You are on page 1of 74

LAPORAN KERJA PRAKTIK PT BADAK NATURAL GAS LIQUEFACTION

Analisis Kegagalan Pada Elbow Sistem Perpipaan F1K151-18-BM4B Menuju F1E-9s (Lean Amine Precooler)

Oleh : Muhammad Junaidi 2710100062

Pembimbing : M. Irfan Hidayat Ir. Rochman Rochiem, M.Sc

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER JULI 2013

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK

di

PT. BADAK NGL BONTANG KALIMANTAN TIMUR

PERIODE : 24 JUNI 02 AGUSTUS 2013

Oleh: Muhammad Junaidi 2710100062

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Inspection Manager

Pembimbing Utama

Padang Wikar H. No: 130079

M. Irfan Hidayat No: 130524

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik di PT. Badak NGL dengan judul Analisis Kegagalan Pada Elbow Sistem Perpipaan F1K151-18-BM4B Menuju F1E9s (Lean amine Precooler). Laporan kerja praktik ini merupakan hasil kerja praktik yang penulis laksanakan pada tanggal 24 Juni 02 Agustus 2013 dan dibuat untuk melengkapi Mata Kuliah Kerja Praktik yang menjadi salah satu syarat kelulusan mahasiswa di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, laporan kerja praktik ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, bimbingan, dan kesempatan kepada penulis hingga laporan kerja praktik ini dapat diselesaikan. 1. Allah SWT karena dengan rahmat dan kuasa-Nya penulis dapat

menyelesaikan laporan kerja praktik ini dengan baik dan tepat waktu. 2. Orang tua penulis yang selalu mendukung penulis dengan kasih sayang mereka. 3. Bapak Sungging Pintowantoro, S.T, M.T, Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 4. Bapak Dr. Lukman Noerochim, S.T, M.Sc. Eng selaku Koordinator Kerja Praktik Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 5. Bapak Ir. Rochman Rochiem, M.Sc selaku Pembimbing Akademik penulis di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 6. Bapak Padang selaku Inspection Section Head, tempat dimana penulis melaksanakan kerja praktik.Terima kasih atas kesempatan yang Bapak berikan kepada penulis untuk kerja praktik di Inspection Section.
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

ii

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang 7. Bapak M. Irfan Hidayat selaku pembimbing utama penulis dalam melaksanakan kerja praktik di PT. Badak NGL. Terima kasih atas bimbingan, bantuan, serta dukungan Bapak selama saya kerja praktik disini. 8. Seluruh engineer di Inspection Section, Bapak P.P Luhur Wibowo, Bapak Sofyan Purba, dan Bapak Fauzan Fitra. Terima kasih telah memberikan saran dan ilmu yang belum tentu penulis dapatkan dari bangku kuliah. 9. Bapak Sopan Syofian, Bapak Slamet Nopianto, dan Bapak Joko Suprapto selaku pembimbing lapangan yang senantiasa memberikan arahan kepada penulis selama dilapangan. 10. Bapak Sigit dan Ibu Suharjilah selaku personil di Inspection Section yang memberikan tempat kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kerja praktik. 11. Bapak-bapak di Process Engineering, Production Planning, Facilities Engineering, Stationary Equipment and Construction Section, Machinary Heavy Equipment, Maintenance Planning and Turn Around Section, Reliability Section, dan Laboratory Section yang telah memberikan orientasi kepada penulis. 12. Bapak-bapak dari BKI yang telah membantu penulis mengambil data pengamatan. 13. Bapak Bambang Sukindar, Bapak Abdul Muis dan Bapak Haryanto selaku bagian Training Section yang telah memberikan waktunya untuk mengurus segala keperluan penulis selama kerja praktik di PT. Badak NGL. 14. Teman-teman baik dari Jurusan Teknik Metalurgi dan Material 2010: Wulan Noviana, Sasza Chyntara, Melisa Sudiashri, Puteri Ayu Lestari, Fitrianova Larasati dan Dewi Isniyati Rachmaniah. Terima kasih sudah banyak membantu dan saling menguatkan selama kita menjalankan kerja praktik di PT. Badak NGL. 15. Teman-teman seperjuangan di Inspection Section, Citra, Putri, Fajar dan Dimas Kipli yang selalu bersedia untuk bertukar pikiran, saling berbagi dan canda tawa bersama selama melaksanakan kerja praktik di PT. Badak NGL 16. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan kerja praktik di PT. Badak NGL : Mochammad Sholeh, Hadyan Farizi, Arabella Yolanda, Sanny, Stella
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

iii

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Veronica, ageng, Dimas, Ricky, Antonius Prasetyo, Yoriko Putra, Hasan Hidayatullah, M. Afif Naufal, Hari Kurnia Saleh, Andy, iva yenis, Nurul Setiadewi, Puput, Titis navyana, Radhityo Sakti B, Diajeng Titik, Gina Fauziah, Intan, Atindriyo, Firman, Ikhsanuddin Amri, Adam, Rudy, Miftah, Irman, Yulia, Astrid, Sherryl, Aswar, Praditya Ajidarma, Aulia, Hylda, Restu, Anis, Saski, Heikal, M. Hasfi, Gita Andika, Natanael, Amar, Andry, Nahrowi, Joseph, semoga persahabatan kita terus terjaga sampai kapanpun. 17. Pihak apartemen Nam-Nam, Pihat Transportation (Khususnya pak jhonson), pihak security PT. Badak NGL, dan pihak lain yang belum penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu kelancaran kerja praktik penulis selama di PT. Badak NGL. Terima kasih banyak atas segala dukungannya. Semoga jasa kalian dibalas Allah SWT. 18. Frasta Eka dan Sinai Parsih dan teman-teman putera daerah bontang yang bersedia menemani penulis berkeliling kota Bontang.

Penulis berharap laporan kerja praktik ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca. Penulis juga menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan kerja praktik ini, sehingga penulis sangat menerima kritik dan saran dari para pembaca yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan kerja praktik ini.

Bontang, Juli 2013 Penulis,

Muhammad Junaidi

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

iv

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .i KATA PENGANTAR ....ii DAFTAR ISI ...v DAFTAR GAMBAR ...viii DAFTAR TABEL ..ix BAB I PENDAHULUAN ...1 I.1 Latar Belakang ...1 I.2 Tujuan 1 I.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ...2 I.4 Metodologi .....2 I.5 Sistematika Penulisan 2 I.6 Pelaksanaan Kerja Praktek .3 BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ......4 II.1 Pengertian dan Pemanfaatan Gas alam .....4 II.2 Sejarah Perusahaan ...4 II.3 Gambaran Umum Perusahaan ......7 II.4 Lokasi Perusahaan ....8 II.5 Profil Perusahaan ..9 II.6 Struktur Organisasi Perusahaan ..10 II.6.1 Departemen Operasi .11 II.6.2 Departemen Pemeliharaan ...12 II.6.3 Departemen Teknikal ...12 II.7 Safety, Health and Environment .....16 II.8 Bahan Baku dan Produk yang dihasilkan ...17 II.8.1 Bahan Baku Pencairan Gas Alam ....17 II.8.2 Produk Hasil Pencairan Gas alam ....18 BAB III PROSES PENCAIRAN GAS ALAM 19 III.1 Konsep Pencairan Gas Alam .....19 III.2 Knock Out Drum ...19 III.3 Proses Train ...20
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang III.3.1 Plant 1- Proses CO2 Removal ...20 III.3.2 Plant 2-Proses Dehydration and Mercury Removal ......22 III.3.3 Plant 3-Proses Fractination ...24 III.3.4 Plant 4-Proses Refrigeration .26 III.3.5 Plant 5-Proses Liquefaction ..29 III.4 Utilities ..32 III.4.1 On-Plot Utilities 32 III.4.2 Off-Plot Utilities ....33 III.5 Storage and Loading .....34 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA .39 IV.1 Pipa dan Spesifikasi Pipa ..39 IV.2 Kegagalan Pada Elbow Amine Unit .41 IV.2.1 Korosi ....41 IV.2.2 Environmental Cracking ...42 IV.3 Pengelasan SMAW ...44 IV.3.1 Preheating Temperature 47 IV.3.2 Post Weld Heat Treatment ....48 IV.4 Amine Solution .49 BAB V DATA PENGMATAN ....51 V.1 Material Elbow dan Pipa F1K151-18-BM4B ...51 V.2 Welding Procedure Specification ...51 V.2.1 Elektroda SMAW ...52 V.2.2 Bentuk Groove ...52 V.3 Hasil Penetrant Test ...53 V.4 Hasil Uji Ketebalan 53 V.5 Kondisi Operasi Elbow F1K151-18-BM4B .....54 BAB VI PEMBAHASAN .....55 VI.1 Analisis Material Elbow dan Pipa F1K151-18-BM4B ...55 VI.2 Analisis Kegagalan Pada Elbow F1K151-18-BM4B ......55 VI.2.1 Korosi Erosi ..55 VI.2.2 Alkaline Stress Corrosio Cracking ....57 VI.3 Mekanisme Penanggulangan ....58
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

vi

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang VI.3.1 Temporary Repair .58 VI.3.2 Permanent Repair ..59 BAB VII PENUTUP .64 VII.1 Kesimpulan ..64 VII.2 Saran ....64 DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

vii

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Komposisi Kepemilikan Saham PT Badak NGL...7 Gambar 2. Lokasi dan sumur gas alam PT Badak NGL 8 Gambar 3. Tata Letak Kilang PT. Badak NGL ...9 Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Badak NGL ...10 Gambar 5. Struktur Organisasi Inspection Section....14 Gambar 6. Proses Train pada pembuatan LNG dan LPG .20 Gambar 7. Diagram Alir Plant 1 .21 Gambar 8. Diagram Alir Proses Plant 2....23 Gambar 9. Diagram Alir Plant 3........24 Gambar 10. Diagram Alir Plant 4 Unit Sistem Pendinginan Propana .27 Gambar 11. Diagram Alir Proses Plant 5..30 Gambar 12. Kegagalan pada elbow ..42 Gambar 13. Sulfide Stress Corrosion pada Hardened HAZ lasan ....43 Gambar 14. Skema SMAW ..45 Gambar 15. Deformasi weld metal selama pendinginan ..47 Gambar 16. Profil internal stress pada produk lasan ....47 Gambar 17. Efek temperature dan waktu pada stress reliefing ....48 Gambar 18. Process Flow Diagram pada Amine solution ...49 Gambar 19.Groove pada pengelasan carbon steel ...50 Gambar 20. Lokasi Kebocoran Elbow .53 Gambar 21.Posisi pengujian ketebalan elbow ..54 Gambar 22. Elbow F1K151-18-BM4B pada F1E-9s .56 Gambar 23. Viskositas dan densitas aMDEA untuk berbagai kondisi .56 Gambar 24. Box-up pada kebocoran elbow ..59 Gambar 25. PWHT pada carbon steel ...60

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

viii

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang DAFTAR TABEL Tabel 1. Komposisi Feed Gas ...17 Tabel 2. Komposisi LNG ..18 Tabel 3. Komposisi LPG Propana .18 Tabel 4. Komposisi LPG Butana ..18 Tabel 5. Komposisi MCR .29 Tabel 6. Tipe Perilaku thermal pada lasan ....51 Tabel 7. Komposisi Kimia Carbon steel A234 dan A106 B .51 Tabel 8 . Welding Procedure Specification ...52 Tabel 9. Komposisi kimia E6010 dan E7010 ....52 Tabel 10. Properties E6010 ...53 Tabel 11. Spesifikasi alat uji Ketebalan 54 Tabel 12. Ketebalan elbow pada berbagai posisi ..54 Tabel 13. Kondisi operasi elbow F1K151-18-BM4B .....54 Tabel 14. Chemical content pada SS304L/316L/321 ...61 Tabel 15. Prosedur pengelasan untuk SS-CS ....62

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

ix

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang LNG merupakan salah satu bentuk komoditas yang menjanjikan yang biasanya diaplikasikan untuk beberapa kepentingan misalnya sebagai bahan bakar, bahan baku pabrik pupuk, petrokimia dan lain sebagainya. Untuk memproduksi LNG harus melewati banyak tahap mulai dari KOD dan dilanjutkan dengan proses Train yang meliputi Gas purification (CO2 Removal), Dehydration & Hg Removal, Fractination, Liquefaction dan Storage and loading. Feed Gas yang telah melalui KOD harus dimurnikan terlebih dahulu. Pada plant 1 kandungan CO2 5.6% harus dipisahkan dari Feed gas agar tidak mengganggu proses selanjutnya. CO2 bersifat korosif. Selain itu juga memiliki boiling point lebih tinggi yaitu -78 oC, sehingga apabila CO2 dibiarkan selama proses maka akan membeku lebih dulu sehingga dapat menyumbat peralatan saat pembuatan LNG berlangsung. Oleh sebab itu, CO2 perlu dipisahkan. Proses pemisahan CO2 dari feed gas menggunakan dasar absorpsi. Amine Solution dalam hal ini adalah aMDEA (piperazine+methyl diethyloamine) produksi Ucarsol adalah media absorbsi CO2 yang digunakan pada proses produksi LNG di PT. Badak NGL. aMDEA dapat menurunkan kadar CO2 hingga dibawah 50 ppm. aMDEA yang jenuh dengan CO2 dapat diregenerasi sehingga dapat dimanfaat kembali sebagai absorbent. Beberapa problem dapat terjadi pada proses CO2 removal, salah satunya terjadi di F1E-9 (Lean amine precooler) yang mengalirkan amine menuju absorber tower. Terjadi kebocoran pada outlet header line F1E-9. Kebocoran terjadi pada daerah lasan. Oleh karena itu penulis mencoba menganalisis failure yang terjadi dan memberikan problem solving. I.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dalam Kerja praktik ini adalah :

