You are on page 1of 30

BAB I RINGKASAN Gastroenteritis adalah peradangan pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung, usus mapun keduanya, biasanya

menyebabkan diare, kram perut, mual atau mungkin muntah. Gastroenteritis sering disebut flu perut atau flu lambung. Gastroenteritis pada anak-anak disebabkan oleh rotavirus, pada orang dewasa disebabkan norovirus dan campylobacter menjadi penyebab yang lebih umum. Penularan bisa terjadi karena konsumsi makanan yang dimasak secara tidak benar atau air yang terkontaminasi atau melalui persinggungan langasung dengan orang yang terinfeksi. Peritonitis adalah peradangan peritoneum atau infeksi selaput rongga abdomen yang merupakan komplikasi berbahaya menyerang organ-organ abdomen (salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal, apendisitis), ruptura saluran cerna. Akibat dari penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, atau usus buntu. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi diumbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan namun pada banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Apabila tidak terawat maka angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. Penyumbatan lumeri apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan cacing usus atau neoplasma. Penyebab lainnya adalah erosi mukosa apendiks karena parasit Histolityca.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1.

Definisi a. Gastroenteritis

Gastroenteritis adalah peradangan pada saluran pencernaan yang


melibatkan lambung, usus mapun keduanya, biasanya menyebabkan diare, kram perut, mual atau mungkin muntah. Gastroenteritis sering disebut flu perut atau flu lambung. (kamuskesehatan.com,2012) Gastroenteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung, dan usus kecil sehingga b. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga abdomen) dan organ di dalamnya. (Arif,2011) Peritonitis adalah peradangan peritoneum atau infeksi selaput rongga abdomen yang merupakan komplikasi berbahaya menyerang organorgan abdomen (salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal, apendisitis), ruptura saluran cerna. (wikipedia.org,2012) c. Apendicitis Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis (Arif,2011). Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi diumbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan namun pada banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Apabila tidak terawat maka angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.( wikipedia.org,2012)
2.2.

menyebabkan

diare,

muntah,sakit,

serta

kejang

perut.

(wikipedia.org,2012)

Prevalensi a. Gastroenteritis Mengubah gaya hidup dengan selalu menjaga kebersihan seperti cuci tangan,vaksin b. Peritonitis rotavirus yang diberikan kepada semua anak-anak. (wikipedia.org,2012)

Analgesik untuk mengurangi nyeri, antiemetik untuk terapi mual dan muntah,Intubasi c. Apendicitis Infeksi pada usus buntu atau umbai cacing bisa mengakibatkan pernanahan, apabila usus buntu pecah maka akan terjadi penumpukan nanah. Pembedahan Apendektomi adalah pembedahan untuk pengangkatan appendiks yang dilakukan untuk mengurangi resiko perforasi. (wikipedia.org,2012)
2.3.

usus

untuk

menghilangkan

distensi

abdomen.

( wikipedia.org,2012)

Etiologi a. Gastroenteritis Gastroenteritis pada anak-anak disebabkan oleh rotavirus, pada orang dewasa disebabkan norovirus dan campylobacter menjadi penyebab yang lebih umum. Penularan bisa terjadi karena konsumsi makanan yang dimasak secara tidak benar atau air yang terkontaminasi atau melalui persinggungan b. Peritonitis Akibat dari penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, atau usus buntu. (wikipedia.org,2012) c. Apendicitis Penyumbatan lumeri apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan cacing usus atau neoplasma. Penyebab lainnya adalah erosi mukosa apendiks karena parasit Histolityca. (wikipedia.org,2012) langasung dengan orang yang terinfeksi. (wikipedia.org,2012)

2.4.

