You are on page 1of 36

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS DENGAN GASTROENTERITIS DEHIDRASI SEDANG

Disusun Oleh : Suryo Nugroho Suhardi 030.08.235

Pembimbing : Dr. Hot, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 26 AGUSTUS 2 NOVEMBER 2013 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, 2013
1

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI RS PENDIDIKAN: BUDHI ASIH JAKARTA STATUS PASIEN KEPANITERAAN

Nama Koassisten Nama Dokter Pembimbing IDENTITAS PASIEN Nama Pasien Jenis Kelamin Agama Alamat rumah

: Suryo Nugroho S : Dr. Hot, SpA

Tanggal Pengelolaan : 8 September 2013 Periode Bimbingan : 26/08 - 2/11/2013

: An. A : Perempuan : Islam : Jl. Cipinang Bali no.31 Kp. Melayu, Jakarta Timur :Jakarta, 7 Maret 2011/ 2 tahun, 6 bulan : Belum Sekolah : 894377

Tempat dan Tanggal lahir/Umur Pendidikan No. RM Ayah Nama Agama Alamat Pekerjaan Penghasilan Ibu Nama Agama Alamat Pekerjaan Penghasilan : Ny. S : Islam : Tn. M : Islam

: Jl. Cipinang Bali no.31 Kp. Melayu, Jakarta Timur : Pedagang : Rp 2.500.000,-/bulan

: Jl. Cipinang Bali no.31 Kp. Melayu, Jakarta Timur : Ibu Rumah Tangga :-

I. RIWAYAT PENYAKIT KELUHAN UTAMA KELUHAN TAMBAHAN : Kejang sejak 14 jam SMRS : Demam, Mencret, Nafsu makan turun
2

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan kejang sejak 14 jam SMRS (pukul 03.00). 15 jam SMRS (pukul 02.00), sebelum kejang, pasien demam tinggi dimana pada waktu itu diukur dengan menggunakan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,5oC. 13 jam SMRS (Pukul. 04.00), kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,7oC. Setelah kejang, Pasien diberi obat panas sirup yang dibeli di apotek, kemudian demam pasien dirasakan turun. Kemudian 10 jam SMRS (pukul 08.00), badan pasien panas lagi, lalu pasien dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di sana pasien diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari pantat. Setelah mendapatkan obat, demam pasien dirasakan turun. 2 jam SMRS (pukul 15.00), badan pasien dirasa panas lagi,ketika diukur suhunya dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC, 1 jam SMRS (pukul. 14.30) pasien kembali kejang. Karena dirasa keluhan belum membaik maka keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke RS Budhi Asih. Di IGD RSBA, pasien sudah tidak kejang. Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan kelojotan, mata terbuka namun tidak mendelik ke atas. Saat kejang keluar cairan berbusa dari mulut pasien warna bening,jumlah sedikit. Lidah tidak tergigit, kepala tidak terbentur saat kejang berlangsung. Kejang terjadi selama 1-2 menit. Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung menangis. 1 hari SMRS BAB pasien cair. BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung 5-6 kali sehari, volume gelas belimbing, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Selain itu pasien juga mengeluh mengalami demam yang juga muncul bersamaan dengan BAB cairnya. Demam berlangsung terus menerus, ketika diukur dengan termometer digital oleh ibu pasien suhunya 37,9oC. Anak masih mau minum dan tampak haus sehingga menjadi sering minum. Ibu pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari telinga, batuk (-), pilek (-), muntah (-), Nafsu makan pasien menurun. Penurunan berat badan (-).

B. RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN Morbiditas Kehamilan KEHAMILAN

Perawatan Antenatal

KELAHIRAN

Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa Gestasi Keadaan bayi

DM (-), Hipertensi (-) Perdarahan (-), Ketuban pecah dini (-), Lain-lain (-) Rutin kontrol ke klinik bidan 1 bulan sekali dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2 kali. Rumah Bersalin Bidan Normal 9 bulan Berat lahir 3150 gr Panjang lahir:49 cm Lingkar kepala:tidak tahu Langsung menangis (+) Merah (+) Nilai APGAR: tidak tahu Kelainan Bawaan: tidak ada