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang 1. Untuk menganalisis Failure yang terjadi pada elbow F1K151-18BM4B di F1E-9 (Lean amine precooler) yang mengalirkan lean amine Solution untuk proses CO2 Removal. 2. Memberikan problem solving atas Failure yang terjadi pada elbow F1K151-18-BM4B di F1E-9 (Lean amine precooler), yang mengalirkan lean amine Solution pada proses CO2 Removal. I.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Ruang lingkup dan batasan masalah yang akan dibahas pada laporan ini adalah penyebab, permasalahan, dan jenis kegagalan yang terjadi pada elbow F1K151-18-BM4B di F1E-9 (Lean amine precooler) yang mengalirkan amine solution untuk proses CO2 Removal. I.4. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis adalah penelitian literature dan studi lapangan. Literatur diperoleh dari berbagai standar yang mengulas tentang perpipaan, proses pengelasan, korosi, proses repair serta sumber pendukung lain. Studi lapangan bersumber dari data-data yang diperoleh dari spesifikasi elbow, proses yang terjadi dan mekanisme penyambungan elbow. I.5. Sistematika Penulisan Laporan
Penulisan laporan dilakukan secara sistematika dengan susunan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan penelitian, Ruang Lingkup masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan laporan. Bab II Tinjauan Umum Perusahaan Bab ini berisi tentang pengertian dari gas alam serta manfaat, perkembangan LNG di Indonesia, sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan, budaya perusahaan PT Badak NGL, lokasi perusahaan, bahan baku dan produk yang dihasilkan, tata letak pabrik, keselamatan dan kesehatan kerja serta penanganan limbah.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Bab III Proses Pembuatan LNG Bab ini berisi konsep proses dan proses train yang terdiri dari proses penghilangan CO2, proses penghilangan H2O dan Hg, proses fraksinasi, proses pendinginan, proses pencairan gas alam dan storage and loading LNG. Bab IV Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai pipa dan spesifikasi pipa, kegagalan yang terjadi pada pipa, proses pengelasan dan larutan amine. Bab V Data Pengamatan Bab ini berisi tentang hasil pengamatan tentang permasalahan kebocoran yang terjadi pada elbow F1K151-18-BM4B di F1E-9 (lean amine precooler). Bab VI Pembahasan Bab ini berisi tentang pembahasan masalah dari segi material, penyebab kegagalan, serta penanggulangan dari masalah tersebut. Bab VII Penutup Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis masalah dan saran untuk penelitian selanjutnya. I.6. Pelaksanaan Kerja Praktik Kerja praktik telah dilaksanakan oleh penulis pada : Waktu Tempat : 24 Juni 2013 02 Agustus 2013 : Inspection Section, Technical Department, PT. Badak NGL, Bontang, Kalimantan Timur.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN II.1 Pengertian dan Pemanfaatan Gas Alam Gas alam merupakan bahan bakar fosil berbentuk gas yang terdiri atas komponen gas metana (CH4), etana, propane, butane, gas-gas yang mengandung sulfur, nitrogen, helium, CO2, H2S, merkuri dan air. Komposisi dari gas alam tergantung pada sumber gas alam tersebut. Gas alam ditemukan diladang gas bumi, lading minyak, dan tambang batu bara. PT Badak NGL merupakan salah satu perusahaan yang berwenang untuk mengelolah gas alam dan memproduksi LNG. Berikut merupakan manfaat dari gas alam cair : Sebagai bahan bakar Sebagai bahan baku pabrik pupuk, petrokimia dan industry lainnya. Sebagai komoditas energy untuk eksport yang biasanya merupakan Liqiefied Natural Gas (LNG)

II.2. Sejarah Perusahaan Proyek LNG Badak bermula dengan ditemukannya cadangan gas alam yang besar di lapangan Badak, Kalimantan Timur oleh Huffco Inc. sebuah kontraktor bagi hasil / Production Sharing Contract (PSC) PERTAMINA pada bulan Februari 1972. PSC ini sendiri telah

ditandatangani dan dimulai pada Agustus 1968. Pada Tahun 1973, HUFFCO telah menemukan lebih dari 70 sumur gas alam yang terdiri dari associated gas dan non-associated gas, yang keseluruhannya mengandung sekitar 6 Trilyun Cubic Feet (TCF), cukup untuk kebutuhan dua buah kilang LNG selama 20 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam pembangunan proyek tahap awal, perusahaan-perusahaan minyak dan gas besar seperti Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco sepakat untuk bersatu dan mengembangkan proyek LNG yang dapat mengekspor gas alam cair dalam jumlah besar. Kontrak penjualan Pertamina terjadi pada tanggal 5 Desember 1973, dan dilaksanakan oleh 5 pembeli dari Jepang, yaitu: The Chubu Electric Co

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

The Kansai Electric Power Co Kyushu Electric Power Co Nippon Steel Corp Osaka Gas Co, Ltd Pada tahun 1974 mulai dibangun dua buah kilang di Bontang,

Kalimantan Timur di bawah koordinasi PERTAMINA dan HUFFCO, dimana pembangunannya ditangani oleh tiga kontraktor utama, yaitu : Air Product Chemical Inc., yang menangani masalah design process. Pacific Bechtel Inc., yang menangani masalah perencanaan

engineering dan construction. William Brothers Engineering Co., yang menangani perencanaan dan konstruksi perpipaan penyaluran gas alam dari Muara Badak ke kilang LNG Badak di Bontang. Sedangkan untuk mengoperasikan kilang tersebut maka pada tanggal 26 November 1974 didirikan Badak Natural Gas Liquefaction Company (PT. Badak NGL) yang bertugas mengelola, mengoperasikan, dan memelihara kilang LNG Bontang. Dua unit pengilangan pertama, train A dan B selesai dibangun pada bulan Maret 1977, dan mulai memproduksi LNG pada tanggal 5 Juli 1977 dengan kapasitas produksi 630 m3/hr. Pada tanggal 1 Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan kilang LNG Bontang. Seminggu kemudian dilakukan pengapalan pertama dengan menggunakan tanker AQUARIUS dengan kapasitas 125.000 m3. Keberhasilan train A ini dilanjutkan oleh train B yang menghasilkan produksi pertamanya pada tanggal 10 Oktober 1977. Pada tahun 1978 kilang LNG Badak telah beroperasi 125 % dari kapasitas rancangannya dengan melakukan modifikasi Pada unit pemisah CO2. Melihat perkembangan ini dan ditunjang oleh ditemukannya sumur-sumur baru seperti Handil, Nilam, dan Tanjung Santan, maka dibangun dua buah train tambahan. Pembangunan 2 buah train (train C dan D) dimulai pada bulan Juli 1980 dan selesai dalam waktu 3 tahun, sementara kontrak penjualan untuk 20 tahun ditandatangani dengan
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang grup pembeli dari Jepang pada tanggal 14 April 1981 dengan menggunakan sistem Free On Board (FOB). Train C menghasilkan LNG pertamanya pada tanggal 25 Agustus 1983, sementara train D menghasilkan produksi LNG pertamanya pada tanggal 2 September 1983. Kedua train ini diresmikan Presiden Soeharto pada tanggal 31 Oktober 1983. Selain LNG ternyata dihasilkan pula produk sampingan, yaitu berupa LPG (Liquified Petroleum Gas). Pembahasan untuk perluasan proyek ini diselesaikan pada bulan Desember 1984 dan kontraknya ditandatangani dengan pembeli dari Jepang pada tanggal 15 Juli 1986, disusul dengan Chinese Petroleum Co. pada tahun 1987. Setahun kemudian, proyek LPG selesai dibangun dan produksi pertama dihasilkan tanggal 15 Oktober 1988, dan diresmikan tanggal 28 November 1988. Meningkatnya kebutuhan dan permintaan LNG mendorong

pembangunan kilang baru yaitu train E dengan Chiyoda sebagai kontraktor utama dan PT. Inti Karya Persada Teknik (PT. IKPT) sebagai subkontraktor. Train E selesai dibangun pada bulan Desember 1989 dan menghasilkan LNG pertama pada tanggal 27 Desember 1989 dengan kapasitas 703 m3/jam dan diresmikan pada tanggal 21 Maret 1990. Selanjutnya train F dengan kapasitas 720 m3/jam dibangun oleh PT. IKPT sebagai kontraktor utama menghasilkan produksi pertamanya pada tanggal 11 November 1993 dan diresmikan pada tanggal 18 Januari 1994. Train G dengan kapasitas 724 m3/jam dibangun oleh PT. IKPT dan diresmikan pada tanggal 12 November 1997. Sedangkan train H dibangun dengan kapasitas yang sama pada Juli 1997 dan mulai beroperasi pada bulan November 1999. Pada kurun waktu 1992-1993 dilaksanakan suatu proyek yang disebut Train A-D Debottlenecking atau disingkat dengan TADD. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas train A, B, C, dan D dari 640 m3/jam menjadi 703 m3/jam/train, antara lain dengan menambah kapasitas kompresor pada sistem refrigerasi. Hal ini juga dilakukan pada train E dan F yang disebut Train E-F Debottlenecking (TEFD). Selain itu juga terdapat proyek Train A-F Upgrade (TAFU), yang memiliki tujuan sama yakni

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang meningkatkan kemampuan train dan menjaga kelangsungan dari train agar dapat beroperasi dalam 20 tahun lagi. II.3. Gambaran Umum Perusahaan PT. Badak NGL merupakan perusahaan yang dijalankan oleh beberapa perusahaan migas ternama. Komposisi pemilik saham PT. Badak NGL saat ini adalah 55% milik Pertamina, 20% milik Vico, 15% milik Jilco dan 10% milik Total seperti pada gambar 1(a). Saat ini Total menjadi pemasok gas terbesar untuk PT. Badak NGL, diikuti oleh beberapa perusahaan gas lainnya yang berasal dari Korea dan Jepang. Hasil produksi LNG di konsumsi sebagai sumber energy industry oleh Negara-negara asia timur sepert pada gambar 1(b). Oleh karena itu, tugas utama PT. Badak NGL adalah mengelola gas alam hasil dari beberapa produsen gas menjadi gas alam cair yang lebih efisien, baik, serta aman dalam pendistribusiannya.

Gambar 1.(a) Komposisi Kepemilikan Saham PT. Badak NGL dan (b) konsumen LNG Produksi PT. Bada NGL Sumber-sumber gas alam PT. Badak NGL didapatkan dari beberapa lapangan gas yang ada di Kalimantan Timur seperti lapangan gas Badak, Nilam, dan Mutiara yang dikelola oleh Vico Indonesia; lapangan gas Handil, Bekapai, Senipah, dan Tunu yang dikelola oleh PT. TOTAL Indonesia; dan lapangan gas Attaka dan Kerindingan yang dikelola oleh Chevron Indonesia Company. Hasil-hasil gas di masing-masing lapangan kemudian dikumpulkan di daerah Muara Badak yang selanjutnya akan disalurkan ke kilang milik PT. Badak NGL untuk diproses lebih lanjut melalui empat buah jaringan pipa sepanjang 57 km. Setelah sampai di PT. Badak NGL, gas alam diolah menjadi gas alam cair dengan menggunakan 8 kilang yang ada dan 2 sarana
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang penunjang yang dimiliki PT. Badak NGL. Kilang yang terdapat di PT. Badak NGL ini biasa disebut dengan train. 8 train ini dibagi menjadi 2 bagian yang disebut dengan Modul. Modul 1 terdiri atas Train A-D dan utilities 1, sedangkan Modul 2 terdiri atas Train E-H dan juga utilities 2.

II.4 Lokasi Perusahaan Gambar 2 memperlihatkan PT Badak NGL berlokasi di Pantai Timur Kalimantan yang terletak di daerah Bontang Selatan tepatnya 105 Km di sebelah utara kota Samarinda.

Gambar 2. Lokasi dan sumur gas alam PT Badak NGL Dalam perkembangannya, PT. Badak NGL sudah memiliki tata letak pabrik yang cukup baik seperti gambar 3. Area PT. Badak NGL dibagi atas tiga zona, yaitu Zona 1 yang merupakan daerah kilang, Zona 2 yang merupakan daerah perkantoran, dan Zona 3 yang merupakan daerah perumahan warga. Kilang PT. Badak NGL terdiri dari beberapa plant, yaitu: Process Plant Modul I yang terhubung dengan train A-D Process Plant Modul II yang terhubung dengan train E-H Storage and Loading Plant yang merupakan tempat penyimpanan LNG dan LPG dan tempat loading LNG dan LPG ke kapal Utilities Plant merupakan tempat utilities-utilities yang diperlukan.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Storage and Loading Plants

Utilities Plants

Process Plants Modul I Process Plants Modul II

Gambar 3. Tata Letak Kilang PT. Badak NGL II.5. Profil Perusahaan Nama Perusahaan Alamat Produk Visi : PT. Badak Natural Gas Liquefaction : Bontang, Kalimantan Timur : LNG dan LPG :

Menjadi perusahaan energi kelas dunia yang terdepan dalam inovasi Misi : Memproduksi energi bersih serta mengelola standar kinerja terbaik (best performance standard) sehingga menghasilkan nilai tambah maksimal (maximum return) bagi pemangku kepentingan (stakeholders) Agar tercapai visi dan misi yang telah ditetapkan PT. Badak NGL, maka dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Berupaya bersungguh-sungguh untuk mencapai safety excellence dengan menerapkan process safety management. 2. Ramah lingkungan dalam setiap kegiatan operasi melalui penerapan dan sertifikasi EMS ISO 14001. 3. Menghasilkan produk yang memenuhi semua persyaratan pelanggan melalui penerapan Quality Management Systemdan mempertahankan sertifikat ISO 9001-2000. 4. Professional Exellencemelalui pengembangan SDM yang berdasarkan kompetensi.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang 5. Mengelola bisnis dengan menerapkan Best Industrial Practices and Good Corporate Governace. II.6. Struktur Organisasi Perusahaan PT Badak NGL dipimpin oleh Presiden Direktur yang berkedudukan di Jakarta dan bertanggung jawab terhadap share holder. Pelaksana kegiatan operasi kilang LNG/LPG di Bontang adalah Direktur/General Manager yang memimpin seluruh kegiatan di kilang LNG/LPG Bontang dan bertanggung jawab pada Presiden Direktur. Secara garis besar, struktur organisasi PT. Badak NGL seperti gambar 4:

Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Badak NGL Director COO yang bertindak sebagai Plant Coordinator

membawahi beberapa divisi yang berada di PT. Badak NGL. Salah satu divisi penting yang berada di PT. Badak LNG adalah Divisi Produksi. Divisi ini bertanggung jawab terhadap kelancaran produksi sesuai dengan rencana