Faktor Resiko a. Gastroenteritis Faktor resiko (Ngastiyah, 2005): 1. Tidak mendapat ASI sampai usia 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat mencegah kuman gastroentritis. 2. Malnutrisi dan BBLR (bayi berat lahir rendah). Beratnya penyakit, lamanya diare dan resiko kematian karena gastroenteritis meningkatpada bayi yang mengalami gangguan gizi dan BBLR. 3. Imunodefisiensi (gangguan sistem imun). 4. Campak: Gastroenteritis sering terjadi dan berakibat pada bayi atau anak-anak yangsedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini berakibat penurunankekebalan tubuh.

5. Jumlah penduduk yang padat/ramai. 6. Makanan yang terkontaminasi /makanan dengan temperatur yang tidak cukup tinggisehingga tidak dapat membunuh organisme penyebab Gastroenteritis. 7. Sanitasi lingkungan yang jelek b. Peritonitis inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. (Santosa,2005) c. Apendicitis Faktor resiko terhadap pembedahan Apendicitis antara lain (Price, 2005): o Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayianak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ. o Nutrisi Kondisi malnutris dan obesitas kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.

Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.

Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.

Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.

Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.

2.5.

Klasifikasi a. Gastroenteritis Tidak ada klasifikasinya. b. Peritonitis Klasifikasi Peritonitis (Santosa,2005): 1. Peritonitis bakterial primer Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,

Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: a) Spesifik: misalnya Tuberculosis b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. 2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis. d. Peritonitis tersier 3. Peritonitis tersier, misalnya: a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. c. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis: 1. Aseptik/steril peritonitis. 2. Granulomatous peritonitis. 3. Hiperlipidemik peritonitis. 4. Talkum peritonitis. c. Apendicitis 1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

2.

Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. (Price, 2005)

2.6.

Manifestasi klinik (Tanda dan Gejala) a. Gastroenteritis Manifestasi Klinis (Betz, Cecily,2009): Nyeri perut ( abdominal discomfort ) Rasa perih di ulu hati Mual, kadang-kadang sampai muntah Nafsu makan berkurang Rasa lekas kenyang Perut kembung Rasa panas di dada dan perut Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba ). Diare. Demam. Membran mukosa mulut dan bibir kering Lemah Fontanel Cekung b. Peritonitis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tandatanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu

demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), c. Apendicitis
1) Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah 2) Anoreksia 3) Mual dan Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak

penderita

dengan

paraplegia

dan

penderita

geriatric.

(Santosa,2005)

yang lebih besar).


4) Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis. 5) Nyeri lepas. 6) Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali. 7) Konstipasi. 8) Diare. 9) Disuria. 10) Iritabilitas. 11) Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6

jam setelah munculnya gejala pertama. (Price, 2005)


2.7.

Pathofisiologi a. Gastroenteritis Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus ( Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk ), Bakteri atau toksin ( Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia, dan lainnya ), parasit ( Biardia Lambia, Cryptosporidium ). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke

yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit ( Dehidrasi ) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan HipokalemiaN ), gangguan gizi ( intake kurang, output berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah. Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus karena gerakangerakan peristaltik dan segmentasi usus. Namun akibat terjadi infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul mur-mur usus yang berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut sehingga penderita selalu ingin BAB dan berak penderita encer. Dehidrasi merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang masuk, cairan yang keluar disertai elektrolit. Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri dan Entero Virus masuk ke dalam usus, disana berkembang biak toxin, kemudian terjadi peningkatan peristaltik usus, usus kehilangan cairan dan elektrolit kemudian terjadi dehidrasi. (Arif,2011)

10

b. Peritonitis Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan

usus besar. (Arif,2011)

11

c. Apendicitis Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah keterbatasan bendungan elastisitas mukus dinding di dalam lumen. Namun, hal karena tersebut apendiks, sehingga

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus (Mansjoer 2005). Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009). Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Faradillah 2009).

12

2.8.

