You are on page 1of 40

MAKALAH PBL 22

MENINGITIS BAKTERIALIS
NEUROLOGY & BEHAVIOUR SCIENCE

oleh

Lydia Prisca Soempiet


10.2008.151 C6

Fakultas Kedokteran UKRIDA


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan penyertaan Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai Meningitis Bakterialis. Dalam pembuatan makalah ini, saya menyadari adanya berbagai kekurangan, baik dalam isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat saya harapkan. Adapun ungkapan terima kasih saya sampaikan kepada para dosen yang telah membantu saya dalam memahami materi PBL tersebut.

Penulis

Meningitis Bakterial pada Anak | 2

DAFTAR ISI
Pendahuluan Latar Belakang Tujuan. Isi Pemeriksaan... Anamnesis.. Fisik Neurologi Laboratorium.. Radiologi Etiologi Patofisiologi Diagnosis Working Diagnosis Differential Diagnosis Penatalaksanaan.. Preventif.. Epidemiologi. Prognosis Penutup.. Kesimpulan. Daftar Pustaka....
4 4 4 5 5 5 7 8 27 28

28 30 32 32 33 34 36

Komplikasi. 37
37 37 38 38 39

Meningitis Bakterial pada Anak | 3

BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. 2. TUJUAN Adapun tujuan pembuatan makalah ini terbagi atas dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami setiap materi yang di berikan dosen-dosen, sehingga dapat berguna kelak dalam memahami materi-materi berikutnya, yang berupa pemahaman akan Syndrome Metabolik. Sedangkan tujuan khusus nya adalah sebagai pemenuhan tugas PBL yang diberikan oleh tutor.

Meningitis Bakterial pada Anak | 4

BAB II ISI SKENARIO KELOMPOK 7 (Kelompok C6)


Seorang anak perempuan usia 5th dibawa ke RS karena kejang pada beberapa menit sebelumnya. Sejak 4 hari yang lalu anak tersebut menderita batuk dan pilek, dan ia hanya diberi obat batuk pilek yang dapa dibeli di warung, 2 hari kemudian timbul demam tinggi, ibunya memberikan obat penurun panas, tetapi demam tidak turun-turun, sehari sebelum di bawa ke rumah sakit, anak tersebut mengalami kejang-kejang pada kedua kaki dan tangan selama 5 menit, sebanyak 2x dengan interval 1 jam. Ibunya memperhatikan, anaknya sering terlihat mengantuk dan tidur terus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu 39OC, frekuensi nafas 38x/menit, frekuensi nadi 118x/menit, kaku kuduk (+), pemeriksaan saraf otak normal. Pada pemeriksaan lumbal punksi ditemukan pleositosis.

A. PEMERIKSAAN Dalam rangka menegakkan diagnosis, berbagai pemeriksaan perlu dilakukan. Pada anak pemeriksaan sistem saraf pusat (SSP) terutama ditujukan terhadap fungsinya. Karena itu erat sekali hubungannya dengan pemeriksaan mental, tumbuh kembang fisik, dan tingkah laku nya. Pemeriksaan tidak boleh dibatasi menurut aturan-aturan tertentu, dan sepanjang wawancara pemeriksa secara tidak langsung harus tetap memperhatikannya, melihat bagaimana reaksinya terhadap orang tuanya, orang asing dan lingkungan disekitarnya. Akan tetapi sementara pemeriksa harus tampak tegas dan berusaha memperoleh petunjuk-petunjuk penting pada setiap saat ada kesempatan, dalam pikirannya sudah harus terpatri pemeriksaan apa saja yang harus dikerjakan, disesuaikan dengan usia anak, sepanjang dapat dilakukan.1 a. ANAMNESIS
Meningitis Bakterial pada Anak | 5

Seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Wawancara yang baik sering kali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (symptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.2 Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula dievaluasi status fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya.2 Seni membuat anamnesis yang baik termasuk membiarkan pasien menceritakan kisahnya, dan pada waktu yang sama mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada gejala-gejala klinis yang dapat memberikan informasi yang berhubugan dengan usaha menegakkan diagnosis dan menetapkan terapi. Sering secara tidak sadar pasien memberitahukan informasi klinis yang amat diperlukan dengan ungkapan sepele yang mungkin tidak akan diperoleh jika pengambilan anamnesis ini berupa pertanyaanpertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya, atau lebih parah lagi, berupa kuesioner yang harus diisi pasien. Kesabaran mendapatkan anamnesis yang jelas dari kata-kata pasien sendiri dan dalam waktu yang cukup bebas, merupakan bagian penting dalam latihan klinis. Dengan semakin meningkatnya keterampilan seorang klinisi, proses diatas dapat dicapai dalam waktu yang relative pendek. Berdasarkan pengalaman, informasi yang berguna juga dapat diperoleh dari sumber lain, seperti sikap pasien, tingakah laku, emosi, dan pakaian.3 Anamesis diperoleh dengan menitik beratkan kepada masalah yang terlihat oleh orangtua anak, dilanjutkan dengan :1

