You are on page 1of 25

Problem Based Leaarning Kejang Demam Sederhana pada Anak Rosalita 10-2008-153

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara, Jakarta

Bab I Pendahuluan Pada beberapa anak, demam dapat menimbulkan kejang. Kejang demam terjadi pada 25% anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan. Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit lebih tinggi menderita epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami kejang demam.1 Kejang demam merupakan masalah yang paling lazim pada anak,dengan prognosis yang baik secara seragam. Namun, kejang demam dapat menandakan infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis aatau meningitis bakteria sehingga setiap anak harus diperiksa secara cermat dan secara tepat diamati mengenai penyebab demam yang menyertai. Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 dan insiden mendekati 3-4% anak kecil. Ada riwayat kejang demam pada keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua menunjukkan kecenderungan genetik.2 Bab II Isi 1. Anamnesis2 a) Identitas Nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, kebangsaan, tanggal MRS b) Keluhan utama kejang

c) Riwayat penyakit sekarang Betul ada kejang apa tidak Disertai dengan kejang atau tidak, sejak kapan anak menderitademam ? Pola serangan, bersifat umum atau local. Keadaan sebelum, selama dan setelah kejang Sebelum aura yang dapat menimbulkan kejang (rasa lapar,muntah, lelah, sakit perut, sakit kepala dan lain-lain) Selama ditanya kejang dimulai kapan dan proses penjalarannya - Setelah pasien tertidur, ada perasaan sadar, kesadaran menurun d) Riwayat penyakit dahulu Frekwensi serangan - Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya apa tidak. - Umur terjadi kejang untuk pertama kalinya - Frekwensi kejang bertahap - Kejang demam yang pertama terjadi dan didapatkan faktor keturunan kemungkinan berulangnya kejang demam akan lebih besar. - pernah trauma atau tidak e) Riwayat imunisasi : efek samping dari imunisasi DPT f) Riwayat keluarga - Ada anggota keluarga yang menderita kejang ( 25% kejang demam mempunyai faktor keturunan) - Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syara/lainnya. g) Riwayat kehamilan dan persalinan - Penyakit yang pernah diderita ibu selama hamil, trauma perdarahan pervaginem, obat yang digunakan selama hamil - Apakah ada kelahiran sukar, spontan, tindakan (forcep/vokum) perdarahan antepartom, aspiksia dan lain-lain. h) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

- Kelainan motorik hemiparese permonen bertelor antara 0,1 0,2 % - Apabila kejang berlangsung > 15 menit dan kejang >1x/24 jam penurunan IQ dan kecendrungan adanya gangguan mental dan belajar i) Pola-pola fungsi kesehatan Pola nutrisi Anak akan mengalami penurunan nafsu makan karena demam, sehingga makan cuma sedikit atau tidak mau sama sekali Pola aktifitas dan latihan Aktifitas pasien aka terganggu karena harus terah baring Pola tidur dan istirahat Tidur dan istirahat pasien akan terganggu karena tubuh paien panas dan kemungkinan besar terjadi kejang Mekanisme koping akibat hospitalisasi Anak akan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya dan menolak kehadiran orang lain termasuk perawat. Pola eliminasi BAB dan BAK pasien akan dibantu oleh ibu klien atau anggota keluarga yang lain Pola hubungan dan peran Setelah pasien MRS dan harus tirah baring pasien tidak bisa bermain dengan teman-temannya Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Setelah MRS pasien tidak mandi, hanya di seko 2x oleh ibunya atau keluarganya 2. Pemeriksaan2 2.1 Pemeriksaan Fisik Tanda vital terutama suhu utama suhu - Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. - Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. - Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri. - Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas. - Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus. - Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak. - Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) - Pemeriksaan refleks patologis -Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis) 2.2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Neurologis : tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah). Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut : Bayi < 12 bulan : diharuskan. Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. 3. Gejala Klinis Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2-5 Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.3 Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.3 Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu3:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut: Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : parsial 4. Diagnosis 4.1 Working Diagnosis3 Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu: Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit Kejang bersifat umum Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu

diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis) Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.3 4.2 Diagnosis Banding2 5.2.1 Kejang demam kompleks Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua1 Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) Berlangsung singkat Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang 5.2.2 Ensefalitis

