You are on page 1of 59

BAB 1 DEFINISI KEBIJAKAN (POLICY)

1.1

Pengertian Kebijakan Sebelum kita mempelajari lebih dalam tentang kebijakan, alangkah baiknya jika kita dapat memahami makna atau arti dari kebijakan itu sendiri. Secara harfiah kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani (Greek), yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin kata ini kemudian menjadi politia, yang artinya negara. Masuk kedalam bahasa Inggris lama (Middle English), kata tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan perintah atau administrasi pemerintah. Menurut para ahli, terdapat beberapa pengertian kebijakan, antara lain: a. Kebijakan merupakan segala sesuatu opsi atau pilihan dari pemerintah untuk memutuskan sesuatu. Hal itu perlu dilakukan atau tidak, adalah pilihan yang diambil untuk menyelesaikan suatu permasalahan publik atau yang menyangkut kehidupan masyarakat. whatever government chooses to do or not to do, (Parsons, 2001). "the authoritative allocation of values for the whole society" (Rasmussen, 2006). a policy is a statement by government at whatever level- of what it intends to do about a public problem, (Birkland, 2010). 1

behavioral consistency and repetitiveness associated with efforts in and through government to resolve public problems, (Jones, 1984). b. Kebijakan merupakan sesuatu hal yang dilakukan agar suatu tujuan dapat dicapai asalkan hal tersebut sesuai dengan hukum atau prosedur yang berlaku dalam aturan pemerintahan. A course of action intended to accomplish some end, (Persson, 2008). Policy is a defined as a plan that embraces the general goals and acceptable procedures in governmental action, (Johnson, 2007). Policy as a projected program of goals, values and practices, (Stewart, Hedge & Lester, 2008). c. Kebijakan juga merupakan suatu cara untuk mengambil tindakan terbaik dalam situasi tertentu untuk dijadikan pedoman baik dalam waktu sekarang ataupun waktu yang akan datang. Policy is a definite course or method of action selected from among alternatives and in light of given conditions to guide and determine present and future directions, (Johnson, 2007). d. Menurut Dunn (1994) pengertian kebijakan dikaitkan dengan analisis kebijakan yang merupakan sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Dunn mendefinisikan analisis kebijakan sebagai ilmu sosial terapan dengan menggunakan berbagai metode untuk menghasilkan informasi relevan yang dipakai dalam memecah persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Dunn melihat ilmu kebijakan sebagai perkembangan lebih lanjut dari ilmu sosial yang sudah ada. Metodologi bersifat multidisiplin dan berhubungan dengan kondisi 2

masyarakat yang bersifat kompleks serta tidak memungkinkan pemisahan antar suatu aspek. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan terdiri dari unsur berikut ini: a. Peraturan tertulis b. Keputusan resmi organisasi, kelompok, ataupun pemerintah c. Pemecahan masalah dan stabilisasi serta untuk mencapai tujuan tertentu d. Disusun bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga untuk mencegah timbulnya masalah e. Digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk membuat kebijakan selanjutnya f. Bersifat mengikat (harus ada sanksi yang tegas) Berdasarkan beberapa unsur tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah suatu bentuk peraturan tertulis yang berasal dari organisasi, kelompok, ataupun pemerintah yang digunakan baik untuk menyelesaikan suatu permasalahan ataupun untuk mencegah timbulnya masalah. Kebijakan juga dapat digunakan untuk menjaga kestabilan kelompok, organisasi, pemerintahan, maupun masyarakat. Kebijakan bersifat mengikat dan dapat dijadikan rujukan atau pedoman untuk membuat kebijakan selanjutnya, serta dapat menjaga kestabilan kelompok, organisasi, pemerintah, dan masyarakat. 1.2 Persamaan dan Perbedaan Law dan Policy Hukum dan Kebijakan secara logika memang saling terikat dan berkaitan. Dilihat dari segi istilah hal tersebut adalah dua hal yang berbeda 3

walaupun nantinya hal tersebut akan kembali sejalan. Sebuah kebijakan harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Berikut kami akan membahas persamaan dan perbedaan antara hukum dan kebijakan. Persamaan dari Hukum dan Kebijakan adalah: a. Seperangkat aturan yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, b. Bersifat mengatur dan telah ditetapkan, c. Pemberlakuannya bersifat menyeluruh, d. Sama-sama bersifat mengikat. Selanjutnya dari segi perbedaan kami akan menjabarkannya melalui tabel berikut: Tabel 1. Perbedaan Hukum dan Kebijakan Hukum Dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh sistem peradilan dan tujuan utamanya adalah untuk membawa keadilan kepada masyarakat. Contoh: UUD 1945

Kebijakan

Tidak mengatur proses, tetapi hanya mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Contoh: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 107 tentang Penggunaan Lampu Utama ayat 2 menyebutkan : Ayat (2) Pengemudi Sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyalakan lampu pada siang hari.

