You are on page 1of 32

Pengertian Keadilan Dalam Alquran

Alquran merupakan rangkaian petunjuk bagi ummat Islam dalam menuju kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Alquran tidak hanya mengajarkan tentang ibadah baik hubungan seorang manusia dengan tuhannya dan dengan manusia lainnya, tapi juga mengajarkan nilai-nilai kebenaran universal.Di sinilah salah satu letak kesempurnaan Alquran. Ajarannya meliputi semua nilai-nilai kebenaran universal. Petunjuk-petunjuk tersebutlah yang kemudian dikembangkan dan diikuti oleh ummat muslimin dalam menuju kesempurnaan. Salah satu nilai universal yang tercakup dalam Alquran adalah nilai-nilai keadilan. Makalah ini akan menguraikan tentang keadilan dalam Alquran.

B. Defenisi Keadilan Dalam Alquran

1] Kata kerja ini berakar

= keadaan menyimpang).[2] Jadi rangkaian huruf-huruf

tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama dan bengkok atau berbeda. Dari makna J

sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang merupakan makna asal memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.[3] -sama harus

Al-A

mendefinisikannya dengan penempatan sesuatu pada tempat

adalah memberikan hak kepada pemiliknya melalui jalan yang terdekat. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Maraghi c

) dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali di dalam al-Q

5 : 95

13

kali, yakni pada S. al-Baqarah (2): 48, 123, dan 282 (dua kali), S. An-N 106, S. Al-A

4 : 58 S A -M

6 : 70 S A -Nahl (16): 76 dan 90, S. Al-Hujurat (49): 9, serta S. ath-Thalaq (65): 2.

-Quran memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut P 4 : 3 58 129 S P -Syura (42): 15, S. Al-M M ut penelitian M. Quraish Shihab, paling tidak ada empat makna -Quran, antara lain 5 : 8, S. An-Nahl (16): 76, 90, dan S. Al-

pada S. an-N

49 : 9 K

4 : 58

-ayat tersebut yang dimaksud adalah persamaan

dalam hak.[4] Di dalam S. An-N

Apabila [kamu] menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkan dengan adil).

keputusan. Yakni, menuntun hakim untuk menetapkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama, misalnya tempat duduk, penyebutan nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriahan wajah, kesungguhan mendengarkan, memikirkan ucapan mereka, dan sebagainya, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan.

Menurut al-B

dikemukakan pula oleh Rasyid Ridha bahwa keadilan yang diperintahkan di sini dikenal oleh pakar bahasa Arab dan bukan berarti menetapkan hukum (memutuskan perkara) berdasarkan apa yang telah pasti di dalam agama. Sejalan dengan pendapat ini, Sayyid Quthub menyatakan bahwa dasar persamaan itu adalah sifat kemanusiaan yang dimiliki setiap manusia. Ini berimplikasi pada persamaan hak karena mereka sama-sama manusia. Dengan begitu, keadilan adalah hak setiap manusia dan dengan sebab sifatnya sebagai manusia menjadi dasar keadilan dalam ajaran-ajaran ketuhanan.

ini ditemukan di dalam S. al-M

5 : 95

-Infithar (82): 7.

Pada ayat yang disebutkan terakhir, misalnya dinyatakan,

[Allah] Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]-mu seimbang).

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat yang ditetapkan, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Jadi, seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi k

ini menimbulkan keyakinan bahwa Allahlah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui menciptakan serta mengelola

segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan ini nantinya mengantarkan I

L z

v P

di dalam S. al-A

6 : 152

Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat[mu]).

nya

eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat saat terdapat banyak kemungkinan untuk itu. Jadi, keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya. Allah memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya. Di dalam pengertian inilah harus S A I menegakkan keadilan). 3 : 18 A Q =Yang

S A -Baqarah (2):

282; (2) menyandarkan perbuatan kepada selain Allah dan atau menyimpang dari kebenaran, seperti di dalam S. AnN 4 : 135; 3 A -Nya (musyrik), seperti di dalam S. al-A 6:1

dan 150; (4) menebus, seperti di dalam S. al-Baqarah (2): 48, 123 dan S. al-A am (6): 70.

-A

) juga merupakan salah satu al-

kaidah bahasa Arab, apabila kata jadian (mashdar) digunakan untuk menunjuk kepada pelaku, maka hal tersebut mengandung D A A -A = keadilan), maka ini

berarti bahwa Dia adalah pelaku keadilan yang sempurna.

Dalam hal ini, M. Quraish Shihab menegaskan bahwa manusia yang bermaksud meneladani sifat Al

ini -- setelah meyakini keadilan Allah -- dituntut untuk menegakkan keadilan walau terhadap keluarga, ibu, bapak, dan dirinya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. keadilan pertama yang dituntut adalah dari dirinya dan terhadap dirinya sendiri, yakni dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal

dan agama; bukan menjadikannya tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agama. Karena jika demikian, ia justru tkan sesuatu pada tempatnya yang wajar.[5]

C. Keadilan Dalam Alquran.

-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,

menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah M M QS A -Maidah [5]: 8)

hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati, sebagaimana di masa

lampau dan seharusnya di masa mendatang. Dalam Islam, antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini tergambar dengan sangat jelas dalam surat di atas. Keadilan adalah perbuatan yang paling takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia.

A D W

m Alquran sering terkait dengan

manusia, baik dengan menolak kemewahan maupun aksetisme yang berlebihan. Sikap seimbang langsung memancar dari sikap tauhid atau keinsyafan mendalam akan hadirnya Tuhan Yang Maha Esa dalam hidup, yang berarti kesadaran akan kesatuan tujuan dan makna hidup seluruh alam ciptaan-Nya. [6]

Mendalamnya makna keadilan berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya dengan amanat (amanah, titipan suci dari tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan.

Ayat di atas juga mencerminkan beberapa prinsip berikut;[7] Pertama, berlaku amanat. Setiap orang mampu menjaga kehidupan materinya dan bekerja untuk menghidupi keluarga. Seorang mukmin tidak diperkenankan untuk berlaku curang, bohong dan khianat. Kedua, berlaku adil dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.

memerintahkan kepada kalian untuk berlaku amanat dalam kepemimpinan kalian, tempatkanlah sesuatu pada tempat

dan tuannya, jangan pernah mengambil sesuatu kecuali Allah mengizinkannya, jangan berbuat zalim, berlaku adil adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum di antara manusia. Semua ini adalah perintah Allah yang A S J

kalangan

Islam. Keadilan dalam distribusi pendapatan menghancurkan setiap gerakan kezaliman dalam pemerintahan. Seorang pemimpin Muslim harus bisa berlaku amanah setiap menerima titipan, menyampaikan kesaksian dan lain sebagainya. Perintah untuk berlaku ad

Rasyid Ridha, seorang ulama besar dan pembaru Islam asal Mesir, sangat menekankan keadilan dalam pemikirannya. R T B A M lahan yang lebih buruk A

sebagaimana sanksi yang diberikan Allah kepada orang yang melalaikan shalat.[8]

Islam bukan cuma ritual-ritual bagaimana individu berhubungan dengan sang Pencipta. Tapi, Islam juga menginginkan tegaknya suatu masyarakat yang adil dan makmur di mana setiap orang diperlakukan dengan layak dan dihargai sebagai manusia. Tanpa itu, ungkapan yang sering kita dengar dan kalimat I

akan kehilangan taringnya dan mengawang-awang di angkasa serta tidak akan pernah menginjakkan kakinya di bumi. Hal ini tentunya sangat tidak diinginkan oleh Islam.

Kaum Muslim awal (Nabi Muhammad dan para sahabatnya) telah berhasil membumikan pesan keadilan Alquran dalam suatu tatanan masyarakat yang mereka bentuk di Madinah. Hal ini tidak hanya diakui oleh umat Islam saja. Robert N. Bellah-pensiunan Guru Besar sosiologi (Elliot Profesor) pada Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat-dalam bukunya On Religion Beyond Belief. Essays in a Post-Traditionalist World (Melampaui Kepercayaan: Esei-esei Agama di Dunia Pos-Tradisionalis), mengakui bahwa masyarakat yang dibangun Nabi di Madinah adalah masyarakat yang menegakkan keadilan dan menjadi masyarakat yang sangat demokratis untuk masa dan zamannya.

Mengenai penegakan keadilan, Ibnu Taimiyah memperingatkan bahwa seorang pemimpin yang adil akan mampu menegakkan negara walaupun ia kafir. Namun, seorang pemimpin yang zalim malah akan menghancurkan negara M H c A -H z N I

Untuk itu, sudah merupakan kepentingan negara Islam berlaku adil untuk warga Muslim ataupun pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya, tak terkecuali walau bukan dari golongan Muslim sekalipun. Ketetapan hukum inilah yang kemudian dipakai dalam memperlakukan kelompok minoritas agama, baik itu warga negara ataupun penduduk asing.

D. Konsep Keadilan dan Redefenisi Keadilan.

Tidak dapat dipungkiri, al-Qur'an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan yang mudah diperoleh secara gamblang itu. Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri itu, lalu muncul idealisme atas al-Qur'an sebagai sumber pemikiran paling baik tentang keadilan Kebetulan persepsi semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan Islam sendiri tentang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Adil. Bukankah kalau Allah sebagai sumber keadilan itu sendiri, lalu sudah sepantasnya al-Qur'an yang menjadi firmanNya (kalamu Allah) juga menjadi sumber pemikiran tentang keadilan?

