You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Suatu negara dapat dikatakan maju apabila pendidikan warga suatu negara itu sudah maju pula, artinya bahwa negara itu bisa dikatakan maju apabila taraf pendidikan warga suatu negara tersebut sudah benar-benar maju. Salah satu aspek yang menentukan kemajuan pendidikan ialah adanya guru yang profesional, di samping itu terdapat aspek lain yang menunjang terlaksananya pendidikan, seperti sarana dan prasarana yang memadai, serta adanya dukungan pemerintah dalam memajukan bidang pendidikan. Kualitas pendidikan di negara kita masih jauh dari standar pendidikan yang seharusnya diterapkan. Banyak sekolah-sekolah dasar dan menengah yang

mengedepankan standarisasi Internasional tidak memenuhi kualifikasi mutu pendidikan yang baik. Banyak dari mereka yang berlomba-lomba untuk memenuhi mutu pendidikan dengan hanya fokus terhadap fasilitas-fasilitas yang harus dilengkapi di dalam sekolah. Fasilitas-fasilitas tersebut kebanyakan menjurus pada perkembangan teknologi terkini yang memakan biaya cukup besar. Padahal masalah utama untuk memperbaiki kualitas pendidikan sebenarnya terletak pada sistem pengajaran dan proses belajar mengajar. Teknologi memang mendukung dalam aspek ini, akan tetapi teknologi hanyalah bersifat sebagai perantara dalam proses belajar mengajar. Teknologi bersifat mempermudah, sehingga transfer ilmu serbenarnya terletak dari kemampuan penyampaian para pengajar terhadap siswa. Cara mengajar inilah yang sebenarnya menjadi masalah yang sepele, akan tetapi cukup kompleks apabila dikaitkan dengan perkembangan mutu pendidikan di negara ini. Faktor lain yang mempengaruhi adanya perbedaan cara mengajar adalah tingkat kedisiplinan setiap guru yang berbeda, sehingga proses terjadinya transfer ilmu yang diterima tidak maksimal dengan kemampuan siswa. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa permasalahan tentang perbaikan mutu pendidikan terletak pada profesionalisme seorang pengajar. Lalu bagaimana masalah ini dapat terselesaikan dengan hasil yang maksimal?

Makalah ini akan membahas tentang peran guru sebagai kunci dari mutu pendidikan di Indonesia. Permasalahan-permasalahan yang ada beserta dampak dan penyelesaiannya akan disajikan dalam susunan makalah berikut.

B. Rumusan Masalah 1. Apa saja peran guru sebagai kunci mutu pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana pendekatan dan metode pembelajaran yang profesional sebagai lanjutan dari proses perbaikan mutu pendidikan di Indonesia ? 3. Bagaimana cara mengkualifikasi guru yang profesional? 4. Bagaimana standar dan performa kinerja guru dalam peningkatan mutu pendidikan? 5. Masalah apa yang akan muncul apabila kualifikasi mutu dan relevansi pendidikan tidak dapat dicapai?

C. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan pernanan guru bagi perbaikan mutu pendidikan bangsa. 2. Meningkatkan kualitas proses pengajaran terhadap siswa. 3. Mensosialisasikan cara mengkualifikasi guru yang profesional bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. 4. Mendeskripsikan standar dan performa kinerja guru dalam peningkatan mutu pendidikan bagi Indonesia. 5. Untuk mengantisipasi adanya masalah-masalah pendidikan lebih lanjut.