Seperangkat aturan tertulis yang ditetapkan oleh organisasi, perusahaan, dan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.125/MenKes/SK/II/2008 tentang pedoman penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat. Kebijakan hampir selalu ada pengaturan proses. Contoh: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 658/MenKes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Penilaian Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas beserta lampiran.

Hukum Tidak diskriminatif (bersifat baku). Contoh: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Kebijakan

Bisa berbeda antar wilayah. Contoh: Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok Tidak boleh situasional. Boleh situasional (fleksible). Contoh : Undang-Undang Republik Contoh : Keputusan Menteri Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Kesehatan Republik Indonesia Nomor tentang Pemerintah Daerah. 1197/MenKes/SK/2007 Tentang Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS Departemen Kesehatan. Sumber : SK MenKes 2005, SK MenKes 2007, SK MenKes 2008, Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2010, UndangUndang RI 1984, Undang-Undang RI 2004, Undang-Undang RI 2009 1.3 Pembagian Kebijakan Pada poin sebelumnya telah dibahas bahwa kebijakan sangatlah erat kaitannya dengan berbagai program dan tujuan. Program tersebut merupakan sarana yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Kebijakan terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan publik dan kebijakan privat. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan publik dan kebijakan privat. a. Kebijakan Publik Sebelum kita membahas mengenai kebijakan publik, kita akan membahas terlebih dahulu kata publik itu sendiri. Publik yang secara awam dimaknai dengan arti orang banyak, masyarakat luas, atau warga suatu negara sebenarnya memiliki makna tersendiri, yaitu publik berisi aktivitas

manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama (Parsons, 2001). Kata publik ini selanjutnya bergabung dengan kata kebijakan menjadi satu kesatuan kata yang memiliki makna lebih kompleks, yaitu kebijakan publik. Banyak definisi dari para ahli mengenai kebijakan publik, diantaranya Whatever governments choose to do or not to do (Smith, 2003). Kebijakan publik merupakan suatu aksi atau tindakan dari pemerintah, bukan hanya sekedar kehendak pemerintah namun juga diwujudkan dalam suatu tindakan yang nyata. A proposed course of action of a person, group or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose, (Smith, 2003). Kebijakan publik adalah sebuah rencana tindakan, ide atau pilihan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai beberapa tujuan luas dan dapat mempengaruhi segmen besar masyarakat atau publik serta menjadi petunjuk tindakan berikutnya dalam kondisi yang sama (Smith, 2003). Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan pemerintah atas kewenangan yang dimilikinya. Kebijakan publik juga merupakan upaya untuk mencapai suatu tujuan tertentu,dan menyangkut kepentingan serta aktivitas manusia

secara luas dengan berbagai pertimbangan baik dan buruknya. Contoh dari kebijakan publik adalah: 1. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. b. Kebijakan Privat Kebijakan privat merupakan kebijakan yang digunakan untuk kelompok atau organisasi tertentu, dan kepemilikannya bersifat kelompok atau organisasi. Tetapi kebijakan ini juga dapat digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Beberapa contoh dari kebijakan privat adalah sebagai berikut: 1. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 2004 tentang Pengendalian Merokok di Tempat Kerja di Lingkungan Pemerintahan. 2. Kebijakan menggunakan pakaian yang rapi dan sopan, berkerah, dan bersepatu ketika memasuki lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair). Hal ini merupakan kebiakan privat karena kebijakan ini dibuat oleh jajaran dekanat FKM Unair dan diberlakukan hanya di lingkungan FKM Unair. Jadi, kebijakan adalah suatu bentuk peraturan tertulis yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan dibagi menjadi dua, yang pertama kebijakan

publik yang mengatur masyarakat secara luas dan yang kedua kebijakan privat yang mengatur kelompok tertentu.