Cara berfikir induktif seperti itu memang memuaskan bagi mereka yang biasa berpikir sederhana tentang kehidupan, dan cenderung menilai refleksi filosofis yang sangat kompleks dan rumit. Mengapakah kita harus sulit-sulit mencari pemikiran dengan kompleksitas sangat tinggi tentang keadilan? Bukankah lebih baik apa yang ada itu saja segera diwujudkan dalam kenyataan hidup kaum Muslimin secara tuntas? Bukankah refleksi yang lebih jauh hanya akan menimbulkan kesulitan belaka? "Kecenderungan praktis" tersebut, memang sudah kuat terasa dalam wawasan teologis kaum skolastik (mutakallimin) Muslim sejak delapan abad terakhir ini. Argumentasi seperti itu memang tampak menarik sepintas lalu. Dalam kecenderungan segera melihat hasil penerapan wawasan Islam tentang keadilan dalam hidup nyata. Apalagi dewasa ini justru bangsa-bangsa Muslim sedang dilanda masalah ketidakadilan dalam ukuran sangat massif. Demikian juga, persaingan ketat antara Islam sebagai sebuah paham tentang kehidupan, terlepas dari hakikatnya sebagai ideologi atau bukan, dan paham-paham besar lain di dunia ini, terutama ideologi-ideologi besar seperti Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme dan Liberalisme. Namun, sebenarnya kecenderungan serba praktis seperti itu adalah sebuah pelarian yang tidak akan menyelesaikan masalah. Reduksi sebuah kerumitan menjadi masalah yang disederhanakan, justru akan menambah parah keadaan.

Kaum Muslim akan semakin menjauhi keharusan mencari pemecahan yang hakiki dan berdayaguna penuh untuk jangka panjang, dan merasa puas dengan "pemecahan" sementara yang tidak akan berdayaguna efektif dalam jangka panjang. Ketika Marxisme dihadapkan kepada masalah penjagaan hak-hak perolehan warga masyarakat, dan dihadapkan demikian kuatnya wewenang masyarakat untuk memiliki alat-alat produksi, pembahasan masalah itu oleh pemikir Komunis diabaikan, dengan menekankan slogan "demokrasi sosial" sebagai pemecahan praktis yang menyederhanakan masalah. Memang berdayaguna besar dalam jangka pendek, terbukti dengan kemauan mendirikan negara-negara Komunis dalam kurun waktu enam dasawarsa terakhir ini. Namun, "pemecahan masalah" seperti itu ternyata membawa hasil buruk, terbukti dengan "di bongkar pasangnya" [9]

Komunisme dewasa ini oleh para pemimpin mereka sendiri di mana-mana. Rendahnya produktivitas individual sebagai akibat langsung dari hilangnya kebebasan individual warga masyarakat yang sudah berwatak kronis, akhirnya

memaksa parta-partai Komunis untuk melakukan perombakan total seperti diakibatkan oleh perestroika dan glasnost di Uni Soviet beberapa waktu lalu. Tilikan atas pengalaman orang lain itu mengharuskan kita untuk juga meninjau masalah keadilan dalam pandangan Islam secara lebih cermat dan mendasar. Kalaupun ada persoalan, bahkan yang paling rumit sekalipun, haruslah diangkat ke permukaan dan selanjutnya dijadikan bahan kajian mendalam untuk pengembangan wawasan kemasyarakatan Islam yang lebih relevan dengan perkembangan kehidupan umat manusia di masa-masa mendatang. Berbagai masalah dasar yang sama akan dihadapi juga oleh paham yang dikembangkan Islam, juga akan dihadapkan kepada nasib yang sama dengan yang menentang Komunisme, jika tidak dari sekarang dirumuskan pengembangannya secara baik dan tuntas, bukankah hanya melalui jalan pintas belaka. Pembahasan berikut akan mencoba mengenal (itemize) beberapa aspek yang harus dijawab oleh Islam tentang wawasan keadilan sebagaimana tertuang dalam al-Qur'an. Pertama-tama akan dicoba untuk mengenal wawasan yang ada, kemudian dicoba pula untuk menghadapkannya kepada keadaan dan kebutuhan nyata yang sedang dihadapi umat manusia. Jika dengan cara ini lalu menjadi jelas hal-hal pokok dan sosok kasar dari apa yang harus dilakukan selanjutnya, tercapailah sudah apa yang dikandung dalam hati. [10]

Al-Qur'an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata 'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh al-Qur'an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata 'adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta'dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan 'adl dalam arti tebusan). Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam al-Qur'an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan ("Hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan "). Secara keseluruhan, pengertianpengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan.

Dari terkaitnya beberapa pengertian kata 'adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi "warna keadilan " mendapat tempat dalam al-Qur'an, sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu'tazilah dan Syi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka. Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur'an agar manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya.[11] Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam al-Qur'an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi juga mereka yang beragama lain.

Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusan-urusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.

Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan oleh al-Qur'an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda, wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan. Orientasi sekian banyak "wajah keadilan " dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak karikatif maupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian sedikit banyak berwatak straktural.

Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur'an itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam al-Qur'an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari revolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentu dengan segenap bahayabahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilan ideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini, bahwa sifat dasar wawasan keadilan yang dikembangkan al-Qur'an ternyata bercorak mekanistik, kurang bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan keadilan itu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legalformalistik.Mengingat sifat dasar wawasan keadilan yang legal-formalistik dalam al-Qur'an itu, secara langsung kita dapat melihat adanya dua buah persoalan utama yaitu keterbatasan visi yang dimiliki wawasan keadilan itu sendiri, dan bentuk penuangannya yang terasa "sangat berbalasan" (talionis, kompensatoris). Keterbatasan visi itu tampak dari kenyataan, bahwa kalau suatu bentuk tindakan telah dilakukan, terpenuhilah sudah kewajiban berbuat adil, walaupun dalam sisi-sisi yang lain justru wawasan keadilan itu dilanggar. Dapat dikemukakan sebagai contoh, umpamanya, seorang suami telah "bertindak adil" jika "berbuat adil" dengan menjaga ketepatan bagian menggilir dan memberikan nafkah antara dua orang isteri, tanpa mempersoalkan apakah memiliki dua orang isteri itu sendiri adalah sebuah tindakan yang adil. Dengan demikian, pemenuhan tuntutan keadilan yang seharusnya berwajah utuh, lalu menjadi sangat parsial dan tergantung kepada pelaksanaan di satu sisinya belaka.

Warna kompensatoris dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur'an itu juga terlihat dalam sederhananya perumusan apa yang dinamakan keadilan itu sendiri. Wanita yang diceraikan dalam keadaan hamil berhak memperoleh santunan hingga ia melahirkan anak yang dikandungnya, cukup dengan jumlah tertentu berupa uang atau bahan makanan. Sangat terasa watak berbalasan dari "pemenuhan keadilan " yang berbentuk seperti ini, karena ada "pertukaran jasa" antara mengandung anak (bagi suami) dan memberikan santunan material (bagi isteri). Dari pengamatan akan kedua hal di atas lalu menjadi jelas, bahwa permasalahan utama bagi wawasan keadilan dalam

pandangan al-Qur'an itu masih memerlukan pengembangan lebih jauh, apalagi jika dikaitkan dengan perkembangan wawasa keadilan dalam kehidupan itu sendiri.

Sampai sejauh manakah dapat dikembangkan wawasan demokrasi yang utuh bila dipandang dari sudut wawasan keadilan yang dimiliki al-Qur'an itu? Dapatkah kepada kelompok demokrasi yang utuh bila dipandang dari sudut wawasan keadilan yang dimiliki al-Qur'an itu? Dapatkah kepada kelompok minoritas agama diberikan hak yang sama untuk memegang tampuk kekuasaan? Dapatkah wawasan keadilan itu menampung kebutuhan akan persamaan derajat agama dikesampingkan oleh kebutuhan akan hukum yang mencerminkan kebutuhan akan persamaan perlakuan hukum secara mutlak bagi semua warga negara tanpa melihat asal-usul agama, etnis, bahasa dan budayanya? Dapatkah dikembangkan sikap untuk membatasi hak milik pribadi demi meratakan pemilikan sarana produksi dan konsumsi guna tegaknya demokrasi ekonomi? Deretan pertanyaan fundamental, yang jawabanjawabannya akan menentukan mampukah atau tidak wawasan keadilan yang terkandung dalam al-Qur'an memenuhi kebutuhan sebuah masyarakat modern di masa datang. Diperlukan kajian-kajian lebih lanjut tentang peta permasalahan seperti dikemukakan di atas, namun jelas sekali bahwa visi keadilan yang ada dalam al-Qur'an dewasa ini harus direntang sedemikian jauh, kalau diinginkan relevansi berjangka panjang dari wawasan itu sendiri. Jelas, masalahnya lalu menjadi rumit dan memerlukan refleksi filosofis, di samping kejujuran intelektual yang tinggi untuk merampungkannya secara kolektif. Masalahnya, masih punyakah umat Islam kejujuran intelektual seperti itu, atau memang sudah tercebur semuanya dalam pelarian sloganistik dan "kerangka operasionalisasi" serba terbatas, sebagai pelarian yang manis?

E. Penutup.

Kata K

) dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali di dalam al-Q

13

-Quran memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut K A

mengakibatkan keragaman ma

mencakup pengertian dan bidang yang berbeda. Beberapa makna keadilan dalam Alquran adalah persamaan dalam hak, mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan, berada di pertengahan dan mempersamakan, seimbang, perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya.