BAB II PERMASALAHAN

Profesi guru kadang kurang memberikan rasa bangga pada diri sebagian orang. Bahkan ada guru yang malu disebut seorang guru. Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara sadar atau tidak sadar mengkampanyekan penyelesaiannya menjadi guru kepada masyarakat, seperti ungkapan Cukuplah saya yang menjadi guru ucapan itu sering kita dengar dari seorang guru. Ungkapan ini muncul karena profesi guru dianggap sebagai profesi yang kurang menjanjikan masa depan yang baik, profesi guru jauh di bawah profesi seorang pengusaha, dokter, pilot, ekonom dan lain-lain. Akibat stigma di atas sulit mencari guru yang prefesional sesuai dengan bidangnya. Banyak kasus yang kita temui di lapangan, seperti adanya guru yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya, guru yang mengajar yang bukan bidang keahliannya, bahkan banyak kita temui adanya guru non keguruan yang minus metodologi pembelajarannya. Demikian juga sebaliknya guru lulusan keguruan, tetapi pengetahuan agamanya kurang mendalam. Sarjana lulusan non pendidikan yang tidak pernah belajar ilmu keguruan diberi tugas mengajar pengetahuan agama, bahkan tidak jarang menjadi guru matematika, IPA dan sebagainya. Persoalan ini merupakan rangkaian dari kurangnya penghargaan profesi guru. Profesi guru seharusnya diisi oleh orang-orang besar, berpengatahuan luas, dan memiliki keahlian yang bermutu, karena akan mencetak sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Namun sulit untuk menarik siswa sebagai output pembelajaran ke dalam profesi guru. Mereka lebih tertarik ke dunia kerja yang dari aspek materi lebih menjanjikan. Akibat persepsi yang demikian itu menjadikan profesi guru diisi oleh orang-orang yang kurang mampu mengisi bidang mata pelajaran yang membutuhkan kemampuan berkompetisi dan keahlian yang handal. Dapat dikatakan juga bahwa profesi menjadi guru hanya sebagai tempat persinggahan sementara sebelum berhasil memperoleh pekerjaan lain yang lebih menjanjikan imbalan yang lebih baik.

Profesionalisme dan kebutuhan hidup selalu membayangi problematika keguruan dalam perspektif pendidikan yang tak kunjung usai dibicarakan. Bahkan barang kali sesuatu yang hampir mustahil untuk mendapatkan guru yang profesional, kalau guru hanya diberi penghargaan sebagai Pekerjaan yang mulia dan Pahlawan tanpa tanda jasa. Seberapa besarkah kemungkinan bangsa ini akan bertahan apabila secara sistematis pendidikan generasi muda diserahkan kepada kelompok yang kemampuan dan dedikasinya kurang meyakinkan? Ada banyak kritik yang dialamatkan kepada problematika defisiensi guru yang salah ruang (mismatch) ini khususnya yang berkaitan dengan kualitas pembelajaran di sekolah yaitu: a. Pembelajaran lebih berkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis yang bersifat kognitif. Pembelajaran kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan menjadi makna dan nilai yang perlu

diinternalisasikan kepada siswa. b. Metodologi pembelajaran tidak kunjung berubah, pembelajaran yang

disampaikan secara konvensional, tradisional, dan monoton. c. Kebanyakan kegiatan pembelajaran berlangsung bersifat menyendiri, kurang berinteraksi dengan teman yang lain. Kegiatan pembelajaran bersifat marjinal dan periferial. d. Pendekatan pembelajaran berlangsung cenderung normatif, tanpa ilustrasi konteks sosial budaya yang melatar belakanginya. e. Guru lebih bernuansa sebagai guru spiritual/moral dan kurang diimbangi dengan nuansa intelektual dan profesional. Berbagai kritik tersebut bukanlah bertendensi untuk mendiskreditkan guru, tetapi lebih bermaksud meningkatkan dan menggugah bagaimana mengembangkan guru, sehingga lebih profesional dan menjadi lebih unggul.