BAB 2 TINGKAT DAN CONTOH KEBIJAKAN

Tidak semua situasi pembuatan kebijakan diambil dari topik yang sama. Situasi pembuatan kebijakan tersebut berbeda dalam basis dan karakteristik yang sama seperti jarak partisipan, lingkup dan keterdesakan isu yang dilibatkan, lokasi pemerintahan, dan visibilitas dari isu dan situasi. Maksudnya, pembuatan kebijakan meliputi isu utama yang mempengaruhi sejumlah orang dalam lingkup luas dari para pembuat kebijakan. Pada bagian ini kami akan mendiskripsikan tiga tingkatan pembuatan kebijakan antara lain, Kebijakan Makro, Kebijakan Meso, dan Kebijakan Mikro. 2.1 Kebijakan Makro Kebijakan Makro merupakan kebijakan yang dapat mempengaruhi seluruh negeri (nasional). Misalnya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri Kesehatan, dan lainnya. Kebijakan Makro melibatkan komunitas secara keseluruhan dan para pemimpin pemerintah daerah pada umumnya dalam lingkup untuk kebijakan publik. Partisipan di area kebijakan makro termasuk presiden, eksekutif, legislatif, media komunikasi, juru bicara kelompok, dan lainnya. Partisipasi ini cukup luas sehingga perhatian kami sering tertarik pada kebijakan makro, karena hal ini cenderung lebih terlihat, spektakuler, dan dilaporkan dengan baik. Kepentingan publik berfungsi luas dan itu terjadi ketika pembuatan kebijakan terjadi di area makro. Keputusan kebijakan yang dibuat di area makro 9

dapat menjadi landasan tentang hal yang akan dibuat pada tingkat meso dan mikro. Sementara perubahan atau penambahan dalam kebijakan yang ada akan memungkinkan ditangani pada tingkat meso, proposal untuk perubahan utama atau perkembangan dalam kebijakan publik akan selalu berhubungan di tingkat makro. Contoh Kebijakan Makro dalam bidang kesehatan adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MenKes/Per/X/2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. 2.2 Kebijakan Meso Pada kebijakan makro berfokus pada kebijakan nasional, sedangkan pada kebijakan meso lebih berfokus pada kebijakan tertentu atau daerah, seperti angkutan udara niaga, kegiatan perluasan pertanian, pembangunan dermaga dan sungai, atau pemberian hak paten. Target pelaksanaan dari kebijakan meso dapat digunakan oleh umum atau perseorangan, misalnya : untuk memperkuat dukungan dalam lingkungan bisnis dan untuk mengubah bentuk struktural suatu otonomi daerah. Pada ikatan dari legislasi yang ada, sebagian besar dari para pembuat kebijakan meso membentuk tindakan pemerintahan di area mereka. Contoh dari Kebijakan Meso dalam bidang kesehatan adalah Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Nomor 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok. Daerah Surabaya pun mempunyai kebijakan lain, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Contoh di atas membuktikan bahwa Kebijakan Meso pada suatu daerah memiliki kebijakan yang berbeda. 10

2.3

Kebijakan Mikro Kebijakan Mikro biasanya mencakup aturan yang ditetapkan oleh perusahaan, komunitas, dan organisasi. Kebijakan mikro pada umumnya berlaku untuk sebagian besar orang yang mempunyai bagian dari suatu organisasi tersebut, sehingga kebijakan mikro yang berlaku di suatu organisasi tertentu tidak berpengaruh pada pihak lain di luar organisasi. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 11 Tahun 2004 tentang Pengendalian Merokok di Tempat Kerja di Lingkungan Pemerintahan adalah ilustrasi yang bagus dari kebijakan mikro. Hal ini dikategorikan sebagai Kebijakan Mikro karena peraturan tersebut hanya berlaku dalam lingkup organisasi (Tempat Kerja di Lingkungan Pemerintahan). Contoh lainnya adalah pemberlakuan peraturan tertulis di lingkungan FKM Unair tentang tata cara berpakaian sopan, berkerah, tidak ketat, dan bersepatu. Kesimpulan dari penjabaran di atas adalah Kebijakan Mikro merupakan kebijakan yang hanya mempengaruhi beberapa sektor tertentu seperti lingkungan, kelompok, dan organisasi. Kebijakan Mikro juga merupakan kebijakan yang mengatur bagian kecil dari beberapa sektor tertentu, misalnya Keputusan Direktur atau Kepala Cabang, Peraturan Organisasi, dan lainnya. Jadi, Kebijakan Mikro adalah kebijakan yang tingkatannya paling rendah.

11

Tabel 2. Perbandingan antara Kebijakan Makro, Meso, dan Kebijakan Mikro KEBIJAKAN KEBIJAKAN KEBIJAKAN MESO MAKRO MIKRO Berlaku dalam Berlaku secara Berlaku pada wilayah suatu kelompok menyeluruh atau global tertentu atau komunitas tertentu Sebagai acuan dari Mengacu pada Kebijakan Mengacu pada kebijakan yang ada di Makro Kebijakan Meso bawahnya Contoh: Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun Contoh: Keputusan Contoh: Kebijakan 2010 tentang Perubahan Gubernur Provinsi Makro dalam bidang atas Peraturan Nomor 75 Daerah Khusus kesehatan adalah Tahun 2005 Tentang Ibukota Jakarta No Peraturan Menteri 11 Tahun 2004 Kawasan Dilarang Kesehatan Republik tentang Merokok. Daerah Indonesia Nomor Surabaya pun mempunyai Pengendalian 1464/MenKes/Per/X/20 kebijakan lain, yaitu Merokok di Tempat 10 tentang Ijin dan Peraturan Daerah Kota Kerja di Penyelenggaraan Surabaya Nomor 5 Tahun Lingkungan Praktik Bidan. 2008 Tentang Kawasan Pemerintahan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok.