Meningitis Bakterial pada Anak | 6

Riwayat obsetri, terutama rincian mengenai riwayat kehamilan, persalinan. Berat lahir dan masa gestasi seringkali juga berguna untuk ditanyakan, demikian pula keadaan pasca kelahiran, terutama apakah ada sianosis atau kejang, aktivitasnya, dan daya isapnya. Untuk anak kecil, harus ditanyakan bagaimana tumbuh kembangnya dan dilakukan pemeriksaan singkat terhadap hal tersebut. Jika terdapat kelainan, pemeriksaan harus dilakukan lebih lengkap. Utnuk anak yang berusia lebih tua, harus pula ditanyakan prestasi sekolahnya. Kadang-kadang diperlukan ujian khusus untuk status intelegensianya. Pertanyaan juga harus diajukan untuk hal yang menyangkut trauma atau terjatuh, riwayat kejang dan riwayat kejang dalam keluarga, riwayat meningitis, ensefalitits, atau riwayat pemberian obat-obatan yang mungkin berpengaruh terhadap SSP. Riwayat keluarga, anggota keluarga lainnya, perilaku belakangan ini, dan kemampuan motoriknya juga patut ditanyakan. Riwayat pemberian makanan juga penting Contoh pertanyaan yang dapat ditanyakan pada orang yang mengetahui kondisi si

anak (allo-anamnesis) yakni apakah ada : Trauma kepala Gangguan konvulsif (kejang), epilepsy Perubahan mengenai suasana hati (mood), tingkah laku, pikiran, depresi Penggunaan obat Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan dirumah sakit sebelumnya Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sikap sopan santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang dipriksa harus diperhatikan dengan baik oleh pemeriksa.4 Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan
Meningitis Bakterial pada Anak | 7

b. PEMERIKSAAN FISIK

distress akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relative stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.5 Pemeriksaan harus mencakup :6,7 1. Gejala vital. Periksan jalan nafas, kadaan respirasi dan sirkulasi. Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Otak membutuhkan pasokan oksigen yang kontinu, demikian glukosa. Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu 5 menit. Karena itu, harus ada sirkulasi darah untuk menyampaikan oksigen dan glukosa ke otak. Jadi waktu untuk memulihkan pernafasan dan sirkulasi darah adalah singkat. 2. Kulit. Perhatikan tanda trauma, simata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah karena keringat (misalnya pada hipoglikemi, syok), kulit kering (misalnya pada koma diabetic), perdarahan misalnya demam berdarah, DIC). 3. Kepala. Perhatikan tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematoma disekitar mata, perdarahan di liang telingan dan hidung. 4. Thoraks, jantung, paru, abdomen, ekstremitas. c. PEMERIKSAAN NEUROLOGI Pada tiap penderita koma atau kesadaran menurun harus dilakukan pemeriksaan neurologis.perhatikanlah sikap penderita waktu berbaring apakah tenang dan santai yang menandakan bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Adanya gerakan menguap dan menelan menandakan bahwa turunnya kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahan yang tergantung di dapatkan pada penurunan kesadaran yang dalam. Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat kesadaran. Secara umum data dikatakan bahwa semakin kuat rangsang yang dibutuhkan untuk membangkitkan jawaban, semakin dalam penurunan tingkat kesadaran.7 1. GCS (GLASGOW COMA SCALE) GCS digunakan untuk memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang dan member nilai pada respons tersebut. Tanggapan / respons penderita yang perlu diperhatikan adalah :7 Membuka Mata Nilai
Meningitis Bakterial pada Anak | 8

Spontan Terhadap bicara (Suruh pasien membuka mata) Dengan rangang nyeri (Tekan pada saraf supraorbita atau ujung jari) Tidak ada reaksi Baik dan tak ada disorientasi (Dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari, bulan)

4 3 2 1 Nilai 5

Respons Verbal (Berbicara)

Kacau (confused) (Dapat bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)

Tidak tepat (Dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)

Mengerang (Tidak mengucapkan kata-kata, hanya mengerang) Tidak ada jawaban Menuruti perintah (misalnya, suruh : angkat tangan) Mengetahui lokasi nyeri (Berikan rangsangan nyeri misalnya menekand dengan jari pada supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menapis rangsangan tersebut berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)

2 1 Nilai 6 5

Respons Motorik (Gerakan)

Reaksi menghindar Reaksi fleksi (dekortifikasi) (Berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan objek keras,

4 3

Meningitis Bakterial pada Anak | 9

seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi pada nyeri ; fleksi pada pergelangan tangan mungkin ada mungkin tidak ada) Reaksi ekstensi (deserebrasi) (Dengan rangsang nyeri tsb diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi spatik pada pergelangan tangan) Tidak ada reaksi (Sebelum emmutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus diyakinkan bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat diberikan) 2. CRANIAL NERVE 1-12 Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom. 1) Cranial Nerve I (Olfaktorius)8 Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakitpenyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahanbahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien
Meningitis Bakterial pada Anak | 10

diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.

2) Cranial Nerve II (Optikus) 8 Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna. i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity) Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan. Kartu Snellen Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6). Jari Tangan Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60. Gerakan Tangan Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310. ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri. Konfrontasi Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm. Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
Meningitis Bakterial pada Anak | 11

pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal. Perimetri / Kopimetri Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu. iii. Refleks Pupil Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil. Respon Cahaya Langsung Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil. Respon Cahaya Konfensional Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama. iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus. v. Tes warna Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus. 3) Cranial Nerve III(Okulomotorius) 8 Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
i.