5 Bukti Kebenaran Nama Allah SWT Al-Adlu (Maha Adil)


Desember 16, 2011zuhdi20abdillahTinggalkan KomentarGo to comments

Kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya tahu dan faham akan nama-nama Allah Azza wa Jalla yang berjumlah 99 yang terlampir dalam Asma u al-Husna. Dan namanama Allah Azza wa Jallah tersebut bukan hanya sekedar pengertian atau wacana agama Islam itu sendiri melainkan itu memang gambaran dari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla yang sangat amat sempurna dan terbukti kebenarannya sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa dengan Asma u al-Husna saja tidak cukup untuk menggambarkan Keagungan dan Kesempurnaan Allah Azza wa Jalla sebagai pencipta alam semesta ini begitu pula alam Akhirat yang tidak diragukan lagi keberadaannya kecuali oleh orang-orang yang tidak berakal. Adapun di sini akan dijelaskan mengenai 5 bukti dari sekian banyak bukti dari nama Allah Azza wa Jalla, yaitu Al Adlu (Maha Adil). Dan bukti-bukti tersebut juga menguatkan akan kebenaran agama Islam sebagai agama Rahmatan li al-Alamin yang dibawa oleh nabi yang bergelar al-Amin. Dan 5 bukti tersebut adalah : (Pertama). Adalah dalam hal niat yang merupakan penentu dari arah amalan-amalan yang kita perbuat karena niat tersebut berfungsi sebagai lentera atau cahaya yang akan menuntun dan menerangi perjalanan seorang hamba dalam bertemu Allah Azza wa Jalla. Jika lentera tersebut memancar dengan terang, maka menjadi teranglah perjalanannya dalam bertemu Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, jika cahaya lentera tersebut redup, maka menjadi redup pulalah jalan yang akan dilalui oleh seorang hamba untuk bisa bertemu dengan Allah Jalla Yang Maha Pencipta dan Maha Mengadakan lagi Maha Pembentuk. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah saw : Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya. (HR. Bukhary-Muslim dari Umar bin Khoththob radhiallahu anhu). Dari sini sudah jelas bahwa bahea niat merupakan syarat layak atau diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat karena Allah Azza wa Jalla. Adapun bukti yang menunjukkan bahwasanya Allah Azza wa Jalla Maha Adil di sini adalah segaimana disebutkan dalam dua hadist di bawah ini :..Barangsiapa berniat akan berbuat kebaikan tanpa sempat mengerjakannya, maka Allah mencatat untuknya satu kebaikan...(HR. Bukhari Muslim) ..Jika orang berniat melakukan kejahatan, tetapi tidak dikerjakan, maka Allah memberinya satu kebaikan. (HR. Bukhari Muslim) Dari dua hadist tersebut kita tahu betapa Allah Maha Adil. Bagaimana tidak, andai saja jika kita berniat melakukan kejahatan kemudian Allah Azza wa Jalla mencatat bagi kita satu kejahatan meskipun kita tidak mengerjakannya seperti halnya Allah mencatat satu kebaikan bagi yang berniat berbuat kebaikan meskipun tidak mengerjakannya, bisa dibayangkan berapa kejahatan yang sudah tercatat hanya karena niat buruk kita. (Kedua). Adalah dalam hal perbuatan yang tentunya tidak terlepas dari catatan Allah Azza wa Jalla lewat dua malaikat-Nya (Rakib Atid) yang senantiasa menemani kita di setiap langkah kita, apapun dan bagaimanapun bentuknya. Lalu dari segi manakah kiranya bukti akan sifat Allah Azza wa Jalla yang Maha Adil ? Coba kita perhatikan dengan seksama firman Allah Azza wa Jalla dan hadist Rasulullah berikut ini : Barang siapa berbuat kebaikan mendapat sepuluh kali lipat amalnya.. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (al-Anam: 160). ..Apabila orang berniat kebaikan, kemudian dia mengerjakannya, maka Allah mencatat untuknya sepuluh kebaikan atau lebih banyak lagi.(HR. Bukhari Muslim) Jika orang berniat jahat, kemudian dia laksanakan, maka dicatat baginya satu kejahatan. (HR. Bukhari Muslim) Dari ayat dan hadist tadi kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya Allah Azza wa Jalla betul -betul Maha Adil, buktiya Allah memberi dispensasi bagi yang melakukan kejahatan dengan mendapat balasan yang seimbang atau setara dengan apa yang diperbuat, beda halnya dengan jika kita berbuat kebaikan yang dihadiahkan dengan sepuluh

kebaikan. Di sini karena Allah SWT lebih faham akan kekurangan kita atau kelemahan kita yaitu dorongan untuk melakukan kejahatan dalam diri kita cendrung lebih besar daripada dorongan untuk melakukan kebaikan yang disebabkan oleh godaan syetan yang terkutuk. . (Ketiga). Adalah dalam hal keutamaan kaum hawa dalam berbakti kepada suaminya yang merupakan kewajiban sebagai seorang istri, sebagaimana sabda Rasulullah saw :perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita pada hari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya terhadap suami. (HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah) Adapun tanda-tanda yang membuktikan adanya bentuk keadilan Allah Yang Maha Adil terhadap kaum hawa adalah tentang 10 wasiat Rasulullah saw terhadap Fathimah az-Zahra yang berbunyi : 1. Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu. 2. Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikana dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah 3. Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu org yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang 4. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti. 5. Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah 6. Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat. 7. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah. 8. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih. 9. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wannita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. 10. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat. Jadi berikut adalah bentuk keadilan Allah terhadap kaum wanita yang mungkin tidak dapat melakukan sebagian pekerjaan mulia yang dapat dikerjakan oleh kaum lelaki, tetapi dengan wujud keadilah Allah Yang Maha Adil kaum wanita memiliki porsi pahala yang sama besarnya dengan kaum lelaki meskipun dengan amalan-amalan yang berbeda seperti amalan-amalan yang telah Rasulullah saw wasiatkan kepada putrinya Fathimah az-Zahra dan seluruh kaum wanita diwaktu itu dan sesudahnya. Bukti lain adalah ketika para mujahid berjihad melawan musuh dan gugur, maka dia mati syahid. Begitu pula dengan perempuan yang berjihad melahirkan anaknya yang rasanya seperti antara hidup dan mati kemudian dia meninggal seketika itu atau setelah ia melahirkan makan dia bisa dikatakan mati syahid tanpa harus terjun ke medan perang. Wallahu Alam. (Keempat). Adalah dalam hal warisan yang memberikan porsi lebih banyak kepada lelaki daripada perempuan yaitu bagian laki-laki dua kali bagian perempuan sebagaiman firman Allah SWT: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempua..(an-Nisa : 11). Bukti akan kebenaran sifat Allah SWT Yang Maha Adil di sini adalah bahwasanya Allah SWT melebihkan bagian lelaki atas wanita dalam hal warisan, karena kenyataannya lelakilah yang oleh syariat dibebankan tanggung jawab untuk memberi nafkah keluarga dan membebaskan perempuan dari kewajiban tersebut meskipun perempuan boleh saja ikut mencari nafkah. Para laki-laki juga diwajibkan oleh ajaran Islam untuk mengeluarkan mas kawin untuk diberikan

kepada istrinya sebagai cerminan cinta kasih sayangnya ketika keduanya menikah, sedangkan perempuan tidak dibebani apa-apa. Oleh sebab itu, maka tentu tepat dan adil jika dalam aturan pembagian warisan, laki-laki mendapatkan bagian yang melebihi bagian perempuan, karena jika tidak demikian, maka hal itu justru akan menzalimi kaum laki-laki. Dan perlu disadari bahwa bagian warisan perempuan yang lebih sedikit, sebenarnya akan tertutupi dengan maskawin dan nafkah yang menjadi haknya. (Kelima). Selanjutnya adalah mengenai keutamaan bulan Ramadhan. Bulan, dimana Al-Qur`an diturunkan, bulan yang penuh berkah dengan pelipat gandaan pahala sebuah amalan, bulan yang penuh pengampunan. Bulan, dimana pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat, dan bulan di mana para syaitan dibelenggu dari menggoda manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : Jika Bulan Ramadhan telah tiba, maka (pintu) surga dibuka lebar-lebar, (pintu) neraka ditutup rapat-rapat, dan para syetan dibelenggu.( HR. Muslim ) Dan bukti yang menunjukkan Allah Maha Adil di sini adalah mengenai pelipat gandaan pahala sebuah amalan terutama pada malam Lailatul Qadar, yaitu satu malam kemuliaan yang lebih baik daripada seribu bulan, sebagaimana yang terlampira dalam al-Quran: Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.# Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?# Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.# Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.# Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (al-Qadr : 1-5) Bulan Ramadhan Allah SWT anugrahkan hanya kepada ummat nabi Muhammad saw, tidak pada umat nabi-nabi sebelumnya itu bukan karena Allah pilih kasih terhadap umat nabi Muhammad saw melainkan ada maksud atau hikmah tertentu. Salah satunya ialah dikarenakan umur umat nabi Muhammad tedak sepanjang umur umat nabi-nabi sebelumnya yang beratus-ratus hingga beribu-ribu tahun. Oleh karenanya umat Muhammad saw tidak memiliki waktu yang panjang seperti umat nabi-nabi sebelumnya untuk beribadah. Namun dengan adanya bulan Ramadhan yang di dalamnya penuh dengan kelipatan-kelipatan pahala kebaikan dari segalam macam amal ibadah, umat nabi Muhammad saw dapat mengimbangi jumlah pahala kebaikan umat-umat nabi sebelumnya walaupun dengan umur yang pendek. Wallahu Alam. Demikianlah 5 bukti dari sekian banyak bukti-bukti kebenaran sifat Allah Al-Adlu yang dapat kami sampaikan kepada para pembaca yang insyaallah dirahmati Allah. Dan saya minta maaf apabila ada prakata-prakata yang kurang berkenan di hati pembaca sekalian dan terima kasih bagi saudara-saudari yang sudi kiranya berkunjung di blog ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua .Amin