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

10

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang pimpinan perusahaan. Divisi Produksi terdiri dari beberapa departemen, yaitu: 1. Departemen Operasi(Operation Departement) Departemen Operasi bertugas mengendalikan jalannya proses pada tiap plant, mulai dari penerimaan gas alam dari lapangan, pengolahan, penyediaan sarana utilitas, penyimpanan, hingga pengapalan. Proses pengolahan dilakukan dengan menggunakan delapan buah train, yaitu train A sampai H. Terdapat beberapa seksi yang dibawahi oleh Departemen Operasi, yang masing-masing dikepalai oleh seorang inspektor, yaitu: 1. Process Train ABCD Section Seksi ini bertanggung jawab atas proses pencairan gas alam menjadi LNG pada train A, B, C, dan D. dan juga bertanggung hawab atas produksi LPG propana serta LPG butana. 2. Process Train EFGH Section Sama halnya dengan process train ABCD section, hanya saja seksi ini bertanggung jawab atas segala proses pencairan gas alam menjadi LNG pada train E, F, G, dan H. 3. Utilities I Section Seksi ini bertanggung jawab atas segala hal yang mendukung proses di train ABCD, seperti pembangkit listrik tenaga uap air, pengadaan udara bertekanan, sistem air pendingin, unit pengolahan air boiler, nitrogen plant, sumur air tawar, unit pengolahan air minum, dan pemadam kebakaran. 4. Utilities II Section Seksi ini bertanggung jawab atas segala hal yang mendukung proses di train EFGH, yang mana tugas-tugasnya sama seperti utilities I section. 5. Storage and Loading Section Seksi ini bertanggung jawab atas penerimaan feed gas, fasilitas penyimpanan LNG/LPG, dan pemuatan LNG ke kapal. 6. Marine Section
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

11

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Seksi ini bertanggung jawab atas administrasi yang berkaitan dengan transportasi pengapalan yang mengangkut LNG dari pelabuhan ke negara tujuan (pembeli). 2. Departemen Pemeliharaan(Maintenance Departement) Departemen Pemeliharaan ini bertanggung jawab atas perbaikan dan juga rencana pemeliharaan seluruh peralatan yang berada di area kilang untuk mempertahankan kehandalan proses pembuatan LNG. Tugas lain yang ditangani departemen ini adalah mengontrol biaya pemeliharaan alat yang terdapat di plant.Departemen pemeliharaan terdiri dari tujuh divisi, antara lain: Stationary Equipment and Construction Warehouse and Supply Chain Reliability Instrument Maintenance Planning and Turn Around (MPTA) Machinery Heavy Equipment (MHE) Electrical Pekerjaan yang dilakukan oleh departemen ini adalah

pemeriksaan rutin, pembersihan alat dari kotoran, kalibrasi alat, perbaikan, dan penggantian alat-alat yang rusak. Sistem pemeliharaan kilang sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu: Corrective maintenance; dilakukan langsung setelah kerusakan terjadi pada alat. Preventive maintenance; dilaksanakan berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Predictive maintenance; dilakukan berdasarkan data yang

diperoleh saat alat dijalankan. 3. Departemen Teknikal (Technical Departement) Departemen teknikal merupakan departemen yang bertanggung jawab atas kelancaran pengoperasian, perawatan, dan efisiensi kilang

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

12

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang dengan cara memberikan bantuan teknis kepada semua departemen terkait. Bantuan-bantuan tersebut antara lain: Solusi atas masalah-masalah yang membutuhkan analisa mendalam Perencanaan produksi berdasarkan permintaan Quality assurance; memberikan jaminan mutu objek yang diverifikasi dan yang diperiksa serta mengendalikan kualitas produksi LNG dan LPG berdasarkan laboratorium. Project engineering; melakukan modifikasi terhadap peralatanperalatan kilang untuk meningkatkan kehandalan dan efisiensi. Dalam menjalankan pekerjaannya, departemen teknis dibagi ke dalam lima seksi, yaitu: 1. Production Planning & Energy Conservation Section(PP&EC) Seksi ini memiliki tugas-tugas sebagai berikut: Mengadakan konfirmasi dengan pihak Pertamina mengenai kapasitas produksi kilang. Mengadakan konfirmasi dengan gas producer tentang suplai gas alam dari sumber gas. Menentukan rencana produksi kilang dengan

mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal, di antaranya adalah jadwal kedatangan kapal, adanya

kemungkinan keterlambatan kapal, dan lain-lain. 2. Process & SHE Engineering Section Seksi ini bertanggung jawab dalam menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi, mulai dari feed gas hingga produk LNG. Seksi ini juga berwenang dalam menentukan spesifikasi alat dan kemungkinan penggunaan alat sehubungan dengan optimalisasi proses produksi dan juga bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Facilities & Project Engineering Section Memiliki tugas-tugas sebagai berikut: Project engineering Plant contact engineer

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

13

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Memberikan bantuan teknis untuk pembangunan dan proyek ekspansi plant Mengadakan diskusi teknis, mengevaluasi proyek atau

pernyataan teknis yang berhubungan dengan mechanic, R/E, instrumen dan listrik, dalam suatu manajemen. 4. Inspection Section Seksi inspeksi bertanggung jawab atas kegiatan inspeksi, analisa, membuat prosedur, perbaikan dan pemeriksaan, serta mengevaluasi peralatan plant.Adapun visi dan misi seksi inspeksi adalah Menjaga kilang agar berjalan dengan baik, lancar dan handal, serta semua aktivitas teknik yang dilaksanakan sesuai dengan kode, standar, dan peraturan perundangan yang berlaku.Sedangkan, misi dari seksi inspeksi adalah Memberi jaminan mutu dari obyek atau peralatan yang diverifikasi dan diperiksa secara fisik, mulai dari studi kelayakan hingga beroperasinya peralatan tersebut, dimana pemeriksaannya didasarkan pada design code dan standar yang ada. Dalam menjalankan tugasnya, seksi inspeksi yang dipimpin oleh Manager Inspection, membawahi beberapa engineer dalam bidangnya masing-masing. Struktur Organisasi di Inspection Section dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Struktur Organisasi Inspection Section Fungsi dan tugas dari seksi inspeksi adalah sebagai berikut:
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

14

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang 1) Bertanggung jawab terhadap kegiatan inspeksi, quality control, quality assurance, penyelesaian masalah,

pengawasan kondisi, dan penilaian terhadap peralatan di kilang. 2) Menganalisa destructive data inspeksi, interpretasi dan hasil non

examination pada

(NDE),

menganalisa plant untuk

kerusakan/kegagalan

peralatan

menghasilkan rekomendasi dalam pemecahan masalah mechanical dan material. 3) Membuat prosedur perbaikan dan pemeriksaan untuk menjamin alat beroperasi dengan baik dan aman. 4) Membuat studi teknik dan survei untuk mengevaluasi kondisi peralatan kilang agar mampu beroperasi secara handal dengan menggunakan data, pengalaman, dan kemajuan teknologi. Berkaitan dengan tugas dan kewajiban inspeksi dalam hal quality assurance dan quality control (QA/QC), terdapat berbagai macam kualifikasi teknik yang harus dipahami. Kualifikasi teknik tersebut meliputi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3), Pesawat Uap dan Bejana Tekan (Depnaker), Inspektur Bejana Tekan (MIGAS), Inspektur Perpipaan (MIGAS), Inspektur Tanki Penimbun (MIGAS), Inspektur Las, Inspektur Pesawat Angkat (MIGAS), NDT Ultrasonic/Magnetic/Penetrant Testing Level I (ASNT), NDT Radiography Testing Level I (BATAN),

Radiography Test Interpreter (B4T), NDT Magnetic/Penetrant Testing Level II (ASNT), NDT Ultrasonic Testing Level II Pipe & Plate (ASNT), NDT Eddy Current Testing Level II (ISO), Petugas Proteksi Radiografi (BATAN), Petugas Pemutus Segel Katup Pengaman (MIGAS), dan ISO 9001-2000 External Auditor. Bidang kerja inspection ini sendiri adalah penginspeksian perlalatan dan plant, pengujian tidak merusak, inspeksi material, legal aspect handling, corrosion engineering, material

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

15

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang engineering, welding engineering, quality control and quality assurance (QA/QC), failure analysis, Risk Based Inspection (RBI), dan Inspection Management System. 5. Laboratory and Environment Control Section Laboratory and Environment Control Section bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai kualitas suatu sampel, sehingga hasil dari hasil informasi ini dapat memberikan interprestasi kondisi sampel tersebut. Dalam hal ini, laboratory section bersifat sebagai fungsi kontrol dari kondisi operasi yang dilaksanakan sehari-hari. Secara singkat, tugas dari seksi ini adalah sebagai berikut. Qualitycontrol terhadap gas umpan yang masuk kilang, intermediate, maupun finalproduction Technicalsupport, yaitu mempelajari dan memberikan penjelasan mengenai suatu percobaan dan penelitian Dalam menjalankan tugasnya, seksi ini dibagi menjadi empat bagian yaitu: Controllaboratory, yang bekerja selama 24 jam secara kontinyu untuk menganalisa sampel dari bagian operasi. Projectlaboratory, dengan tugas utama memberikan

support bagi penelitian atau performancetest dari suatu plant dan hanya merupakan penelitian yang bersifat tidak rutin. Gaslaboratory, yang bertugas menganalisa sampel dari lapangan, MCR, LNG, dan lain-lain. Wetlaboratory, yang bertugas menganalisa rawwater, air umpan boiler, air minum untuk community,

steamcondensate, dan sebagainya. II.7. Safety, Health, and Environment PT. Badak NGL merupakan perusahaan yang sangat menjunjung tinggi keselamatan dan kesehatan kerja, bahkan ketertiban di lingkungan
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

16

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang perumahan PT. Badak NGL pun dijaga dengan sangat ketat. Keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Badak NGL sangat dijaga karena tingkat risiko terjadinya kecelakaan sangat besar karena lingkungan kerja yang

berhubungan dengan gas yang mudah terbakar dan meledak. Dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan kerja, PT. Badak NGL telah mendapat banyak penghargaan nasional maupun internasional di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Beberapa penghargaan tersebut antara lain: National Awards: 2010 - Achieving Third Green Proper Trophy 2011 - Achieving Gold Proper Trophy 2011 - Achieving Platinum & Gold Indonesian CSR Award 2010 - Achieving Awang Faroek Education Award International Awards: 2002 - Received another "5 Star Safety Award'' 2001 - Received another "5 Star Safety Award'' 2000 - Received another "Sword of Honour Award'' II.8. Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan II.8.1. Bahan Baku Pencairan Gas Feed gas yang akan diolah oleh PT. Badak NGL berasal dari beberapa sumur gas alam yang dikelola oleh Total, Vico, dan Chevron. Gas alam tersebut kemudian dikumpulkan di sebuah terminal pengumpul di Muara Badak. Kemudian gas tersebut dialirkan ke PT. Badak dengan menggunakan jaringan pipa yang terdiri dari dua pipa berukuran 42 dan dua pipa berukuran 36 sepanjang 57 km.Bahan baku gas alam (feed gas) yang masuk ke PT. Badak NGL memiliki komposisi pada tabel 1 Tabel 1. Komposisi Feed Gas
Komposisi (%) CH4 > 84,19% n-C5H12 0,23% H2S Max 0,5 ppbw C2H6 5,26% C6H14 0,16% Senyawa S Max 25 ppbw C3H8 2,96% N2 > 0,05% i-C4H10 0,55% CO2 > 5,6% n-C4H10 0,64% Hg Max 0,03 ppbw

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

17

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang II.8.2. Produk Hasil Pencairan Gas Hasil pengolahan feed gas menjadi gas cair dapat berupa LNG dan LPG. LNG memiliki suhu sekitar -1600C dan nilai kalor 1.107 s.d. 1.115 Btu/SCF. Komposisi produk LNG diperlihatkan pada tabel 2 Tabel 2. Komposisi LNG Senyawa C1 (Metana) C4 (Butana) C5 N2 Kadar Lebih dari 95% mol Kurang dari 2% mol Kurang dari 0,1% mol Kurang dari 1%

Kurang dari 0,25 gr/100 SCF H2S Hasil lain dari pencairan feed gas adalah LPG. Terdapat dua jenis LPG yang diproduksi PT. Badak NGL, yaitu LPG propana dengan suhu 400C dan LPG butana dengan suhu -100C. Komposisi dari LPG propana dan LPG butana berturut-turut diberikan pada tabel 3 dan 4: Tabel 3. Komposisi LPG Propana Senyawa C3 C2 C4 Kadar Lebih dari 95% Kurang dari 2% Kurang dari 2,5%

Tabel 4. Komposisi LPG Butana Senyawa C4 C5 Kadar Lebih dari 98% Kurang dari 1%

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

18

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB III PROSES PENCAIRAN GAS ALAM III.1. Konsep Proses Pencairan Gas Proses pencairan gas alam di PT. Badak NGL bertujuan untuk memudahkan dalam penyimpanan dan distribusi ke konsumen. Pada prinsipnya gas alam dicairkan dengan menurunkan temperatur hingga mencapai -155oC dengan tekanan atmosfer. Proses pencairan ini dilakukan melalui dua siklus, yaitu siklus propana, dimana temperatur gas alam cair diturunkan dengan menggunakan media pendingin berupa propana. Kemudian, tahap pendinginan dilanjutkan dengan siklus selanjutnya, yaitu di dalam Main Heat Exchanger (MHE) berdasarkan siklus sistem Multicomponent Refrigeration System (MCR), dimana MHE ini merupakan heat exchanger tegak yang terdiri atas dua bagian; warm bundle pada bagian bawah dan cold bundle pada bagian atas. Feed gas yang masuk ke MHE didinginkan terlebih dahulu pada baguan warm bundle dari temperatur -360C menjadi -1200C dan tekanan 38 kg/cm2. Gas alam kemudian didinginkan lebih lanjut pada bagian cold bundle hingga berubah menjadi gas alam cair dengan temperatur sekitar -1550C. Proses selanjutnya, LNG cair dari MHE menuju ke LNG flash drum untuk diturunkan tekanan dan suhunya. Konsep proses pencairan gas alam menjadi produk LPG tidak berbeda jauh dengan konsep pencairan LNG. Perbedaannya terletak pada tekanan dan temperatur yang digunakan untuk memisahkan antara komponen gas LPG dan LNG. Pemisahan komposisi LNG dan LPG terjadi saat fraksinasi dan temperatur pencairan LNG dan LPG pun berbeda, di mana LNG -1550C, LPG propana -400C, LPG butana -40C. III.2 Knock Out Drum Gas alam dari Muara Badak disalurkan ke kilang LNG Badak dengan menggunakan pipa penyalur. Pengiriman gas tersebut menggunakan metoda perbedaan tekanan, dimana di Muara Badak bertekanan 842 psi sedang di Bontang bertekanan 675 psi untuk operasi normal. Karena
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

