You are on page 1of 6

Penjelasan Kwik Kian Gie: Sebab-sebab Krisis Global dan

Dampaknya terhadap Indonesia


Diarsipkan di bawah: Uncategorized — myself @ 2:27 am

Ada tulisan nih dari pak Kwik Kian Gie, tentang sebab musabab Krisis Global. Dimana hal

ini jarang di paparkan oleh media massa di Indonesia, namun banyak di jelaskan oleh

media massa internasional. Berikut ini adalah beritanya.

————

Krisis Keuangan Global (Artikel 1)


Kamis, 06 Nopember 08

Sebab-sebab dan Dampaknya terhadap Indonesia

Bahwa terjadi krisis maha dahsyat di Amerika Serikat yang menyebar ke semua negara di

dunia sudah sangat banyak kita baca. Namun tidak banyak yang menjelaskan tentang

sebab-sebabnya, dan juga tidak banyak yang menguraikan tentang landasan dari sebab-

sebab itu, yaitu mashab pikiran atau ideologi yang memungkinkan dipraktekannya cara-

cara penggelembungan di sektor keuangan.

Tentang yang pertama, media massa di negara-negara maju banyak yang mengulasnya.

Intinya sebagai berikut.

Bank hipotik yang mengkhususkan diri memberikan kredit untuk pembelian rumah,

dengan sendirinya mempunyai tagihan kepada penerima kredit yang menggunakan

uangnya untuk membeli rumah. Jaminan atas kelancaran pembayaran cicilan utang

pokok dan bunganya adalah rumah yang dibiayai oleh bank hipotik tersebut. Kita sebut

tagihan ini tagihan primer, karena langsung dijamin oleh rumah, atau barang nyata.

Tagihannya bank hipotik kepada para penerima kredit berbentuk kontrak kredit yang

berwujud kertas. Istilahnya adalah pengertasan dari barang nyata berbentuk rumah.

Karena kertas yang diciptakannya ini mutlak mewakili kepemilikan rumah sebelum

hutang oleh pengutang lunas, maka kertas ini disebut surat berharga atau security.

Pekerjaan mengertaskan barang nyata yang berbentuk rumah disebutsecuritization of

asset.
Katakanlah bank hipotik ini bernama Bear Sterns. Bear Sterns mengkonversi uang

tunainya ke dalam kewajiban cicilan utang pokok beserta pembayaran bunga oleh para

penghutang atau debitur. Jadi uang tunai atau likuiditasnya berkurang. Namun Bear

Sterns memegang surat berharga atau security yang berbentuk kontrak kredit atau

tagihan kepada para debiturnya. Bear Sterns mengelompokkan surat-surat tagihan

tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya mengandung surat tagih

dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang sama. Setiap kelompok ini dijadikan

landasan untuk menerbitkan surat utang yang dijual kepada Lehman Brothers (misalnya)

dan bank-bank lain yang semuanya mempunyai nama besar. Yang sekarang dilakukan

oleh Bear Sterns bukan menerbitkan surat piutang, tetapi surat janji bayar atau surat

utang. Atas dasar surat piutang kepada ratusan atau ribuan debiturnya, Bear Sterns

menerbitkan surat utang kepada Lehman. Uang tunai hasil hutangnya dari Lehman

dipakai untuk memberi kredit lagi kepada mereka yang membutuhkan rumah. Seringkali

untuk membeli rumah kedua, ketiga oleh orang yang sama, sehingga potensi kreditnya

macet bertambah besar.

Penerbitan surat berharga berbentuk surat janji bayar atau promes disebut securitization

of security. Bahasa Indonesianya yang sederhana “mengertaskan kertas.” Surat berharga

ini kita namakan surat berharga sekunder, karena tidak langsung dijamin oleh barang

yang berbentuk rumah, melainkan oleh kertas yang berwujud surat janji bayar oleh bank

hipotik yang punya nama besar.

Lehman memegang surat utang dari Bear Sterns dan juga dari banyak lagi perusahaan-

perusahaan sejenis Bear Sterns. Seluruh surat ini dikelompokkkan lagi ke dalam wilayah-

wilayah geografis, misalnya kelompok debitur California, kelompok debitur Atlanta dan

seterusnya. Oleh Lehman kelompok-kelompok surat-surat utang dari bank-bank ternama

ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dibeli oleh Merril Lynch dan

bank-bank lainnya dengan nama besar juga. Kita namakan surat utang ini surat utang

tertsier.

