
permasalahan dari unit pengelolaan yang bersangkutan dalam bidang
ekonomi, sosial budaya, lingkungan yang terdapat pada dan sekitar unit
pengelolaan hutan tersebut;
b. arah, tujuan dan sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang ingin dicapai
dalam jangka waktu 25 tahun yang disesuaikan dengan kebijaksanaan
umum pembangunan kehutanan;
c. konsepsi, sistem, kebijaksanaan dan cara pelaksanaan yang akan ditempuh;
d. program, proyek, tolak ukur kriteria yang harus dilaksanakan serta prioritas
dan pentahapannya.
Pasal 15
(1) Rencana Unit Pengelolaan Lima tahun (RUPL) merupakan rencana unit
pengelolaan yang memuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka
waktu lima tahun mendatang dan memuat prakiraan dan gambaran bentuk akhir
dari sumberdaya hutan, sarana dan prasarana fisik dan kegiatan yang akan
dilaksanakan dari suatu unit pengelolaan.
(2) Rencana Unit Pengelolaan Lima Tahun disusun berdasarkan materi:
a. risalah, prakiraan dan analisis finansial dan ekonomi, kriteria investasi, dan
lain-lain yang menyangkut, bidang/ sasaran strategis dari unit pengelolaan
yang bersangkutan;
b. arah tujuan dan sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang ingin dicapai
dalam lima tahun mendatang;
c. sistem dan pola pelaksanaan yang akan ditempuh;
d. program, proyek, tolak ukur dan kegiatan yang harus dilaksanakan serta
prioritas dan pentahapannya;
e. kebutuhan sumberdaya seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
sarana/ prasarana, dana dan lain-lain yang diperlukan, dirinci menurut
program, proyek, waktu, dana dan lokasi.

Pasal 16
(1) Rencana Unit Pengelolaan Tahunan (RUPT) merupakan rencana unit
pengelolaan yang memuat semua kegiatan yang harus dilaksanakan dalam tahun
yang bersangkutan.
(2) Rencana Unit Pengelolaan Tahunan disusun berdasarkan materi:
a. evaluasi keadaan, pelaksanaan dan perkembangan, permasalahan dan lain-
lain yang menyangkut bidang dan sasaran strategis dari unit pengelolaan
yang bersangkutan;
b. sasaran kualitatif dan target kuantitatif yang ingin dicapai, dengan
memperhitungkan prakiraan, resiko dan faktor ketidakpastian;
c. program kerja, proyek, tolak ukur yang harus dilaksanakan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan;
d. cara pelaksanaan yang akan ditempuh;
e. alokasi sumberdaya seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana/
prasarana, biaya dan lain-lain yang dirinci menurut waktu dan tempat.

BAB IV
TATA HUBUNGAN RENCANA

Pasal 17
Dasar yang dianut dalam sistem dan prosedur perencanaan ini adalah:
a. semakin panjang waktu rencana dan makin luas cakupan, maka rencana tersebut
akan semakin umum dan tidak detail sedangkan makin pendek jangka waktu
rencana dan makin terbatas cakupan suatu rencana akan semakin khusus dan
terinci;
b. secara keseluruhan semua jenis rencana kehutanan merupakan satu kesatuan,
tidak terpisah satu sama lain, saling berangkai, mengisi dan menunjang secara
serasi dan terpadu;
c. pada hakekatnya rencana yang lebih tinggi tingkatnya, menjadi induk dari
rencana yang lebih rendah, sehingga rencana yang lebih rendah tingkatannya
merupakan penjabaran dari rencana yang lebih tinggi;
d. rencana yang sama tingkatnya, akan saling mengisi dan saling mendukung satu
dengan yang lain;
e. agar rencana kehutanan dapat menampung aspirasi dan seobjektif mungkin maka
proses penyusunannya didasarkan pada top-down (atas-bawah) dan bottom-up
(bawah-atas) planning.