Kesimpulan Riwayat Kehamilan/ Kelahiran: baik C. RIWAYAT PERKEMBANGAN -Pertumbuhan gigi Psikomotor -Tengkurap -Duduk -Berdiri - Berjalan - Bicara -Membaca dan menulis : 3 bulan : 6 bulan : 11 bulan : 13 bulan : 12 bulan : Belum bisa (normal 3-4 bulan) (normal: 6-9 bulan) (normal: 9-12 bulan) (normal: 13 bulan) (normal: 9-12 bulan) : 6 bulan (normal: 5-9 bulan)

Gangguan Perkembangan mental/emosi: tidak ada Kesimpulan riwayat perkembangan: sesuai usia(normal) D. RIWAYAT MAKANAN Umur(Bulan) ASI/PASI 0-2 2-4 4-6 ASI ASI ASI

Buah/biskuit Bubur susu 4

Nasi Tim -

6-8 8-10 10-12

ASI+PASI ASI+PASI ASI+PASI

+ + +

+ + +

+ +

Umur di atas 1 tahun Jenis Makanan Nasi/pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe

Frekuensi dan jumlah 2-3x/hari, 1 centong nasi 3x/minggu 2x/bulan 3x/minggu 1x/minggu 2x/hari 3x/hari

Kesimpulan riwayat makanan: tidak ada kesulitan, asupan cukup baik. E. RIWAYAT IMUNISASI Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur) BCG 1 bulan DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan CAMPAK 9 bulan HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan MMR TIFOID Kesimpulan riwayat imunisasi: imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap. F. RIWAYAT KELUARGA a. Corak Reproduksi No Tgl lahir Jenis kelamin (umur) 1. 7 Maret 2011/ Perempuan 2th, 6 bln

Hidup YA

Lahir mati -

abortus -

Mati (sebab) -

Keterangan kesehatan Pasien

b. Riwayat Pernikahan
5

Nama Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguinitas Penyakit, bila ada

Ayah/wali Tn. M 1 24 SMA Islam Betawi Epilepsi (-), DM (-), HT (-), TB paru (-) Tidak ada Pernah kejang saat usia 1th

Ibu/wali Ny. S 1 21 SMP Islam Betawi Epilepsi (-), DM (-), HT (-), TB paru (-) Tidak ada Tidak ada

Kesimpulan Riwayat Keluarga: Ayah pasien pernah kejang seperti OS saat usia 1 tahun. Ibu dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, jantung dan kencing manis. G. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN: Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya di perkampungan, rumah dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak terdapat orang yang mengeluh hal serupa dengan pasien. Kesimpulan Keadaan Lingkungan: Cukup baik. H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Alergi Difteria Penyakit Jantung Cacingan Diare Penyakit ginjal Demam berdarah Kejang Penykait darah Demam typhoid Kecelakaan Radang paru Otitis Morbili Tuberkulosis parotitis Operasi Lain, Kesimpulan Riwayat Penyakit Sekarang: pasien belum pernah sakit serupa. Umur -

II. PEMERIKSAAN FISIS (Tanggal: 7 September 2013, pukul 17.00 WIB) Keadaan Umum: Kesan sakit: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos Mentis (cengeng) Kesan gizi: gizi kurang

Data Antropometri Berat Badan: 13 kg Tinggi Badan: 88 cm Status gizi: BB/U= 13/ 14 x 100% = 92% gizi baik TB/U= 88/ 91 x 100% = 96% tinggi normal BB/TB= 13/10,1 x 100% = 79% gizi kurang Tanda Vital Frekuensi nadi Tekanan darah Frekuensi napas Suhu : 140x/ menit,regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri (N: 80 - 150) : 95/65 mmHg : 36x/menit, tipe torako-abdomino, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2 : 36,8 C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa) Lingkar kepala Lingkar lengan atas : 48 cm (normal) : 16 cm

KEPALA RAMBUT WAJAH MATA Visus Sklera ikterik

: Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal : Simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut : : kesan baik : -/Ptosis : -/-

Lagofthalmus : -/Cekung : +/+

Konjunctiva anemis : -/Exophthalmus Strabismus Nistagmus : -/: -/: -/-

Kornea jernih : +/+ Lensa jernih Pupil : +/+ : bulat, isokor

Refleks cahaya TELINGA : Bentuk Nyeri tarik aurikula Liang telinga Serumen Cairan HIDUNG : Bentuk Sekret Mukosa hiperemis

: langsung +/+, tidak langsung +/+

: normotia : -/: lapang : -/: -/-

Tuli Nyeri tekan tragus Membran timpani Refleks cahaya

: -/: -/: sulit dinilai : sulit dinilai

: simetris : -/: -/-

Napas cuping hidung Deviasi septum

::-

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-) MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-) TENGGOROKAN : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-) LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah

THORAKS : Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
8

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN : Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-) Palpasi :lamas dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ, nyeri tekan (+), turgor kulit baik Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-) Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3x / menit

ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-) KGB : Preaurikuler Postaurikuler Submandibula Supraclavicula Axilla Inguinal : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK : Ekstremitas Tangan Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain : akral hangat ++/++ Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-) Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kaki Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain STATUS NEUROLOGIS A. Rangsang meningeal Kaku kuduk (-) Refleks neurologis:

Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kanan Kernig Laseq Bruzinski I Bruzinski II B. Saraf cranialis > 135 (-) (-) (-)

Kiri > 135 (-) (-) (-)

- N. I (Olfaktorius): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius): Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+ - N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. V (Trigeminus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan Sensorik: - cabang oftalmik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan - cabang maksilaris: tidak dapat dilakukan pemeriksaan - cabang mandibularis: tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. VII (Facialis): Wajah simetris, Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan, Sensorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. VIII (Vestibulo-kokhlearis): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. XI (Aksesorius): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan - N. XII (Hipoglosus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
10

KULIT : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-) TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-) MAURICE KING SCORE: - Keadaan Umum: cengeng - Turgor kulit: baik - Mata: sedikit cekung - Ubun-ubun besar: datar - Mulut: kering - Denyut nadi: kuat =1 =0 =1 =0 =1 =0

Jumlah: 3 = Dehidrasi sedang PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 7 September 2013 Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI RUTIN Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit LED Basofil Eosinofil Netrofil batang Netrofil segmen Limfosit Monosit KIMIA DARAH Gula Darah Sewaktu ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida

Hasil 6,6 ribu/L 11,8 g/dL 36 % 283 ribu/ L 25 mm/jam 1% 0% 1% 50 % 44 % 14 % 118 mg/dL 130 mmol/L 3,0 mmol/L 98 mmol/L

Nilai Normal 5,5-15,5 10,8-12,8 35-43 229-553 0-10 0-1 1-5 3-6 25-60 25-50 1-6 33-111 135-155 3,6-5,5 98-109

11

Tanggal 8 September 2013 Jenis Pemeriksaan FESES LENGKAP Makroskopik Warna Konsistensi Lendir Darah Mikroskopik Leukosit Eritrosit Amoeba coli Amoeba histolitika Telur cacing Pencernaan Lemak Amilum Serat Sel ragi Tanggal 9 April 2013 Jenis Pemeriksaan ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida

Hasil

Nilai Normal

Cokelat Cair + + -

Cokelat Lunak -

Hasil 140 mmol/L 4,3 mmol/L 106 mmol/L

Nilai Normal 135-155 3,6-5,5 98-109

RINGKASAN: Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan kejang sejak 14 jam SMRS. Kejang 3x, seluruh tubuh kelojotan, 1-2 menit, keluar cairan berbusa dari mulut pasien warna bening, jumlah sedikit, lidah tidak tergigit, kepala tidak terbentur saat kejang berlangsung. Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung menangis. demam (+) tinggi. 1 hari SMRS BAB pasien cair. BAB cair yang dialami oleh pasien berlangsung 5-6 kali sehari, volume gelas belimbing, cair dengan sedikit ampas, berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Nafsu makan pasien menurun semenjak sakit.
12

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum Tampak Sakit Sedang (cengeng), status gizi baik, tinggi normal, T: 36,8 C, N: 140x/menit, P: 36x/menit, mata cekung +/+, bibir kering (+). Lab: Leu: 6,6 rb/uL, LED: 25 mm/jam, monosit: 14%, Natrium: 130mmol/L Kalium: 3,0 mmol/L. Feses lengkap: warna cokelat, cair (+), lendir (+), lemak (+).