BAB III PEMBAHASAN

A. Peranan Guru sebagai Kunci Mutu Pendidikan di Indonesia Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai pengajar dan pendidik, maka guru secara otomatis mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Secara teoritis dalam peningkatan mutu pendidikan guru memilki peran antara lain : a. Sebagai salah satu komponen sentral dalam sistem pendidikan. b. Sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik dalam suatu instansi pendidikan (sekolah maupun kelas bimbingan). c. Penentu mutu hasil pendidikan dengan mencetak peseta didik yang benarbenar menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, percaya diri, disiplin, dan bertanggung jawab. d. Sebagai faktor kunci, mengandung arti bahwa semua kebijakan, rencana inovasi, dan gagasan pendidikan yang ditetapkan guna mewujudkan perubahan sistem pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. e. Sebagai pendukung serta pembimbing peserta didik sebagai generasi yang akan meneruskan estafet pejuang bangsa untuk mengisi kemerdekaan dalam kancah pembangunan nasional serta dalam penyesuaian perkembangaan jaman dan teknologi yang semakin spektakuler. f. Sebagai pelayan kemanusiaan di lingkungan masyarakat. g. Sebagai pemonitor praktek profesi. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah Benarkah guru sebagai penentu keberhasilan pendidikan Indonesia?. Mencermati dan memperhatikan Pendidikan di Indonesia, timbullah suatu permasalahan yang menjadi permasalahan nasional, terutama menyangkut masalah standar kelulusan siswa baik yang masuk SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, dan lain-lain. Kelulusan siswa tidak ditentukan oleh guru yang memantau dan mendidik serta membimbing dan membina anak didik selama 3 tahun dalam proses

belajar dan mengajar, tetapi cukup ditentukan dengan hasil UN selama 2 jam yang sudah ditentukan standar nilai minimumnya. Suatu hal yang tidak logis untuk menilai seseorang mampu dan tidak mampu hanya dari satu aspek saja yaitu aspek kognitif, sedangkan intelektual yang bermoral merupakan proses yang diamati dan dinilai oleh orang yang membimbing dan orang yang membina di sini disebut dengan peran guru dikebirikan. Beberapa kasus terjadi, ada seorang siswa yang sering menjuarai berbagai olimpiade sampai tingkat Nasional, berperilaku baik dan santun namun pada saat kelulusan ia dinyatakan tidak lulus. Di sisi lain ada seorang siswa yang kurang baik dalam berperilaku, sering bolos, dan tidak sopan, namun ia mendapat nilai tertinggi saat kelulusan. Sungguh ketidak adilan dalam hal ini sangat menonjol. Di sinilah permasalahan pendidikan di Indonesia yang memunculkan suatu pertanyaan terhadap kelulusan siswa yang hanya ditentukan oleh 3 materi Ujian Nasional, sedangkan materi lain dan keaktifan serta intelektual siswa lainnya yang menyangkut aspek afekti dan psikomotorik siswa tidak dinilai. Jadi peran guru sebagai pengajar sekaligus pendidik disini kurang menentukan hasil pendidikan jika tolak ukurnya masih demikian. Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Pepatah ini dapat memberi kita pemahaman bahwa betapa besarnya peran guru dalam dunia pendidikan pada saat masyarakat mulai menggugat kualitas pendidikan yang dijalankan di Indonesia maka akan banyak hal terkait yang harus dibenahi. Masalah sarana dan prasarana pendidikan, sisitem pendidikan, kurikulum, kualitas tenaga pengajar (guru dan dosen), dan lain-lain. Secara umum guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraan, dan lain-lain.

B. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Profesional sebagai Lanjutan dari Proses Perbaikan Mutu Pendidikan di Indonesia Guru yang profesional tidak hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk itu perlu kiranya para guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

A.

PENDEKATAN

1. Pendekatan Konsep Pada pendekatan model ini siswa dibimbing memahami suatu bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses

pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu dominan dan siswa membimbing untuk memahami konsep.

2. Pendekatan Lingkungan Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sering digunakan pendekatan lingkungan.

3. Pendekatan Inkuiri Melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian (Dettrick, G.W. 2001). Dalam pendekatan inkuiri berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang digunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan, membuat ramalan, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.

4. Pendekatan Proses Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses atau langkah-langkah ilmiah seperti melakukan pengamatan, menafsirkan data, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan.

5. Pendekatan Interaktif Dikenal juga sebagai pendekatan pertanyaan anak, memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan.

6. Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan pemecahan masalah ini ada dua versi. Versi yang pertama siswa dapat saja menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Dalam versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi pentunjuk.

7. Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) Dalam rangka mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat telah dikembangkan bahan kajian pengajaran sains dalam bentuk Sains, Teknologi, dan Masyarakat (S-T-M) (Depdikbud, 1992). STM ini merupakan peng-Indonesiaan dari Science, Technlogy and Society. Dalam pengajaran sains siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep sains, tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat (Depdikbud, 1992).

8. Pendekatan Terpadu (Integrated Approach) Pendekatan ini merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Unsur pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata

pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain.

B.

METODE

1. Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa.

2. Metode Tanya Jawab Dalam tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sudah direncanakan sebelumnya. Perencanaan pertanyaan dapat berdasarkan pada konsep yang ingin diperoleh atau dipahami siswa.

3. Metode Diskusi Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Metode diskusi ini sering dipertukarkan dalam penggunaannya dengan metode tanya jawab. Dalam diskusi dapat saja muncul pertanyaan, tetapi pertanyaan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu. Dalam diskusi terjadi menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat.

4. Metode Kooperatif Pada belajar kooperatif ini siswa berada dalam kelompok kecil dengan anggota sebanyak 4-5 orang. Dalam belajar secara kooperatif ini terjadi interaksi antara anggota kelompok. Semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok di tunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu. Metode ini sering digunakan dalam kegiatan praktikum dan diskusi.

5. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh guru sendiri atau dibantu beberapa siswa, dapat pula dilakukan oleh sekelompok siswa. Metode ini

dapat membantu pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga diharapkan siswa menjadi lebih mudah memahami.

6. Metode Karyawisata/Widyawisata Metode karyawisata/widyawisata adalah cara penyajian dengan membawa siswa mempelajari materi pelajaran di luar kelas. Widyawisata ini suatu kunjungan yang direncanakan kepada suatu objek tertentu untuk dipelajari atau untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Karyawisata dapat dilakukan di sekitar sekolah atau ditempat lain. Kegiatan belajar di luar kelas ini mungkin dipimpin oleh guru sendiri, atau oleh pembimbing lain seperti petugas lapangan di kebun raya, museum, dan sebagainya.

7. Metode Penugasan Pembelajaran dengan menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas yang diberikan guru dapat berupa masalah yang harus dipecahkan dan prosedurnya tidak diberitahukan. Metode penugasan ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, merangsang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Kekurangan metode ini terletak pada sulitnya mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.

8. Metode Eksperimen Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan

menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan membanding atau kontrol, dan penggunaan alat-alat praktikum. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri.

10

9. Metode Bermain Peran Pembelajaran dengan metode bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam suatu situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep.

C. Kualifikasi Guru Profesional bagi Kemajuan Pendidikan di Indonesia Kata Pendidik sering kali diwakili dengan istilah guru. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi (1998) bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Secara lebih khusus lagi Nawawi berpendapat bahwa guru berarti, orang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut bukan hanya sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertenu, akan tetapi guru adalah anggota masyar akat yang harus ikut dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didikya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. Menurut S. Nasution (1988) Tugas guru ada tiga bagian, yaitu: 1. Sebagai orang yang mengomunikasikan pengetahuan. Tugas ini mengharuskan guru mengetahui pengetahuan yang mendalam bahan yang akan diajarkannya. Sebagai konsekwensinya adalah seorang guru tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu har us dipelajari. Selain itu, guru perlu menyediakan berbagai fasilitas hidupnya, memperbaiki nasib hidupnya, dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sehingga dapat melaksanakan profesi keguruannya dengan baik.

2. Guru sebagai model berkaitan dengan bidang stud i (mata pelajaran) yang diajarkannya. Sebagai suatu yang berdaya guna dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari -hari. Guru harus menjadi model atau contoh nyata dari kehendak bidang studi (mata pelajaran) yang diampunya. Khususnya bidang

11

studi akhlak, ke imanan, kebersihan, dan sebagainya. Guru yang bersangkutan disarankan mampu memperlihatkan keindahan akhlak , keimanan, dan kebersihan yang di ajarkan kepada siswanya. Jangan harap anak didik (siswa) bersikap dan berperilaku etis bila guru itu belum mampu m enampakkan bidang studi(mata pelajaran) dimaksud dalam kepribadiannya.