Prognosis a. Gastroenteritis Tidak ada pengobatan khusus untuk Gastroenteritis virus kecuali beristirahat dan minum banyak. Kebanyakannya sembuh tanpa kerumitan, namun Gastroenteritis virus bisa parah bagi orang yang mempunyai kesulitan mengganti cairan tubuh yang hilang karena muntah dan diarenya. (Anonim,2010)

13

b. Peritonitis Baik pada bentuk peritonitis local dan ringan dan mematikan pada peritonitis umum akibat organisme virulen. diobati dengan benar, kasus khas pembedahan diperbaiki peritonitis (misalnya, ulkus peptikum perforasi, radang usus buntu, dan diverticulitis) memiliki tingkat kematian sekitar <10% pada pasien yang sehat. Angka kematian meningkat menjadi sekitar 40% pada orang tua, dan / atau pada mereka dengan penyakit yang mendasarinya yang signifikan, serta dalam kasus yang muncul akhir (setelah 48 jam). (Anonim,2010) c. Apendicitis Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat motalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendiksitis kronis sebenarnya tidak ada (Arif, 2008).
2.9.

Komplikasi a. Gastroenteritis Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti (Arif, 2008): 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik). 2. Renjatan hipovolemik 3. Hipokalsemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi) 4. Hipoglikemia 5. Intoleransi laktosa sekunder 6. Kejang 7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami b. Peritonitis Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu (Nursalam,2005): 1. Komplikasi dini. Septikemia dan syok septic. Syok hipovolemik. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem. kelaparan.

14

Abses residual intraperitoneal. Portal Pyemia (misal abses hepar). 2. Komplikasi lanjut. Adhesi. c. Apendicitis Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi apendisitis mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pacah. Usus buntu yang pecah dapat menyebabkan (Nursalam,2005):

a) Masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis yang


bisa berakibat fatal.

b) Terbentuknya abses. c) Pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan
menyebabkan penyumbata pada saluran yang dapat menyebabkan kemandulan.

d) Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikimea) yang bisa


berakibat fatal.
2.10.

Pemeriksaan diagnostik/laboratorium/penunjang a. Gastroenteritis Pemeriksaan laboratorium yang meliputi (Arif, 2008): 1. Pemeriksaan Tinja o Makroskopis dan mikroskopis. o pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula. o Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi. 2. Pemeriksaan Darah o pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa. o Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal. 3. Doudenal Intubation Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik. b. Peritonitis (Arif, 2008)
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena

syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein.

15

Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah

dan perbaikan dapat diupayakan.


3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti

apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses. c. Apendicitis (Arif, 2008)
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. Jika peningkatan terjadi lebih dari jumlah leukosit tersebut, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit (sumbatan) serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (7197%), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93-98%). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiksitis.
2.11. Penatalaksanaan

a. Gastroenteritis 1) Gaya hidup Pasokan air yang tidak terkontaminasi dan mudah didapat serta penerapan sanitasi yang baik menjadi hal penting untuk mengurangi tingkat infeksi dan gastroenteritis yang berarti dari segi klinis. Langkahlangkah pribadi (seperti mencuci tangan) diketahui dapat mengurangi tingkat insidensi dan prevalensi gastroenteritis baik di negara berkembang maupun di negara maju hingga sebesar 30%. Gel berbahan dasar alkohol mungkin juga efektif. Menyusui itu penting, terutama di tempat-tempat dengan kebersihan yang buruk, begitu juga dengan meningkatkan kebersihan secara umum. ASI mengurangi