DIAGNOSIS BANDING 1. Kejang Demam Kompleks dd/ Epilepsi 2. Gastroenteritis dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi virus 3. Gastroenteritis dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi bakteri 4. Hiponatremia ringan e.c GED sedang dd/ e.c intake kurang 5. Hipokalemia ringan e.c GED sedang dd/ e.c intake kurang DIAGNOSIS KERJA 1. Kejang Demam Kompleks 2. Gastroenteritis dengan Dehidrasi Sedang et causa infeksi virus 3. Hiponatremia ringan e.c GED sedang 4. Hipokalemi ringan e.c GED sedang ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG - EEG - Urin Lengkap - Feses Lengkap - Cek ulang H2TL - Cek SI, TIBC - Cek ulang Elektrolit: Ca ion PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa: Tirah baring Observasi tanda-tanda vital Kompres air hangat bila demam

Medikamentosa: Rawat inap


13

Proris supp IVFD Kaen 1 B 5 cc/kgBB Paracetamol 3x 3/4 Cth Ampicillin 4x 200 mg Fenitoin oral 2x 20 mg

PROGNOSIS Ad vitam Ad fungtionam Ad sanationam : ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut: Tgl 8/9/13 TD: 90/60 mmHg N:160x/m, regular, isi cukup, kuat, equal T: 39,3 C RR: 36x /m S -Kejang sering seperti kaget -Demam (+) -Muntah 1x isi susu. -BAB belum -nafsu makan kurang O KU/KS: TSS,cengeng/CM Kepala: mikrocephali, UUB datar Mata: cekung (+/+),CA (+/+), Hidung: NCH -/-, secret -/Mulut: tonsil T1-T1, uvula di tengah,hiperemis (-), bibir kering (+) Leher: KGB dan tiroid: ttm A -Kejang Demam Kompleks -Gastroenteritis dengan Dehidrasi Sedang -Gizi kurang kronis -Anemia mikrositik P IVFD Kaen 3B5 cc/kgBB/jam Inj. Ampicillin 4x 200 mg Fenitoin oral 2x 20 mg Paracetamol 2x 80 mg

Thorax: C/ BJI-II reg, m (-), normokrom g (-) P/ BND vesik +/+, rh -/-, wh -/Abdomen: supel, BU (+) 3x/menit, turgor baik Ekstremitas: CRT< 2 -Hipokalemi ringan e.c GED sedang

MKS: 3
14

12/4/13 TD: 90/60 N: 160x/m, regular, isi cukup, kuat, equal

-Demam (-) setelah minum obat, tadi malam 39 C -kejang jarang -BAB mencret 2x, seperti

KU/KS: TSS, cengeng, CM Kepala: mikrocephali, UUB datar Mata: cekung (+/+), CA (+/+), SI -/Hidung: NCH -/-, secret -/Bibir: kering (+)

-Kejang Demam Kompleks -Gastroenteritis dengan Dehidrasi Sedang -Gizi kurang

IVFD Kaen 3B5 cc/kgBB/jam Inj. Ampicillin 4x 200 mg Fenitoin oral 2x 20 mg Paracetamol 2x 80 mg

T: 37,5 C RR: 35x/m

bubur,kuning,bau Thorax: C/ BJI-II reg, m (-), kronis asem -Nafsu makan kurang g (-) -Anemia

P/ BND vesikuler +/+, rh -/- defisiensi besi ,wh -/Abdomen:supel, BU (+) 3x/menit, hipertimpani, turgor baik Ekstremitas: CRT<2 MKS: 3 Lab: Fe: 101 TIBC: 259 Ca ion: 1,02 Ca: 8,8 GDT: Vakuolisasi +1 Limfosit atipik +1 Kesan: anemia mikrositik hipokrom FL: amilum (+), serat (+) -Hipokalemi ringan e.c GED sedang

Laboratorium tgl 12/4/13 Hematologi Besi (Fe/ion) HASIL 101 ug/dl


15

NILAI NORMAL 60 - 160

TIBC - Besi daya ikat total KIMIA KLINIK Kalsium ion ELEKTROLIT Kalsium (Ca) 12/4/13 GAMBARAN DARAH TEPI Eritrosit: Normositik Normokrom Leukosit: Kesan jumlah: cukup Morfologi: Vakuolisasi +1 Limfosit atipik +1 Trombosit: kesan jumlah: CUKUP Morfologi: normal

259ug/dL

240 - 400

1,02 mmol/L

1,17 1,29

8,8 mg/dL

8,4 - 10,1

Kesan: Anemia mikrositik normokrom 12/4/13 HASIL TINJA FESE RUTIN Makroskopik Warna Konsistensi Lendir Darah Mikroskopik: Leukosit Eritrosit Amoeba coli negatif negatif negatif negatif negatif negatif Coklat Lunak negatif negatif coklat lunak negatif negatiF NILAI NORMAL