MEMETIK KEAGUNGAN SURAT AL IKHLASH

admin September 7, 2012 No Comments Surat Al Ikhlash termasuk diantara suratA Q S c -ulang, hampir-hampir sudah menjadi bacaan harian bagi setiap muslim baik ketika sholat ataupun dzikir. Bukan karena surat ini pendek dan mudah di hafal. N R ca surat yang mulia ini. Lebih dari itu surat yang mulia ini mengandung makna-makna yang penting dan mendalam. Oleh karena itu meski surat ini pendek tapi memiliki kedudukan yang tinggi dibanding surat-surat lainnya. Bahkan kedudukannya sama dengan seperti A Q Para pembaca yang mulia, pada edisi kali ini kami sajikan tentang kandungan-kandungan penting dan mendalam dalam surat Al I c -kandungan penting tersebut dalam kehidupan kita. Kedudukan Surat Al Ikhlas D A B A S A -K : A R c -ulang: K S N M N c sabda: .

D -Nya. Sesungguhnya surat Al Ikhlas benar-benar menyamai sepertiga Al-Q HR A -Bukhari Bab F Q 5014 P A I A Q K A Q mengandung tiga pokok yang paling mendasar yaitu; pertama: Tauhid, Kedua: Kisah-kisah rasul dan umatnya, Ketiga: Hukum Sedangkan surat Al Ikhlas ini, mengandung pokok-pokok dan kaidah-kaidah ilmu tauhid. Atas dasar inilah surat Al Ikhlash menyamai sepertiga Al-Q

Kandungan Surat Al-Ikhlas A : 1 2 (3 4) K : D -lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, Dan tiada seorangpun yang setara dengan-N QS A -Ikhlas: 1-4) Dalam ayat pertama: K : D A Y M E P c A A A mengandung sifat ahadiyyah yang bermakna esa atau tunggal. Dia-lah esa dalam segala nama-nama-Nya yang mulia dan esa pula dalam seluruh sifat-sifat-Nya yang sempurna. Dia-lah esa, tiada siapa pun yang semisal dan serupa dengan keagungan dan kemulian A Kalau kita memperhatikan penciptaan alam semesta ini dari bumi, langit, matahari, bulan, lautan, gunung-gunung, bukit-bukit, iklim/suhu dan seluruh makhluk yang di alam ini, semuanya tertata rapi dan serasi menunjukkan bahwa pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta A A : D -lah Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat ada sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak akan menemukan sesuatu yang c c A M : 2-3) Dan juga firman-Nya (artinya): S sungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tandaA A B : 164 Fitrah manusia yang c A S :

Dan pada segala sesuatu terdapat tanda-tanda bagi-Nya Yang semua itu menunjukkan bahwa Allah adalah Esa. Kalau sekiranya yang menguasai dan mengatur bumi dan langit serta seluruh alam ini lebih dari satu niscaya bumi dan langit serta c A : S c A A -Anbiya: 22) D A B c A a dan sesembahanA S A c pengaturan dan pengusaan alam semesta ini, maka seharusnya DiaA S A : H R c -orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa, (karena) Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk kalian; Karena itu janganlah kalian menjadikan sekutuA A B : 21-22) Bahkan sesungguhnya kitab suci Al-Q N menjelaskan tentang keesaan Allah s c A S -Nya: D K K : B sesembahan yang berhak disembah melainkan Aku, maka sembahlah kamu sekalian kepada-K A -A : 25 D A : A R -N Dalam ayat ini Allah subha -Nya pula adalah Ash Shomad. Yang mengandung makna bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya tempat bergantung dari seluruh makhluk. Dia-lah yang memenuhi seluruh kebutuhan makhluk-Nya. Karena Dia-lah Yang Maha Kaya dengan kekayaan yang tiada batas dan Dia pula Yang Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tiada tara. Tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudharat kecuali hanya Allah subhanahu A : J A c D A menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-N Y : 107 R bersabda: T c A HR A B A R -Nya menegaskan bahwa makhluk itu lemah dan tidak punya daya dan kekuatan. Oleh karena itulah Allah sub -satunya untuk bergantung dari seluruh makhluknya. L A ?A barokah, mempersembahkan sesembelihan kepada se A P sesembelihan diperuntukan sang penunggu pohon, gunung, laut, kuburan atau selainnya. Tentu hal itu sangat tidak pantas, karena A A A nciptaan dan pengaturan, Dia-lah pula yang maha esa dalam D D A S -satuya bergantung dari seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia-lah pula yang berhak untuk diibadahi semata. Dalam ayat ketiga Al : D

A A D Da pun tidak meliki istri. Sehingga Dia-lah esa dalam segala sifat-sifat-Nya yang tiada setara dengan-N A menegaskan dalam firman-Nya: D c M D D D c ptakan D A -A : 101 S Y Uz A N I A n trinitas, tidak benar pula perkataan orang-orang musyrikin Quraisy bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Subhanallah (Maha Suci Allah) dari apa yang mereka katakan. D A : D -N A A I dengan sifat-sifat Allah yang maha mulia dan sempurna. Sebagaimana juga ditegaskan dalam ayat-ayat lainnya, diantaranya; D K : S A -Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar A I : 111 Keutamaan surat Al Ikhlas Di antara keutamaan surat Al-Ikhlash adalah sebagai berikut: 1 M c A D A N us seorang shahabat dalam sebuah pertempuran. Lalu dia mengimami sholat dan selalu membaca surat Al Ikhlas. Tatkala mereka kembali dari pertempuran mereka N B : T yang melatarbelakangi dia L D : K A I t A R A c M N : K A c HR A -Bukhari no. 7375) 2. Mendapatkan Jannah D A H : A N au mendengar seseorang membaca: L : D J HR A T D 3 D D B K shalat dan mem c L Majah : D A A z : K c : -Nya. Sungguh dia telah meminta dengan nama-Nya yang mulia, yang jika ia HR A D T z I nu : A A I N HR A -Bukhari) -tiba ada seorang shahabat H : M R ? B : Al

Isi Kandungan Surat Al Ikhlas


20th June 2013 | Cat: Surat Al Ikhlas | 298 Views | No Comments

1 K : D -lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4 D D Surat ini terdiri atas 4 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah sesudah surat An Naas. Dinamakan Al Ikhlas karena surat ini sepenuhnya menegaskan kemurnian keesaan Allah s.w.t. Pokok-pokok isinya: Penegasan tentang kemurnian keesaan Allah s.w.t. dan menolak segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya. Surat Al Ikhlash ini menegaskan kemurnian keesaan Allah s.w.t. Keutamaan: Terdapat banyak hadist yang menyebut keutamaan surat ini, bahwa membacanya sama seperti pahala membaca sepertiga isi alQ lasan isi surat al-Ikhlas. Sebab lain karena mengandung tiga dasar-dasar umum syariat; yaknitauhid, ketetapan larangan-larangan (hudud) dan hukum-hukum, serta penjelasan hal amal perbuatan yang menjamin kemurnian tauhid. Hadist riwayat Bukhori, Abu Daud N A S -Khudhri mengatakan, bahwa ada seseorang mendengar orang lain membaca Qul huwa Allahu ahad berulang kali, lalu ketika datang waktu pagi orang itu datang menceritakannya kepada Nabi SAW. seakan meremehkan bacaan itu, maka N SAW : D A jiwaku berada dalam kuasaNya. Sesungguhnya bacaan surat al-Ikhlas itu sama dengan sepertiga isi Al-Q

Hadist lain diriwayatkan Imam Bukhori dari Abu Said RA berkata, bahwa Rasul SAW bertanya kepada para Sahabat: T kalian membaca isi Al-Q ? ya Rasulullah, maka Nabi menunjukkan bahwa Allahu Al-wahid Ash-shomad merupakan sepertiga al-Q Imam Muslim dan T z A H RA R SAW : B membacakan kepada kalian sepertiga Al-Q membacakan Qul huwa Allahu ahad lalu masuk lagi yang menyebabkan para sahabat saling bertanya sendiri. Maka Rasulullah SAW : A c -Q L N SAW : A c -Q al-I I A T z N kalian membaca isi Al-Q ? maka dia di malam itu telah membaca sepertiga al-Q A A -A N SAW : T kah c Qul huwa Allahu ahad, Allah ash-shomad di suatu malam,

HUBUNGAN SURAT AL IKHLASH DENGAN SURAT AL FALAQ Surat Al Ikhlash menegaskan kemurnian Allah s.w.t. sedang surat Al Falaq memerintahkan agar semata-mata kepada-Nya-lah orang memohon perlindungan dari segala macam kejahatan. TAFSIR: Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.(QS. 112:1) Dahhak meriwayatkan bahwa orang-orang musyrik mengutus kepada Nabi Muhammad SAW Amir bin Tufail, menyampaikan amanah N : E c moyangmu. Jika engkau miskin dan mau kaya kami berikan engkau harta. Jika engkau gila kami obati. Jika engkau ingin wanita cantik N : A A Y M E c T A R A penyembahan berhala