16

frekuensi dan durasi infeksi. Menghindari makanan atau minuman yang terkontaminasi juga efektif. 2) Vaksinasi Karena efektivitas dan keamanannya, pada tahun 2009 World Health Organization merekomendasikan agar vaksin rotavirus diberikan kepada semua anak di seluruh dunia. Dua vaksin rotavirus sudah tersedia untuk dapat dibeli dan beberapa lainnya sedang dikembangkan. Di Afrika dan Asia vaksin ini mengurangi penyakit akut pada bayi dan negara-negara yang telah mengadakan program imunisasi nasional telah melihat adanya penurunan jumlah dan tingkat keparahan penyakit ini. Vaksin ini juga dapat mencegah menyebarnya penyakit ini pada anak yang tidak divaksin dengan cara mengurangi jumlah infeksi yang beredar. Sejak tahun 2000, penerapan program vaksin rotavirus di Amerika Serikat telah mengurangi jumlah kasus diare hingga 80 persen. Dosis vaksin pertama harus diberikan kepada bayi berusia antara 6 sampai 15 minggu. Vaksin kolera oral diketahui dapat bekerja secara efektif hingga 5060% selama lebih dari 2 tahun. 3) Manajemen Gastroenteritis secara umum merupakan penyakit akut dan terbatas yang tidak selalu memerlukan pengobatan. Pengobatan yang disukai untuk mereka yang mengalami dehidrasi ringan hingga sedang yakni dengan terapi rehidrasi oral (ORT). Akan tetapi metoclopramide dan/atau ondansetron dapat bermanfaat pada sekelompok pasien anak dan butylscopolamine berguna untuk mengobati sakit perut. 4) Rehidrasi Penanganan utama untuk gastroenteritis pada anak-anak maupun orang dewasa adalah dengan rehidrasi. Ini sebaiknya dilakukan melalui terapi rehidrasi oral, walaupun pemberian infus mungkin diperlukan bila tingkat kesadaraan berkurang atau pada dehidrasi berat. Produk terapi pengganti terapi oral yang dibuat dengan karbohidrat kompleks (yakni yang terbuat dari gandum atau beras) terkadang lebih baik dibandingkan dengan yang berbasis gula sederhana Minuman dengan kandungan gula sederhana yang sangat tinggi, seperti minuman ringan dan jus buah, tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak di bawah 5 tahun karena dapat memperparah diare. Air putih dapat digunakan bila persiapan ORT yang lebih spesifik dan efektif tidak tersedia atau tidak disukai karena rasanya yang tidak enak. Nasogaster tube dapat digunakan oleh anak kecil untuk memasukkan cairan apabila diperlukan.

17

5) Makanan Bayi yang mengonsumi ASI dianjurkan untuk tetap disusui seperti biasa, dan bayi yang diberi susu formula melanjutkan konsumsi formulanya sesaat setelah rehidrasi dengan ORT. Formula bebas laktosa atau pengurangan laktosa biasanya tidak diperlukan. Anakanak harus melanjutkan makanannya seperti biasa selama diare namun harus menghindari makanan yang banyak mengandung gula sederhana. Diet BRAT diet (pisang, nasi, saos apel, roti panggang dan teh) tidak direkomendasikan lagi, karena tidak mengandung gizi yang cukup dan tidak memiliki manfaat dibandingkan dengan pemberian makanan seperti biasa. Beberapa probiotik terbukti bermanfaat untuk mengurangi lamanya penyakit dan frekuensi buang air besar. Probiotik juga mungkin berguna dalam mencegah dan mengobati diare terkait antibiotik. Produk susu fermentasi (seperti yogurt) juga bermanfaat. Suplemen seng tampaknya efektif dalam mengobati dan mencegah diare pada kalangan anak-anak di negara berkembang. 6) Antimuntah Obat antimuntah mungkin berguna untuk menangani muntah pada anak-anak. Ondansetron memiliki beberapa kegunaan, dimana satu dosisnya diasosiasikan dengan berkurangnya kebutuhan atas cairan infus, berkurangnya kemungkinan rawat inap, dan berkurangnya muntah. Metoclopramid juga mungkin berguna. Akan tetapi, penggunaan ondansetron mungkin berhubungan dengan meningkatnya frekuensi perawatan kembali di rumah sakit pada pasien anak-anak. Persiapan infus untuk ondansetron dapat diberikan secara oral bila diperlukan berdasarkan penilaian klinis. Dimenhydrinate, walaupun mengurangi muntah, tampaknya tidak mempunyai manfaat klinis yang berarti. 7) Antibiotik Antibiotik biasanya tidak digunakan untuk gastroenteritis, meskipun terkadang dianjurkan jika gejalanya termasuk berat atau jika penyebab bakteri rentannya terisolasi atau masih sebatas kecurigaan. Bila antibiotik tingkat akan diberikan, makrolid terhadap (seperti azitromisin) lebih Kolitis diutamakan dibandingkan dengan fluoroquinolone karena tingginya kekebalan fluoroquinolone. pseudomembranosa, yang biasanya disebabkan oleh penggunaan antibiotik, ditangani dengan menghentikan agen penyebab dan mengobatinya dengan metronidazol atau vankomisin. Bakteri dan protozoa yang dapat diobati termasuk spesies Shigella Salmonella