Ptosis

Meningitis Bakterial pada Anak | 12

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
ii.

Gerakan bola mata Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

iii.

Pupil Pemeriksaan pupil meliputi : Bentuk dan ukuran pupil Perbandingan pupil kanan dan kiri Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normal Refleks pupil o Refleks cahaya langsung (bersama N. II) o Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II) o Refleks pupil akomodatif atau konvergensi Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

4) Cranial Nerve IV(Troklearis) 8


Meningitis Bakterial pada Anak | 13

Meliputi : i. ii. iii. Gerak mata kelateral bawah Strabismus Konvergen Diplopia

5) Cranial Nerve V (Trigeminus) 8 i. Sensibilitas Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya. ii. Motorik Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral

Meningitis Bakterial pada Anak | 14

dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena). iii. Refleks Jaw Refleks (Refleks Rahang) Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat. Refleks Kornea Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujung nya dibuat runcing. Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata (m.Orbicularis okuli). Pada pemeriksaan ini harus dijaga agar datang nya kapas ke mata tidak diketahui oleh pasien, misalnya dengan menyuruh nya melirik kearah yang berlawanan dengan arah datang nya kapas. Pada gangguan nervus V sensorik, reflex ini negative atau berkurang. Sensitifitas kornea diurus oleh nervus V sensorik cabang oftalmik. 6) Cranial Nerve VI (Abdusens) 8 Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain. 7) Cranial Nerve VII (Fasialis) 8 i. Tes kekuatan otot Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri. ii. Memperlihatkan gigi (asimetri) Mencucukan bibir dan menggembungkan pipi

Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah


Meningitis Bakterial pada Anak | 15

Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah. 8) Cranial Nerve VIII (Vestibula Koklearis / Akustikus) 8 i. Pemeriksaan Pendengaran Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Schwabach, Rinne dan Weber. Test Schwabach Garpu tala di bunyikan kemudian ditempatkan dekat telinga penderita. Setelah penderita tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala tersebut diletakkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan tes Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkal nya di tekankan pada tulang mastoid penderita. Suruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak terdengar lagi, maka garpu tala ditempatkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarnya, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi tulang). Test Rinne Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif. Test Weber Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf

Meningitis Bakterial pada Anak | 16

bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.

ii.

Pemeriksaan Vestibuler Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : Untuk Menilai Nistagmus o Hallpike Manouver Pada tes ini pasien disuruh duduk ditempat tidur periksa. Kemudian ia direbahkan sampai kepalanya tergantung di pinggir dengan sudut sekitar 30O di bawah horizon. Selanjutnya kepala ditolehkan ke kiri, kepala diluruskan kembali, lalu ditolehkan ke kanan. Penderita disuruh agar tetap embuka matanya agar pemeriksa dapat melihat sekitarnya munul nistagmus. Perhatikan kapan nistagmus muncul, berapa lama berlangsung serta jenisnya. Kemudian tanyakan pada pasien apa yang ia rasakan. o Elektronistagmografi Pada pemeriksaan dengan alat ini diberikan stimulus kalori keliang telinga dan lamanya serta cepatnya nistagus timbul dapat dicatat pada kertas, menggunakan teknik yang mirip dengan elektrokardiografi. Untuk menilai keseimbangan o Stepping Test Penderia disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Sebelumnya dikatakan kepada nya bahwa ia harus berusaha agar tetap ditempat, dan tidak ebranjak dari tempanya selama tes ini. Hasil tes dianggap

Meningitis Bakterial pada Anak | 17

abnormal bila kedudukan akhir penderita berjarak lebih dari 1 meter dari tempat semulanya, atau badan terputar lebih dari 30O. o Past Pointing Penderita disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa. Kemudian ia disuruh menutup mata mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi sampai vertical) dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk (deviasi), demikian juga dengan gangguan cerebral. 9) Cranial Nerve IX (Glossofaringeus) & Cranial Nerve X (Vagus) Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX). 10) Cranial Nerve XI (Asesorius) 8 Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
Meningitis Bakterial pada Anak | 18

11) Cranial Nerve XII (Hipoglosus) 8 Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Pasien diminta menekan lidah pada pipi. 3. REFLEKS FISIOLOGIS 1) Refleks Dalam9 Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Reflex dalam juga dinamai reflex regang otot (muscle stretch reflex). Telah dikemukakan bahwa timbulnya reflex ini karena teregangnya otot oleh rangsang yang diberikan dan sebagai jawaban otot berkontraksi. Rasa regang (ketok) ini ditangkap oleh reseptor rasa proprioseptif. Refleks Glabela Pukulan singkat pada glabela atau sekiar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi singkat kedua otot orbikularis okulis. Pusat reflex ini terletak di pons. Refleks Rahang Bawah Penderita disuruh membuka mulutnya sendiri dan telunjuk pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk di ketok dengan ketokrefleks (refleks hammer) yang mengakibatkan berkontraksinya otot maseter sehingga mulut merapat. Pusat rflek ini terletak di pons. Refleks Biceps Pegang lengan pasien yang disemifleksikan sambil menempatkan ibu jari si atas tendon otot biceps. Ibu jari kemudian diketok; hal ii mengakibatkan gerakan fleksi lengan bawah. Pusat reflek ini terletak di C5-C6. Refleks Triceps

