You are on page 1of 10

I.

Pendahuluan Nervus cranialis merupakan bagian susunan nervus tepi, berpangkal pada otak dan batang otak, berfungsi dalam sistem sensoris, motorik, dan khusus. Fungsi khusus adalah fungsi bersifat indera meliputi menghidu, melihat, mengecap, mendengar dan keseimbangan.1 Sepertiga otak manusia digunakan untuk proses penglihatan, yakni tajam penglihatan, penglihatan warna, pergerakan bola mata dan memori visual.2 Pergerakan bola mata dilakukan oleh otot-otot ekstra okular yang dipernervusi oleh Nn. III (Nervus okulomotorius), IV (Nevus troklearis) dan VI (Nevus abdusens).1 N. N. III bersama dengan N. IV dan N. VI merupakan nervus otak yang mengatur gerakan bola mata. Ketiga nervus otak ini relatif panjang dari batang otak menuju orbita. Karena ketiga nervus kranialis ini memiliki kesatuan fungsi dalam menginervasi otot-otot penggerak bola mata sehingga pemeriksaannya dilakukan secara bersama-sama.1,2,3 Salah satu kelainan yang bisa timbul bila terjadi gangguan pada ketiga nervus ini atau salah satunya adalah strabismus yaitu kondisi dimana kedua mata tampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda dan dapat disebabkan

oleh ketidakseimbangan tarikan otot yang mengendalikan pergerakan mata akibat gangguan pernervusan otot bola mata. Keadaan ini banyak dijumpai dalam masyarakat. 1,2,3

II. Anatomi 2. 1 Nervus Okulomotorius (N. III) Nervus okulomotorius (N. III) merupakan berkas nervus somato motorik dan visero motorik. Nukleus nervus III terletak sebagian didepan substansia grisea periakuaduktal (nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam subtansia grisea (nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk mempersarafi M.rektus medialis, superior dan inferior, M. Obliqus inferior dan M. Levator palpebra supeior. Nukleus otonom atau edinger westphal bertanggug jawab untuk pernervusan parasimpatis otot-otot intra okular yakni M. sphincter pupil dan M. ciliaris.3

N.okulomotorius kanan dan kiri berjalan di antara A.cerebri posterior dan A.sereberalis superior. Pada perjalan ke orbita, keduanya berjalan dari sisterna basalis melalui ruang subarachnoid ke ruang subdural. Masing-masing nervus menyebrangi Lig. Sfenopetrosal menuju sinus cavernosus kemudian memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior.3 Nervus parasimpatik meninggalkan nervus membentuk ganglion ciliar. Setelah memasuki orbita, komponen motorik terbagi menjadi dua cabang, cabang atas (dorsal) mempersarafi M.levator palpebra superior dan M. rectus superior sedangkan cabang bawah (ventral) mempersarafi M.rektus medialis et inferior dan M.oblikus inferior.3 Jika semua N. Okulomotorius terganggu, terjadi paralisis semua otot ekstraokula kecuali M. Rectus lateral yang dipersarafi oleh N. VI dan M. Obliqus superior yang dipersarafi oleh N. IV.3

2.2 Nervus Trochlearis (IV) Nukleus N. IV terletak setinggi coliculi inferior didepan substansia grisea peri akuaduktal dan segera berada di bawah nukleus N.III. radiks interna membentuk lingkaran disekeliling bagian lateral substansia grisea sentralis dan menyilang dibelakang aquduktus. Nervus ini merupakan satu-satunya Nn. Cranialis yang keluar dari dorsal batang otak. Nervus ini melewati fisura pontosereberalis rostralis, kemudian berjalan di bawah tentorium ke sinus cavernosus selanjutnya ke orbita.3

Gambar 2.1 Perjalanan N.trochlearis4

2.3 Nervus Abducens (VI) Nukleus N.VI terletak pada masing-masing pons bagian bawah dekat medula oblongata, di bawah lantai ventrikel ke-IV. Serat radiks abducens berjalan melalui basis pons di garis tengah dan muncul sebagai N.abducens pada sambungan pontomedular, tepat di atas piramid.3