Demikianlah seterusnya, satu rumah sebagai jaminan menghasilkan uang tunai ke dalam

kas dan bank-bank ternama dengan jumlah keseluruhan yang berlipat ganda. Media

massa negara-negara maju menyebutkan bahwa bank-bank tersebut melakukan sliced

and diced, yang secara harafiah berarti bahwa satu barang dipotong-potong dan
kemudian masing-masing diperjudikan. Maka banyak bank yang debt to equity ratio-nya

35 kali.

Sekarang kita bayangkan adanya pembeli rumah yang gagal bayar cicilan utang pokok

beserta bunganya. Kalau satu tagihan dipotong-potong (sliced) menjadi 5, yang masing-

masing dibeli oleh bank-bank yang berlainan, maka gagal bayar oleh satu debitur

merugikan 5 bank. Ini sebagai contoh. Dalam kenyataannya bisa lebih dari 5 bank yang

terkena kerugian besar, karena kepercayaan bank-bank besar di seluruh dunia kepada

nama-nama besar investment banks dan hedge funds di AS.

Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada bank lain yang minta kredit

kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini berarti bahwa bank-bank yang

tadinya memperoleh likuiditas dari sesama bank menjadi kekeringan likuiditas,

sedangkan bank-bank yang termasuk kategori investment bank atau hedge fund tidak

mendapatkan uangnya dari penabung individual, tetapi dari bank-bank komersial atau

sesama investment bank atau sesama hedge funds. Jadi dampak pertama adalah

kekeringan likuiditas.

Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya yang sudah jatuh tempo

tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya tidak mampu membayarnya

tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu individu yang membeli rumah-rumah di

atas batas kemampuannya memang tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-

lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan sadar memberikan kredit rumah kepada

orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya namanya subprime mortgage. Sub artinya di

bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi dengan sadar memang memberikan kredit

rumah kepada orang-orang yang tidak bonafid atau tidak layak memperoleh kredit.

Bahwa kepada mereka toh diberikan, bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang

disebut sliced and diced tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada

sesama bank mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain

kepada Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.

Ketika surat utang inferior yang disebut subprime mortgage macet, barulah ketahuan

bahwa begini caranya memompakan angin ke dalam satu surat utang yang dijual berkali-

kali dengan laba sangat besar.


Ketika balon angin keuangan meledak, Henry Paulson sudah menjabat menteri keuangan

AS. Dia melakukan tindakan-tindakan yang buat banyak orang membingungkan, tetapi

buat beberapa orang, dia manusia yang hebat, tegas, dan menurutnya sendiri

bersenjatakan bazooka. (Newsweek tanggal 29 September 2008 halaman 20). Ada

alasan untuk menganggapnya orang hebat. Dia mahasiswa Phi Beta Kappa dari

Dartmouth. Penghubung antara gedung putihnya Nixon dan Departemen Perdagangan.

MBA dari Harvard, bergabung dengan Goldman Sachs Chicago di tahun 1974, menjadi

CEO-nya dari 1998 sampai 2006. Dan sekarang menteri keuangan AS.

Maka dialah yang ketiban beban berat menghadapi krisis yang maha dahsyat yang

sedang berlangsung. Tindakan-tindakannya seperti semaunya sendiri atau bingung. Dia

memfasilitasi JP Morgan untuk membeli Bear Sterns dengan harga hanya US$ 2 per

saham, yang dalam waktu singkat direvisi menjadi US$ 10. Fannie Mae dan Freddie Mac,

perusahaan quasi milik pemerintah telah memberikan jaminan kredit sebesar US$ 5,4

trilyun. Untuk menyelamatkannya dua perusahaan penjaminan kredit tersebut dibeli oleh

pemerintah dengan jumlah uang US$ 80 milyar. Lehman Brothers disuruh bangkrut saja.

Merril Lynch dijual kepada Bank of America. Akhirnya dia menyodorkan usulan supaya

pemerintah AS menyediakan uang US$ 700 milyar untuk menanggulangi krisis. Kongres

marah, karena alasan ideologi. Bagaimana mungkin bangsa yang kepercayaannya pada

keajaiban mekanisme pasar bagaikan agama mendadak disuruh intervensi dengan uang

yang begitu besar? Wall Street guncang luar biasa. Kongres rapat lagi dan “terpaksa”

menyetujui usulan Hank Paulson dan Bernanke, Presiden Federal Reserve, supaya

pemerintah AS menggunakan uang rakyat pembayar pajaknya sebesar Rp 700 milyar

untuk mencoba menyelesaikan masalah keuangan yang maha dahsyat itu. Saya katakan

mencoba, karena setelah disetujui, Wall Street tetap saja terpuruk.