Pasal 18
Berdasarkan pada prinsip sebagaimana tersebut pada Pasal 5 maka tata hubungan
rencana kehutanan disusun sebagai berikut:
a. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan pola Pembinaan dan
Pengembangan Pembangunan Kehutanan yang merupakan sumber utama bagi
penyusunan rencana kehutanan;
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan yang merupakan sumber
dasar dan arahan penyusunaan Rencana Pembangunan Jangka Sedang, Rencana
Pembangunan Tahunan Kehutanan dan Rencana Kehutanan Propinsi;
c. Rencana Lima Tahun Kehutanan Tingkat Propinsi yang merupakan penjabaran
dari Rencana Umum Kehutanan, sedangkan Rencana Pembangunan Lima Tahun
Kehutanan Propinsi sebagai sumber dan arahan penyusunan Rencana
Pembangunan Tahunan Kehutanan Propinsi;
d. Rencana Unit Pengelolaan yang merupakan penjabaran dari rencana yang lebih
tinggi untuk mencapai sasaran yang digariskan.

BAB V
MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA

Pasal 19
(1) Dalam Penyusunan Perencanaan Kehutanan terhadap kewenangan yang saling
berkaitan yaitu:
a. wewenang menyusun rencana;
b. wewenang menilai rencana;
c. wewenang mengesahkan rencana.
(2) Rencana Umum Kehutanan yang terdiri dari: Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kehutanan, Rencana Pembangunan Lima Tahun Kehutanan dan
Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan disusun oleh Sekretaris Jenderal,
atas masukan dari seluruh Eselon I dan dinilai serta disahkan oleh Menteri
Kehutanan.
(3) Rencana Kehutanan Propinsi yang terdiri dari: Rencana Pembangunan Lima
Tahun Kehutanan Propinsi dan Rencana Pembangunan Tahunan Kehutanan
Propinsi disusun oleh Kepala Kantor Wilayah, dinilai oleh Ketua Badan
Perencanan Pembangunan Daerah dan disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
(4) Mekanisme Penyusunan Rencana Unit Pengelolaan Hutan yang terdiri dari
Rencana Unit Pengelolaan Hutan Lima Tahun dan Rencana Unit Pengelolaan
Hutan Tahunan adalah sebagai berikut:
a. Rencana Unit Pengelolaan Hutan Dua Puluh Lima Tahun disusun oleh unit
kerja yang bersangkutan, dinilai oleh Kepala Kantor Wilayah yang
bersangkutan dan disahkan oleh Pejabat Eselon I yang membidangi;
b. Rencana Unit Pengelolaan Hutan Lima Tahun disusun oleh unit kerja yang
bersangkutan, dinilai oleh Kepala Kantor Wilayah dan disahkan oleh
Pejabat Eselon I yang bersangkutan;
c. Rencana Unit Pengelolaan Hutan Tahunan disusun oleh Kepala Unit Kerja
yang bersangkutan, dinilai dan disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah;
d. dalam hal Rencana Unit Pengelolaan Hutan Dua Puluh Lima Tahun dan
Rencana Unit Pengelolaan Hutan Lima Tahun tersebut terdiri dari berbagai
bidang, maka Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan pengesahannya.

BAB VI
PENUTUP

Pasal 20
Pedoman penyusunan untuk tiap-tiap jenis rencana diatur tersendiri.

Pasal 21
Dengan ditetapkan Keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No.
41/ Kpts /DJ/I/1982 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 22
Surat keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
pada tanggal : 24 Agustus 1992
MENTERI KEHUTANAAN,
Tanda tangan
Ir. HASJRUL HARAHAP

Selain Surat Keputusan ini disampaikan kepada Yth.:


1. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, dan Kepala
Badan Lingkup Departemen Kehutanan.
2. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia.
3. Para Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara di lingkungan Departemen
Kehutanan.
4. Para Kepala Dinas Kehutanan Wilayah Departemen Kehutanan di seluruh
Indonesia.
5. Para Kepala Dinas Kehutanan Dati I di seluruh Indonesia.
6. Para Kepala Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kehutanan .

You might also like