R T A D ? A menurunkan surah ini. (HR. Dahhak) Surah ini meliputi dasar yang paling penting dari risalah Nabi SAW. iaitu mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya serta meletakkan pedoman umum dalam beramal sambil menerangkan amal perbuatan yang baik dan yang jahat, menyatakan keadaan manusia sesudah mati mulai dari sejak berbangkit sampai dengan menerima balasannya berupa pahala atau dosa. T B A dengan bertafakur yang mendalam, niscaya jelaslah kepadanya bahwa semua penjelasan dan keterangan yang terdapat dalam Islam tentang tauhid dan kesucian Allah dari segala macam kekurangan merupakan perincian dari isi surah ini. Pada ayat ini Allah menyuruh Nabi-Nya menjawab pertanyaan orang-orang yang menanyakan tentang sifat Tuhannya, bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Esa, tidak tersusun dan tidak berbilang, karena berbilang dalam susunan zat berarti bahwa bagian kumpulan itu memerlukan bagian yang lain, sedang Allah sama sekali tidak memerlukan sesuatu apapun. Tegasnya keesaan Allah itu meliputi tiga hal: Dia Maha Esa pada zat-Nya, Maha Esa pada sifat-Nya dan Maha Esa pada afal-Nya. Maha Esa pada zat-Nya berarti zat-Nya tidak tersusun dari beberapa zat atau bagian. Maha Esa pada sifat-Nya berarti tidak ada satu sifat makhlukpun yang menyamai-N M E -Nya berarti hanya Dialah yang membuat semua perbuatan sesuai dengan firman-Nya. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkat : J ! (Q.S. Yasin: 82). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(QS. 112:2) Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,(QS. 112:3) Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai anak. Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak lakilaki Allah. Dalam ayat lain yang sama artinya Allah berfirman: Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orangM A T -anak perempuan dan untuk mereka anak-anak laki-laki, atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan (nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar: A D mereka benar-benar orang yang berdusta. (Q.S. As Saffat: 149-152). Dan Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Dengan demikian Dia tidak sama dengan makhluk lainnya, Dia berada tidak didahului oleh tidak ada. Maha suci Allah dari apa yang tersebut. I A : D M I AS I an terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah anak Allah

AGAMA : SIFAT WAJIB, MUSTAHIL,DAN JAIZ BAGI ALLAH SWT DAN RASUL
Sifat Wajib, Mustahil, Jaiz bagi Allah SWT dan Rasul

A. SIFATSIFAT WAJIB ALLAH


1. Wujud Wujud artinya ada , Dalilnya firman Allah dalam Al-Quran ( Qs As-Sajadah : 4) Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
[1188] bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya. [1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

2. Qidam Qidam berarti Dahulu yakni ada tanpa awal dan akhir, Dalilnya firman Allah swt ( Qs. AlHadid :3) Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. [1452] yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang Telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang Akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya Karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal. 3. Baqo Baqo berarti kekal. Dalilnya firmannya adalah: ( QS. Ar-Rahman :27 ) Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan 4. Mukhoolafatul lil hawaadist

Artinya bahwa Allah tidak sama dengan yang baru ( alam/makhluk). Dalilnya firman Allah SWT (Qs. Asy-Syuuro: 11)

(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasanganpasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat. 5. Qiyamuhu Binafsih Artinya Allah berdiri sendiri, tidak membutuhkan pertolongan dari makhluk Nya. Dalilnya Firman Allah SWT ( Qs. Al-Ankabuut : 6 ) Dan barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. 6. Wahdaniyah Wahdaniyah berarti bahwa Allah bersifat esa dan tidak berbilang. Dalilnya firman Allah SWT . Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa 7. Qudrat Qudrat berarti bahwa Allah Maha Kuasa. Dalilnya firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 20 ) Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. 8. Irodat Irodat berarti bahwa Allah berkehendak segala sesuatu atau bahwa Allah maha berkeinginan atas segala sesuatu. Dalilnya firman Allah SWT ( Qs. Al-Buruuj : 16 ) Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. 9. Ilmu Ilmu berarti bahwa Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu. Dalalnya firman Allah swt (Qs. An-Nisa : 176) Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[387]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudarasaudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian

dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. [387] kalalah ialah: seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak. 10. Hayat Hayat artinya Hidup, yakni bahwa Allah Maha Hidup. Dalilnya firman Allah Swt ( Qs. AlFurqoon : 58 ) Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. 11. Sama Sama artinya Maha Mendengar, Dalilnya (QS. An-Nuur:60) Dan perempuan-perempuan tua yang Telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[1050] mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.
[1050] Maksudnya: Pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.

12. Bashar Bashar artinya Maha Melihat. Dalilnya (Qs Al-Hujuroot : 18) Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. 13. Kalam Kalam artinya berkata-kata atau bercakap-cakap. Dalilnya ( Qs. An-Nisa :164 ) Dan (Kami Telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah Telah berbicara kepada Musa dengan langsung[381].
[381] Allah berbicara langsung dengan nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan nabi Musa a.s., dan Karena nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu Mi'raj.

14. Qoodirun Artinya Maha kuasa. Dalilnya dama dengan sifat Qudrat. 15. Muriidun Artinya yang maha Menentukan. Dalilnya sama dengan dalil sifat Irodat. 16. AAlimun Artinya Maha mengetahui. Dalilnya sama dengan dalil sifat Ilmu.

17. Hayyun Artinya Maha Hidup. Dalalnya sama dengan dalil sifat Hayat

18. Samiiun Samiiun berarti bahwa Allah Maha Mendengar. Dalilnya sama dengan sifat sama. Allah melihat semua perbuatan hamba. Oleh karena itu orang yang beriman harus menjaga tingkah laku dan perbuatannya dari perbuatan buruk atau maksiat. 19. Bashiirun Bashiirun berarti bahwa Allah Maha Melihat. dalilnya sama dengan dalil sifat Bashor 20. Mutakallimun Mutakallimun berarti bahwa Allah maha berbicara. Dalilnya sama dengan sifat kalam.

B. SIFATSIFAT MUSTAHIL ALLAH


1. Adam (tiada) 2. Huduts (ada yang mendahului) 3. Fana (berakhir) 4. Mumatsalatu lil hawaditsi (ada yang menyamai) 5. Ihtiyaju lighairihi (memerlukan yang lain) 6. Ta'adud (berbilang) 7. Ajzun (lemah) 8. Karahah (terpaksa) 9. Jahlun (bodoh) 10. Mautun (mati) 11. Shamamun (tuli) 12. Ama (buta) 13. Bakamun (bisu) 14. Kaunuhu 'ajiyan (zat yang lemah) 15. Kaunuhu karihan (zat yang terpaksa) 16. Kaunuhu jahilan (zat yang sangat bodoh) 17. Mayyitan (zat yang mati) 18. Kaunuhu ashamma (zat yang tuli) 19. Kaunuhu 'ama (zat yang buta) 20. Kaunuhu abkama (zat yang bisu)

C. SIFAT JAIZ ALLAH


Adapun Sifat Jaiz Bagi Allah SWT adalah bahwa Allah berbuat apa yang\dikehendaki, seperti dalam Al-Quran disebutkan :

Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang dikehendaki-Nya.(AlQashash: 68)

D. SIFAT WAJIB RASUL


1. Shiddiq artinya jujur. Seorang Nabi dan Rasul pasti memiliki sifat jujur dalam setiap perkataan, perbuatan dan perilakunya. Maka tidak mungkin seorang Nabi dan Rasul berdusta demi kepentingan sendiri, atau untuk keluarganya. 2. Fathonah artinya Cerdas. Nabi dan Rasul dianugerahi kecerdasan yang berasal dari wahyu Allah Ta'ala untuk menjadi bukti kebenaran risalah yang dibawanya adalah benar dari Allah Ta'ala. Maka tidak mungkin Nabi dan Rasul memiliki IQ dibawah standar apalagi lemot. Adapun kenyataan bahwa Nabi Muhammada Shalallahu 'alayhi wa sallam buta huruf, hal itu tidak disebabkan karena Beliau tidak cerdas. Akan tetapi Allah ingin membuktikan pada Kaum Kafir Quraisy bahwa Alquran bukanlah karangan Muhammad Shalallahu 'alayhi wassalam. 3. Amanah artinya dapat dipercaya. Nabi dan Rasul adalah Manusia yang selalu memegang amanah apapun yang Allah berikan sekalipun berat untuk disampaikan. Sekalipun nyawa menjadi taruhannya, Nabi dan Rasul akan tetap memegang amanah yang diembannya. Amanah yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul adalah risalah dan syari'at Allah Ta'ala. Maka mustahil para Nabi dan Rasul berkhianat atas amanah yang Allah berikan kepadanya. 4. Tabligh artinya menyampaikan. Nabi dan Rasul kedua-duanya wajib menyampaikan ajaran dan syari'at yang Allah turunkan melalui wahyu-Nya. Tidak boleh satu ayatpun yang disembunyikan, walau terkadang ayat tersebut menegur sikap atau keputusan Nabi. Maka seorang Nabi dan Rasul tidak ada yang menyembunyikan wahyu Allah dan Mereka selalu mengatakan yang benar walau seringkali kebenaran itu ditolak oleh kaum kafir.