16

Amoeba Histolitika Telur cacing Pencernaan: Lemak Amilum Serat Sel ragi Tgl 13/4/13 N: 160x/m, regular, isi cukup, kuat, equal T: 38,6 C RR: 35x/m Kejang (-)

negatif negatif

negatif negatif

negatif positif* positif* negatif KU/KS: TSS, cengeng, CM

negatif negatif negatif negatif - Kejang Demam Kompleks Inj. Gentamicin 1x 40 mg Inj. Ampicillin

Demam (+) Batuk (+) kering pilek (+)

Kepala: mikrocephali, UUB datar

- Gastroenteritis 4x 200 mg dengan Dehidrasi Sedang perbaikan - Gizi kurang kronis - Anemia defisiensi besi - Hipokalemi ringan e.c GED sedang Fenitoin oral 2x 20 mg PCT 4x 80 mg

BAB mencret 2x Mata: cekung (+/+), Muntah (+) susu Nafsu makan kurang CA (+/+), Hidung: hiperemis (+/+), sekret (+/+), livid (+/+) Mulut: tonsil T1-T1, uvula di tengah,hiperemis (-). Bibir kering (-) Leher: KGB dan tiroid: ttm Thorax: C/ BJI-II reg, m (-), g (-) P/ BND vesik +/+, rh /-, wh -/Abdomen: supel, BU (+) 3x/menit, hipertimpani, turgor baik Ekstremitas: CRT< 2
17

MKS: 2 Tgl 15/4/13 N: 160x/m, regular, isi cukup, kuat, equal T: 38,6 C axilla RR: 35x/m Kejang (-), Demam (-), Batuk (-) kering pilek (-) Belum BAB sejak kemarin Muntah (-) susu ASI hisap kuat (+) Anak sering tidur KU/KS: TSS, cengeng, CM Kepala: mikrocephali, UUB datar Mata: cekung (+/+), CA (+/+), Hidung: hiperemis (-/), secret (-/-), livid (-/) Mulut: tonsil T1-T1, uvula di tengah,hiperemis (-), bibir kering (-) Leher: KGB dan tiroid: ttm Thorax: C/ BJI-II reg, m (-), g (-) P/ BND vesik+/+,rh-/,wh-/Abdomen:supel, BU(+) hipertimpani, 3x/menit, turgor baik Ekstremitas: CRT< 2 - Kejang Demam Kompleks Inj. Gentamicin 1x 40 mg Inj. Ampicillin

- Gastroenteritis 4x 200 mg dengan Dehidrasi Sedang perbaikan - Gizi kurang kronis - Anemia defisiensi besi - Hipokalemi ringan e.c GED sedang Fenitoin oral 2x 20 mg PCT 4x 80 mg

MKS: 2 Tgl 16/4/13 N: 160x/m, regular, isi cukup, kuat, Kejang (-), Demam (-) Nafsu makan membaik Kepala: mikrocephali, UUB datar Mata: cekung (-/-), CA (+/+),
18

- Kejang Demam Kompleks

Inj. Gentamicin 1x 40 mg Inj. Ampicillin

- Gastroenteritis 4x 200 mg

equal T: 38,6 C axilla RR: 35x/m

ASI hisap kuat Sudah bisa BAB Batuk (-), pilek (-)

Hidung: hiperemis (-/), secret (-/-), livid (-/) Mulut: tonsil T1-T1, uvula di tengah,

dengan Dehidrasi Sedang perbaikan - Gizi kurang

Fenitoin oral 2x 20 mg PCT 4x 80 mg

hiperemis (-), kering (- kronis ) Leher: KGB dan tiroid: ttm Thorax: C/ BJI-II reg, m (-), g (-) P/ BND vesik +/+, rh /-, wh -/Abdomen:supel, BU (+) timpani, 3x/menit, turgor baik Ekstremitas: CRT< 2 - Anemia defisiensi besi - Hipokalemi ringan e.c GED sedang

MKS: 1

19

20

TINJAUAN PUSTAKA KEJANG DEMAM


A. Definisi Kejang Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktifitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacammacam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.1 Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kranium.2-4 Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38 C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.2 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.5

21

B. Epidemiologi Kejadian kejang demam diperkirakan 2 - 4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 - 23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.4 C. Faktor Risiko Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.4 Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2-4 Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17 - 23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5 - 6 bulan atau setelah berumur 5 - 8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5 - 6 tahun. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.2 D. Klasifikasi Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.4 Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana ialah:3 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun. 2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum.
22