19

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang mengalami penurunan tekanan selama perjalanan, maka ada sebagian gas yang berubah menjadi cair yang berupa hydrokarbon liquid. Fungsi dari KOD adalah untuk memisahkan wujud gas dan wujud cair. III.3 Proses Train Proses train merupakan unit pengolahan gas alam melalui tahapan pemisahan gas CO2, pemisahan H2O dan Hg, pemisahan fraksi-fraksi berat serta penurunan temperature dan peningkatan tekanan hingga diperoleh produk akhir berupa LNG dan LPG serta produk samping berupa kondensat. Seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Proses Train pada pembuatan LNG dan LPG Train di PT. Badak NGL diberi nama train A,B, C, D, E, F. G, dan H. Akan tetapi, saat ini train yang produksi hanya 6 train karena menurunya feed gas yang masuk ke PT. Badak NGL. Proses pencairan gas terjadi pada lima plant yang terdapat di setiap train. Kelima plant tersebut adalah : 1. Plant 1 CO2 Removal 2. Plant 2 Dehydration and Mercury Removal 3. Plant 3 Fractination 4. Plant 4 Refrigeration 5. Plant 5 Liquefaction III.3.1. Plant 1- Proses CO2 Removal Feed gas memiliki kandungan gas CO2 sekitar 5,6%. Gas CO2 yang terkandung dalam gas dapat menyebabkan korosi pada komponen
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

20

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang pipa penyalur. Selain itu, pada suhu -780C, CO2 sudah membeku sehingga akan menjadi penyumbat peralatan saat pembuatan LNG berlangsung. Oleh karena itu, gas CO2 harus dihilangkan dari feed gas sebelum dilakukan proses selanjutnya. Kandungan CO2 ini dihilangkan pada Plant 1 menggunakan prinsip absorpsi di CO2 Absorpsion Unit. Dengan menggunakan aMDEA (piperazine+methyl diethyloamine) proses absorpsi CO2 dapat berlangsung. Diagram alir proses penghilangan CO2 pada plant 1 dapat dilihat pada gambar 7

Gambar 7. Diagram Alir Plant 1 Feed gas akan masuk ke kolom absorber 1C-2 pada bagian tray bagian bawah, sedangkan larutan aMDEA akan masuk melalui tray kolom atas pada kondisi tekanan sekitar 46 kg/cm2 dan temperatur 42 oC. Feed gas bergerak ke kolom bagian atas, sedangkan larutan aMDEA bergerak ke bagian bawah, sehingga terjadi kontak antara keduanya. CO2 lalu diserap oleh aMDEA sehingga kandungan CO2 di dalam feed gas berkurang. Setelah sampai di bagian bawah kolom 1C-2, larutan aMDEA menjadi jenuh akan CO2 dan disebut rich amine yang tidak bisa lagi mengikat CO2. Larutan aMDEA jenuh kemudian akan dimurnikan kembali di kolom 1C-5. Di dalam kolom 1C-5, terjadi kontak antara rich amine dengan steam yang naik ke atas, sehingga CO2 yang terlarut dalam aMDEA akan terlepas menjadi gas kembali. Dengan demikian, aMDEA dapat digunakan kembali sebagai absorbent.
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

21

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Proses ini dapat mengurangi CO2 sampai di bawah 50 ppm dari aliran gas alam. Batas maksimum kandungan CO2 pada proses selanjutnya adalah 50 ppm. III.3.2. Plant 2- Proses Dehydration and Mercury Removal Selain CO2, gas alam juga mengandung uap air (H2O) dan Mercury (Hg) yang akan menghambat proses pencairan pada suhu rendah. Pada Plant 2, kandungan H2O dan Hg dipisahkan dari gas alam. Kandungan H2O pada gas alam tersebut akan menjadi padat dan akan menghambat pada proses pendinginan gas alam selanjutnya. Pemisahan kandungan H2O (Gas Dehydration) dilakukan dengan cara absorbsi menggunakan molecullar sieve hingga kandungan H2O maksimum 0,5 ppm. Molecular sieve pada dasarnya adalah feed gas dikontakkan dengan media padat dan air akan diserap karena media padat memiliki pori-pori yang kecil. Proses pemisahan uap air dilakukan dengan menggunakan tiga buah bed drier yang beroperasi secara bergantian. Sementara dua buah bed drier beroperasi, satu bed drier diregenerasi. Di dalam bed drier, terdapat molecular sieve tipe A4. Kandungan air dalam mol sieve sangat berpengaruh pada kemampuan mol sieve untuk menyerap air. Oleh karena itu efisiensi reaktivasi kolom dehidrasi untuk menghilangkan air yang ada dalam mol sieve harus cukup tinggi. Efisiensi reaktivasi ini dipengaruhi oleh laju alir gas reaktivasi dan temperatur gas reaktivasi. Temperatur gas reaktivasi juga berpengaruh pada desorbsi air yang terikat di mol sieve, dengan temperatur optimum sebesar 2700C. Kandungan mercury (Hg) pada gas alam tersebut jika terkena peralatan yang terbuat dari aluminium akan terbentuk amalgam. Sedangkan tube pada Main Heat Exchanger 5E-1 yang merupakan alat pendingin dan pencairan utama untuk memproduksi LNG adalah terbuat dari aluminium. Pemisahan kandungan Hg (Mercury Removal) dilakukan dengan cara absorbsi senyawa belerang menggunakan molecullar sieve hingga kandungan Hg maksimum 0,1 ppm. Penghilangan merkuri

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

22

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang dilakukan dengan menggunakan bed mercury removal yang berisi sulphure impregnated activated charcoal sebagai adsorbent. Merkuri akan bereaksi dengan adsorbent ini membentuk senyawa HgS, sehingga dapat dipisahkan dari gas alam.

Gambar 8. Diagram Alir Proses Plant 2 Gas yang berasal dari plant 1 dan sudah terbebas dari CO2
-

didinginkan dalam evaporator 4E-10 menggunakan media pendingin refrigerant propana sampai temperatur sekitar 18 oC. Kemudian, gas dialirkan ke dalam Drier Separator Decanter 2C-1 untuk memisahkan air dan hidrokarbon berat. Air dan hidrokarbon berat dikirim ke Condensate Stabilizer Unit untuk diproses lebih lanjut, sedangkan gas dari bagian atas separator akan dialirkan ke dalam Fixed Bed Drier Unit 2C-2A/B/C yang berisi molecular sieve tipe 4A dan Allundum ball. Feed gas tersebut dikeringkan hingga dicapai kadar air maksimum 0,5 ppm. Gas yang keluar daridrier kemudian disaring pada Drier After Filter 2Y-1A untuk menghilangkan partikel molecular sieve yang mungkin terbawa oleh gas. Gas yang telah disaring kemudian dilewatkan pada Mercury Removal Vessel 2C-4 untuk menyerap merkuri yang terkandung dalam gas. Penyerap yang digunakan adalah karbon aktif yang telah diimpregnasi dengan belerang. Zat ini mampu menyerap merkuri sampai kadar maksimum 0,01 gr/m3 (0,01 ppbw). Merkuri terabsorbsi secara kimiawi karena bereaksi dengan sulfur membentuk HgS di permukaan karbon aktif

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

23

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang sementara senyawa merkuri organik terabsorbsi secara fisik di permukaan karbon aktif. Gas yang keluar kemudian disaring lagi dengan Mercury Removal After Filter 2Y-1B untuk dipisahkan dari absorber yang mungkin terbawa. Gas yang sudah kering ini dialirkan ke Medium Level Propana Evaporator 4E-13. Gas lalu diproses lebih lanjut oleh Scrub Column 3C-1. III.3.3. Plant 3- Proses Fractination Proses fraksinasi yang terjadi di plant 3 bertujuan untuk

memisahkan fraksi ringan dan fraksi berat gas alam menggunakan Scrub Column. Selanjutnya, fraksi berat dipisahkan lebih lanjut menjadi etana, propana, dan butana pada kolom-kolom fraksi. Fraksi ringan yang sebagian besar terdiri dari Metana akan menjadi umpan bagi Main Heat Exchanger 5E-1. Propana dan Butana diambil sebagai LPG atau digunakan sebagai Make Up Refrigerant(MCR). Sedangkan, Etana akan diinjeksikan ke feed gas yang menuju Main Heat Exchanger untuk menaikkan nilai kalor (HHV) dari LNG dan sebagian disimpan ditangki refrigerant sebagai Make Up Refrigerant(MCR). Hidrokarbon fraksi berat akan dikirim ke plant 16 sebagai kondensat. Proses pada plant 3 dapat dilihat pada dagram alir berikut ini:

Gambar 9. Diagram Alir Plant 3 Gas dari plant 2 dengan temperatur sekitar -28,5 C masuk ke dalam Scrub Column 3C-1. Pada temperatur tersebut hidrokarbon berat yang terkandung dalam feed gas akan mengembun dan berada di bagian
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

24

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang bawah kolom. Sebuah reboiler dengan pemanas uap air bertekanan 50 psig dan temperatur 150 C memberikan panas untuk memisahkan hidrokarbon berat dengan hidrokarbon ringan. Hasil puncak Scrub Column didinginkan di ScrubColumnOverhead Condenser 4E-12 dengan pendingin propana sampai temperatur sekitar -35C dan selanjutnya masuk ke Scrub Column Condenser Drum 3C-2 untuk memisahkan kondensat. Gas yang keluar dari bagian atas drum tersebut merupakan feed gas ke unit utama pembuatan LNG. Cairan hidrokarbon dari dasar Scrub Column dialirkan ke sebuah cooler dengan media pendingin air laut, kemudian masuk ke Deethanizer Column 3C-4 yang memiliki 50 tray untuk memisahkan etana dengan komponen yang lebih berat lainnya. Pemanasan dilakukan dalam suatu reboiler dengan media pemanas uap bertekanan 150 psig dengan temperatur sekitar 200 C. Uap dari puncak Deethanizer Column 3C-4 diembunkan dalam sebuah kondensor dengan media pendingin refrigerant propana, kemudian ditampung dalam sebuah Condensate Drum. Gas yang tidak ikut mengembun dialirkan sebagai bahan bakar boiler yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu di dalam sebuah heater dengan media pemanas uap bertekanan 50 psig. Sedangkan, cairan etana digunakan sebagai refluks. Cairan dari dasar Deethanizer Column 3C-4 dialirkan ke Depropanizer Column 3C-6 yang memiliki 47 tray untuk memisahkan komponen propana dengan komponen yang lebih berat dan dipanaskan dalam suatu reboiler dengan media pemanas uap bertekanan 50 psig. Uap dari puncak Depropanizer Column 3C-6 diembunkan dalam sebuah kondenser dengan media pendingin air laut, kemudian ditampung dalam sebuah Overhead Drum Propane. Propana yang digunakan sebagai produk LPG yang sebelumnya didinginkan pada sebuah Propane Return Subcooler 3E-12 dengan propana refrigerant. Pada modul II (train E-H), propana didinginkan lebih lanjut pada LNG Flash Exchanger 5E-2 dengan media pendingin uap produksi LNG.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

25

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Cairan hidrokarbon dari dasar Depropanizer Column 3C-6 dialirkan ke Debutanizer Column 3C-8 yang memiliki 29 tray. Sebuah reboiler dengan media pemanas uap air bertekanan 50 psig digunakan untuk memisahkan komponen butana dengan komponen yang lebih berat. Cairan butana yang terbentuk digunakan sebagai refluks dan sebagai recycle ke dalam Column Overhead Drum Scrubber untuk menambah refluks di Column Scrubber agar diperoleh feed gas yang memenuhi spesifikasi. Butana dikirim sebagai LPG butana yang sebelumnya didinginkan dulu pada sebuah Return Sub Cooler dengan media pendingin refrigerant propana. Gas yang tidak ikut mengembun di dalam drum dialirkan ke sistem fuel gas sebagai bahan bakar boiler. Pada train A-D, ada suatu unit tambahan Propane and Butane Splitter. Berdasarkan analisa laboratorium, butana yang dihasilkan Debutanizer 3C-8 masih memiliki kandungan propana yang cukup tinggi sehingga dipisahkan lebih lanjut pada unit splitter ini. Propana dan butana yang telah dipisahkan akan dikirim ke LPG Storage. Cairan dari dasar Debutanizer Column 3C-8 dipompakan ke Condensate Stabilizer (plant 16) untuk diproses lebih lanjut, atau dapat juga dikirim langsung ke tangki penampungan di plant 20 dengan terlebih dahulu melalui sebuah alat pendingin dengan air laut sebagai media pendingin. III.3.4. Plant 4- Proses Refrigeration Pada plant 4, feed gas yang berasal dari plant 3 didinginkan dan dicairkan menjadi LNG dengan media pendingin MCR di dalam Main Heat Exchanger (MHE). Sistem pendinginan yang terdapat di PT. Badak NGL adalah sistem pendinginan propana dan sistem pendinginan multi component refrigerator (MCR). III.3.4.1. Sistem Pendinginan Propana Sistem pendinginan propana digunakan untuk untuk

mendinginkan feed gas selama dalam proses pemurnian, fraksinasi hingga mencapai titik embunnya. Sistem pendingin ini juga digunakan dalam pendinginan Multi Component Refrigerant (MCR). Propana cair yang digunakan pada sistem pendinginan tersebut merupakan cairan propana
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

26

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang jenuh. Uap propana mengalir menjadi umpan di Suction Compressor 3 Stage 4K-1. Uap propana pada tekanan tinggi dapat dicairkan kembali dengan pendinginan menggunakan air laut. Propana cair mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif tinggi pada kondisi cair jenuh (60 C dan tekanan 14 kg/cm2). Gas propana yang ditekan pada kompresor 4K-1 akan keluar dari discharge dengan tekanan 13,9 kg/cm2 pada temperatur 65C. Gas kemudian mengalir ke Propana Desuperheater 4E-1A/B, dimana propana ini didinginkan sampai temperatur 44,5 C. Kemudian propana didinginkan dan diembunkan pada Condenser 4E-2A/B pada tekanan 12,5 kg/cm2, dengan pendingin air laut sampai mencapai temperatur 37 C. Propana cair dari 4E-2 mengalir ke Propane Accumulator 4C-1. Vent Condenser 4E-3 melepaskan gas-gas yang tidak mengembun keluar dari sistem propana ke Blow Down System.