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

Ensefalitis ialah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme. Terminologi ensefalopati yang dulu dipakai untuk gejala yang sama, tanpa tandatanda infeksi sekarang tidak dipakai lagi. Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Gejala klinis pada umumnya didapatkan: Suhu yang mendadak menaik Seringkali ditemukan hiperpireksia Pada anak besar, seringkali mengeluh sakit kepala Muntah sering ditemukan Bisa disertai dengan kejang, baik fokal atau umum atau hanya twitching saja. - Elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. - Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan gejala klinis dan etiologis dari ensefalitis tersebut. Diagnosis etiologis dapat ditegakkan dengan: 1. Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif; dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi); dari feses untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif. 2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. 3. Pemeriksaan patologi anatomi post mortem Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosis. Telah diketahui bahwa satu macam virus dengan gejala-gejala yang sama dapat menimbulkan gambaran yang berbeda. Bahkan pada beberapa kasus yang

jelas disebabkan virus tidak dapat ditemukan sama sekali tanda radang yang khas. Pada beberapa penyakit yang mempunytai predileksi tertentu, misalnya poliomielitis, gambaran patologi anatomis dapat menyokong diagnosa. 5.2.3 Epilepsy Merupakan suatu kondisi gangguan kronik yang ditandai oleh berulang-ulangnya bangkitan epilepsi. Penyebab dari epilepsi adalah multifaktor,termasuk genetik dan penyebab yang didapat. Faktor genetik yang menjadi penyebab epilepsi diantaranya o Epilepsi sekunder pada tuberkulosis dan fenilketonuria. o Epilepsi primer yang disebabkan oleh gangguan eksitabilitas dan sinkronisasi neuron korteks serebri. Lesi di otak (didapat) yang menyebabkan epilepsi sekunder diantaranya o Asfiksia o Sklerosis hipokampus o Tumor o Trauma kepala o Infeksi o Stroke Klasifikasi epilepsi: Komisi Klasifikasi dan Terminologi International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981 membuat sistem klasifikasi berdasarkan bentuk bangkitan, yaitu: I. Bangkitan parsial/fokall yang dimulai dari satu bagian hemisfer otak Bangkitan fokal dibagi menjadi: 1. Bangkitan fokal sederhana (kesadaran tidak terganggu)

Dapat dengan manifestasi motorik, somatosensorik, atau sensorik khusus (kesemutan , keliatan cahaya, berdengung), autonomik (sensasi epigastrik, pucat, pupil dilatasi), atau psikik (ilusi, halusinasi). 2. Bangkitan fokal kompleks(kesadaran terganggu) Dapat terjadi dengan onset parsial sederhana diikuti kesadaran terganggu atau dengan kesadaran terganggu pada saat onset (dengan automatism). II. Bangkitan umum yang dimulai dari kedua hemisfer secara simultan. 1. Bangkitan absens Absens tipikal (ditandai oleh hilangnya kesadaran disertai gerakan minor seperti mengedip, twitching, berlangsung singkat biasanya kurang dari 10 detik dengan gambaran EEG khas, paku ombak 3 per detik). Absens atipik (berlangsung lebih lama, diikuti post-ictal confusion dengan EEG tidak khas/iregular). 2. Bangkitan mioklonik 3. Bangkitan klonik 4. Bangkitan tonik 5. Bangkitan tonik klonik 6. Bangkitan atonik - EEG( elektro-ensefalografi) merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting. Kelainan dan lokasi EEG interiktal (diantara bangkitan) selain dapat membantu menegakkan diagnosis epilepsi juga dapat menentukan klasifikasi bangkitan epilepsi. - Kelainan EEG interiktal saja tidak cukup untuk mendiagnosis epilepsi sebab 1020% pasien epilepsi tidak menunjukkan kelainan EEG dan 2-3% pasien bukan epilepsi menunjukkan kelainan epilepsi. - Diagnosis pasti epilepsi baru dapat ditegakkan bila bangkitan muncul pada saat dilakukan rekaman EEG, sehingga rekaman iktal dapat direkolasikan dengan manifestasi klinis epilepsi.

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam. 5.2.4 Meningitis - Meningitis purulenta Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik. Gejala klinis: o Infeksi akut : anak menjadi lesu, mudah terangsang, panas, muntah, pada anak besar mungkin ada sakit kepala. o Tekanan intrakranial yang meninggi: anak sering muntah, moaning cry yaitu tangis yang merintih. Kesadaran bayi/ anak menurun dari apatis sampai koma. Kejang dapat bersifat umum, fokal atau twitching. Ubunubun besar menonjol dan tegang. o Gejala rangsangan meningeal: terdapat kaku kuduk, malahan dapat terjadi rigiditas umum. Tanda-tanda spesifik seperti Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Bila terdapat gejala tersebut diatas, selanjutnya dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal. Umumnya cairan serebrospinal berwarna keruh. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya positif kuat. Kadar protein dalam likuor meninggi dan kadar gula menurun. Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan langsung sediaan berwarna di bawah mikroskop dan hasil biakan - Meningitis tuberkulosa