4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ke tujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.3 Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu: a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam. b. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung). Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7 E. Etiologi Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.2-4 F. Patofisiologi Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

23

demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.3 Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3 Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.3 Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3 Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.3 G. Manifestasi klinis Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.2-4,8 Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan

24

atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8 Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.4 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam. H. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak, yaitu:2,6-8 1. Pungsi lumbal Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang: - Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk). - mengalami complex partial seizure.
25

- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya). - Kejang saat tiba di IGD. - Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal. - Kejang pertama setelah usia 3 tahun. Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7 2. EEG EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.3,4 Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah serangan kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.2,7 3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.6,7 4. Pemeriksaan Imaging Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6 a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
26

b. Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik). c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil) I. Diagnosis Banding Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadangkadang diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.2 J. Perjalanan Penyakit Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,64 - 0,74%.2 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan hiperaktifitas walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.2 Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam.2 IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang
27

tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar 2 - 5%.2 Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa di antara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa demam (epilepsi), sedangkan di antara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276 (93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang demam atipikal. Di Indonesia, Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%) di antara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.2 Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2 - 3 kali lebih banyak dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah: 1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan. 2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara kandung. 3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal. Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 3%, sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor di atas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30 - 35% pasien mengalami berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2 - 3 kali kecuali pada 9 - 17% kasus yang berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak dengan perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2

28

K. Penatalaksanaan Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam;3,4 1. Pengobatan fase akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.3,4,9 Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1 - 3 menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3 - 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5 - 0,75 mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10 - 20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4 - 8 mg/kg/hari, 12 - 24 jam setelah dosis awal. Dalam waktu 30 - 60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan secara intramuskular dengan loading dose. Dosis awal 10 - 20 mg/kg dan dosis selanjutnya 4 - 8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal. Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan, hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernapasan,sebab itu setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam.3,4,7,10

29

2. Mencari dan Mengobati Penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.2-4 3. Pengobatan profilaksis Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu: 1. Profilaksis intermiten pada waktu demam. 2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan). Profilaksis intermiten Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2-4,7,10 Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.11 Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan) Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian
30

hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4- 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 - 40 mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu: 1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan ( misalnya cerebral palsy atau mikrosefal). 2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis sementara atau menetap. 3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung. 4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4

31

ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12

5 15 menit KEJANG Perhatikan jalan napas, kebutuhan O2 atau bantuan pernapasan Bila kejang menetap 3-5 menit, Diazepam rektal 0,5mg/kg dosis 5 - 10 kg > 10 kg : 10 mg rekta Atau Diazepam intravena dosis rata-rata (0,2 0,5 mg/kg/dosis) dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan interval 5 - 10 menit 15 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-)

Kejang (+) Fenitoin IV (15 20 mg/kg) diencerkandgn NaCl 0,9% diberikan selama 20 - 30 menit atau dengan kecepatan 50 mg/menit

> 30 menit: Status konvulsifus

Kejang (-) Dosis pemeliharaan FenitoinIV 5 7 mg/kg diberikan 12 jam kemudian

Kejang (+) Fenobarbotal IV/IM 10 - 20 mg/kg

Kejang (-) Dosis pemeliharaan Fenobarbital IVIM 5 - 7 mg/kg diberikan 12 jam kemudian

Kejang (+) Perawatan Ruang Intensif Pentobarbital IV 5 15 mg/kg bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

32

L. Rujukan Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut: a. Kejang demam kompleks b. Hiperpireksia c. Usia dibawah 6 bulan d. Kejang demam pertama e. Dijumpai kelainan neurologis M. Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3 Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam lagi kirakira 40 - 50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti lebih dari 30 menit atau berulang karena penyakit yang sama.1 Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal (1973) mendapatkan:1 - Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. - Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah 25%. Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor: a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga. b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam. c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

33

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2 - 3% saja (Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981). N. Pencegahan Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan. Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3. 2. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP. IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51. 3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA FK UI. Jakarta: 1985; hal 847-55. 4. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; hal 434-7. 5. 6. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8 Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1. 7. Febrile Sizure. 2002. Pada laman http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada tanggal 15 September 2013 8. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC. Jakarta: 1999; hal 575-8 9. Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada laman www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. Diakses pada tanggal 15 September 2013 10.
Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada Laman

http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion. Diakses pada tanggal 15 September 2013 11. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 1999; 103:1307-9. 12. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak. Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal 252

35

36

You might also like