Gambar 10. Diagram Alir Plant 4 Unit Sistem Pendinginan Propana Uap propana masuk ke sistem pendinginan dari Bottom High Level Propana Evaporator (4E-10 dan 4E-7). Jumlah yang diperlukan diatur dengan memperhatikan level pada Propana Acummulator (4C-1) secara auto. Sebagian besar propana dari (4C-1) diekspansikan ke dalam Propana Flash Drum (4C-2) tekanan tinggi (7,1 Kg/cm2). Propana cair dari (4C-1) juga disemprotkan ke High Level Propana Evaporator (4E-10)
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

27

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang pada tekanan 7,2 Kg/cm2 dan juga ke MCR High Level Propana Evaporator (4E-7). Uap propana dari (4C-1) ini masuk ke (4C-12) untuk memisahkan cairannya sebelum dihisap oleh Compressor Propana (4K-1). Propana cair dari Propana Flash Drum disemprotkan ke dalam Medium Propana Evaporator (4E-8) untuk mendinginkan MCR dan Feed Medium Level Propana Evaporator (4E-13). Uap dari kedua evaporator ini kembali ke (4C-3) dan dipisahkan cairannya sebelum dihisap kompresor pada stage 2. Propana cair dari Propana Evaporator diekspansikan pada tekanan 0,2 Kg/cm2 di dalam (4E-13) dan Overhead Condenser (4E-14). Dari (4E-12) ini propana juga mengalir ke Propana Refrigerant Drum (3C-10) di bagian fraksinasi pada tekanan 0,2 Kg/cm2. Uap-uap propana dari exchanger dan refrigerant drum di bagian fraksinasi (3C-10) kembali ke Propana Flash Drum (4C-4) kemudian dihisap kompresor (4K-l). Pendingin propana untuk bagian fraksinasi didapat dari Propana Evaporator tekanan sedang (4E-12) menga1ir ke Propana Drum untuk fraksinasi di (3C-10). Propana memberikan pendingin untuk De-ethanizer Condenser (3E-5), Propana Return Subcooler (3E-12), dan Butana Return Subcooler (3E-13). Propana dari pendingin-pendingin ini menguap mengalir kembali ke (3C-10) kemudian propana mengalir ke (4C-4) melalui (4C-5). III.3.4.2. Sistem Pendinginan Multi Component Refrigerator (MCR) Sistem pendinginan MCR digunakan untuk mendinginkan MCR, mendinginkan gas alam, dan mencairkan gas alam hingga menjadi LNG di MHE.Pendinginan untuk gas alam, MCR, dan fraksinasi terjadi pada tahap evaporasi dari propana dimana penguapan propana cair mengambil panas laten dari gas yang difraksinasi. Komposisi dari MCR adalah sebagai berikut:

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

28

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Tabel 5. Komposisi MCR Komponen Kadar (%) 2-2,2 N2 40-46 C1 45-50 C2 2-6 C3 0-1 C4+ Pada Multi Component Refrigerator ini kompresi dilakukan dalam 2 tahapan yaitu dengan kompresor 4K-2 dan 4K-3. MCR masuk ke kolom 4C-7 untuk memisahkan MCR cair dan uap, dimana sebagai feed 4C-7 adalah uap dari hasil pendinginan di 5E-1. Uap MCR dari 4C-7 keluar dengan temperatur sekitar -40 C, kemudian masuk ke tahap pertama di kompresor 4K-2 dengan tekanan 3 kg/cm2. MCR lalu keluar dari 4K-2 dengan temperatur 71 C dan tekanan 14 kg/cm2. Aliran MCR ini kemudian didinginkan dengan air laut di heat exchanger 4E-5 hingga temperaturnya menjadi 32 C. MCR kemudian masuk ke kompresor tahap kedua 4K-3 dengan tekanan 14 kg/cm2. Dari 4K-3, MCR keluar pada temperatur 130 C dan tekanan 47 kg/cm2, kemudian didinginkan oleh heat exchanger 4E-6 menggunakan air laut hingga mencapai temperatur 30 C. MCR kemudian mengalir ke Propane Evaporator, dilanjutkan ke Medium Level Propane Evaporator 4E-8, hingga keluar pada temperatur 5 C. Keluar dari 4E-8, MCR masuk 4E-9 pada temperatur -32 C. Aliran ini masuk ke Separator 5C-1, dimana komponen cair dan uap akan terpisah. Fase cair lebih banyak mengandung etana dan propana, sedangkan fase gas banyak mengandung nitrogen dan metana. III.3.5. Plant 5- Proses Liquefaction Tahap akhir pada pembuatan LNG terjadi di plant 5, di mana terjadi pendinginan dan pencairan gas alam hingga mencapai temperatur 1600C di dalam Main Heat Exchanger 5E-1. Gas alam yang didinginkan pada plant 5 merupakan LNG yang komposisinya sebagian besar adalah gas metana. Gas alam yang telah berfasa cair selanjutnya akan dialirkan ke storage tank. Gas alam yang berasal dari Scrub Column Condensate Drum

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

29

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang 3C-2 akan dicairkan dengan menggunakan media pendingin MCR dalam Main Heat exchanger 5E-1.

Gambar 11. Diagram Alir Proses Plant 5 Pada plant 5, MCR dialirkan dari Evaporator 4E-9 menuju kolom MCR High Pressure Separator 5C-1. Kolom ini bertekanan 46 kg/cm2 dan berfungsi untuk memisahkan MCR menjadi dua fasa, yaitu fasa gas yang sebagian besar terdiri dari N2 dan C1, dan fasa cair yang sebagian besar terdiri dari C2 dan C3. MCR fasa gas dan cair masuk pada tube yang berbeda pada bagian bawah 5E-1. Feed gas yang berasal dari 3C-2 masuk ke 5E-1 pada bagian bawah pada temperatur sekitar -36.5 oC dengan tekanan 38 kg/cm2. Pada warm bundle MHE, MCR uap, MCR cair, dan feed gas dialirkan ke atas. Pada akhir warm bundle, MCR cair dialirkan melalui kerangan Joule-Thomson 5FV-2 sehingga tekanannya turun menjadi 2,5 kg/cm2 dengan temperatur -129 oC. Kemudian MCR cair ini ditampung pada Warm End Pressure Phase Separator yang berada di dalam shell 5E1 dan disaring di 5Y-4. Selanjutnya MCR ini didistribusikan pada bagian atas shell warm bundle, bergabung dengan MCR uap yang datang dari bagian shell cold bundle.
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

30

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang MCR cair dalam shell warm bundle ini berkontak dengan tiga aliran yang masuk sehingga temperatur MCR uap, MCR cair, dan feed gasditurunkan sampai mendekati titik embunnya. Uap MCR yang ada dalam shell MHE keluar pada bagian bawah dan masuk ke kolom MCR First Stage Suction Drum 4C-7. Uapnya lalu masuk ke kompresor MCR First stage Compressor 4K-2 dengan tekanan hisap 2,1 kg/cm2 dan keluar dengan tekanan 14 kg/cm2. Keluaran MCR didinginkan pada pendingin Compressor Intercooler 4E-5A/B dengan pendingin air laut, selanjutnya masuk ke kolom MCR Second Stage Suction Drum 4C-8. Uap MCR dihisap oleh kompresor MCR Second Stage Compresor 4K-3 dan keluar dengan tekanan 50 kg/cm2. Keluaran ini didinginkan lagi pada MCR Compressor Aftercooler 4E-6 dan didinginkan lebih lanjut dalam Evaporator Propane secara berturut-turut pada MCR High Level Propane Evaporator 4E-7, MCR Medium Level Propane Evaporator 4E-8, dan MCR Low Level Propane Evaporator 4E-9 kemudian masuk ke kolom 5C-1 untuk kembali mendinginkan feed gas di Main Heat exchanger. Pada bagian cold bundle MHE, MCR uap dan feed gas dari warm bundle yang mulai terkondensasi didinginkan lebih lanjut. Di puncak coldbundle, MCR dilewatkan pada kerangan Joule-Thomson 5PV-15 sehingga tekanannya turun menjadi 2,6 kg/cm2 dengan temperatur -151 oC. MCR ditampung pada LowPressureSeparator dan distribusikan di bagian shell cold bundle untuk mendinginkan MCR uap dan feed gas dalam tube. Gas alam meninggalkan puncak Main Heat exchanger dalam keadaan sudah menjadi cair (sudah menjadi LNG) pada temperatur sekitar -149 oC dengan tekanan 24 kg/cm2. LNG ini lalu dimasukkan ke dalam kolom LNG Flash Drum 5C-2, diturunkan tekanannya menjadi 0,25 kg/cm2 dengan temperatur -160oC. LNG kemudian dipompa ke tangki LNG pada Storage and Loading Plant untuk disimpan dan kemudian disalurkan ke kapal pengangkut LNG yang datang.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

31

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang III.4. Utilities Unit utilities di PT. Badak NGL berfungsi untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan dalam proses pengolahan gas, penyediaan air, dan penyediaan listrik untuk kompleks PT. Badak NGL. Utilities di PT. Badak NGL terbagi menjadi dua, yaitu On-Plot Utilities dan Off-Plot Utilities. III.4.1. On-Plot Utilities On-Plot Utilities terdiri dari beberapa plant yang digunakan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan proses di dalam pabrik. Plantplant tersebut adalah: a. Plant 29 (Nitrogen Plant) Pada plant 29, udara dari plant 35 yang telah dibersihkan dari H2O dan CO2 dimasukkan ke dalam coldbox dan dengan cara destilasi pada temperatur rendah (-160oC) udara dipisahkan menjadi N2 dan O2. Gas Nitrogen dikirim ke sistem distribusi sedangkan gas O2 dibuang ke atmosfer. Nitrogen (N2) digunakan sebagai bahan campuran MCR, untuk purging (pembebasan gas yang mudah terbakar atau menghambat proses), serta dipakai sebagai blanketing pada operasi. b. Plant 31 (Steam and Power Generation) Plant ini berfungsi sebagai sarana penyedia steam dan listrik. Di kilang LNG Bontang terdapat 21 Boiler yang digunakan untuk menghasilkan steam. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik terdapat 13 unit turbin uap/generator dengan kapasitas 12,5 MW, 1 turbin gas/generator dengan kapasitas 12,5 MW serta 1

Diesel/Generator dengan kapasitas 5 MW. c. Plant 35 (Compressed Air System) Plant ini menyediakan udara bertekanan yang dipakai untuk keperluan instrumentasi di pabrik, dan sebagai keperluan lainnya. Terdiri dari : Empat unit kompresor sentrifugal dengan tenaga listrik 900 HP, masing-masing mempunyai kapasitas 500 SCFD.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

32

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Satu unit kompresor torak dengan tenaga diesel sebagai penggerak 150 HP, mempunyai kapasitas 500 SCFD

Pada pengoperasian normal diperlukan 2 unit kompressor dengan tekanan udara 9.1 Kg/cm2, udara bertekanan ini digunakan sebagai: Udara/angin untuk pembersihan di bengkel dan lain-lain. Udara/angin untuk instrumentasi. Sebagai bahan baku untuk pembuatan nitrogen. III.4.2. Off-Plot Utilities Off-Plot Utilities juga terdiri dari beberapa plant yang digunakan untuk mendukung proses di dalam pabrik. Plant-plant tersebut antara lain: a. Plant 32 (Cooling Water Plant) Plant ini menyediakan air laut untuk pendinginan pada proses pembuatan LNG. Peralatan utama di Plant 32 adalah 22 buah pompa air laut. Air laut tersebut sebelum didistribusikan ke proses train terlebih dahulu dibersihkan oleh sodium hypochlorite (NaOCl) untuk mengurangi kandungan chlorin hingga maksimum 1 ppm. b. Plant 33 (Fire Water System) Plant ini menyediakan air yang diperlukan untuk pemadam kebakaran (air tawar dan air laut). Terdapat beberapa pompa untuk keperluan tersebut, sedangkan tekanan sistem perpipaannya dijaga secara kontinu yaitu sekitar 12 Kg/cm2 dengan menggunakan Jocky Pump, sehingga siap dipakai jika diperlukan. c. Plant 36 (Water Treating Plant for Boiler) Plant ini berfungsi untuk menyediakan air yang sudah diolah untuk keperluan pembuatan steam (uap air) serta make-up air untuk penambahan kebutuhan pembuatan steam. Sebagian besar air yang dibuat menjadi steam berasal dari steam condensate dari proses ataupun turbin-turbin. d. Plant 34 (Sewer and Sewage Plan) Plant ini berfungsi sebagai pengolah air limbah untuk dinetralkan sebelum air tersebut dibuang ke laut. e. Plant 48-49 (Water Treating Plant)
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

33

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Plant ini berfungsi untuk mengolah air dari sumur yang akan dipakai untuk keperluan di pabrik ataupun penduduk di lingkungan PT. Badak NGL. III.5. Storage and Loading Produk LNG dan LPG yang telah dicairkan dan telah selesai diproses kemudian disalurkan ke tanki penyimpanan LNG dan LPG sebelum dimuat ke kapal. Segala sesuatu yang berhubungan dengan storage & loading pada PT. Badak NGL ditangani oleh Storage & Loading Section. Pada proses storage and loading LNG dan LPG, PT. Badak NGL dilengkapi beberapa plant, yaitu: a. Plant 15 (Pendinginan LPG Prophane dan Buthane) Pada plant ini hasil prophane (-40oC) dan buthane (-4oC) didinginkan hingga temperatur penyimpanannya pada tekanan sedikit di atas atmosfer. Terdapat beberapa peralatan utama unit pendinginan LPG yaitu Warm Heat Exchanger (15E-4), serta refrigerant (15E-1), (15E-3) dan Cold Heat Exchanger unit berupa Kompresor (15K-1), dan

Desuperheater

Refrigerant

Condenser

(15E-2)

Accumulator (15C-1). b. Plant 16 (Condensate Stabilizer) Plant ini digunakan untuk mengolah cairan-cairan hidrokarbon berat dari Knock Out Drum (KOD) dan proses train menjadi bahan bakar (condensate) untuk kendaraan. Sedangkan gas-gas yang dihasilkan oleh unit ini, digunakan sebagai bahan bakar boiler dan sebagian lagi dikembalikan ke Plant 21 dengan kompressor. Sebagian besar condensate tersebut dikirim kembali ke lapangan Muara Badak sedangkan sebagian kecil dipakai sebagai bahan bakar kendaraan di PT. Badak NGL. Kapasitas produksi unit Plant 16 sekitar 210 m3/jam. c. Plant 17 (LPG Storage Tanks) Pada plant ini terdapat 3 buah tanki penampungan produk propane dan 2 buah tanki penampungan untuk butane dengan kapasitas masing-masing 40.000 m3. Setiap tanki dilengkapi dengan 2 buah pompa loading dengan kapasitas masing-masing 2.500 m3/jam dan 1
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