3. Guru harus menampakkan model sebagai pribadi yang disiplin, cermat berpikir, mencintai pelajaran pe nuh mendalam, dan luas dedikasi. Menurut Muchtar Buchori (1994) Ahli pendidikan yang kritis, menyebutkan, ada tiga pilar yang harus melekat pada profesional yang baik etos kerjanya yaitu: 1. Keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan (job quality) 2. Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan 3. Keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesional. Tiga pilar profesional di atas pada dasarnya terkait dengan kualifikasi yang harus dimiliki oleh guru pada umumnya, yaitu kualifikasi personal, profesional, dan sosial. Atau dalam istilah lain guru harus memenuhi dua kategori, yaitu capability dan loyality, yakni guru harus mempunyai kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi, sampai evaluasi, dan mempunyai loyalitas keguruan yakni loyal terhadap tugas -tugas keguruan tidak semata -mata di kelas tetapi sebelum dan sesudah di kelas. Sedangkan menurut Gilbert . Hunt dalam bukunya Effective Teaching , sebagaimana dikutip oleh Dede Rosyada (2004) menyatakan, bahwa guru yang unggul itu harus memenuhi tujuh kriteria, yaitu: 1. Sifat Guru yang baik harus memiliki sifat -sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan kerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, bisa dipercaya, fleksibel dan mudah menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi siswa, tidak semata -mata mencari reputasi pribadi, mampu mengatasi streotype siswa, bertangg ung jawab terhadap kegiatan belajar siswa. Mampu menyampaikan perasaannya, dan memiliki pendengaran yang baik.

12

2. Pendengaran Maksudnya adalah guru yang baik itu memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus mengikuti kemajuan dalam bidang ilmunya.

3. Apa yang disampaikan Yakni guru yang baik mampu memberikan jaminan, bahwa materi yang disampaikannya mencakup unit baha san yang diharapkan secara maksimal.

4. Bagaimana Mengajar Maksudnya adalah guru yang baik mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas dan terang, memberikan layanan yang variatif, menciptakan,dan memelirara momentum, menggunakan kelompok kecil secara s ecara efektif, mendorong semua siswa untuk berpartisipasi, memonitor bahkan mendatangi siswa, mampu mengambil berbagai keuntungan dari kejadian -kejadian yang tidakdiharapkan, memonitor tempat duduk siswa, selalu melakukan formative test dan post-test, melibatkan siswa dalam tutor sebaya, menggunakan kelompok besar untuk pengajaran intructional , menghindari kesukaran yang kompleks dengan menyederhanakan sajian informasi, menggunakan beberapa bahan tradisional, menunjukkan pada siswa tetang pentingnya bahan -bahan yang mereka pelajari, menunjukkan proses berpikir yang penting untuk belajar, berpartisipasi dan mampu memberikan perbaikan terhadap kesalahan konsep yang dilakukan siswa

5. Harapan Maksudnya adalah guru yang baik, mampu memberikan harapan pada siswa, mampu membuat siswa akuntabel dan mendorong partisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan akademik siswanya.

13

6. Reaksi Maksudnya adalah reaksi guru terhadap siswa, yakni guru yang baik, bisa menerima masukan, rsiko, tantangan, selalu memberikan dukungan pada siswanya, konsisten dengan kesepakatan -kesepakatan dengan siswa, bijaksana terhadap kritik siswa, menyesuaikan diri dengan kemajuan-kemajuan siswa, pengajaran yang memperhatikan individu, mampu memberikan jaminan atas kesetaraan partisipasi siswa, mampu me nyediakan waktu yang pantas untuk siswa bertanya, cepat dalam memberikan feed back bagi siswa dalam membantu mereka belajar, perduli dan sensitif terhadap perbedaan-perbedaan latar belakang sosial ekonomi dan kultur siswa, dan menyesuaikannya pada kebijakan-kebijakan menghadapi perbedaan.