18

typhi,

dan Giardia. Pada penyakit yang disebabkan oleh spesies

Giardia atau Entamoeba histolytica, pengobatan tinidazol lebih disarankan dan lebih baik dibandingkan metronidazol. World Health Organization (WHO) menganjurkan penggunaan antibiotik pada anak kecil yang mengalami diare berdarah dan demam. 8) Agen antimotilitas Obat antimotilitas mempunyai dan risiko yang secara teori dapat klinis menyebabkan komplikasi, meskipun pengalaman

menunjukkan ini tidak mungkin terjadi, obat ini tidak disarankan bagi orang yang mengalami diare berdarah atau diare yang disertai demam. Loperamid, sebuah analog opioid, umumnya digunakan untuk pengobatan gejala diare. Akan tetapi loperamide tidak dianjurkan untuk digunakan pada anak-anak, karena mungkin dapat menimbulkan sawar darah otak imatur dan menyebabkan toksisitas. Bismut subsalisilat, kompleks tidak larut dari bismut trivalen dan salisilat, dapat digunakan pada kasus ringan sampai sedang, tetapi toksisitas salisilat dapat terjadi berdasarkan teori yang ada. (wikipedia,2012) b. Peritonitis (wikipedia,2012) Tergantung pada beratnya negara pasien, pengelolaan peritonitis mungkin termasuk:

Mendukung langkah-langkah umum seperti rehidrasi intravena kuat dan


koreksi gangguan elektrolit.

Antibiotik biasanya diberikan secara intravena, tetapi mereka juga dapat


dimasukkan langsung ke peritoneum.

Terapi empiric Organisme negatif gram positif dan gram harus ditutupi. Keluar dari
sefalosporin, cefoxitin dan cefotecan dapat digunakan untuk menutupi positif gram, negatif gram, dan anaerob. Beta-laktam beta laktamase inhibitor dengan juga dapat digunakan, contoh termasuk ampisilin / sulbaktam, piperasilin / tazobactam, dan tikarsilin / klavulanat.

Bedah (laparotomi) diperlukan untuk melakukan eksplorasi penuh dan


lavage peritoneum, serta untuk memperbaiki setiap kerusakan anatomi kotor yang mungkin telah menyebabkan peritonitis. Pengecualian adalah spontaneous bacterial peritonitis, yang tidak selalu mendapatkan keuntungan dari operasi dan dapat diobati dengan antibiotik dalam contoh pertama. c. Apendicitis (wikipedia,2012)