34

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang buah pompa sirkulasi dengan kapasitas 50 m3/jam. Pompa-pompa tersebut digunakan untuk memompakan LPG ke kapal melalui 2 transfer line, sedangkan pompa sirkulasi berfungsi untuk

mensirkulasikan LPG dari satu tangki ke tangki yang lain melalui loading dock II dan loading dock III selama tidak ada LPG loading. Hal ini dimaksudkan agar jaringan LPG loading line tetap dingin. Uap propana yang timbul dari tangki dicairkan kembali oleh Kompressor (17K-1) untuk dikembalikan ke tangki propana setelah didinginkan. Sistem pengukuran pemuatan LPG ke kapal yang dipakai adalah switch meter prover propana dan butana. d. Plant 19 (Relief and Blowdown System) Pada plant ini, cairan gas bocoran dikumpulkan dari proses train kemudian dikirim ke tempat yang aman untuk dibakar. Ada tiga jenis alat pembakaran yang dipakai yaitu: Dry Flare System: Menyalurkan dan membakar gas hidrokarbon kering (tanpa H2O). Wet Flare System: Menyalurkan dan membakar gas hidrokarbon yang masih mangandung H2O. Burn Pit dan Liquid Disposal System: Menyalurkan dan membakar buangan hidrokarbon cair dari processtrain. e. Plant 20 (Tangki Penampung Produk Refrigerant) Cairan hasil refrigerant dari proses train ditampung pada tangkitangki (20C-1A/B) dan (20C-3A/B). Refrigerant tersebut disimpan dan siap dipakai sebagai make-up kebutuhan refrigerant pada proses train. Sedangkan condensate dari Plant 16 ditampung di tangki (20D4). f. Plant 21 (KnockOutDrum/KOD) Plant 21 meliputi sistem perpipaan yang menghubungkan Muara Badak hingga kilang LNG Bontang. Terdapat 8 buah tangki KOD yang berfungsi untuk memisahkan antara gas dan cairan hidrokarbon sebelum dialirkan ke proses train untuk diolah menjadi LNG. Jaringan pipa bahan baku gas alam dari Muara Badak, terdiri dari dua buah
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

35

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang jaringan pipa berukuran 36 dan dua buah jaringan pipa berukuran 42. Pada pipa gas dari Muara Badak diluncurkan bola pembersih (scrapper/brush pig) dengan tekanan operasi 720 psig, untuk membawa cairan yang tertinggal pada pipa, yang kemudian diterima oleh 4 unit Pig receiver 36 dan 42. g. Plant 24 (LNG TankandLoadingDock) Plant ini terdiri dari tangki-tangki LNG dan LoadingDock. Produk LNG dari proses train ditampung pada 6 tangki LNG (24D1/2/3/4/5/6) dimana empat tangki berkapasitas 95.000 m3 dan dua tangki berkapasitas 126.500 m3. Untuk pemuatan LNG ke kapal terdapat 3 unit Loading Dock yaitu: LNG loading dock 1 Fasilitasnya adalah 4 loading arm dan 1 boil-off arm. Kapasitas 1 loading arm adalah 2600 m3/jam. LNG/LPG loading dock 2 dan 3 Memiliki 2 fasilitas muat yaitu pemuatan LNG dan LPG (plant17). Untuk pemuatan LNG mempunyai 4 loading arm dan 1 boil-off arm. Sedangkan untuk pemuatan LPG mempunyai 2 loading arm (LPG arm) dan 2 boil-off arm (LPG vapor). Kapasitas 1 loading arm LNG/LPG adalah 2600 m3/jam. Semua loading arm dilengkapi dengan sistem melepas dengan cepat bila dalam keadaan bahaya (PERC sistem) antara pihak kapal dan darat.

Tanki-tanki LNG pada plant inididukung oleh beberapa peralatan, antara lain: 1. Pompa Muat LNG Berfungsi untuk memompa LNG dari tangki penampung ke kapal LNG melalui pipa penyalur 2 buah dan loading arm 4 buah. Masing-masing tangki memiliki 2 pompa muat karena terdapat 5 buah tangki maka keseluruhan pompa LNG ada 10

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

36

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang buah, yaitu 24G-1/2, 24G-4/5, 24G-7/8, 24G-10/11 dan 24G18/19. Masing-masing pompa LNG berkapasitas 2900 m3/jam. 2. Pompa Sirkulasi LNG Berfungsi untuk mensirkulasikan LNG dari tangki ke tangki melalui dua pipa saluran LNG. Satu pipa digunakan untuk menekan LNG ke loading dock, sedangkan pipa lain dipakai untuk mengembalikan LNG tersebut ke dalam tangki yang lain. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan suhu dalam tangki dan pipa. Pompa sirkulasi LNG itu adalah : 24G-13/14/15/16/20/45. 3. Boil Off Compressor Digunakan untuk mengkompresi gas-gas yang terbentuk (boiloff) di dalam tangki untuk didistribusikan sebagai bahan bakar untuk boiler. Dan sebagian digunakan untuk menjaga tekanan tangki dengan jalan membuka valverecyclecompressor. Selain itu juga digunakan untuk mengkompresi boil off dari kapal. Unit-unit utamanya terdiri dari : 4 buah boil-offcompressor (24K-1/8/9), dengan kapasitas 28000 m3/jam penggerak motor listrik 1490 KW. 1 buah boil-off compressor (24K-16), dengan kapasitas 77400 m3/jam penggerak motor listrik 3500 KW. h. Plant 38 (Sistem Gas Bahan Bakar) Plant ini digunakan untuk menampung dan menyediakan kebutuhan bahan bakar boiler. Bahan bakar boiler (fuelsystem) tersebut didapatkan dari sisa uap LNG dari Kompresor (2K-1) pada masingmasing proses train serta dari Boil-Off Kompresor (24K). i. Plant 39 (Nitrogen generator) Pada plant ini, 2 unit generator digunakan untuk mengolah udara sebagai bahan baku dengan produk nitrogen cair dan gas. Setelah melewati proses, nitrogen cair ditampung di tangki-tangki

penampungan sebagai cadangan atau untuk memenuhi permintaan kapal-kapal LNG, sedangkan produk Nitrogen gas untuk kebutuhan operasional kilang LNG. PT. Badak NGL memiliki enam tanki
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

37

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang penampungan LNG yang telah selesai dari proses train dengan kapasitas tanki, 4 buah masing masin berkapasitas 600000 barrel (95000 m3) dan 2 buah berkapasitas 800000 barrel (126500 m3).

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

38

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB IV TINJAUAN PUSTAKA IV.1 Pipa dan Spesifikasi Pipa Pipa pada umumnya berbentuk silinder diaplikasikan untuk mengalirkan fluida atau mentransmisikan fluida bertekanan, biasanya pipa didesain dengan spesifikasi sesuai aplikasinya. Berdasarkan ASME B31.4 tahun 2009, pipa diklasifikasikan berdasarkan proses manufaktur yang dialaminya. IV.1.1 Double Submarged Arc Welding Pipe Merupakan jenis pipa yang memiliki sambungan longitudinal butt joint minimum 2 langkah pengelasan, satu diantaranya pada

bagian dalam pipa. Penyambungan dilakukan dengan pemanasan busur listrik. Pengelasan dibungkus oleh lapisan granular. Pada

pengelasannya tidak menggunakan tekanan. Logam pengisi untuk bagian dalam dan luar lasan diperoleh dari elektroda. IV.1.2 Electric Flash Welded Pipe Pipa jenis ini memiliki longitudianal butt joint yang penyambungan dihasilkan pada permukaan batas. Panas berasal dari tahanan aliran arus diantara 2 permukaan yang disambungkan. Kemudian diikuti dengan tekanan pada daerah tersebut. Flashing dan upsetting terjadi karena pencairan logam berlebih pada daerah lasan. IV.1.3 Electric Fusion Welded Pipe Pipa dengan longitudinal butt joint yang penyambungannya dilakukan dengan denga pengelasan busur listrik. Pengelasan dapat dilakukan satu langkah atau lebih dan dapat menggunakan logam pengisi ataupun tidak menggunakan logam pengisi. Pipa dengan arah lasan melingkar juga diproduksi dengan menggunakan proses electric fusion welding baik secara lap joint maupun lock-seam joint. IV.1.4 Electric Induction Welded Pipe

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

39

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Pipa yang bagian longitudinal butt joint-nya disambungkan dengan menggunakan panas dari tahanan induksi arus listrik. Selain itu juga menggunakan tekanan. IV.1.5 Electric Resistance Welded Pipe Pipa yang diproduksi dalam bentuk satu satuan panjang. Bagian longitudinal butt joint disambungkan dengan menggunakan tahanan listrik pada permukaan yang disambungkan. Penyambungan ini jga menggunakan tekanan. IV.1.6 Furnace Butt welded Pipe, Bell Welded Pipa yang bagian longitudinal butt joint dilas dengan memanfaatkan tekanan mekanik dari proses drawing dalam furnace. Penambungan ini juga meliputi proses pembentukan. IV.1.7 Furnace Butt Welded Pipe, Continuous Welded Pipa yang diproduksi memanjang, bagian longitudinal butt joint disambungkan dengan tekanan mekanik menggunakan rol panas melalui satu set round pass welding rolls. IV.1.8 Furnace Lap Welded Pipe Pipa dengan longitudinal lap joint hasil penambungan dengan tekanan Proses penggabungannya juga menggunakan pemanasan pipa pada temperature pengelasan dan meletakkannya diatas mandrel antara dua roll las yang menekan dan mengelas bagian overlapping edge. IV.1.9 Seamless Pipe Pipa yang diproduksi dengan cara penembusan billet dan diikuti dengan rolling atau drawing ataupun keduanya [5]. IV.2. Kegagalan Pada Elbow Amine Unit Untuk mengetahui penyebab kegagalan pada elbow di amine unit, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis kegagalan pada elbow. Kegagalan-kegagalan yang dapat terjadi pada elbow di amine unit adalah sebagai berikut: IV.2.1 Korosi
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

40

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Korosi merupakan degradasi material karena bereaksi secara elektrokimia dengan lingkungan yang sifat korosif, seperti air atau gas. Korosi dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan pada elbow karena elbow terekspos oleh air atau media yang mengalir didalamnya. Korosi pada elbow dapat terjadi pada temperatur ruang maupun temperatur tinggi. Korosi pada elbow juga dapat terjadi bersamaan dengan kegagalan material secara mekanik. Contoh kegagalan pada pipa elbow yang disebabkan oleh korosi adalah: 1. Korosi Erosi Korosi erosi merupakan peningkatan laju perusakan terhadap material logam karena pergerakan relative fluida terhadap permukaan logam. Pada umumnya aliran fluida begitu cepat, dan menyebabkan keausan mekanik atau abrasi. Logam pada bagian permukaan akan terlarut menjadi ion-ion, membentuk produk korosi yang akan terkelupas terbawa aliran fluida. Sebagian besar logam dan paduan dapat mengalami korosi erosi. Tergantung pada kemampuan logam membentuk lapisan pasif pada permukaan misalnya alumunium, timbal, stainless steel. Media korosi dapat berupa gas, larutan, sistem organik, dan logam cair. Misalnya gas panas oksida logam dan kecepatan aliran tinggi. Berbagai komponen yang terekspose fluida alir dapat mengalami korosi erosi misalnya sistem perpipaan, bagian

bending, elbow, valve, pompa, blower, centrifugal, propeller, impeller, heat exchanger tubing dan sebagainya. Gambar 12 menunjukkan tipe kegagalan. Aliran pipa horizontal dan vertical biasanya tidak mendapat pengaruh korosi erosi, tetapi logam mengalami kegagalan pada arah aliran ketika fluida mengalir dengan tekanan.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

41

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Gambar 12. Kegagalan Pada Elbow Ketika fluida memasuki komponen elbow, sisi aliran akan mengalami turbulensi sehingga menyebabkan gelembung terbentuknya disebabkan

gelembung-gelembung.

Terbentuknya

adanya penurunan tekanan hidrodinamik sebagai konsekuensi perubahan aliran. Karena terdapat aksi mekanik pada elbow, tekanan hidrodinamik local akan naik. Tekanan ini menyebabkan gelembung pecah dan kemudian akan timbul gaya tekan yang sangat besar diantara celah gelembung yang pecah. Gaya tekan ini mampu menyebabkan terjadinya deformasi pastik pada permukaan logam [11]. IV.2.2 Environmental Cracking Permasalahan environmental cracking terjadi ketika carbon steel berada pada kondisi kekerasan tinggi, high residual stress atau keduanya. Pada umumnya, daerah tersebut adalah hasil lasan misalnya pada elbow atau pipa. Terdapat 4 bentuk mekanisme crack pada carbon steel pipe di amine unit 1. Sulfide Stress Cracking (SSC) SSC didefinisikan sebagai crack yang terjadi pada logam sebagai kombinasi beban tarik dan korosi pada lingkungan air dan H2S. Korosi pada baja oleh H2S melepaskan atom Hydrogen pada permukaan logam. Hal ini mengakibatkan penggetasan baja sehingga terjadi crack ketika mengalami beban tarik.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

42

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Gambar 13. Sulfide Stress Corrosion Pada Hardened HAZ Lasan 2. Hidrogen Induce Cracking (HIC) dan Hydrogen Blistering Hydrogen blistering didefinisikan sebagai pembentukan lubang/celah planar dibawah permukaan logam akibat tekanan internal Hidrogen. Pembentukan Hydrogen blister pada pipa carbon steel terjadi ketika atom hidrogen, hasil korosi pada permukaan logam, masuk ke dalam baja dan berdifusi kedalam celah/lubang, laminasi, dan internal discontinue lainnya misalnya kumpulan inklusi nonmetal. HIC didefinisikan sebagai internal crack yang

menghubungkan hydrogen blister yang berdekatan pada bidang kristalografi berbeda dalam logam. HIC tidak membutuhkan stress eksternal. Driving force untuk perambatan retak berasal dari tegangan disekeliling blister yang disebabkan oleh internal pressure. 3. Stress Oriented Hydrogen Induced Cracking (SOHIC) SOHIC didefinisikan sebagai susunan tegak dari blister yang bergabung karena HIC segaris dengan arah ketebalan steel sebagai hasil dari pembebanan tarik. SOHIC merupakan salah satu bentuk dari HIC yang biasanya terjadi pada base metal, berdekatan dengan Heat affected Zone dari sebuah lasan, yang memiliki tegangan sisa yang tinggi dari lasan. SOHIC juga dapat terjadi pada ujung retakan lainnya (misal : SCC) atau anomali geometris (ujung lasan)