Gambar 2.2 Perjalanan N.abducens4

Kedua nervus melalui ruang subarachnoid pada masing-masing sisi A.basilaris, lalu melalui ruang subdural didepan clivus dan menembus duramater. N.abducens bergabung dengan dua nervus lainnya yang turut mengontrol otot ekstraokular dalam sinus cavernosus. Disini saraf-saraf tersebut berhubungan dengan cabang pertama dan kedua N. Trigeminus dan dengan a. Karotis interna.3

Gambar 2.3 Pejalanan Nervus III, IV dan VI, pandangan lateral3

III. Fisiologi 3.1 Pergerakan Bola Mata Tabel 3.1 Nervus otot ekstraokular dan fungsinya3 Nervus N.okulomotorius Otot M.rectus superior M.rectus medialis M.rectus inferior M.obliqus inferior N.trochlearis N.abducens M. obliqus superior M.rectus lateralis Fungsi Gerakan bola mata ke atas Abduksi Gerakan mata ke bawah Gerakan mata ke atas Gerakan mata ke bawah Gerakan mata lateral

Keenam pasang otot ekstraokular bekerja sama sedemikian rupa sehingga gambar benda yang dilihat jelas dan tunggal. Gerakan mata melirik ke kiri horizontal berarti gabungan kerja M.rectus lateralis kiri dan M.rectus medialis kanan.3 3.2 Refleks Cahaya Jika cahaya jatuh pada retina, maka terjadi perubahan diameter pupil. Refleks cahaya pupil ini mempunyai pengaruh yang sama seperti pengatur diafragma otomatis kamera fotografik. Arkus refleks tidak melibatkan korteks. Oleh karena itu, refleks pupil tidak memasuki tingkat kesadaran.3 Serat aferen arkus refleks menyertai nervus optikus meninggalkan traktus dekat korpus genikulatumlateral sebagai berkas medial yang berlanjut ke arah kolikulus superior dan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi berhubungan dengan Nukleus Edinger Westphal dari kedua sisi, menyebabkan refleks cahaya langsung.3 Serat eferen motorik berasal dari Nukleus Edinger Westphal dan menyertai N.okulomotorius ke dalam orbita. Serat pre ganglion parasimpatik memasuki ganglion ciliaris, kemudian memasuki mata dan mempersarafi otot sphincter pupil.3

IV. Gangguan Nn. III, IV dan VI Kelainan pada pengaturan otot ekstra okular akan menghasilkan diplopia.3 4.1 Paralisis N. Okulomotorius Kelumpuhan total N.okulomotorius akan memberikan gejala:3 Ptosis, disebabkan paralisis M.levator palpebrae dan tidak ada perlawanan terhadap kerja M.orbicularis occuli yang dipernervusi N.facialis Pupil melebar dan tidak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi karena terjadinya kelumpuhan nervus parasimpatis 4.2. Paralisis N.trochlearis Paralisis N.IV tersendiri jarang dijumpai.3 Penyebab paralisis yang paling sering ialah trauma, dan dapat juga dijumpai diabetes melitus. Lokasi lesi dapat dijumpai di dalam orbita, di puncak orbita atau dalam sinus cavernosus. Paralisis N.IV akan menyebabkan diplopia dengan posisi mata agak terangkat dan kearah temporal. Bola mata yang terkena tidak dapat digerakkan ke bawah sehingga penderita kesulitan naik turun tangga dan membaca buku.5 Diplopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali ke atas. Dalam usaha untuk mencegah diplopia, pasien memiringkan kepalanya kesisi yang sehat, merendahkan dagu dan memutar kepala ke arah bahu kontralateral.3 4.3 Paralisis N.abducens N.VI yang mempersarafi M.rectus lateralis bila mengalami paralisis akan menyebabkan diplopia dengan posisi bola mata melirik ke arah luar (temporolateral). Bila penderita melihat lurus ke depan, posisi mata yang sakit akan beradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral. Ketika pasien melihat kearah nasal, mata yang paralisis bergerak ke dalam dan ke atas karena kerja M.rectus medialis yang dominan.1,3,5 N.VI merupakan nervus otak terpanjang intra kranial sehingga rawan terhadap gangguan misalnya fracture basis cranii, meningitis basalis, lesi di sinus cavernosus dan tekanan tinggi intra kranial.5 Berikut gambar posisi mata yang diakibatkan berdasarkan jenis extraocular muscle palsy.3