Meningitis Bakterial pada Anak | 19

Pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan. Ketok pada tendon insersi m.triseps, yang berada sedikit di atas olekranon. Lengkung refleks ini melalui nervus radialis yang pusatnya terletak di C6-C8. Refleks Brakioradialis (Refleks Radius) Lengan bawah difleksikanserta dipronasikan sedikit. Kemudian diketok pada prosesus stiloideus radius.lengan bawah akan berfleksi & bersupinasi. Lengkung refleks melalui nervus radialis yang pusatnya terletak di C5-C6

Refleks Ulna Lengan bawah disemifleksi dan semipronasi. Kemudia diketok pada prosesus stiloideus dan ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi pada lengan bawah dan kadang-kadang juga gerakan aduksi pada pergelangan tangan. Lengkung reflex melalui nervus medianus yang pusatnya terletak di C5-Th-1

Refleks Flexor Jari-jari Tangan pasien yang ditumpukan pada dasar yang agak keras disupinasikan dan jari-jari difleksikan sedikit.telunjuk pemeriksa ditempatkan menyilang pada permukaan volar falang jari-jari. Kemudian telunjuk pemeriksa diketok. Pada keadaan normal, jari-jari pasien akan berfleksi enteng demikian juga falang akhir ibu jari. Pada lesi pyramidal, fleksijari-jari lebih kuat. Nilai patologiknya lebih penting jika terdapat asimetri antara jari kanan dan kiri. Lengkung reflex ini malalui nervus medianus yang pusatnya di C6-Th1.

Refleks Dalam Dinding Perut Dinding perut pasin, yang disuruh berbring ditekan sedikit dengan jari telunjuk atau dengan penggaris, kemudian di ketok. Otot dinding perut akan berkontraks. Terlihat pusar akan bergerak kearah otot yang berkontraksi. Lengkung reflex ini melalui Th6-Th12. Pada orang normal, kontraksi dinding perut sedang saja, pada orang yang penggeli, rekasi ini dapat kuat. Reaksi dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila ditinjau bersama-sama dengan refeleks superficialis dinding perut. Bila reflex dalam sinding perut meninggi, sedang reflex superficial dinding perut negative, maka hal ini
Meningitis Bakterial pada Anak | 20

dapat menandakan adanya lesi pyramidal pada tempat yang lebih atas dari Th6. Refleks Kuadriceps Femoris / KPR (Refleks Tendon Lutut, Refleks Patella) Pada pemeriksaan reflex ini, tungkai diflexikan dan digantungkan, misalnya pada tepi tempat tidur. Kemudian diketok pada tendon muskulus kuadriceps femoris, dibawah atau diatas patella (biasanya dibawah patella). Kuadriceps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai bawah. Lengkung reflex ini melalui L2-L4. Refleks Triceps Surae (Refleks Tendon Achiles) Tungkai bawah diflexikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsoflexi ringan pada kaki. Setelah iitu, tendon achiles diketok. Hal ini mengakibatkan berkontraksinya m.triseps surae dan memberikan gambaran flexi pada kaki. Lengkung reflex ini melalui S1,S2. 2) Refleks Superficial9 Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada dibawahnya atau di sekitarnya. Refleks Kornea Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujung nya dibuat runcing. Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata (m.Orbicularis okuli). Pada pemeriksaan ini harus dijaga agar datang nya kapas ke mata tidak diketahui oleh pasien, misalnya dengan menyuruh nya melirik kearah yang berlawanan dengan arah datang nya kapas. Pada gangguan nervus V sensorik, reflex ini negative atau berkurang. Sensitifitas kornea diurus oleh nervus V sensorik cabang oftalmik. Reflex kornea juga akan menghilang atau berkurang bila terdapat kelumpuhan m.Orbicularis okuli, yang disarafi oleh nervus VII (facialis). Refleks Superficial Dinding Perut Reflex ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak runcing, misalnya kayu geretan atau kunci. Bila positive, maka otot (m.Rektus abdominis) akan berkontraksi. Reflex ini dilakukanpada berbagai
Meningitis Bakterial pada Anak | 21

lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi oleh Th6-Th7), perut bagian atas (Th7, Th9), perut bagian tengah (Th9, Th11), perut bagian bawah (Th11, Th12, dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terliha pusar bergerak kearah otot yang berkontraksi. Reflex superficialis dinding perut sering negative pada wanita normal yang banyak anak (sering hamil), yang dinding perutnya lembek, demikian juga pada orang gemuk dan lanjut usia, juga pada bayi baru lahir sampai usia 1th. Pada orang muda yang otot-otot dinding perutnya berkembang dengan baik, bila reflex ini negative mempunyai nilai patologis. Bila reflex superficialis dinding perut negative disertai reflex dalam dinding perut yang meninggi hal ini menunjukkan adanya lesi traktus pyramidalis ditempat yang lebih atas dari Th6. Reflex superficialis dinding perut cepat lelah, dia akan menghilang setelah beberapa kali dilakukan. Refleks Kremaster Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau menyentuh bagian medial pangkal pahan. Terlihat skrotum berkontraksi. Pada lesi traktus piramidalis, reflex ini negative. Reflex ini dapat negative pada orang lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimis. Lengkung reflex melalui L1, L2. Reflex Anus Superficialis Bila kulit disekitar anus dirangsang, misalnya dengan tusukan ringan atau goresan, hal ini mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi. Lengkun reflex ini melalui S2-S4, S5. Refleks Telapak Kaki, Refleks Plantar Kaki dilemaskan keudian telapak kaki digores dengan benda yang agak runcing. Pada orang normal terlihat jawaban berupa kaki melakukan gerakan plantar flexi. Pada orang penggeli gerakan ini disertai gerakan menarik kaki. Pada orang dengan lesi traktus piramidalis, didapatkan gerakan atau jawaban yang lain, yaitu dorsoflexi ibu jari kaki serta gerakan mekar (fanning) jari-jari yang lainnya.
Meningitis Bakterial pada Anak | 22