19

Obat nyeri ( seperti morfin ) tampaknya tidak mempengaruhi keakuratan diagnosis klinis apendisitis dan karenanya harus diberikan awal dalam perawatan orang . Secara historis ada kekhawatiran di antara beberapa dokter bedah umum bahwa analgesik akan mempengaruhi ujian klinis pada anak dan dengan demikian beberapa direkomendasikan bahwa mereka tidak diberikan sampai ahli bedah yang bersangkutan mampu memeriksa orang untuk diri mereka sendiri. Prosedur bedah untuk menghilangkan apendiks disebut apendisektomi . Penghapusan Laparoskopi ( melalui tiga sayatan kecil dengan kamera untuk memvisualisasikan daerah yang menarik di perut ) tampaknya memiliki beberapa keunggulan dibandingkan prosedur yang terbuka terutama pada perempuan muda dan obesitas. Metode baru untuk mengobati apendisitis adalah operasi laparoskopi . Prosedur bedah terdiri dari pembuatan 3-4 sayatan di perut , masingmasing 0,25-0,5 inci ( 6,4-13 mm ) panjang. Jenis usus buntu dibuat dengan memasukkan alat bedah khusus yang disebut laparoskop menjadi salah satu sayatan . Laparoskop ini terhubung ke monitor di luar tubuh pasien dan dirancang untuk membantu ahli bedah untuk memeriksa daerah yang terinfeksi di perut . Dua sayatan lain yang dibuat untuk menghilangkan spesifik usus buntu dengan menggunakan instrumen bedah . Operasi laparoskopi juga memerlukan anestesi umum dan dapat bertahan hingga dua jam . Metode terbaru CATATAN appendectomy dirintis di Coimbatore , India di mana tidak ada sayatan pada kulit luar dan SILS (Single sayatan laparoskopi Bedah ) di mana satu 2,5 cm insisi dibuat untuk melakukan operasi . Temuan ini sangat signifikan untuk pasien usus buntu dan sekarang ribuan orang setiap tahun bertahan hidup . Perawatan dimulai oleh menjaga pasien jauh dari makan atau minum dalam persiapan untuk operasi . Infus digunakan untuk menghidrasi pasien . Antibiotik diberikan secara intravena cefuroxime dan seperti metronidazol dapat diberikan lebih awal untuk membantu membunuh bakteri dan dengan demikian mengurangi penyebaran infeksi di perut dan komplikasi pasca operasi di perut atau luka . Kasus samar-samar mungkin menjadi lebih sulit untuk menilai dengan pengobatan antibiotik dan manfaat dari pemeriksaan serial . Jika perut kosong ( tidak ada makanan dalam enam jam terakhir ) anestesi umum biasanya digunakan . Jika tidak , anestesi spinal dapat digunakan .

20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Gastroenteritis 1. Pengkajian Pengkajian pasien gastroenteritis terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengkajian diagnostik. Keluhan utama yang lazim adalah diare dengan peningkatan frekuensi dan feces menjadi cair. Faktor epidemiologi merupakan pengkajian penting dalam menentukan penyebab, rencana intervensi, dan faktor resiko yang mungkin terjadi. Riwayat keracunan makanan akan memberikan manifestasi peradangan akut gastrointestinal yang dapat berbahaya sehingga harus dilakukan dalam kondisi gawat darurat untuk rehidrasi cairan. (Arif,2011) 2. Analisa Data ETIOLOGI Peningkatan tekanan osmotik Sekresi air ke lumen intestinal Diare sekresi cairan dan elektrolit Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit motilitas usus absorbsi cairan dan elektrolit kontak antara usus halus dengan makanan Asupan nutrisi tidak adekuat Ketidak seimbangan nutrisi dari kebt. kurang MASALAH Ketidak seimbangan cairan elektrolit dan

DATA DS : klien mengatan berak kuning kehijauan, cair dan bercampur lendir lebih dari 3x sehari. mual Klien dan mengatakan lemas. DO : Turgor kulit menurun, mukosa bibir kering, natrium= < 3,5 mEq/l, kalium= <135 mEq/l DS : klien mengatan disajikan. Klien tidak merasa

muntah. Klien mengatakan merasa

menghabiskan porsi makan yang mengatan mengalami mual dan muntah DO : Hb= <12gr Tanda tanda anemis (+) Albumin < dari batas normal

3.