Maka masyarakat menjadi panik, kepercayaan kepada siapapun hilang. Dengan adanya

pengumuman bahwa perusahaan-perusahaan besar dengan nama besar dan sejarah

yang panjang ternyata bangkrut, saham-sahamnya yang dipegang oleh masyarakat

musnah nilainya. Masyarakat bertambah panik.

Seperti telah dikemukakan sangat banyak kertas-kertas derivatif diciptakan oleh bank-

bank dengan nama besar, sehingga tanpa ragu banyak bank-bank besar di seluruh dunia
membelinya sebagai investasi mereka. Kertas-kertas berharga ini mendadak musnah

harganya, sehingga banyak bank yang menghadapi kesulitan sangat kritis.

Dampaknya terhadap Indonesia

Secara rasional dampaknya terhadap Indonesia sangat kecil, karena hubungan ekonomi

Indonesia dengan AS tidak ada artinya. Praktis tidak ada uang Indonesia yang ditanam

ke dalam saham-saham AS yang sekarang nilainya merosot atau musnah. Hanya milik

orang-orang Indonesia kaya dan super kaya yang tertanam dalam saham-saham

perusahaan-perusahaan AS. Uang inipun jauh sebelum krisis sudah tidak pernah ada di

Indonesia.

Dampak yang riil dan sekarang terasa ialah dijualnya saham-saham di Bursa Efek

Indonesia oleh para investor asing karena mereka membutuhkan uangnya di negaranya

masing-masing. Maka IHSG anjlok. Uang rupiah hasil penjualannya dibelikan dollar, yang

mengakibatkan nilai rupiah semakin turun. Namun sayang bahwa kenyataan yang kasat

mata ini tidak mau diakui oleh pemerintah, sehingga pemerintah memilih membatasi

Bursa Efek dalam ruang geraknya dengan cara mengekang Bursa Efek demikian rupa,

sehingga praktis fungsi Bursa Efek ditiadakan.

Kebijakan lain ialah mengumumkan memberikan jaminan keamanan dan keutuhan uang

yang disimpan dalam bank-bank di Indonesia sampai batas Rp 2 milyar. Ini sama saja

mengatakan kepada publik di seluruh dunia supaya jangan menyimpan uangnya di bank-

bank di Indonesia yang melebihi Rp 2 milyar.

Karena pengaruh teknologi informasi yang demikian canggihnya, semua berita-berita

tentang krisis yang melanda negara-negara maju dapat diikuti. Pengaruh psikologisnya

ialah kehati-hatian dalam membelanjakan uangnya yang berarti konsumsi akan

menyusut dengan segala akibatnya.

Setelah Bank Indonesia menjadi independen ada kecenderungan terjadinya ego sektoral.

Karena tugas pimpinan BI terfokus pada menjaga stabilitas nilai rupiah dan menjaga

tingkat inflasi, semuanya dipertahankan at any cost. Maka di banyak negara maju yang

menjadi cikal bakal pikiran independennya bank sentral menurunkan tingkat suku bunga,

di Indonesia dinaikkan sangat tinggi yang lebih memperpuruk sektor riil yang sudah

terpuruk karena menurunnya drastis permintaan dari negara-negara tujuan ekspor.


Hal yang kurang dipahami adalah faktor-faktor, kekuatan-kekuatan serta mekanisme

yang bekerja setelah meletusnya gelembung angin (bubble) keuangan menyeret

perekonomian global ke dalam spiral yang menurun.

Sejak lama kita mengenal adanya gejala gelombang pasang surutnya ekonomi

atau business cycle atau conjunctuur yang selalu melekat pada sistem kapitalisme dan

mekanisme pasar. Cikal bakal tercapainya titik balik teratas menuju pada kemerosotan,

dan sebaliknya, cikal bakal tercapainya titik balik terendah menuju pada kegairahan dan

peningkatan ekonomi bisa macam-macam. Tetapi pola kemerosotan dan pola

peningkatannya selalu sama.

Seberapa besar pemerintah mempunyai kemampuan mempengaruhinya tergantung pada

struktur ekonomi dalam aspek perbandingannya antara ketersediaan modal dan

ketersediaan tenaga kerja. Bagian ini dari ekonomi tidak banyak dibicarakan oleh para

ahli. Apakah karena mereka kurang paham, ataukah gejala business cycle sudah mati,

sudah kuno dan tidak berlaku lagi?

Kita telusuri dalam tulisan berikutnya.

You might also like