4. REFLEKS PATOLOGIS 1) Refleks Babinski9 Untuk membangkitkan reflex babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki upaya kaki tetap ditempat. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai menyebabkan rasa nyeri, sebab hal ini menimbulkan reflex menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positive, kita dapatkan gerakan dorsoflexi ibu jari, yang dapat disertai gerakan mekarnya jari-jari lainnya. Dapat dilakukan dengan berbagai cara : Cara Chaddock : Rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus. Cara Gordon : Memencet (mencubit) otot betis. Cara Oppenheim : Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah mengurut kebawah (distal). Cara Gonda : Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong-konyong. Cara Schaefer : Memencet (mencubit) tendon Achilles. 2) Klonus9 Salah satu gerakan kerusakan pyramidal ialah adanya hyperflexi. Bila hyperflexi ini hebat dapat terjadi klonus. Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot, yang timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex-regangotot (muscle stretch reflex) yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (upper motor neuron, pyramidal). Ada orang normal yang mempunyai hyperflesi fisiologis, pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang terus berlangsung selama rangsang diberikan), hal ini dianggap patologis. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang meningi. Hal ini menunjukkan adanya hyperflexi yang patologis, yang disebabkan oleh lesi pyramidal.
Meningitis Bakterial pada Anak | 23

Pada lesi pyramidal (Upper Motor Neyron Supranuklir) kita sering mendapatkan klonus dieprgelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan. Klonus Kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot triceps surae betis. Pemeriksaan menempatkan tangannya ditelapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso flexi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng. Hal ini menyebabkan teregangnya otot betis. Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar flexi dan dorso flexi secara bergantian. Klonus Patela. Klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot kuadriceps femoris. Kita pegang patella penderia, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) kearah distal sambil diberikan tahan enteng. Bila terdapat klonus, akan telihat kontraksi ritmik otot kuadriceps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan. 3) Reflex Hoffman Tromer9 Pada orang normal, reflex flexor jari-jari kaki tidak ada atau enteng saja karena ambang rfleks tinggi. Akan tetapi pada keadaan patologik, ambang reflex menjadi rendah dan kita dpatkan reflex yang kuat. Reflex inilah yang merupakan dasar dari reflex Hoofman Tromer. Refleks Hoofman-Trommer positive dapat disebabkan oleh lesi pyramidal, tetapi dapat disebabkan juga oleh peningkatan reflex yang melulu fungsional, akan tetapi bila reflex pada sisi kanan berbeda dengan yang kiri, maka hal ini dapat dianggap sebagai keadaan patologis. Cara membangkitkan reflex Hoffman-Trommer. Tangan penderita kita pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh flexi serta dientengkan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit diantara telunjuk dan jari tengah kita. Dengan ibu jari kita, gores kuat (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini menyebabkan flexi jari telunjuk serta flexi dan aduksi ibu jari, bila reflex positive. Kadang juga diserta flexi jari lain. 5. SISTEM MOTORIK
Meningitis Bakterial pada Anak | 24

1) Otot6 - Ukuran : atropi / hipertropi


- Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan - Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi

Derajat kekuatan motorik : 6 5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas 4 : Ada gerakan tapi tidak penuh 3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi 2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi. 1 : Hanya ada kontraksi 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali 2) Gait (keseimbangan) Menggunakan Romberg Test. Pada tes ini penderita berdiri dengan satu kaki yang satu nya didepan kaki yang lain ; tumit kaki yang satu berada didepan jari-jari kaki yang lain (tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudia ditutup. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sistem vestibular. Orang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg selama 30detik atau lebih. 6

6. SISTEM SENSORIK
Test pada sistem sensorik berupa tes pada perasa nyeri, suhu, raba halus, gerak, getar, sikap, tekan, refered pain. 6

7. CEREBRAL FUNCTION 1) Pemeriksaan Tunjuk Hidung Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya ke samping, kemudian disuruh menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebelar telunjuk tidak sampai dihidung tetapi melewatinya dan sampai di pipi. Cara kedua, pasien disuruh menunjuk telunjuk pemeriksa kemudian menunjuk hidungnya berulangulang.10 2) Tandem Walk