7. Manajemen Maksudnya adalah guru yang baik harus mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasi kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas melewati masa transisi dengan baik, memiliki kemampuan dalam mengatasi dua atau lebih aktifitas kelas dalam satu waktu yang sama, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien dan konsisten, dapat meminimalisir gangguan, dapat menerima suasana kelas yang ribut dengan k egiatan pembelajaran, mempunyai teknik mengontrol kelas, memberikan hukuman dengan bentuk yang paling ringan, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, dan tetap dapat menjaga siswa untuk dapat belajar menuju sukses.

Dari berbagai pendapat meng enai kriteria yang harus dimiliki oleh guru di atas dapat penilis simpulkan, bahwa terdapat kaitan yang sangat erat sekali antara etos kerja, profesionalisme, dan mutu produk kerja seseorang. Artinya bahwa keberhasilan dan kegagalan guru dalam meningkatkan mutu hasil pendidikan dari para lulusan yang diserahkan kepada masyarakat, maka ia mempunyai kewajiban moral untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan, profesionalisme dan etos kerjanya. Sedikitnya ada tiga dimensi umum kompetensi yang saling menun jang membentuk kompetensi profesional guru, yaitu kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Ciri kompetensi profesional adalah menyangkut

14

kemampuan dan kesediaan serta tekad guru untuk mewujudkan tujuan -tujuan pendidikan yang telah dirancang melalui proses dan produk kerja yang bermutu. Ciri kompetensi personal adalah ciri hakiki dari kepribadian guru untuk menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan (profesinya) guna mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sedangkan ciri kompetensi sosial adalah prelaku guru yang berkeinginan dan bersedia memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam banyak analisis tentang kompetensi keguruan, aspek kompetensi personal dan sosial umumnya disatukan.

Integrasi Kompetensi Kepribadian-Sosial dengan Kompetensi Profesional Guru

15

Keterangan: a. Kepribadian setiap guru bersifat unuk b. Pengejawantahan kompetensi personal -Sosial dankompetensi profesional secara terpadu tampak dalam tindak keguruan c. Seluruh aspek kompetensi keguruan dan tindak keguruan dapat dan perlu

Diperkembangkan secara berkesinambungan. Melalui diagram di atas bisa dibedakan antara guru yang profesional dengan ciri dan karakteristik di muka dengan guru yang hanya memiliki komitmen mencari keuntungan hidup material di dalam profesi keguruan. Guru profesional yang diangankan oleh diagram di atas adalah guru yang sepenuhnya mengelim ciri dan karakteristik yang disyaratkan kepadanya. Sikap amanah dan akuntabel kiranya melandasi bangunan guru yang profesional se bagaimana dimaksudkan oleh diagram karena sifatnya yang mengharuskan pertanggungjaw aban kepada Tuhan dan manusia sekaligus.

D. Standar dan Performa Kinerja Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan keteladanan dan sebagainya) tertentu ( 1993; 789). Profesional adalah: 1. Bersangkutan dengan profesi. 2. Memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. 3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Jadi, dalam pekerjaan profesional digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan kepada orang lain. Pekerjaan orang yang profesional harus dibedakan dari pekerjaan seorang tukang, karena walaupun sama -sama menguasai teknik dan prosedur kerja tertentu, namun seorang pekerja profesional memiliki informed responsivenees (ketanggapan yang berlandaskan kearifan) terhadap implikasi kemasyarakatan atas obyek kerjanya. Dengan kata lain, seorang profesional memiliki filosofi yang menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya.

16

Sebagaimana pendapat Muhtar Luthfi yang dikutib oleh Syafrudin Nurdin, beliau mengungkapkan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut profesi unggul yaitu: 1. Panggilan hidup yang sepenuh waktu Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang lama bahkan mungkin seumur hidup.

2. Pengetahuan dan kecakapan/ keahlian Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan/keahlian yang khusus dipelajari.

3. Kebakuan yang universal Profesi adalah pekerjaan yang menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat dijadikan pegangan atau pedoman dala memberikan pelayanan terhadap mereka yang membutuhkan.