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

43

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang 4. Alkaline Stress Corrosion Cracking (ASCC) ASCC didefinisikan sebagai crack pada logam yang disebabkan karena kombinasi korosi pada lingkungan korosif misalnya alkaline cair yang mengndung CO2 dan H2S dengan beban tarik (residual stress). Beban tarik dapat berasal dari tegangan sisa, biasanya pada produk lasan carbon steel tanpa PWHT. Crack dapat terjadi parallel dengan lasan ataupun didaerah HAZ. SSC, HIC dan Hydrogen blistering, SOHIC pada umumnya terjadi pada pipa atau peralatan lain yang mengalirkan larutan rich amine. Sedangkan ASCC dapat terjadi pada pipa atau peralatan lain yang mengalirkan larutan lean amine [1]. IV.3. Pengelasan SMAW Seperti diilustrasikan pada Gambar 14, Shielded metal arc welding (SMAW) atau yang disebut sebagai stick welding merupakan proses pengelasan yang diaplikasikan untuk logam ferrous dan nonferrous. Mekanisme penyambungan ini terjadi tanpa aplikasi tekanan, menggunakan busur logam yang merupakan kombinasi electrode dan weld pool. Elektrode tersusun atas wire core yang diselubungi campuran silicate binder dan material serbuk seperti florida, karbonat, oksida, alloy, dan selulosa. Shield berfungsi sebagai penstabil busur, elemen paduan, dan mengusir udara atmosfer selama pengelasan serta membentuk slag pada produk lasan agar tidak terjadi kontaminasi.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

44

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Gambar 14. Skema SMAW Bagian pangkal electrode dijepit pada electrode holder yang terhubung pada power source. Benda kerja dihubungkan dengan power source yang lain. Busur akan menyala ketika ujung elektroda dikontakkan dengan benda kerja kemudian menariknya pada jarak tertentu. Panas busur akan mengakibatkan pencairan logam induk pada daerah antara electrode dan logam induk (Base metal). Pencairan base metal, wire core, dan beberapa serbuk logam akan membentuk logam lasan. Elektroda terbungkus memiliki rentang diameter 1/16 5/16 in (2 8 mm). Diameter yang lebih kecil digunakan pada arus yang lebi rendah untuk penyambungan thin section, pekerjaan terbatas, dan pengelasan pada posisi vertikal dan overhead. Diameter elektrode yang lebih besar menggunakan arus yang lebih besar pula sehingga menghasilkan high deposition rate. Sementara elektrode yang lebih kecil tidak dapat diaplikasikan pada high current, dapat diplikasikan pada titik tertentu, untuk menjaga densitas arus tinggi. Sebuah titik dicapai oleh electrode yang lebih kecil untuk menjaga densitas arus tinggi dengan laju deposisi tinggi dari pada elektroda

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

45

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang dengan densitas arus lebih rendah. Dengan alasan tersebut, proses pengelasan lain yang menggunakan continuous wire feeder jarang memberikan produktivitas yang baik. Mereka menggunakan elektroda berdiameter lebih kecil yang dapat bertahan pada high current density dari pada elektroda SMAW. Pengelasan SMAW membutuhkan biaya tenaga kerja cukup tinggi. Proses ini memiliki efisiensi kurang dari 60% berdasarkan perbandingan berat elektroda terbungkus terhadap berat lasan yang diinginkan. Hal ini disebabkan beberapa factor termasuk pembuangan elektroda setelah dikonsumsi hingga tersisa 2 3 in (50 75 mm) dari ujung holder. Selain itu, slag juga harus dibersihkan dari produk lasan. Dibandingkan dengan wirefeed arc processes, biaya tenaga kerja pada pengelasan elektroda terbungkus termasuk laju deposisi yang lebih rendah dan gangguan kerja yang diijinkan serta penghilangan slag dari benda kerja setelah pengelasan. Peralatan yang digunakan pada SMAW sangat sederhana dan paling murah diantara las listrik yang lain. Komponen utama yang terpenting adalah sumber arus dan duty cycle, ukuran kabel, electrode holder, wokpiece-lead clamp. Pada pengelasan menggunakan arus AC biayanya paling mahal dan dapat diguakan untuk electrode berdiameter kecil. Arus DC juga dapat digunakan sebgai sumber arus pengelasan. Metode ini sesuai untuk berbagai ukuran electrode [9]. Pada pengelasan menyebabkan adanya efek thermal. Pada saat proses pengelasan mengalami pemanasan sehingga terjadi pemuaian pada bagian yang dilas. Hal ini menyebabkan daerah lasan mengalami beban tekan, sedangkan bagian disekitar lasan mengalami beban tarik. Sedangkan pada kondisi setelah pengelasan benda kerja mengalami pendinginan. Bagian lasan mengalami penyusutan sehingga menerima beban tarik, sedangkan bagian di sekitar lasan mengalami beban tekan seperti pada Gambar 15. Hal ini menunjukkan bahwa pada produk lasan terdapat internal sress yang cukup tinggi. Besarnya internal stress bergantng pada spesifikasi benda kerja dan prosedur pengelasan yang dilakukan.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

46

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Gambar 15. Deformasi Logam Las Selama Pendinginan Profil Internal stress pada hasil lasan dapat dilihat pada Gambar 16. Internal stress sangat dihindari dalam proses manufaktur. Hal ini disebabkan karena tingginya internal stress dapat menyebabkan distorsi bahkan terjadi retak. Sebagai upaya penanganan akan hal itu, maka diterapkan preheating dan postweld heat treatment. Selain itu desain groove juga berpengaruh untuk mereduksi distorsi [12]. Dalam pengelasan dikenal istilah Welding Procedure Specification (WPS).

Gambar 16. Profil Internal Stress Pada Produk Lasan IV.3.1 Preheat Preheat merupakan proses pemanasan benda kerja sebelum proses pengelasan dilakukan. Hal ini memiliki beberapa tujuan : Preheat sangat efektif untuk mengurangi crack yang terjadi pada logam las dan logam induk. Preheat menurunkan laju pendinginan dan shrinkage stress.
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

47

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Preheat menurunkan laju pendinginan sehingga memperoleh struktur yang diinginkan. HAZ bertransformasi pada waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadi difusi membentuk struktur ferrite dan pearlite atau bainit bukan martensit.

Preheat pada daerah terlokalisasi dapat meningkatkan jumlah penyusutan dan menyebabkan cracking.

Preheat temperature 26 oC untuk pengelasan lapangan pada musim dingin, 650 oC ketika pengelasan ductile cast iron dan 315 oC pada pengelasan highly hardenable steel. Pada berbagai kondisi temperature preheat harus dikontrol. Beda kerja dipreheat dalam furnace dan ditahan pada temperature yang diinginkan [1]. IV.3.2 Post Weld Heat Treatment (PWHT) Post weld Heat Treatment (PWHT) merupakan proses pemanasan benda kerja setelah proses pengelasan sebagai upaya stress relief heat treatment. PWHT dilakukan dengan melakukan pemanasan secara uniform terhadap benda kerja pada temperature kritisnya. Kemudian menahannya pada temperature tersebut pada beberapa waktu lalu diikuti dengan pendinginan lambat secara uniform. Persen stress reliefing yang terjadi bergantung pada tipe baja. Efek waktu dan temperature pada postweld diperlihatkan pada Gambar 17

Gambar 17. Efek Temperatur dan Waktu Pada Stress Reliefing Pendekatan temperature lebih efektif dari pada menggunakan parameter waktu pada temperatur stress reliefing. Semakin dekat dengan tempertur rekristalisasi maka semakin efektif. Tempertur untuk
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

48

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang stress reliefing ditentukan sesuai dengan properties yang diinginkan. Tabel memperlihatkan perilaku thermal pada lasan untuk berbagai spesifikasi material [12]. Tabel 6. Tipe Perilaku Thermal Pada Lasan

IV.4. Larutan Amine Dalam proses pengolahan gas alam, aliran gas dan cairan hidrokarbon dapat mengandung komponen asam seperti hydrogen sulfida (H2S) dan karbon dioksida (CO2). Amine unit beroperasi pada tekanan rendah dan tinggi untuk menghilangkan komponen asam dari proses aliran melalui absorbs oleh aquous amine solution. Gambar 18 memperlihatkan Process Flow Diagram untuk amine unit. Aliran gasa atau liquid mengandung satu atau lebih komponen asam masuk melalui bagian bawah gas-absorber tower atau liquid-contactor vassel. Larutan Lean (regenerator) amine mengaliri counter aliran hidrokarbon terkontaminasi pada tower dan menyerap komponen asam selama proses. Aliran gas atau liquid yang sudah dimurnikan mengalir melalui overhead system. Larutan rich (contaminated) amine masuk ke
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

49

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang dalam regenerator tower, dimana komponen asam dilepas dan dibuang ke udara dengan menggunakan tekanan dan panas dari reboiler. Komponen asam dibuang pada bagian overhead dan dikirim ke insenerator, sulfur removal plant, atau proses operasi lainnya. Lean amine solution yang meninggalkan bagian bawah regenerator dikembalikan ke absorber atau contactor untuk digunakan kembali dalam pemurnian feed gas [1].

Gambar 18. Process Flow Diagram Pada Amine Solution Amine juga merupakan senyawa yang dibentuk untuk menggantikan atom hidrogen dari ammonia, NH3 oleh radikal organik. Larutan Amine sebagai elemen pembuang gas memiliki struktur kimia yang kompleks, tapi reaksi (exothermic) disederhanakan menjadi : H2S + R2NH R2NH2+ + HSCO2 + R2NH R2NH2+ + R2NCOOTipe amine yang digunakan meliputi primary amines (NH2R) misalnya Methanolamine (MEA) dan diglycolamine (DGA). Selain itu juga menggunakan secondary amines (NHR2) dan tertiary amines (NR3) misalnya diethanolamine (DEA), diisopropanolamine (DIPA) dan methyldiethanolamine (MDEA) [13].

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

50

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB V DATA PENGAMATAN V.1 Material Elbow dan Pipa F1K151-18-BM4B Material yang digunakan untuk elbow F1K151-18-BM4B adalah carbon steel jenis A234. Elbow disambungkan dengan pipa A106 B. Komposisi kimia carbon steel A234 dan A106 B diberikan pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Kimia Carbon Steel A234 dan A106 B Element Carbon (C) Mangan (Mn) Phospor (P) Sulfur (S) Silicon (Si) Chromium (Cr) Molybdenum (Mo) Nickel (Ni) Copper (Cu) Vanadium (V) Niobium (Nb) Iron (Fe) A234 WPB (wt%) Max. 0.3 0.29 1.06 Max. 0.05 Max. 0.058 Min. 0.1 Max. 0.4 Max. 0.15 Max. 0.4 Max. 0.4 Max. 0.08 Max. 0.02 Balance A106 B (wt%) Max. 0.3 0.29 1.06 Max. 0.035 Max. 0.058 Min. 0.1 Max. 0.4 Max. 0.15 Max. 0.4 Max. 0.4 Max. 0.08 Balance

III.2 Welding Procedure Specification Welding Procedure Specification (WPS) PT Badak NGL yang digunakan untuk pengelasan carbon steel seperti pada Tabel 8. Tabel 8 . Welding Procedure Specification Base Metal Welded to Welding Process Filler Material Carbon steel Carbon steel Shielded Metal Arc (SMA) SFA 5.1/AWS A5.1 Class E6010 (Root), SFA 5.5/AWS A5.5 Class E7010 (fill) note 1&3 Min. 1/16 Min. 3/16 Max. none Max. 0.874

As weld Up to 3 O.D 3 O.D and over PWHT

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

51

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Up to 3 O.D 3 O.D and over Position Qualified Backing Material Minimum Preheat Postweld Heat Treatment Procedure Qualification Welding Process Layer Number Amperage range AC/DC polarity Electrode Diameter Electrode Type V.2.1 Elektroda SMAW Berdasarkan ASME Section II Part C maka Spesifikasi Electrode yang digunakan untuk pengelasan carbon steel adalah E6010 (root) dan E7010 (filler) memiliki Komposisi kimia pada Tabel 9 dan properties pada Tabel 10. Tabel 9. Komposisi Kimia E6010 dan E7010 E6010 C 0.2 E7010 C 0.15 Mn 1.2 Mn 0.5-2.5 Chemical composition (max.) Si P S Ni Cr 1.0 N.S N.S 0.3 0.2 Mn + Ni + Cr + Mo + V = N.S Si P S Ni Cr 1.0 0.04 0.3 12-14 22-25 Tabel 10. Properties E6010 Properties of E6010 Tensile Strength (MPa) Yeald Strength at 0.2% offset (MPa) Elongation Percentage in 4x diameter length V.2.2 Bentuk Groove Sedangkan bentuk Groove yang digunakan adalah single V groove dengan spesifikasi desain seperti pada Gambar 19. Numerical Value 430 330 22 Mo 0.3 Mo 0.75 V 0.08 Cu 0.75 Min. 1/16 Max. none Min. 3/16 Max. 1.728 All position None 60 oF, 200 oF when any condition GWS-FM-1 applies 1150 oF 50 oF 1 hr/in, Minimum of 1 hr ASME Code Section IX SMA SMA SMA SMA 1 1 2 & Rem. 2 & Rem. 100-140 130-180 100-140 130-180 DCRP DCRP DCRP DCRP 1/8 5/32 1/8 5/32 E6010 E6010 Note 3 Note 3

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

52

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Gambar 19.Groove Pada Pengelasan Carbon Steel V.3 Hasil Penetrant Test Hasil Dye Penetrany Test pada elbow F1K151-18-BM4B diperlihatkan pada gambar 20.
a b

Crack

Gambar 20. (a) Lokasi Kebocoran Elbow, (b) Penetrant Test pada Bagian Lasan Elbow-Pipa dan trunnion V.4 Hasil Uji Ketebalan Pengujian ketebalan dinding elbow F1K151-18-BM4B dilakukan dengan menggunakan Ultrasonic Thickness gauge dengan spesifikasi pada Tabel 11. Tabel 11. Spesifikasi Alat Uji Ketebalan Ultrasonic Thickness gauge Equipment Type of Probe Test Block Couplant
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

Specification DMS 2 DA 301 Step Wedge Grease

53

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Hasil Uji ketebalan elbow F1K151-18-BM4B dapat dilihat pada Gambar 21 dan Tabel 12

Gambar 21.Posisi Pengujian Ketebalan Elbow Tabel 12. Ketebalan Elbow Pada Berbagai Posisi Item number Measurement section 1 2 3 4 0
o

F1K151-18-BM4B Measurement Thickness 90


o

Normal Minimal
o

180

270

Thick 9.525 9.525 9.525 9.525

Thick 8.33 9.20 8.12 9.06

Minimal Required 6.81 6.81 6.81 6.81

8.33 9.86 8.78 9.50

10.80 9.20 9.10 9.45

12.08 9.72 8.12 9.06

8.83 10.82 10.01 9.70

III.5 Kondisi Operasi Elbow F1K151-18-BM4B Elbow F1K151-18-BM4B mengalirkan lean amine solution dengan spesifikasi kondisi operasi pada Tabel 13. Tabel 13. Kondisi Operasi Elbow F1K151-18-BM4B Spesifikasi Pressure (P) Temperature Outside Diameter of Enclosure (D) Unit Kg/cm2
o

Value 10 100 18

In

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

54

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB VI PEMBAHASAN VI.1 Analisis Material Elbow dan Pipa F1K151-18-BM4B Material yang digunakan sebagai unit amine adalah carbon steel dengan spesifikasi carbon steel A106 B untuk pipa dan A234 untuk elbow. Pipa dan elbow disambungkan dengan menggunakan pengelasan SMAW dengan polaritas DCRP (Direct Current Refers Polarity). Untuk bagian root (lapisan pertama) dilas menggunakan eleketrode E6010 sedangkan untuk filler pada lapisan berikutnya adalah menggunakan E7010. Tipe carbon steel tersebut sangat umum digunakan pada berbagai instalasi, misalnya untuk pipa pendingin dan lain sebagainya sehingga selama fabrikasi kemungkinan belum dilakukan Post Weld Het Treatment (PWHT), atau proses PWHT kurang sempurna. VI.2 Analisis Kegagalan Pada Elbow F1K151-18-BM4B Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kegagalan yang terjadi pada lasan elbow F1K151-18-BM4B adalah crack pada daerah HAZ. Terdapat dua crack memanjang pada longitudinal seam sehingga mengakibatkan kebocoran larutan amine. Selama proses CO2 removal, elbow dilalui larutan amine dengan tempertur kerja 80 100
o

C.