Meningitis Bakterial pada Anak | 25

Tandem Walk adalah sebuah gaya (metode berjalan atau berlari) di mana ujung kaki menyentuh belakang tumit kaki depan disetiap langkah. Neurologists kadang-kadang meminta pasien untuk berjalan dalam garis lurus menggunakan tandem walk sebagai ujian untuk membantu mendiagnosis ataxia, terutama ataksia truncal, karena penderita gangguan ini akan memiliki gaya goyah. Namun, hasilnya tidak pasti, karena banyak gangguan atau masalah dapat menyebabkan kiprah goyah (seperti kesulitan visi dan masalah dengan motor neuron atau asosiatif korteks ). 3) Diasdokokinesia Hal ini merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yng berlawanan berturutturut. Suruh pasien merentangkan kedua lengannya kedepan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. 10 8. KAKU KUDUK Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelianan rangsang selaput otak. Terdapat 3 cara untuk melakukan pemeriksaan kaku kuduk : 1) Flexi Kepala. Untuk pemeriksaan kaku kuduk dapat dilakukan dengan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudia kepala ditekuk (flexi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk, kta dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.11 2) Brudzinski I (Brudzinskis neck sign) Untuk memeriksa tanda ini dilakukan dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positive, amka tindakan ini mengakibatkan flexi kedua tungkai. Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkai nya tidak lumpuh, tentulah tungkai tidak akan diflexikan. 11
Meningitis Bakterial pada Anak | 26

3) Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign) Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai diflexikan pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula terflexikan, maka disebut tanda brudzinski II positive. 11 4) Tanda Kernig Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring diflexikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90O. Setelah iyu tungkai bawah di ekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135O, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positive. Pada meningitis tandanya biasanya positif bilateral. 11 5) Tanda Lasegue Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus, di bengkokan (flexi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satunya lagi harus dalam keadaan lurus (ekstensi). Pada keadaan normal kita dapat mencapai sudut 70O sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70O, maka tanda lasegue positive. 11 d. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Pemeriksaan cairan serebrospinal Begitu diagnosis meningitis dicurigai, dianjurkan untuk melaukan pemeriksaan CSS segera. Satu-satunya alasan menunda pungsi lumbal adalah bila terapat kecurigaan kuat akan lesi massa intracranial. Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal. Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal Tes Meningitis Bakterial Tekanan LP Meningkat Warna Jumlah sel Keruh > 1000/ml Meningitis Virus Biasanya normal Jernih < 100/ml Meningitis TBC Bervariasi Xanthochromia Bervariasi

Meningitis Bakterial pada Anak | 27

Jenis sel Protein Glukosa

Predominan PMN Predominan MN Sedikit meningkat Normal/meningkat Normal/menurun Biasanya normal

Predominan MN Meningkat Rendah

Kontraindikasi pungsi lumbal:


o

Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis. Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal. Kelainan pembekuan darah. Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan jarum pada ruang interspinal.

o o

2. Pemeriksaan Darah Lengkap e. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Dilakukan CT sCan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi B. ETIOLOGI Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin.12 Streptococcus pneumonia. Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S. pneumoniae sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia
Meningitis Bakterial pada Anak | 28

anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya. 12 Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna. Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin, trovafloksasin) walaupun merupakan kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki daya kerja tinggi melawan kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke SSP.12 Neisseria meningitides Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7 hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. 12 Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya memberi gambaran normoseluler. Kematian
Meningitis Bakterial pada Anak | 29

umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi, shock, netropenia, petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi.12 Haemophilus influenzae tipe B (HIB) HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anakanak usia 1 bulan - 3th. Menjelang usia 3th, banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari.12 Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan sekuelae.12 C. PATOFISIOLOGI13,14 Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme : Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.

Meningitis Bakterial pada Anak | 30

Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun ( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP. Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bacterial. Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor). TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin intrasisternal. Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari
Meningitis Bakterial pada Anak | 31

aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produkproduk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen. Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti jantung. D. DIAGNOSIS a. WORKING DIAGNOSIS Meningitis bakterialis adalah peradangan pada ruang subarachnoid (terletak dalam lapisan-lapisan jaringan yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) yang disebabkan oleh bakteri. Ruang subarachnoid terletak antara lapisan tengah (mater arakhnoid) dan lapisan dalam tipis (piameter) dari jaringan (disebut meninges) yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Ruang ini berisi cairan cerebrospinal, yang mengalir melalui meninges, mengisi ruang-ruang internal dalam otak, dan membantu bantal otak dan sumsum tulang belakang.1
Meningitis Bakterial pada Anak | 32

Ketika bakteri menyerang ruang subarachnoid, akhirnya sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap penjajah, dan sel kekebalan berkumpul untuk mempertahankan tubuh terhadap mereka. Hasilnya adalah peradangan. Peradangan yang parah dapat menyebar ke pembuluh darah di dalam otak, kadang-kadang menyebabkan gumpalan terbentuk. Sehingga stroke dapat terjadi. Peradangan juga dapat menyebabkan kerusakan meluas ke jaringan otak, menyebabkan pembengkakan (edema) dan daerah perdarahan kecil.1 Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris, hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, shrill cry, asidosis metabolik. Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan dengan meningitis adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-ubun menonjol (bulging fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran, irritable, lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia.1 b. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 1. KEJANG DEMAM KOMPLEKS Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang dapat berupa kejang tonik atau tonik-klonik.15 Kejang terbagi atas dua, yakni kejang demam simplex dan kejang demam kompleks. Kejang demam simpleks durasinya singkat (<15 menit), dapat berhenti sendiri, tidak berulang dalam dalam 24jam. 15 2. ENSEFALITIS 24jam, 80% diantara seluruh kejang demam. Sedangkan kejang demam kompleks durasinya >15 menit, berulang lebih dari 1x

