You are on page 1of 27

REFERAT

Wanda Gusta Rai 2071210008


Pembimbing : Dr. Suharjono Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK RSD MARDI WALUYO BLITAR FK UNISMA

Guillain Barre Syndrome adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang biasanya timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun, di mana proses imunologis tersebut langsung Mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis.
Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

1. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia 2. Semua musim. 3. Insidensi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. 4. Usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. 5. Jarang usia < 2 tahun. 6. Laki-laki dan wanita. 7. Ras; 83% kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. 8. Di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama.

1. Infeksi virus atau bakteri a. Virus: CMV, EBV, HIV, Varicella-zoster, Vaccinia/smallpox, Influenza, Measles, Mumps, Rubella, hepatitis, Coxsackie, Echo. b. Bakteri: Campylobacter, Jejeni, Mycoplasma, Pneumonia, Typhoid, Borrelia B, Paratyphoid, Brucellosis, Chlamydia, Legionella, Listeria. 2. Vaksinasi 3. Pembedahan, anestesi 4. Penyakit sistematik, seperti keganasan, Systemic Lupus Erythematosus, tiroiditis, dan penyakit Addison 5. Kehamilan atau dalam masa nifas 6. Gangguan endokrin

KLASIFIKASI
1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP) 2. Sindroma Miller Fisher (MFS) 3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina 4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN) 5. Neuropati panautonomik akut 6. Ensefalitis batang otak Bickerstaffs (BBE)

MANIFESTASI KLINIK
1. 2. 3. 4. 5. 6. Kelumpuhan Gangguan sensibilitas Saraf Kranialis Gangguan fungsi otonom Kegagalan pernafasan Papiledema

1. 2.

3.

4.

5.

Fase Prodormal (Fase sebelum gejala klinis muncul) Fase Laten Waktu antara timbulnya infeksi / prodormal yang Mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis Lamanya: 1-28 hari; rata-rata 9 hari Fase Progresif Fase defisit neurologis (+) Beberapa hari-4 mgg; jarang >8 mgg Dimulai dari onset ( mulai tjd kelumpuhan yang bertambah berat sdampai maksimal Perburukan >8mgg disebut Chronic Inflamatory demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP) Fase Plateu Kelumpuhan telah maksimal dan menetap Fase pendek: 2 hari,>> 3mgg, jarng >7 mgg Fase penyembuhan

Kriteria Diagnostik untuk Sindroma Guillain-Barre Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis

Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih

Arefleksia

Temuan klinis yang mendukung diagnosis :


Gejala atau tanda sensorik ringan Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf kranial lainnya

Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti


Disfungsi otonom Tidak adanya demam saat onset Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu

Adanya tanda yang relatif simetris


Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/l Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya atau terbloknya

Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:


hantaran saraf

1. Cairan serebrospinal (CSS) Disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel) Warna Cairan LCS, kadar globulin(test Nonne, Pandy), Sel (n: 0-5), Protein (15-45), Glukosa(28-86) 2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG) Prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) Prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf), Blok hantar saraf motorik, Berkurangnya KHS

3. Pemeriksaan darah. leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur limfosit rendah selama fase awal dan fase aktif Pada fase lanjut; limfositosis, eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala. Peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM

1. Miastenia gravis akut, bukan paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia. 2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski 3. Paralisis periodik, Paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

4. Botulisme, riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan diplopia13 disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS. 5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit. 6. Cedera medulla spinalis, paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hampir sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang. 7. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik. 8. Mielopati servikalis. defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

1. Sindrom Guillain Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit perawatan intensif 2. Perawatan umum 3. Pengobatan 4. Rehabilitasi Medik

1. Pengaturan jalan napas 2. Pemantauan EKG dan tekanan darah Hipotensi (cairan iv dan posisi terlentang (supine)) Hipertensi yang mendadak, Takikardi (penghambat beta atau nitroprusid, propanolol) Gangguan irama jantung. 3. Plasmaparesis(plasma exchange) Untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar Dapat digunakan pada serangan berat Bermanfaat 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali exchange Albumin : dipakai pada plasmaferesis, karena Plasma pasien harus diganti dengan suatu substitusi plasma.

Pasien diatasi di unit perawatan Intensif

3. Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium karena penderita sering mengalami retensi airan dan hiponatremi disebabkan sekresi hormone ADH berlebihan 4. Ileus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase akut sehingga parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini.

Perawatan UMUM
1. Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan posisi tidur. 2. Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh, 3. Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada kaki yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis. 4. Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea. 5. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati. 6. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.

PENGOBATAN
1. Kortikosteroid Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS. Peter melaporkan kemungkinan efek steroid dosis tinggi intravenous menguntungkan. Methyl prednisolon sodium succinate intravenous dan diulang tiap 6 jam diikuti pemberian prednisone oral 30 mg setiap 6 jam setelah 48 jam pengobatan intravenous menujukan hasil. 2. Profilaksis terhadap DVT (deep vein thrombosis) enoxaparin, lovenox dapat mengurangi insidens terjadinya tromboembolisme vena secara dramatik, yang merupakan salah satu sekuele utama dari paralisis ekstremitas.

3. Pengobatan imunosupresan: Imunoglobulin IV Gamaglobulin (Veinoglobulin) diberikan perintravena dosis tinggi. Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan tetapi harganya mahal. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh Dipakai untuk memperbaiki aspek klinis dan imunologis dari GBS Obat Sitotoksik 6 Merkaptopurin azathioprine, cyclophosphamid

1. Terapi fisik. Terapi fisik merangsang otot dan sendi untuk membangun kembali kekuatan, fleksibilitas dan rentang gerak. 2. Kerja terapi. Terapi okupasi berfokus pada kegiatan untuk membantu Anda menjadi serba cukup mungkin dalam kehidupan sehari-hari. 3. Bantu perangkat. Anda mungkin perlu belajar untuk menggunakan alat bantu, seperti penyangga kaki atau lengan, tongkat, walker dan kursi roda untuk membantu mobilitas selama pemulihan atau, jika GBS menyebabkan cacat permanen, untuk penggunaan jangka panjang

1. Paralisis otot persisten 2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik 3. Aspirasi 4. Retensi urin 5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas 6. Nefropati, pada penderita anak 7. Hipo ataupun hipertensi 8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus 9. Aritmia jantung 10. Ileus

1. Prognosis buruk: Perburukan gejala yang sangat cepat, usia tua, penggunaan ventilator jangka panjang (lebih dari 1 bulan), dan berkurangnya potensial aksi pada pemeriksaan neuromuskuler 2. Sebuah laporan menyebutkan kesembuhan sempurna pada 50-95% kasus 3. Sekuelae neurologis dilaporkan pada 10-40% kasus; yang paling buruk adalah tetraplegia yang muncul dalam 24 jam dengan masa penyembuhan yang tidak sempurna setelah 18 bulan atau lebih. 4. Sekuelae paling ringan adalah kesulitan berjalan derajat ringan, dengan penyembuhan dalam beberapa minggu.

Thanks

You might also like