4. Pengabdian Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat, bukan untuk mencari keuntunga n secara material/finansialbagi diri sendiri.

5. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur -unsur kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang dilayaninya.

6. Otonomi Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsip atau norma -norma yang ketetapannya hanya diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesinya.

17

7. Kode Etik Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik,yaitu norma -norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat.

8. Klien Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subyeknya. Dari beberapa kriteria di atas sesungguhnya dapat dis ederhanakan lagi menjadi tiga, sebagaimana pendapat A. Samana (1994) yang mengemukakan bahwa, jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri -ciri tertentu, yaitu: 1. Memerlukan persiapan atau pendidikan yang khusus bagi calon pelakunya (membutuhkan pendidikan pra -jabatan yang relevan). 2. Kecapan pekerja profesional dituntut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang. 3. Jabatan profesional tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan atau negara. Uraian ini menegask an bahwa profesi guru merupakan jabaran profesiaonal karena eksistensinya memenuhi ketiga macam persyaratan di atas.

E. Masalah Akibat Kualifikasi Mutu dan Relevansi Pendidikan tidak dapat Dicapai Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.

Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang

18

belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur. Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasilhasil penilaian pendidikan belum berfungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan. Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri.

19

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Peningkatan kualitas guru mutlak harus diperhatikan dalam memacu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Di samping kesejahteraan guru sebagai masalah utama yang harus segera mendapat perbaikan. Sebab selama ini masih banyak kita temui berbagai permasalahan terkait dengan performa guru antara lain : 1. Pembelajaran lebih berkonsentrasi pada persoalan -persoalan teoritis yang bersifat kognitif, dan kurang memperhatiakan aspek afektif, dan psikomotor. 2. Metodologi pembelajaran tidak kunjung berubah, pembelajaran yang disampaikann secara konvensional, tradisional, dan monoton 3. Kebanyakan kegiatan pembelajaran berlangsung bersifat menyendiri, kurang berinteraksi dengan teman y ang lain. 4. Pendekatan pembelajaran berlangsung cenderung normatif, tanpa illustrasi konteks sosial budaya yang melatarbelakanginya 5. Guru lebih bernuansa sebagai guru spiritual/moral dan kurang diimbangi dengan nuansa intelektual dan profesional. 6. Pendekatan pembelajaran berlangsung cenderung normatif, tanpa illustrasi konteks sosial budaya yang melatarbelakanginya

B. Saran dan Rekomendasi Kompetensi dasar yang harus dimiliki guru adalah: 1. Menguasai bahan yang akan diajarkan. 2. Mengelola program belajar mengajar. 3. Mengelola kelas. 4. Menggunakan media/sumber belajar. 5. Menguasai landasan-landasan kependidikan 6. Mengelola interaksi belajar mengajar

20

7. Menilai prestasi siswa 8. Mengenal program bimbingan dan penyuluhan 9. Mengenal dan menyelenggarakan pendidikan 10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian.

Performa guru yang diharapkan sebagai profesi yang profesional dalam meningkatkan kinerja dan kualitas pendidikan terdapat tiga dimensi, antara lain yaitu: 1. Kompetensi personal 2. Kompetensi sosial 3. Kompetensi profesional

21

DAFTAR PUSTAKA

Barizi, Ahmad. 2009. Menjadi Guru Unggul, Yogyakarta: Ar Ruz Media. Buchori, Muchtar. 1994. Peranan Pendidikan dalam Budaya Politik di Indonesia, Yogyakarta:Tiara Wacana. Nasution, S. 1988. Berbagai Pendekatan dalam ProsesBelajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara. Nawawi, Hadari. 1995. Administrasi Pendidikan, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Samana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan, Jakarta: Kanisius. http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/05/29/pendekatan-dan-metode-dalam-pembelajarandi-sekolah/ http://makalahpendidikan.blogdetik.com/peran-guru-terhadap-peningkatan-mutupendidikan/ http://risetwofive.wordpress.com/2012/02/28/masalah-pendidikan/

22

You might also like