Meningitis Bakterial pada Anak | 33

Ensefalitis berarti ada inflamasi jaringan otak, seringkali akibat infeksi virus, tetapi pada sepertiga kasus penyebanya tidak dapat ditemukan. Dalam beberapa hal keadaannya tumpang tindih dengan meningitis virus. Gambaran klinis pada ensefalitis bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Secara umum mirip dengan meningitis bakterialis, disertai demam, sakit kepala, kaku kuduk, tangis menjerit, kejang, stupor, dan koma.

E. PENATALAKSANAAN Meningitis adalah keadaan yang paling darurat pada bidang pediatric. Diagnosis harus dicurigai dan segera dikonfirmasi dengan lumbal punksi dalam setengah jam sampai 1 jam setelah anak masuk rumah sakit. Cairan intravena yang sesuai dan antibiotika dengan spectrum luas harus segera diberikan dalam waktu 1 jam. Dalam 12jam harus dapat diketahui bakteri penyebab yang sebenarnya dan antibiotic diubah dengan yang sesuai. Biakan darah yang diambil bersamaan dengan tindakan punksi lumbal dapat merupakan konfirmasi kuman penyebabnya.1 Pada berbagai rumah sakit digunakan antibiotic baku yang berbeda. Beberap patokan adalah :1 Sebagai pengobatan awal harud dipakai antibiotic berspektrum luas (seringkali kombinasi ampisilin dan kloramfenikol) sampai didapatkan hasil biakan dan resistensi yang sesuai. Antibiotic harus selalu diberikan melalui intravena. Lebih baik penderita dalam keadaan sedikit dehidrasi, karena ada kemungkinan terdapat edema otak sebagai ketidak sesuaian ADH. Manitol dapat bermanfaat apabila terdapat bukti peningkatan TIK yang menetap Antikonvulsan harus diberikan sebagai tindakan profilaksis. Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empiric yang tepat untuk kemungkinan pathogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat. Pasien koma atau dengan gangguan reflex muntah harus dikosongkan isi lambungnya dan dipertimbangkan untuk intubasi guna melindungi jalan nafas.13
Meningitis Bakterial pada Anak | 34

Terapi antibiotic awal. Pendekatan terapeutik pada penderita dengan dugaan meningitis bakteri tergantung dari sifat manifestasi awal penyakit. Anak dengan penyakit yang memburuk dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan TIK, harus mendapat antibiotic segera sesudah dilakukan PL. jika ada tanda-tanda kenaikan TIK atau penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotic harus diberikan tanpa melakukan PL dan sebelum melakukan CT scan. Kenaikan TIK harus diobati secara bersamaan.14 Pilihan dalam terapi awal dalam kurung empiric untuk meningitis pada bayi dan anak imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan antibiotic H. influenza tipe B, S. Pneumoniae, dan M. meningitides. Antibiotic harus mencapai kadar bakterisid pada CSS. Sefalosporin generasi ketiga, seftriakson atau sefotaksim, mewakili terapi baku untuk meningitis bakteri. Dosis seftriakson 100mg/kg/24 jam diberikan sehari sekali atau 50mg/kg/dosis, diberikan setiap 24 jam. Dosis sefotaksim adalah 200m/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam. Kedua obat mencapai kadar bakterisid tinggi pada CSS. Penderita yang alergi terhadap antibiotic betalaktam harus diobati dengan kloramfenikol 200mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam. Walaupun kloramfenikol adalah bakteriostatik terhadap banyak bakteri, obat ini bakterisid terhadap 3 kuman di atas. Penggunanaan kloramfenikol sekarang dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin karena kadar serum perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol mempunyai kemungkinan pengaruh yang merugikan seperti anemia aplastik, sindrom bayi abu-abu seperti syok, dan supresi sum-sum tulang tergantung dosis. 14 Jika penderita dicurigai meningitis gram negatif, terapi awal dapat memasukkan seftazidin dan aminoglikosid. 14 Lama terapi antibiotik. Meningitis H. influenzae tipe B tidak terkomplikasi harus diobati selama total 7-10 hari. Sesudah penentuan bahwa organisme sensitife pada ampisilin dan tidak menghasilkan betalaktamase, erapi antimikroa awal dapat dirubah ke ampisilin. 14 Jika S. pneumonia dibiakkan dari CSS, isolate harus di uji untuk resistensi penisilin. Resistensi relatif terhadap penisilin (MIC 0,1-1,0 gr/mL), ada pada 5 - 25% isolat S. pneumonia, dan organism yang sangat resisten (MIC >b2,0 g/mL) ditemukan pada sejumlah kecil penderita. Meningitis yang disebabkan oleh isolate S. pneumoniae yang relative resisten dapat diobati dengan sefotaksim atau seftriakson, sedang kloramfenikol adalah obat pilihan untuk organism yang sangat resisten jika organisme sensitive terhadap
Meningitis Bakterial pada Anak | 35