E. SIFAT MUSTAHIL RASUL


1. 2. 3. 4. Al-kizb (Pembohong) Al-khianat (khianat / tidak amanah) Al-kithman (Menyembunyikan) Al-baladah (bodoh / dungu)

F. SIFAT MUSTAHIL RASUL


Jaiz para Rasul adalah Basyariah artinya berkelakuan seperti manusia biasa. Nabi dan Rasul diperbolehkan makan dan minum, beristri, pergi ke pasar, tidur dan lain sebagainya. Nabi dan Rasul bukanlah Malaikat yang tidak makan dan minum. Hal ini berbeda dengan para Pendeta kaum nasrani atau Budha dan Hindu yang mereka mengharamkan dirinya untuk merasakan nikmatnya hidup dan berumahtangga.

by admin, October 29, 2012 Artikel 1

Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk (QS Yunus 10:45) Kaum muslimin memercayai Allah Swt. sesuai dengan penjelasan Al-Qur`an. Mereka melihat tanda-tanda keberadaan Allah pada dunia nyata dan alam gaib kemudian mulai memercayai keagungan seni dan kekuasaan Allah. Akan tetapi, jika umat berpaling dari Allah serta gagal bertafakur kepada Allah dan ciptaan-Nya, mereka akan mudah terpengaruh oleh keyakinan-keyakinan yang menyesatkan pada saat ditimpa kesusahan. Allah menyebutnya dalam surah Ali Imran ayat 154 mengenai umat yang menyerah dalam berperang. Seorang muslim seharusnya tidak melakukan kesalahan seperti itu. Oleh karena itu, dia harus membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang dapat memunculkan prasang-ka jahiliah dan menerima keimanan yang nyata dengan segenap jiwa. Cara untuk bertafakur dan menerima keimanan adalah dengan mengenal Allah SWT. Kata Allah menunjuk kepada Tuhan yang tidak ada yang lain kecuali Dia. Allah-lah satu-satunya Zat yang wajib disembah, dimintai pertolongan, dijadikan tumpuan harapan, dan dijadikan tujuan hidup. Allah. Inilah nama pertama yang disebutkan Rasulullah saw. ketika menyebutkan rincian Asmaul Husna. Nama ini sangat unik dan khusus karena tidak bisa dinisbat-kan kepada makhluk. Hal ini berbeda dengan nama-nama lainnya yang bisa disematkan kepada makhluk walaupun dengan cara penggunaan yang berbeda. Bisa saja seorang manusia memiliki nama yang bermakna yang menyayangi, yang bersyukur, yang mengasihi, yang menguasai, yang bersifat adil, dan sebagainya. Akan tetapi, ia tidak bisa menggunakan nama Allah atau nama yang bermakna Allah. Demikian ungkap Imam Al Ghazali.

Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Muhammad Abdul Halim bahwa Allah adalah nama Tuhan dalam arti mutlak, yaitu sebagai satu-satunya nama diri. Nama-nama indah lainnya hanyalah merupakan sifat atau atribut. Dalam Al Quran, kata ini diulang sebanyak 2.698 kali. Dalam Al Quran pula, Tuhan sendiri yang menamai diri-Nya Allah. Sesungguhnya, Aku adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku maka sembahlah Aku. (QS Thaha, 20: 14) Katakanlah (hai, Muhammad) Dialah (Tuhan yang ditanyakan orang Yahudi itu) Allah Yang Maha Esa. (QS Al Ikhlas, 112: 1) Para ulama berbeda pendapat mengenai asal kata Allah. Sebagian menyatakan bahwa kata Allah tidak diambil dari kata apa pun. Kata ini berdiri sendiri. Sebagian lainnya menyatakan sebaliknya, bahwa kata Allah tidak berdiri sendiri, tetapi diambil dari kata dasar aliha yang berarti mengherankan atau menakjubkan. Disebut menakjubkan karena setiap perbuatan-Nya menakjubkan, sedangkan hakikat Zat-Nya akan mengherankan apabila dibahas secara mendalam. Ada pula yang berpendapat bahwa kata Allah berasal dari kata alaha yang berarti tahayyana yang bermakna bingung sebab ketika dipikirkan, Allah Swt. membingungkan akal dan pemahaman manusia. Pendapat lain menyatakan bahwa kata Allah berasal dari kata aliha yalahu yang berarti tenang karena hati merasa tenang bersama-Nya. Makhluk menuju dan memohon karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya. Apa pun asal katanya, yang jelas, kata Allah menunjuk kepada Tuhan Yang Esa, tidak ada yang lain kecuali Dia. Allah-lah satu-satunya Zat yang wajib disembah, dimintai pertolongan, dijadikan tumpuan harapan, dan dijadikan tujuan hidup.

Zat Allah
Mengenai Zat Allah, Rasulullah saw. memberikan panduan bahwa kita dilarang untuk berpikir tentang Zat Allah, memikirkan bentuk-Nya, apalagi mereka-reka wajah-Nya, tangan-Nya, atau hal lainnya. Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan (Zat) Allah karena kalian tidak mungkin akan mampu memperhitungkan kadarnya. (HR Abu Nuaim) Larangan ini bukan tanpa alasan. Memikirkan Zat Allah berarti kita memikirkan Yang Mahagaib, Zat yang tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar, tidak bisa diraba, dan tidak bisa dicium. Intinya, keberadaan Allah sangat jauh dari pengamatan

pancaindra. Tentu saja, dengan kondisi ini, sangat sulit bagi kita untuk memperoleh gambaran tentang wujud Zat-Nya. Apabila kita memaksakan diri, jangan heran apabila kita tidak akan memperoleh hasil yang benar, bahkan bisa jadi hasilnya menyesatkan. Kemampuan akal kita memang terbatas. Dalam penelitiannya, Prof. Malik Badri mengungkapkan bahwa Allah terbebas dari ikatan ruang dan waktu yang mengungkung manusia. Sementara itu, manusia mustahil mampu menggambarkan suatu peristiwa apabila tidak dikaitkan dengan tempat dan waktu tertentu. Manusia juga tidak mampu mengkhayalkan sesuatu kecuali apabila ia mengaitkannya dengan pengalamanpengalaman masa lalunya. Beliau mendemonstrasikan hal tersebut dengan sebuah tantangan. Cobalah Anda mengkhayalkan seekor hewan baru yang sama sekali berbeda dengan hewan yang pernah Anda lihat. Sekuat apa pun usaha yang Anda lakukan, hewan itu tidak bisa dikhayalkan kecuali dengan mengaitkannya dengan pengalaman-pengalaman yang ada di benak Anda. Misalnya, Anda gabungkan sayap satu hewan dengan kepala hewan lainnya. Contoh lain, Anda modifikasi sedikit bentuk salah satu hewan. Memikirkan hewan ini saja tidak bisa, apalagi memikirkan Zat Allah. Keterbatasan ini menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan kita di hadapan Allah. Dengan kondisi ini seharusnya kita malu apabila bersikap sombong. Ingat, sekuat apa pun, secerdas apa pun, kita tetap makhluk yang terbatas dan sangat lemah di hadapan-Nya

Rasulullah Ibadah Islam Damai Kristologi Kritik Islam Daftar Isi

Home Daftar Isi Allah

Al-Qur'an Rasulullah Ibadah Islam Damai


Copyright ARTIKEL ISLAM
DESIGN BY DZIGNINE Home All Artikel Islam Artikel Akidah Dalil-Dalil Al-Qur'an Tentang ADANYA TUHAN
FRIDAY, 7 DECEMBER 2012

Dalil-Dalil Al-Qur'an Tentang ADANYA TUHAN


TERKAIT : All Artikel Islam, Artikel Akidah
AL-QUR'AN Sebagai Keajaiban Rasulullah saw Kejujuran, Bukti Kebenaran Muhammad Rasulullah saw KONSEP JIHAD DALAM ISLAM Dalil-Dalil Al-Qur'an Tentang ADANYA TUHAN KEMUSYRIKAN DALAM ISLAM Asmaul-Husna dalam Kitab Tarmidzi Hakikat Kenabian dan Ciri cirinya RASULULLAH saw dan EMANSIPASI WANITA Tingkat Keyakinan dan Kepastian Kepada Tuhan Related Posts Widget[?]

image: sulitbelajar.wordpress.com

Berikut adalah dalil-dalil tentang adanya wujud Tuhan yang diterangkan oleh Al-Qur'an secara logika, ALLah taala berfirman:

Yakni, Tuhan adalah Dia Yang telah menganugerahkan kepada tiap sesuatu penciptaan/kelahiran yang sesuai dengan keadaannya, kemudian menunjukinya jalan untuk mencapai kesempurnaannya yang diinginkan (20:50).

Kini jika memperhatikan makna ayat tersebut kita menelaah bentuk ciptaan -- mulai dari manusia hingga binatang-binatang daratan dan lautan serta burung-burung -- maka timbul ingatan akan kekuasaan Ilahi. Yakni, bentuk ciptaan setiap benda tampak sesuai dengan keadaannya. Para pembaca dipersilahkan memikirkannya sendiri, sebab masalah ini sangat luas. Dalil kedua mengenai adanya Tuhan ialah, Alquran Suci telah menyatakan Allah Taala sebagai sebab dasar dari segala sebab, sebagaimana Alquran Suci menyatakan:

Yakni

seluruh

rangkaian

sebab

dan

akibat

berakhir

pada

Tuhan

engkau

(53:42).