Meningitis tuberkulosa ialah radang selaput otak komplikasi tuberkulosis primer. Gejala klinis: o Biasa didahului stadium prodromal berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu yang ringan, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. o Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala sebelumnya menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku. o Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. o Pungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan laboratorium lainnya. Likuor serebrospinalis berwarna jernih, atau kekuning-kuningan (xantokrom). Kadar protein meninggi sedangkan kadar glukosa dan klorida total menurun. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan kuman tuberkulosis dalam cairan otak. - Meningitis virus Meningitis virus ialah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan gejala rangsang meningeal. Gejala klinis: Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadangkadang didahului dengan panas untuk beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala yang mendadak yang disertai kuduk kaku. Gejala pada bayi tidak berapa khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang terlihat. Bila penyebabnya echovirus atau virus Coxsackie maka dapat disertai ruam dan panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kuduk kaku, tanda kernig, dan Brudzinsky kadang-kadang positif. Likuor serebrospinalis berwarna jernih dengan

jumlah sel dengan diferensiasi terutama limfosit. Kadar glukosa dan protein normal atau sedikit meninggi. Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan likuor serebrospinalis dan perjalanan penyakit yang self-limited. 5. Etiologi Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:3,4,5 disebabkan oleh suhu yang tinggi macam agent: Bakterial: Penyakit pada Traktus Respiratorius: o Pharingitis o Tonsilitis o Otitis Media o Laryngitis o Bronchitis o Pneumonia Pada G. I. Tract: o Dysenteri Baciller Sepsis. Pada tractus Urogenitalis: o Pyelitis o Cystitis o Pyelonephritis Virus: Terutama yang disertai exanthema: o Varicella - timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak

o Morbili o Dengue o Exanthemasubitung 6. Epidemiologi Kejang demam adalah suatu kejadian kejang yang biasanya terjadi di antara umur 3 bulan dan 5 tahun yang di sebabkan oleh demam tanpa adanya infeksi intra kranial atau penyebab yang jelas.1 Kejadian kejang demam ini di negara yang telah maju berkisar antara 2.5%,2,3,4 di Jepang angka kejadian kejang ini lebih tinggi karena faktor infeksi yang masih tinggi dan dapat menyebabkan peningkatan suhu. Infeksi saluran nafas akut merupakan penyebab yang banyak ditemui sebagai penyakit yang menimbulkan kejang demam.5 Sebelum tahun 1995 di Indonesia biasanya kejang demam di bagi atas kejang demam sederhana dan epilepsi yang di provokasi oleh demam berdasarkan pembagian oleh Livingstone yang di modifikasi, oleh karena tidak dapat dibuktikan bahwa epilepsi yang di provokasi oleh demam dalam perjalanan penyakitnya tidak menjadi epilepsi sebesar yang didapatkan oleh Livingstone.3 Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.2 Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut. (lihat tabel ).3 Penyebab demam pada 297 penderita KD3 Penyebab demam Tonsilitis dan/atau faringitis Otitis media akut (radang liang telinga tengah) Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna) Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi Bronkitis (radang saiuran nafas) 44 17 22 Jumlah penderita 100 91

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas) Morbili (campak) Varisela (cacar air) Dengue (demam berdarah) Tidak diketahui

38 12 1 1 66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya sekitar 1%, 7. Patofisiologi5,6 Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.6 Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. 3.

Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.2 Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. 8. Penatalaksanaan Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan awal yang

mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.6 Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu: 2-6 1. Pengobatan fase akut 2. Mencari dan mengobati penyebab 3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam(lih. preventiv) - Pengobatan fase akut Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam. Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.

Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya. Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan. - Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.3 9. Preventif Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam :

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:3 o Profilaksis intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. o Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:3 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental). Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :7-9

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poinpoin di atas adalah sebagai berikut :7-9

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat Pemberian oksigen melalui face mask Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya

menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan. Imunisasi dan kejang demam 7 Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut: DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi. 10. Komplikasi Menurut Lumbantobing Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ,komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :3 1. Kerusakan otak Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. 2. Retardasi mental Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus. 3. Kejang demam berulang Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang demam sejak kejang demam pertama. - Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut:
o o

Usia muda pada saat kejang demam pertama Relatif rendah demam pada saat kejang pertama

o o o

Keluarga riwayat kejang demam Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama

- Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20% kemungkinan kekambuhan. 4. Epilepsi - Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari: Kejang demam kompleks Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum kejang demam pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental) Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja. 11. Prognosis3 Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga

adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%. Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi

epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor: Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.3-7 Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang demam.2 Bab III Penutup

Kesimpulan Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian.

Daftar Pustaka 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kejang demam. 2009. Diunduh dari http://www.idai.or.id/ kesehatananak/artikel.asp?q=199641513584). 25 Januari 2011 2. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007. 3. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007 4. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002. 5. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London 6. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
7. Kejang Demam, Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=10899.

Penanganan

Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan

26 Januari 2011
8. Acute

Management

of

Infants

and

Children

with

Seizures.

http://www.health.nsw.gov.au /fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. 26 Januari 2011 9. Prodigy Guidance - Febrile convulsion. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt= Febrile%20convulsion. 26 Januari 2011

You might also like