You are on page 1of 4

Bersikap Positif Pada Hasil Pemilu

Adalah Bagian dari Sikap Ihsan

b Î) © !$ # y ìt B t ûï Ï% © !$ # (# q s ) ¨?$ # t ûï Ï% © !$ # ¨ r Nèd š¨

c q ã Z Å ¡ø t’ C Ç Ê Ë Ñ È
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan.” (terj. QS, al-Nahl/16:
128)

“Tidak ada Pemilu yang sempurna,” demikian kilah KPU menanggapi kritik
para elit politik dan masyarakat tentang ‘kecurangan serta kelemahan’
penyelenggaraan Pemilu 2009. Jawaban KPU itu menegaskan sebuah pengakuan jujur.
Namun, KPU sudah bekerja keras dan melakukan yang terbaik buat bangsa. Karena
kelemahan-kelemahan Pemilu selalu ada, di mana pun di dunia, maka hasil Pemilu
harus ditanggapi dengan sikap positif dan kebesaran jiwa. Meski hasilnya belum final,
tapi perhitungan cepat telah menunjukkan partai-partai mana yang menang dan kalah.
Kita harus, sekali lagi, bersikap arif dalam merespon hasil Pemilu meski ada
kekurangannya. Sikap semacam ini diambil bukan berarti menepis sikap kritis pada
hasil Pemilu, tetapi melakukan kritik dengan tetap mengedepankan kepentingan yang
lebih besar. Sikap seperti inilah yang dapat disebut sebagai sikap ihsān dan ārif.
Sikap ihsān yang secara harfiah berarti “berbuat baik atau kebajikan” sangat
relevan untuk pembicaraan masalah-masalah publik, termasuk Pemilu Legislatif
kemarin. Mengapa? Karena dengan sikap ihsān kita menjadi arif dan memiliki
kemampuan untuk bersikap positif. Kita dapat menangkap ‘hikmah’ di balik kenyataan
atau peristiwa, termasuk kenyataan kekalahan. Dengan demikian, sikap ihsān dapat
membekali orang untuk terhindar dari buruk sangka berlebihan dan terhindar dari rasa
putus asa. Sikap ihsān juga mendorong seseorang untuk dapat bersyukur dan
menerima dengan legawa. Itulah sebabnya, konsep ihsān sangat dekat dengan konsep

1
syukur, amanah, dan taqwa.
Dalam QS, al-Nahl/16: 128 di atas menyebutkan bahwa Allah beserta orang-
orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan atau muhsinūn. Sikap
taqwa dan ihsān adalah sikap-sikap yang dapat menyebabkan seseorang dekat sekali
dengan Allah. Ini berarti ada balasan yang lebih besar di sisi Allah bagi orang-orang
yang bertaqwa dan berbuat kebajikan. Sikap-sikap itu hanya akan bermakna maksimal
bila dikaitkan dalam konteks hidup bermasyarakat dan berbangsa atau bernegara.
Dalam peristiwa-peristiwa politik seperti Pemilu, sikap ihsān dan taqwa lebih
diperlukan untuk menopang tegaknya kemaslahatan yang lebih besar. Kita dicegah
untuk mengedepankan emosi dan dianjurkan untuk mengedepankan rasio. Kita
dilarang untuk ‘melempar tuduhan buruk’ tanpa bukti-bukti yang cukup. Sebaliknya
kita dianjurkan untuk mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi
dan golongan. Dalam Islam dikenal kaidah ushul yang mengatakan, “
‫ ”درألمفاسصصدمقدم على جلب المصصصالح‬yang artinya, “Mencegah terjadinya
kerusakan/kerusuhan harus didahulukan daripada menghadirkan kebaikan.” Jadi,
pilihan untuk menghindarkan negara dalam kekacauan itu lebih baik dan utama
daripada ‘janji kebaikan.’ Logika ini bisa dimengerti karena kebaikan setelah
kehancuran ongkosnya lebih mahal.
Selanjutnya, sikap ihsān adalah sikap yang mencerminkan etika luhur dan
dalam al-Qur’an kata ihsān diletakkan dalam konteks berbuat baik kepada orang tua.
Dalam al-Qur’an Surah al-Ahqāf/46: 15 disebutkan yang artinya, “Kami perintahkan
kepada manusia supaya berbuat baik (ihsān) kepada dua orang tua (bapak dan ibu).
Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah
pula…….” Penegasan ayat ini menunjukkan dengan jelas posisi sikap ihsān sebagai
sesuatu yang sangat bermakna dan simbol dari ‘penghormatan tinggi’ kepada dua
orang tua. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sikap ihsān adalah
sikap memberi penghargaan tinggi pada terciptanya kedamaian, stabilitas, dan
menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan

2
golongan.
Sikap ihsān memang bukan perkara gampang. Artinya, sikap ini tidak semua
orang mampu memilikinya. Untuk dapat bersikap ihsān, orang harus ikhlas, positive
thinking, arif, dan sikap-sikap pendukung lainnya. Sikap ihsān, karena itu,
memerlukan sebuah ‘perjuangan dan pengorbanan’ yang melibatkan dimensi lahir dan
batin. Dimensi lahir ditunjukkan dengan biaya-biaya, tenaga, dan harta. Sementara
dimensi batin terkait dengan perasaan, ikhlas, emosi, dan lain-lainnya. Inilah sebuah
sikap yang komprehensif yang menyimbolkan sebuah kearifan atau wisdom.

Mengaktualkan Sikap Ihsān


Konsep ihsān telah dikenal oleh umat Islam dan bahkan telah menjadi sebuah
ajaran baku dalam doktrin Islam. Namun, sikap ini sangat hebat dalam ranah konsep
namun ‘lemah’ dalam ranah aktual. Umat Islam berhadapan dengan masalah
aktualisasi konsep ihsān dalam kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan
bernegara. Itulah sebabnya, pembicaraan tentang ihsān tidak pernah selesai. Ia
menuntut usaha terus-menerus untuk sampai pada aktualisasinya di masyarakat.
Sikap ihsān telah ditunjukkan oleh pribadi agung Muhammad SAW. Beliau
mempraktikkannya dalam seluruh karir hidupnya sebagaimana tercermin dari ayat-ayat
di dalam al-Qur’an. Bahkan sebuah hadis menyebutkan bahwa akhlaq Nabi
Muhammad SAW adalah al-Qur’an. Data sejarah tentang akhlak Nabi ini harus
diteladani oleh umat Islam yang di Indonesia sebagai mayoritas (bahkan mayoritas dari
negara-negara Muslim di dunia).
Ini dikemukakan untuk menegaskan bahwa peristiwa Pemilu adalah peristiwa
amat penting dan disaksikan oleh masyarakat dunia. Melalui media elektronik dan
media massa, Pemilu yang diselenggarakan dengan ‘sukses’ tanpa kerusuhan atau
kekacauan berarti (sekalipun ada sebagian tengara kecurangan), dipuji oleh komunitas
dunia. Pujian dunia atas keberhasilan Pemilu Legislatif kemarin, pada dasarnya, adalah
pujian kepada umat Islam yang secara berarti telah membantunya. Umat Islam
Indonesia sebagai mayoritas telah dipuji sebagai sangat ‘tertib’ dalam hajatan akbar

3
demokrasi. Dibandingkan negara demokrasi lain seperti Pakistan atau Irak yang selalu
memakan korban, hajatan demokrasi (baca: Pemilu) di Indonesia menampakkan
sebuah potret damai yang menebarkan prinsip-prinsip akhlak Islam yang
menyejukkan. Potret Pemilu yang damai ini juga ‘menyebarkan aroma’ rahmatan
lil-‘ālamîn (belas kasih bagi sluruh masyarakat).
Kondisi Pemilu yang damai ini merupakan awal yang baik bagi masa depan
demokrasi yang telah diterima sebagai konsep pemerintahan di Indonesia, termasuk
oleh umat Islam sendiri. Umat Islam kini tidak lagi terperangkap pada isu-isu
formalisasi Syari’ah dan atau isu-isu aliran. Umat Islam telah beranjak dewasa dalam
berpolitik dan dalam berbangsa serta bernegara. Meski perubahan sikap ini telah
muncul sejak Pemilu 1998, namun kondisi Pemilu 2009 menandai dengan amat jelas
politik umat Islam (baca: partai-partai Islam) yang makin dewasa dan demokratis. Apa
artinya?
Ada arah yang makin terang bagi tegaknya sikap ihsān dalam masyarakat
Indonesia, disadari atau pun tidak disadari. Namun demikian, implementasi atau
aktualisasi sikap ihsān sebagai pilar demokrasi (dalam arti luas), selalu di ujung
tanduk bila berada dalam masa-masa genting seperti masa-masa Pemilu atau suksesi
kepemimpinan. Misalnya, apakah sikap ihsān umat Islam Indonesia (terutama sekali
para elit partai politik) lulus ujian? Apakah Pemilu Legislatif 2009 akan landing
dengan mulus, tanpa ‘gangguan’ berarti? Pertanyaan-pertanyaan yang bernada
meragukan itu akan tertepis oleh sikap ihsān dari seluruh potensi bangsa yang
menghendaki stabilitas, kesejahteraan, dan kenyamanan negeri kita tercinta.

You might also like