Kemungkinan yang dapat menyebabkan kegagalan pada elbow F1K151-18BM4B adalah korosi erosi dan Alkaline Stress Corrosion Cracking (ASCC). VI.2.1. Korosi Erosi Elbow merupakan bagian sambungan pipa yang mengalami perubahan arah aliran. Pada elbow F1K151-18-BM4B terjadi perubahan aliran dari yang semula vertikal menjadi horizontal seperti pada Gambar 22.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

55

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang

Gambar 22. Elbow F1K151-18-BM4B Menuju F1E-9s Pada umumnya, perubahan arah aliran pada elbow

menyebabkan terjadinya turbulensi aliran sehingga terbentuk gelembung-gelembung (cavitation) yang dapat mengakibatkan deformasi permukaan logam. Untuk membuktikan jenis aliran yang terjadi pada elbow F1K151-18-BM4B menuju F1-9s maka dapat dihitung nilai dari Reynold Number. Besarnya viskositas dan densitas aMDEA dapat diperoleh dari gambar 23 untuk komposisi 40 wt% aMDEA 85 oC.

Gambar 23. Viskositas dan Densitas aMDEA Untuk Berbagai Kondisi Besarnya Reynold number dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Re = (D v )/

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

56

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang = 4Q D = 4(899.17 m3/h x 106 cm3/m3 x h/3600 s)(0.995 g/cm3) (18 in x 2.54 cm/in)(0.02 cp) Re = 346223 (dimensionless) Aliran turbulen memiliki nilai Re > 4100. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aliran pada elbow tersebut termasuk jenis aliran turbulensi. Selain dengan perhitungan toeritis kemungkinan korosi erosi juga harus dibuktikan dengan melakukan UT Measurement Test pada elbow F1K151-18-BM4B. Pengujian dilakukan di 4 daerah sepanjang elbow, masing-masing daerah dilakukan pengukuran di 4 titik melingkari elbow. Hasil pengujian ketebalan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa ketebalan minimum pada elbow adalah 8.12 mm, masih jauh diatas ketebalan yang diijinkan, 6.81 mm. Hal ini menunjukkan fakta bahwa penyebab kegagalan pada elbow F1K151-18-BM4B bukanlah disebabkan korosi erosi. VI.2.2. Alkaline Stress Corrosion Cracking Alkaline Stress Corrosion Cracking (SCC) merupakan bentuk kegagalan akibat korosi yang terjadi karena kombinasi antara adanya beban tarik dan lingkungan korosif. Pada bagian long seam dari Elbow F1K151-18-BM4B dilas menggunakan Shielded Metal Arc Welding (SMAW). Pengelasan long seam pada elbow kemungkinan tidak diikuti dengan PWHT atau proses PWHT tidak sempurna sehingga masih menyisakan tegangan sisa yang tinggi, hydrogen blistering dan efek penggetasan. Elbow F1K151-18-BM4B merupakan bagian dari Plant-1 yang berperan dalam penyerapan CO2 menggunakan larutan amine. Korosi amine dapat terjadi secara menyeluruh maupun terlokalisasi
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

57

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang pada permukaan carbon steel. Larutan amine pada dasarnya tidak bersifat korosif karena memliki konduktivitas rendah dan pH yang cukup tinggi (6.8 9). Namun, dapat menjadi media korosif jika terdapat gas asam yang terlarut (CO2), produk degradasi amine, Heat Stable Amine Salts (HSAS) dan kontaminan lainnya. Kombinasi antara adanya tegangan sisa akibat pengelasan long seam yang kemungkinan belum di PWHT atau proses PWHT kurang sempurna dan kondisi lingkungan yang bersifat korosif memperkuat bukti bahwa kegagalan yang terjadi pada elbow F1K151-18-BM4B disebabkan oleh Alkaline stress corrosion cracking (SCC). VI.4 Mekanisme Penanggulangan Beberapa prosedur yang dapat diaplikasikan sebagai tindak penanggulangan dan pencegahan terhadap kegagalan yang terjadi pada elbow F1K151-18-BM4B adalah : VI.4.1 Temporary Repair Proses permanent repair hanya dapat dilakukan jika train dalam kondisi shut down. Apabila tidak memungkingkan untuk shut down maka sebagai penanggulangan sementara digunakan instalasi box-up. Berdasarkan ASME PCC-2/API 570 penggunaan box-up untuk pengatasi retak longitudinal pada pipa kurang begitu dianjurkan kecuali pada kondisi : Kondisi crack dan perambatannya dapat diatur sehingga tidak terjadi perambatan retak Apabila fitness for service assasment menunjukkan bahwa perambatan crack masih dalam batas yang diijinkan. Crack yang terbentuk adalah circumferential crack, Leak box bersifat menutup (encapsulation) kebocoran.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

58

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang Leak box yang digunakan memiliki berbagai bentuk misalnya silinder, flat atau bentuk lainya. Selain untuk sambungan pipa, leak box juga digunakan untuk perbaikan valve, cabang aliran, dan nozzle. Desain leak box yang digunakan untuk mengatasi kebocoran pada elbow F1K151-18-BM4B diperlihatka pada Gambar 24

Gambar 24. Box-up Pada Kebocoran Elbow Material yang digunakan untuk leak box harus dapat digunakan pada kondisi aliran fluida, tekanan, temperature, dengan pertimbangan untuk kondisi stagnan. Material leak box harus sesuai dengan material elbow yang diperbaiki dan mampu dilas pada kondisi tekanan lingkungan sekitar. Bagian Elbow yang akan dilas untuk instalasi leak box harus pada kondisi bebas dari deposit korosi, kotoran, insulasi dan berbagai jenis coating lainnya yang ada diantara permukaan elbow dan box. Penggunaan box-up hanya untuk perbaikan sementara, apabila sudah waktunya untuk shut-down maka box-up harus diganti dengan permanent repair. VI.4.2 Permanent Repair Penanggulangan permanen untuk mengatasi kebocoran pada elbow dilakukan ketika kondisi shut down diantaranya : 1. Replacement (Penggantian) Melakukan penggantian elbow dengan yang baru pada jadwal shut-down berikutnya. Elbow pengganti memiliki

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

59

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang spesifikasi Carbon Steel A234 WPB Seamless seperti dijelaskan pada Tabel 7. Seamless elbow bertujuan mengurangi daerah lasan, sehingga meminimalkan adanya tegangan sisa. Mekanisme penyambungan elbow pengganti dengan pipa A106 B adalah dengan pengelasan SMAW menggunakan welding procedure specification (WPS) pada Tabel 8. Pada bagian root dilas dengan electrode E6010 sedangkan filler pada layer diatasnya

menggunakan electrode E7010. Untuk menghilangkan tegangan sisa, hidrogen dan

menghindari efek penggetasan pada elbow maka harus dilakukan PWHT dengan siklus thermal pada Gambar 25

Gambar 25. PWHT Pada Carbon Steel PWHT merupaka metode efektif untuk meningkatkan ketahanan crack pada hasil lasan carbon steel untuk amine service. Hasil lasan dipanaskan pada temperatur dibawah transfornasi. Dari temperatur kamar hingga 200 oC dilakukan pemanasan tidak terkontrol. Kemudian untuk pemanasan selanjutnya hingga 62014oC (115025oF) laju pemansan dijaga dengan laju maksimum 200 oC/hr, perubahan temperature dikontrol dengan menggnakan thermocouple. Proses selajutnya adalah proses holding selama 1 jam sebagai upaya stress reliefing. Lamanya proses holding adalah 1 hr/in ketebalan material. PWHT dibawah

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

60

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang temperature 595 oC tidak dianjurkan karena tidak efektif untuk pencegahan crack. Kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan dengan laju pendinginan maksimum 250 oC hingga temperature kamar. Laju pemanasan dan pendinginan harus dijaga sesuai spesifikasi yang ditentukan untuk menghindari terbentuknya martensit dan penurunan sifat material. Penggunaan groove pada pengelasan ini sangat dianjurkan karena membantu penetrasi filler pada daerah lasan. Selain itu juga untuk mengurangi efek distorsi akibat pengelasan. Desain Groove untuk pengelasan ini adalah single V groove seperti pada Gambar 19. 2. Material Alternatif Pemilihan material lain yang memiliki ketahanan baik terhadap Alkaline Stress corrosion cracking (ASCC) sebagai alternatif material untuk system perpipaan amine. Dalam hal ini material yang direkomendasikan adalah Austenitic Stainless steel 304L, 316L dan 321 dengan spesifikasi pada tabel 14. Tabel 14. Chemical content pada SS304L/316L/321 Composition Carbon Mangan Phospor Sulfur Silicon Chromium Nickel Nitrogen Molybdenum Titanium Iron Type 304L (wt %) Max 0.03 Max 2.0 Max 0.045 Max 0.03 Max 0.75 18.0 20.0 8.0 12.0 Max. 0.1 Balance Type 316L (wt %) Max 0.03 Max 2.0 Max 0.045 Max 0.03 Max 0.75 16.0 18.0 10.0 14.0 Max. 0.1 2.0 3.0 Balance Type 321 (wt %) 0.08 2.0 0.045 0.03 0.75 17 19 9 12 0.1 Min.5(C+N),max 0.7 Balance

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

61

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang BAB VII PENUTUP VII.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Kebocoran yang terjadi pada elbow system perpipaan F1K151-18BM4B disebabkan karena Alkaline Stress Corrosion Cracking (ASCC). Hal ini dapat terjadi karena adanya kombinasi beban tarik dan media korosif. bagian longitudinal seam kemungkinan tidak mengalami PWHT atau proses PWHT tidak sempurna sehingga tegangan sisanya tinggi. Selain itu, pipa mengalirkan amine (jenuh akan CO2) bersifat korosif. 2. Mekanisme penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebocoran elbow F1K151-18-BM4B antara lain : Untuk Temporary repair, penanggulangan dilakukan dengan

pemasangan Box-up pada titik kebocoran sesuai ASME PCC-2/API 570. Untuk Permanent Repair dilakukan penggantian elbow baru dengan spesifikasi CS A234 WPB SEAMLESS, dilas sesuai WPS pada Tabel 8, menggunakan electrode E6010 (root) dan E7010 (filler) dan dilakukan PWHT Material Selection, mengganti spesifikasi material untuk elbow dan pipa dengan menggunakan SS3304L/316L/321. VII.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan terhadap kasus kebocoran pada elbow F1K151-18-BM4B antara lain: 1. Pemesanan Carbon steel elbow untuk amine service sebaiknya menggunakan jenis Seamless elbow, atau dapat menggunakan long seam weld tetapi harus dilakukan PWHT. 2. Penggunaan material alternatif austenitic stainless steel untuk system perpipaan amine sehingga tahan terhadap ASCC

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

62

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang DAFTAR PUSTAKA

[1] API Committee. 1997. API Recommended Practice 945 : Avoiding environmental Cracking in Amine Units. Washington DC : American Petroleum Institute [2] API Committee. 2009. Piping Inspection Code : Wasgington DC : American Petroleum Institute [3] ASM International Handbook Committee. 1996. ASM Handbook Volume 13 : Corrosion. USA : ASM International. [4] ASTM Committee. 2001. Annual Book of ASTM, ASTM A 234 : Standard Specification for Piping Fittings of Wrought Carbon Steel and Alloy Steel for Moderate and High Temperature Service. USA : ASTM International. [5] ASME Committee. 2004. ASME B31.4 Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbons and Other Liquids. New York : The American Society of Mechanical Engineers. [6] ASME Committee. 2010. ASME Section II Part C SFA-5.1: Specification for Carbon Steel Electrodes for Shielded Metal Arc Welding . New York : The American Society of Mechanical Engineers. [7] ASME Committee. 2010. ASME Section IX Article V : Standard Welding Procedure Specification. New York : The American Society of Mechanical Engineers. [8] ASME Committee.2008. Repair of Pressure Equipment and Piping. New York : The American Society of Mechanical Engineers. [9] American Welding Society. 2001. Welding Handbook Vol.1, Welding Science and Technology. USA : American Welding Society [10] Bosen, Sydney F. 2001. Causes of Amine Plant Corrosion- Design Considerations. [11] Fontana, Mars G. 1986. Corrosion Engineering 3rd Edision. New York : McGrow-Hill Book Company [12] Khan, Md. Ibrahim. 2007. Welding Science and Technology. New Delhi : New Age International (P) Ltd.
Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

63

Laporan Kerja Praktik PT. Badak NGL-Bontang [13] Rennie S. 2006. Corrosion and Material Selection in Amine Service. Materials Forum Vol 30.

Muhammad Junaidi Teknik Material dan Metalurgi ITS

64

You might also like