Diagnosa Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare,kehilangan cairan pada gastrointestinal,gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebt. b.d. kurangnya asupan makanan yang adekuat

21

4. No. Dx 1

Implementasi Tujuan dan KH Intervensi 1. 2. 3. 4. 5. pantau tanda1. kekurangan cairan observasi/catat hasil intake output cairan 2. anjurkan klien untuk banyak minum jelaskan pada ibu3. tanda kekurangan cairan berikan terapi4. sesuai advis :Infus RL 15 tpm Rasional Menentukan intervensi selanjutnya Mengetahui keseimbangan cairan Mengurangi kehilangan cairan Meningkatkan partisipasi dalam perawatan 5. mengganti cairan yang keluar dan mengatasi diare

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawan selama 3 x 24 jam diharapkan keseimbangan cairan pasien kembali normal. Kriteria hasil : DS: Diare (-), mual dan muntah (-), lemas (-) DO:* Turgor kulit baik * Mukosa bibir lembab * Natrium = 3,5 5,5 mEq/l * Kalium = 135-145 mEq/l

2.

Tujuan : setelah dilakukan 1. tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, 2. diharapkan kebutuhan 3. nutrisi tubuh pasien dapat terpenuhi. 4. Kriteria hasil : 5. DS: - Mual, muntah (-). - Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan. DO: - Hb dalam batas normal = 12-17 gr% - Tanda tanda anemis (-) - albumin = normal

Memud Lakukan pendekatan pada 1) ahkan kerja sama klien dan keluarga. antara perawat dan Kaji tingkat nutrisi klien. Beri makanan dalam porsi kecil klien. 2) Untuk tetapi sering. mengetahui keadaan Hitung BB. Kolaborasi dengan tim medis nutrisi klien. Untuk (kokter) dalam pemberian 3) memenuhi terapi. kebutuhan nutrisi tubuh. 4) Untuk mengetahui apakah ada penurunan berat badan selama perawatan. 5) Untuk mengetahui jenis obat yang dapat diberikan

22

5. NO. DX

evaluasi

HARI/ TANGGAL S

CATATAN PERKEMBANGAN O Klien Aktifitas masih keluarganya tampak lemas dibantu A masih Masalah belum klien teratasi P Lanjutkan Intervensi 1-5

20/9/2013

Kien mengatakan bahwa masih merasa lemas

20/9/2013

Klien masih merasa mual

Klien tidak makanan disediakan.

masih Masalah Lanjutkan intervensi 1-5 belum teratasi yang

menghabiskan

3.2. Peritonitis 1. Pengkajian a) Identitas b) Keluhan utama: Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang. c) Riwayat Penyakit Sekarang Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites. d) Riwayat Penyakit Dahulu Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati. e) Riwayat Penyakit Keluarga

23

Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada. f) Pemeriksaan Fisik Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia 1) PT, PTT dan INR 2) Test fungsi hati jika diindikasikan 3) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis 4) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease) 5) Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH h) Pemeriksaan Radiologi 1. Foto polos 2. USG 3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan). 4. Scintigraphy 5. MRI g) Pemeriksaan Laboratorium

24

2. Analisa Data DATA DS : px mengeluh nyeri pada abdomen (peritoneum) DO : P= Peritonitis Q= Kuat R= Abdomen S=0-10 T= 1 bulan TTV Distensi abdomen Nyeri Respons lokal syaraf thd inflamasi ETIOLOGI pada peritoneum MASALAH

Pembentukan eksudat fibrinosa/ abses Nyeri

3. Diagnosa Nyeri b.d. iritasi intestinal 4. Implementasi No. Dx 1 Tujuan dan KH 1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawan selama 2x 24 jam diharapkan nyeri pada pasien berkurang. - Kriteria hasil : DS: px tidak mengeluh 2) nyeri pada abdomen
-

Intervensi lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan) Pertahankan posisi semi Fowler sesuai indikasi kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi. 4) Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkunagan 5) Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi: 1. 2. Analgesik, narkotik Antiemetik, contoh

Rasional pada tidak dapat terjadinya Nyeri menjadi lokasi/intensitas umum tetapi menunjukkan komplikasi. cenderung