Rincian dalil ini ialah, berdasarkan penelaahan cermat akan diketahui bahwa seluruh alam semesta ini terjalin dalam rangkaian sebab dan akibat. Dan oleh karena itu, di dunia ini timbul berbagai macam ilmu. Sebab, karena tiada bagian ciptaan yang terlepas dari tatanan itu. Sebagian merupakan landasan bagi yang lain, dan sebagian lagi merupakan pengembangan-pengembangannya. Adalah jelas bahwa suatu sebab timbul karena zat-Nya sendiri, atau berlandaskan pada sebab yang lain. Kemudian sebab yang lain itu pun berlandaskan pada sebab yang lain lagi. Dan demikianlah seterusnya. Tidak benar bahwa di dalam dunia yang terbatas ini rangkaian sebab dan akibat tidak mempunyai kesudahan dan tiada berhingga, Maka terpaksa diakui bahwa rangkaian ini pasti berakhir pada suatu sebab terakhir.

Jadi, puncak terakhir semuanya itu ialah Tuhan. Perhatikanlah dengan seksama betapa ayat: Wa anna ilaa rabbikal-muntahaa itu dengan kata-katanya yang ringkas telah menjelaskan dalil tersebut di atas, yang artinya, puncak terakhir segala rangkaian ialah Tuhan engkau.

Kemudian satu dalil lagi mengenai adanya Tuhan ialah, sebagaimana firman-Nya:

Yakni, matahari tidak dapat mengejar bulan dan juga malam yang merupakan penampakkan bulan tidak dapat mendahului siang yang merupakan penampakkan matahari. Yakni, tidak ada satu pun di antara mereka yang keluar dari batas-batas yang ditetapkan bagi mereka (36:41). Jika di balik semua itu tidak ada Wujud Sang Perencana, niscaya segala rangkaian tersebut akan hancur. Dalil ini sangat bermanfaat bagi orang-orang yang gemar menelaah benda-benda langit, sebab benda-benda langit tersebut merupakan bola-bola raksasa yang tiada terhitung banyaknya, sehingga dengan sedikit saja terganggu maka seluruh dunia dapat hancur. Betapa ini merupakan suatu kekuasaan yang hakiki sehingga benda-benda langit itu tidak saling bertabrakkan dan kecepatannya tidak berubah seujung rambut pun, serta tidak aus walau telah sekian lama bekerja dan tidak terjadi perubahan sedikit pun. Sekiranya tidak ada Sang Penjaga, bagaimana mungkin jalinan kerja yang

demikian besar ini dapat berjalan dengan sendirinya sepanjang masa. Dengan mengisyaratkan kepada hikmah-hikmah itulah, di tempat lain Allah Taala berfirman:

Yakni,

dapatkah

Wujud

Tuhan

Yang

telah

menciptakan

langit

dan

bumi

demikian

itu

diragukan?

(14:10)

Lalu sebuah dalil lagi tentang keberadaan-Nya, difirmankan:

Yakni, tiap sesuatu akan mengalami kepunahan dan yang kekal itu hanyalah Tuhan Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan (55:27,28). Kini perhatikanlah! Jika kita bayangkan dunia ini menjadi hancur-lebur dan benda-benda langit pun pecah berkeping-keping, serta bertiup angin yang melenyapkan seluruh jejak benda-benda itu, namun demikian akal mengakui serta menerima -- bahkan hati nurani menganggapnya mutlak -- bahwa sesudah segala kebinasaan itu terjadi, pasti ada sesuatu yang bertahan yang tidak mengalami kepunahan serta perubahan-perubahan dan tetap utuh seperti keadaannya semula. Jadi, itulah Tuhan yang telah menciptakan semua wujud fana (tidak kekal), sedangkan Dia sendiri terpelihara dari kepunahan

Kemudian satu dalil lagi berkenaan dengan keberadaan-Nya yang Dia kemukakan di dalam Alquran Suci adalah :

Yakni, Aku berkata kepada setiap ruh: Bukankah Aku Tuhan kamu? Mereka berkata, Ya, sungguh benar! (7:172).

Di dalam ayat ini Allah Taala menerangkan dalam bentuk kisah, suatu ciri khas ruh yang telah ditanamkan -Nya di dalam fitrat mereka. Ciri khas itu ialah, pada fitratnya tiada satu ruh pun yang dapat mengingkari hanyalah karena mereka tidak menemukan apa pun di dalam pikiran mereka. Kendati mereka ingkar, mereka mengakui bahwa tiap-tiap kejadian pasti ada penyebabnya. Di dunia ini tidak ada orang yang begitu bodohnya, misalnya jika pada tubuhnya timbul suatu penyakit, dia tetap bersikeras menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada suatu sebab yang menimbulkan penyakit itu. Seandainya rangkaian dunia ini tidak terjalin oleh sebab dan akibat, maka tidaklah mungkin dapat membuat prakiraan bahwa pada tanggal sekian akan datang taufan atau badai; akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan; atau seseorang yang sakit akan wafat pada waktu tertentu; atau sampai pada waktu tertentu suatu penyakit akan muncul bersamaan dengan penyakit lain. Jadi, seorang peneliti, walaupun tidak mengakui Wujud Tuhan, namun dari satu segi dia telah mengakuinya. Yakni ia pun, seperti halnya kita, mencari-cari penyebab dari sebab akibat. Jadi, itu pun merupakan suatu bentuk pengakuan, walaupun bukan pengakuan yang sempurna.

Selain itu, apabila seseorang yang mengingkari Wujud Tuhan, dengan cara tertentu kesadarannya dihilangkan -- yaitu ia sama sekali

dijauhkan dari segala keinginan rendah ini dan segala hasratnya dihilangkan, lalu diserahkan ke dalam kendali Wujud Yang Maha Tinggi -maka dalam keadaan demikian ia akan mengakui Wujud Tuhan, tidak akan ingkar. Hal serupa itu telah dibuktikan melalui percobaan orangorang yang berpengalaman luas.

Jadi, ke arah kondisi demikianlah isyarat yang terdapat di dalam ayat itu. Dan makna ayat itu adalah, pengingkaran Wujud Tuhan hanya terjadi sebatas kehidupan rendah saja. Sebab, fitrat yang asli dipenuhi oleh pengakuan itu

Keberadaan Allah
Al-Qur`an menginformasikan kepada kita tentang kebenaran sifat-sifat Allah,

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (al-Baqarah: 255)
Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (ath-Thalaaq: 12)

Akan tetapi, banyak orang yang tidak menerima keberadaan Allah swt. seperti yang telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut. Mereka tidak memahami kekuasaan dan kebesaran-Nya yang abadi. Mereka memercayai kebohongan bahwa merekalah yang mengatur diri mereka sendiri dan berpikir bahwa Allah berada di suatu tempat yang jauh di alam semesta dan jarang c P batas orang-orang ini disebutkan dalam Al-Qur`an, Mereka tidak mengenal

Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahakuasa. (al-Hajj: 74)

Memahami kekuasaan Allah swt. dengan baik merupakan ikatan awal dalam rantai keimanan. Sesungguhnya, seorang mukmin akan meninggalkan pandangan masyarakat yang menyimpang tentang kekuasaan Allah swt. dan menolak keyakinan sesat dengan mengatakan, Dan bahwasanya Orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah. (al-Jin: 4)

Kaum muslimin memercayai Allah swt. sesuai dengan penjelasan Al-Qur`an. Mereka melihat tanda-tanda keberadaan Allah pada dunia nyata dan alam gaib, kemudian mulai memercayai keagungan seni dan kekuasaan Allah.

Akan tetapi, jika umat berpaling dari Allah serta gagal bertafakur kepada Allah dan ciptaan-Nya, mereka akan mudah terpengaruh oleh keyakinan-keyakinan yang menyesatkan pada saat ditimpa kesusahan. Allah menyebutnya sebagai bahaya yang potensial, dalam surah Ali Imran: 154, mengenai umat yang menyerah dalam berperang, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah

Seorang muslim seharusnya tidak melakukan kesalahan seperti itu. Karena itu, dia harus membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang dapat memunculkan sangkaan jahiliah dan menerima keimanan yang nyata dengan segenap jiwa sebagaimana penjelasan dalam Al-Qur`a

Taqwa kepada Allah Sesuai Kesanggupan


Bertaqwa kepada Allah adalah awal dari segalanya. Semakin tebal ketaqwaan seseorang kepada Allah, semakin tinggi kemampuannya merasakan kehadiran Allah. Al-Qur`an memberikan contoh beberapa rasul yang dapat kita bandingkan dengan diri kita sehingga paham bahwa kita dapat meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt..

Allah swt. menginginkan manusia agar bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Berbagai cara untuk menunjukkan penghormatan kepada Yang Mahakuasa dapat dilakukan, sebagai contoh: berjalan di jalan Allah, melakukan perbuatan baik, mengikuti contoh-contoh yang diberikan para rasul, menaati serta memperhatikan ajaran-ajaran Allah, dan sebagainya.