Gambar 4.1 gambar posisi mata yang diakibatkan berdasarkan jenis extraocular muscle palsy.3

V. Pemeriksaan Nn. III, IV dan VI 1. Ptosis Pada keadaan normal, bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memoton giris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain atau bila penderita mendongakkan kepala ke belakang-atas atau mengangkat alis secara kronis sebagai kompensasi.6 Kelumpuhan N.III menyebabkan ptosis. Untuk menilai kekuatan M. levator palpebrae pasien disuruh memejamkan mata, pemeriksa menahan kelopak mata dan kemudian disuruh membukanya.5 2. Pupil a. Bentuk dan ukuran pupil5,6 Pada umumnya bentuk pupil bundar denga batas rata dan licin. Perhatikan besarnya pupil kedua mata, apakah sama (isokor) atau berbeda (anisokor), mengecil (miosis) atau melebar (midriasis). Otot untuk mengecilkan pupil dipersarafi oleh serabut parasimpatis (N.III) sedangkan untuk melebarkan pupil oleh serabut simpatis (thoracolumbal).5,6 Pada trauma kapitis dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap serius bila refleks cahaya negatif. Hal ini merupakan tanda dini herniasi tentorium.3,5 b. Refleks pupil5,6 Refleks pupil langsung Pada waktu menyinari pupil salah satu sisi, batasi mata sebelahnya agar jangan mendapat sinar juga. Penyinaran dilakukan dari samping dan dibatasi mata sebelahnya. Normal akan terjadi miosis. Refleks pupil tidak langsung Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan pupil langsung tetapi yang dinilai adalah pupil mata yang tidak disinari. Hal ini penting untuk menilai apakah lesinya pada jaras aferen (N.II) atau eferen (N.III). Refleks pupil akomodasi dan konvergensiBila seseorang melihat benda di dekat mata, kedua M.rectus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ke medial disebut konvergensi dan akan diikuti miosis karena kontraksi otot ciliaris. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan lesi di batang otak bagian atas.

3. Gerakan bola mata Penderita disuruh melihat ke depan kemudian dilihat posisi pupil kedua mata. Jika ada lesi N.III, maka posisi mata kan divergen sedangkan lesi N.IV akan menyebabkan mata pada posisi konvergen. Penderita diminta mengikuti gerakan jari pemeriksa ke arah nasal, temporal, atas dan bawah sekaligus ditanyakan apakah ada diplopia dan dinilai adanya nistagmus.5,6 Diplopia dijumpai pada pada kelumpuhan otot ekstraokular. Kerusakan N.VI saja tidak dapat menilai lokasi lesi karena perjalannanya sangat panjang. Di batang otak, letak nukleus Nn.cranilais berdekatan sehingga jarang dijumpai kerusakan tersendiri.3,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Nervus otak dan patologinya. Dalam Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. hal 114-49. 2. Misbach J. Neuro-opthamologi pemeriksaan klinis dan interpretasi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1999. hal 1-40. 3. Baehr M, Frotscher M. Duus topical diagnosis in neurology

anatomyphysiologysigns

symptoms 4th. New York: Thieme. 2005. p 137-160.

4. Monkhouse S. Cranial nerves functional anatomy. Cambridge: Cambridge University Press. 2006. P 121-7 5. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006. hal 34-51. 6. Juwono T. Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek. Jakarta: EGC. 1996. hal 2029.

Referat kecil

NERVUS CRANIALIS III, IV dan VI

Oleh: Fitrianita NIM. 0608120142

Pembimbing: dr. Riki Sukiandra, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT NERVUS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013

10

You might also like