Selidiki laporan nyeri, catat 1. Perubahan

(peritoneum) DO : P= Peritonitis Q= lemah R= Abdomen S=0- 4 T= 1 bulan TTV normal

konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat abses. 2. Memudahkan cairan/luka meminimalkan karena gerakan. relaksasi mungkin koping denagn dan meningkatkan kemampuan pasien drainase karena nyeri lokal bila terjadi

3) Berikan tindakan

gravutasi dan membantu

yang tidak menyenangkan 3. Meningkatkan

25

hidroksin (Vistaril) 3. Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)

memfokuskan perhatian.

kembali

4. Menurunkan mual/muntah yang dapat meningkatkan tekanan 5. Menurunkan karena sirkulasi/lokal, atau nyeri laju toksin yang intrabdomen. metabolik dan iritasi usus

membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. Catatan: Nyeri biasanya berat dan analgesik memerlukan dihindari dari pengontrol nyeri narkotik, proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.
-

Menurunkan mual/munta, yang dapt meningkatkan nyeri abdomen Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan demam atau menggigil.

5.evaluasi

26

NO. DX

HARI/ TANGGAL S

CATATAN PERKEMBANGAN O Skala : 0-1 A Masalah sudah teratasi P Hentikan intervensi

20/9/2013

Kien mengatakan bahwa nyeri berkurang

3.3. Apendicitis 1. Pengkajian Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang. Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadangkadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan Demam, biasanya rendah. Data psikologis Klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. 2. Analisa Data

27

DATA DS : px mengeluh nyeri pada abdomen kanan bawah. DO : P= Apendisitis Q= Kuat R= Abdomen S=0-10 T= 1 bulan TTV 3. Diagnosis Nyeri b.d. respons inflamasi apendiks 4. Implementasi No. Dx 1 Tujuan dan KH 1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawan selama 2x 24 jam diharapkan nyeri pada pasien berkurang. - Kriteria hasil : DS: px tidak mengeluh 2) nyeri pada abdomen
-

ETIOLOGI Apendisitis nekrosis/supuratif Apendisitis kronis/ rekuren Respon lokal saraf terhadap inflamasi Nyeri

MASALAH Nyeri

Intervensi lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan) Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi. 3) Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi: a) Analgesik, narkotik b) Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril) c) Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)

Rasional pada tidak dapat terjadinya Nyeri menjadi lokasi/intensitas umum tetapi menunjukkan komplikasi. cenderung

Selidiki laporan nyeri, catat 1) Perubahan

(peritoneum) DO : P= Peritonitis Q= lemah R= Abdomen S=0- 4 T= 1 bulan TTV normal

konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat abses. 2) Meningkatkan dan meningkatkan kemampuan pasien memfokuskan perhatian. 3) Menurunkan karena sirkulasi/lokal, laju toksin yang metabolik dan iritasi usus koping denagn kembali relaksasi mungkin lokal bila terjadi

membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.

28

Catatan: Nyeri biasanya berat dan analgesik memerlukan dihindari dari pengontrol nyeri narkotik, proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.
-

Menurunkan mual/munta, yang dapt meningkatkan nyeri abdomen Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan demam atau menggigil.

5. Evaluasi NO. DX

HARI/ TANGGAL S

CATATAN PERKEMBANGAN O Skala : 0-1 A Masalah sudah teratasi P Hentikan intervensi

20/9/2013

Kien mengatakan bahwa nyeri berkurang

DAFTAR PUSTAKA Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC Betz, Cecily Lynn. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC, 2009.Doengoes Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta; EGC

29

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika.

Mansjoer, Arif, dkk, (2008), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media


Aesculapius

Mansjoer,Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta,


2005

Nursalam, M.Nurs, dkk, (2005), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta :
Salemba Medika

Muttaqin, Arif, dkk, (2011), Gangguan Gastrointestinal, Jakarta: Salemba Medika


Faradilla, Nova 2009. Ileus Obstruksi.scribd.com id.m.wikipedia.org/wiki http://kamuskesehatan.com/arti/gastroenteritis

30

You might also like