antibiotic. Jika ada juga yang resisten terhadap kloramfenikol, vankomisin adalah obat pilihan. Terapi untuk meningitis pneumokokus sensitive penisilin tidak terkomplikasi harus diselesaikan dengan penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4 - 6 jam selama 10 14 hari. 14 Penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam selama 5 - 7 hari merupakan pengobatan pilihan untuk meningitis N. meningitides tidak terkomplikasi. Jarang isolat meningokokus menunjukkan resistensi terhadap penisilin relative (0,25 - 0,5 g/ml) dan absolute (> 250 g/ml) dan organisme ini mungkin memerlukan terapi selingan. 14 Penderita yang mendapat antibiotic IV atau oral sebelum PL dan tidak mempunyai pathogen yang dapat diketahui (pada pewarnaan gram, biakan, atau deteksi antigen) tetapi mempunyai bukti infeksi bakteri akut atas dasar profil CSSnya harus terus mendapat terapi dengan seftriakson atau sefotaksim selama 7-10 hari. Jika tanda-tanda setempat ada atau anak tidak berespon terhadap pengobatan, focus parameningeal mungkin ada dan CT scan harus dilakukan. 14 Efek samping terapi antibiotic meningitis adalah phlebitis, demam obat, ruam, muntah, kandidiasis oral, dan diare. Seftrialson dapat menyebabkan pseudolithiasis kandung empedu reversible, dapat dideteksi dengan USG abdomen. 14 Perawatan pendukung. Penilaian berulang medic dan neurologi penderita dengan meningitis bakteri sangat penting untuk mengenali tanda-tanda awal komplikasi kardiovaskuler, SSS, dan metabolik. Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan harus sering dipantau. Penilaian neurologic, termasuk reflek pupil, tingkat kesadaran, kekuatan motorik, tanda-tanda saraf cranial, dan evaluasi kejang, haru sering dibuat Selma 71 jam pertama, bila resiko komplikasi neruologis besar. 14 Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pesien meningitis. Syndrome sekresi hormone antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan harus dilakukan pembatasan cairan. Pembatsan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrem dapat menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi sementara menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormone antidiuretik pulih ;
Meningitis Bakterial pada Anak | 36

bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama. 13 F. PENCEGAHAN Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas 2 bentuk, kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit serta imunisasi aktif. Sekarang kemoprofilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis sekunder yang disebabkan oleh H. influenzae dan N. meningitidis. 13 Imunisasi aktif pada H.influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-85% pada eningitis akibat organism tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkaian imunisasi tiga dosis pada usia 2, 4, dan 6 bulan. 13 G. KOMPLIKASI16 a. Ventrikulitis b. Efusi Subdural c. Gangguan Cairan Elektrolit d. Meningitis Berulang e. Abses Otak f. Paresis, Paralisis g. Gangguan Pendengaran h. Hydrochepalus i. RM j. Epilepsi H. EPIDEMIOLOGI Aspek penting yang harus dipertimbangkan mencakup usia, etnik, musim, factor penjamu, dan pola resistensi antibiotic regional diantara pathogen yang mungkin.14 Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap pathogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda14 I. PROGNOSIS Prognosis tergantung pada jenis bakteri nya, usia penderita, kecepatan pengobatan efektif yang dilakukan, dan efisiensi pengobatan. Angka kematian berbeda-beda pada berbagai

Meningitis Bakterial pada Anak | 37

kasus. Jika terjadi penyembuhan, biasanya sembuh sempurna, tapi biasanya diiringi oleh gejala-gejala sisa.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Meningitis adalah penyakit yang penting pada anak-anak. Diagnosis dan pengobatan yang cepat tepat pada anak dapat menghasilkan keadaan anak sembuh sempurna tanpa cacat. Pengobatan yang tidak memadai akan mengakibatkan kematian atau retardasi mental disertai gangguan neruologis lainnya, dan seringkali menjadi tuli.

Meningitis Bakterial pada Anak | 38

DAFTAR PUSTAKA 1. Penyakit Sistem Neurologis. In : Saputra L. Sinopsis Pediatri. Ed 1. Jakarta : Binapura Aksara Publisher, 2007. H 345 2. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6. 3. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler. Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1 2. 4. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 29. 5. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar Wahidayat, Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit FKUI , 1991. 6. Tedjasukmana R. Pemeriksaan Fisik Neurologis. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA, 2010. 7. Lumbantobing SM. Kesadaran. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 8 12. 8. Lumbantobing SM. Saraf Otak. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 21 - 84. 9. Lumbantobing SM. Refleks. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 135 - 49.

Meningitis Bakterial pada Anak | 39

10. Lumbantobing SM. Sistem Motorik. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8. 11. Lumbantobing SM. Rangsang Selaput Otak (Iritasi Meningeal). Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8.
12. http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview

13. Tureen J. Meningitis. In : Rudolph A, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed 20. Vol 1. Jakarta : EGC, 2006. H 610 - 4. 14. Prober CG. Infeksi System Saraf Sentral. In : Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. Vol 2. Jakarta : EGC, 2000. H 872 80. 15. Langi B. Kejang Demam. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA, 2010. 16. Langi B. Meningitis Bakterial. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA, 2010.

Meningitis Bakterial pada Anak | 40

You might also like