M A serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang (atTaghaabun: 16) H -orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama I (Ali Imran: 102)

Takdir
Tidak ada satu pun di alam ini yang terjadi secara kebetulan, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur`an, Allah mengatur urusan (makhluk-Nya). (ar-Rad: 2)Dalam ayat lain dikatakan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). (al-Anaam: 59) Dialah Allah Yang menciptakan dan mengatur semua peristiwa, bagaimana mereka berawal dan berakhir. Dia pulalah yang menentukan setiap gerakan bintang-bintang di jagat raya, kondisi setiap yang hidup di bumi, cara hidup seseorang, apa yang akan dikatakannya, apa yang akan dihadapinya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an,

S K c (al-Qamar: 49) Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. S A (al-Hadiid: 22)
Kaum mukminin seharusnya menyadari kenyataan yang agung ini. Sebagai konsekuensinya, sudah seharusnya mereka tidak berbuat kebodohan seperti orang-orang yang menolak kenyataan dalam hidupnya. Dengan memahami bahwa hidup itu hanya c a atau merasa takut terhadap apa pun. Mereka menjadi yakin dan tenang seperti

yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. yang bersabda kepada sahabatnya, Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya

Allah beserta kita. (at-Taubah: 40) ketika sahabatnya itu merasa khawatir ditemukan para pemuja berhala yang bermaksud membunuh mereka ketika bersembunyi di dalam gua.

Iman kepada Allah


Karena Allah adalah pembuat keputusan, setiap kejadian merupakan anugerah bagi makhluk-Nya: segala sesuatu telah direncanakan untuk kebaikan agama dan untuk kehidupan orang yang beriman di akhirat kelak. Kaum mukminin dapat merujuk pada pengalaman mereka untuk melihat bahwa ada sesuatu yang bermanfaat bagi diri mereka pada akhir sebuah kejadian. Untuk alasan tersebut, kita harus selalu memercayai Allah.

Dialah Yang Maha Esa dan Maha Melindungi. Seorang mukmin harus bersikap sebagaimana yang Allah inginkan: memenuhi tanggung jawabnya kemudian berserah diri pada Allah dengan hasilnya. Ayat berikut mengungkapkan misteri ini, yang tidak diketahui oleh orang-orang yang ingkar.

B A c D baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya, Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap (ath-Thalaaq: 2-3) K S -kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orangorang yang beriman harus bertawakal. (at-Taubah: 51)
Apa yang seharusnya seorang muslim katakan kepada orang-orang yang ingkar kepada Allah swt., juga tercantum dalam Al-Qur`an,

M A D jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguangangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang bertaw (Ibrahim: 12) Dalam ayat lain dikatakan, J A ; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang (Ali Imran: 160)

Bertafakur
Di dalam Al-Qur`an dijelaskan bahwa orang-orang yang ingkar kepada Allah swt. adalah orang yang tidak mengenal ataupun menyadari adanya tanda-tanda Allah. Yang membedakan seorang muslim dengannya adalah kemampuannya untuk melihat

tanda-tanda tersebut dan bukti-buktinya. Dia tahu bahwa semua ini tidak diciptakan dengan sia-sia dan dia pun dapat menyadari kekuatan serta keagungan seni Allah di mana pun dan mengetahui cara memuja-Nya. Dialah yang termasuk orang yang berakal.

Y T

c (Ali Imran: 191)

-sia. Mahasuci Engkau,

Pada beberapa ayat Al-Qur`an, ungkapan seperti tidakkah kamu perhatikan?, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal menekankan pentingnya bertafakur melihat tanda-tanda keberadaan Allah. Allah menciptakan banyak hal yang tiada putus untuk direnungi. Setiap yang di langit dan di bumi serta di antara keduanya adalah ciptaan Allah swt. dan yang demikian itu menjadi renungan untuk orang yang berpikir. Salah satu ayat memberikan contoh tentang ketuhanan Allah,

D -tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benarA (an-Nahl: 11)
Kita dapat merenungi sejenak tentang ayat di atas, yaitu tentang pohon kurma. Kurma tumbuh dari biji yang sangat kecil (ukuran biji tidak lebih dari 1 cm3). Dari biji ini tumbuh sebatang pohon dengan panjang mencapai 4-5 m dan beratnya bisa mencapai ratusan kilo gram. Satu hal yang diperlukan biji tersebut untuk dapat mengangkat beban yang berat ini adalah tanah di mana ia tumbuh.

? B

dengan senyawa tertentu di dalam tanah untuk menciptakan kayu? Bagaimana dia meramalkan bentuk dan struktur yang dibutuhkan? Pertanyaan terakhir ini sangat penting karena ia bukanlah sebatang pohon sederhana yang keluar dari sebutir biji. Dia adalah organisme hidup yang kompleks dengan akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah, dengan urat dan cabang-cabang yang diatur dengan sempurna. Seorang manusia akan menemui kesulitan untuk menggambarkan dengan tepat sebuah bentuk pohon, ketika secara kontras sebutir biji yang sederhana dapat menghasilkan sebuah benda yang kompleks hanya dengan menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.

Pengamatan ini menyimpulkan bahwa biji tersebut sangat pandai dan bijaksana, bahkan melebihi kita, atau lebih tepatnya, ada kepandaian yang menakjubkan pada sebutir biji. Akan tetapi, apa sumber kepandaian tersebut? Bagaimana mungkin sebutir biji memiliki kepandaian dan ingatan sedemikian rupa?

Tidak diragukan lagi, pertanyaan ini memiliki jawaban yang sederhana: biji tersebut diciptakan dan diberi kemampuan membentuk sebuah pohon dengan program untuk proses selanjutnya. Setiap biji di bumi diarahkan oleh Allah swt. dan tumbuh dengan ilmu-Nya. Pada salah satu ayat dikatakan,

D A c -kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan L M z (al-Anaam: 59)
Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan membuatnya bersemi menjadi sebuah tanaman baru. Dalam ayat lain dikatakan,

S A -tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih ? (al-Anaam: 95)
Biji-bijian ini merupakan salah satu dari sejumlah tanda-tanda ciptaan Allah swt. di alam ini. Jika manusia mulai berpikir tidak hanya dengan akal

memahami bahwa semua yang ada di alam ini merupakan bukti keberadaan dan kekuasaan Allah.

Berhati-hati
Allah menciptakan alam ini dengan disertai tanda-tanda penciptaan-Nya. Akan tetapi, orang yang mengingkari-Nya tidak c S

tercantum dalam Al-Qur`an, mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). (al-Araaf: 179)Secara kasat mata, mereka tidak memiliki kearifan dan pemahaman untuk menanggapi kenyataan yang ada ini.

Orang-

dari dan menerima kenyataan bahwa seluruh alam ini

diciptakan Allah swt. dengan tujuan dan maksud tertentu. Keyakinan ini marupakan langkah awal dari keimanan seseorang. Seiring dengan meningkatnya keyakinan dan kearifan, kita akan dapat mengenali setiap detail ciptaan Allah.

Dalam tradisi Islam, ada tiga langkah pemacu keimanan: Ilmul-yaqin(mendapatkan informasi), Ainul-Yaqin (melihat), dan Haqqul-Yaqin(mengalami/merasakan).

Hujan dapat dijadikan contoh dari ketiga langkah ini. Ada tiga tahapan dalam mengetahui tentang turunnya hujan.

Tahap pertama (Ilmul-Yaqin), ketika seorang duduk di dalam rumah yang jendelanya tertutup, kemudian ada yang datang dari luar memberitahukan padanya bahwa hujan turun dan dia memercayainya.

Tahap kedua (Ainul-Yaqin) adalah tahap kesaksian. Orang tersebut menuju jendela, membuka tirai, dan melihat hujan turun.

Tahap ketiga (Haqqul-Yaqin D

Berhatilebih.

dari tingkatan Ilmul-Yaqin menuju tingkatan Ainul-Yaqin, bahkan

Upaya melihat tanda-

yang tinggi. Di dalam Al-Qur`an, orang beriman diseru untuk mengamati dan memperhatikan tanda-tanda keberadaan Allah di sekitar mereka dan ini hanya mungkin bisa dilakukan bila dilakukan dengan berhati-hati.

M ?K menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? (al-Waaqiah: 63-64) M K K ? (al-Waaqiah: 68-69)

Allah pun menyatakan dalam ayat yang lain bahwa buta tidak sama dengan melihat, kemudian Dia bertanya, Maka apakah kamu tidak memperhatikan(nya)? (al-Anaam: 50)

Kita harus melatih diri untuk mengenal tanda-tanda keberadaan Allah dan selalu mengingat-Nya. Bila tidak, pikiran kita akan menyimpang, melompat dari masalah yang satu ke yang lainnya, menghabiskan waktu memikirkan hal yang tidak berguna. Ini merupakan salah satu jenis ketidaksadaran. Kita akan kehilangan kendali pikiran kita ketika kita kehilangan konsentrasi kepada Allah. Kita tidak dapat terpusat pada satu hal, kemudian kita tidak dapat memahami kebenaran di balik materi, kita pun tidak memiliki kemampuan memahami akibat dari tanda-tanda tersebut. Sebaliknya, pikiran kita diarahkan kepada kesesatan. Kita akan mengalami kebingungan sepanjang waktu. Yang demikian itu tidak terjadi pada seorang muslim yang selalu mengingat-Nya, tetapi terjadi pada orang yang ingkar.

B A olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang (al-Hajj: 31)
Dengan kata lain, orang beriman adalah mereka yang mengarahkan pikirannya lebih baik dalam merasakan keberadaan Allah dan mereka yang berusaha lebih baik dalam menjalankan agamanya. Mereka membebaskan pikirannya dari pemikiran yang sia-sia dan selalu waspada terhadap godaan setan.

S -orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan (al-Araaf: 201)

You might also like