12

BAB 3 PERAN DAN FUNGSI KEBIJAKAN

3.1

Peran dan Fungsi Kebijakan Kebijakan secara singkat dapat diartikan sebagai suatu aturan dalam bentuk tertulis dan merupakan keputusan resmi suatu organisasi. Berbagai aturan tersebut mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam lingkup publik maupun privat. Tujuan dari suatu kebijakan adalah untuk

mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu disiplin yang menyeluruh (overarching) untuk menganalisis pilihan publik dan pengambilan keputusan dan karenannya ia ikut berperan dalam demokratisasi masyarakat (Parsons, 2001). Peran dan fungsi yang sejatinya berbeda, dimana peran berhubungan dengan subjek manusia sedangkan fungsi lebih berhubungan dengan objek benda, ternyata dalam kebijakan dua kata ini dapat diartikan sebagai sesuatu yang sama. Peran dan fungsi utama dari kebijakan adalah untuk mengatur segala proses dalam aspek kehidupan manusia di berbagai bidang, baik publik maupun privat, seperti kesehatan, transportasi, pendidikan, lingkungan, sosial, ekonomi, keamanan, dan lainnya. Pengaturan itu dilakukan agar tercipta suatu stabilitas di berbagai bidang dan mewujudkan keadaan yang tertib, harmonis, serta adanya hubungan yang baik antara manusia yang bersangkutan di dalamnya.

13

Peran dan fungsi suatu kebijakan selanjutnya adalah untuk menjadi sumber rujukan. Kebijakan itu berfungsi sebagai rujukan terhadap berbagai masalah yang ada. Hal ini berhubungan dengan peran dan fungsi kebijakan yang pertama, bahwa kebijakan itu bersifat mengatur segala hal dan dapat menjadi dasar aturan yang akan menjadi rujukan jika terjadi suatu masalah terkait. Rujukan yang dimaksud dapat diartikan sebagai pedoman dasar dalam menyelesaikan masalah yang ada. Kebijakan juga berfungsi untuk melindungi dan menjaga kepentingan serta keinginan pihak yang terkait atau bersangkutan (publik maupun privat). Misalnya saja keinginan publik mengenai akses kesehatan yang murah, hal itu dapat diwujudkan dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.125/MenKes/SK/II/2008 tentang pedoman penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat. Berikut ini akan dijelaskan menegenai peran dan fungsi dari kebijakan publik dan privat, yaitu: a. Peran dan Fungsi Kebijakan Publik Berbicara mengenai kebijakan publik, maka secara tidak langsung kita juga akan berbicara mengenai hajat hidup orang banyak. Kebijakan publik sangat erat kaitannya dengan pemerintah dan masyarakat, dan dibuat oleh pemerintah guna mengatur atau mengarahkan apa saja yang hendak ia lakukan atau tidak dilakukan untuk kepentingan rakyatnya. Kebijakan

14

publik mempunyai cakupan yang lebih luas, yakni kebijakan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Peran negara (pemerintah) di sini adalah untuk menciptakan kondisi lebih baik yang dapat menjamin kepentingan publik (bersama). Intervensi publik oleh negara ditujukan sebagai upaya menjamin penegakkan hukum, hak asasi, dan ketertiban. Adapun peran dan fungsi kebijakan publik adalah sebagai berikut: 1. Mencapai beberapa tujuan luas yang mempengaruhi segmen besar warga suatu negara atau publik. Kebijakan publik akan mengatur segala kepentingan yang berpengaruh pada aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial. Segmen besar yang dimaksud adalah berbagai bidang, seperti sosial, politik, ekonomi, kesehatan, pertahanan, keamanan, pendidikan, dan lainnya. 2. Menekan dan mendorong aktivitas masyarakat pada suatu negara. Misalnya saja Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Perda tersebut berisi larangan merokok di tempat umum dengan berbagai ancaman hukumannya, maka Perda tersebut dapat difungsikan sebagai penekan aktivitas masyarakat untuk tidak merokok di tempat umum. 3. Mewujudkan campur tangan dan pengaturan pemerintah terhadap kehidupan masyarakatnya di berbagai bidang.

15

4. Melindungi dan menjaga kepentingan dan keinginan seluruh masyarakat (ketersediaan udara bersih, air bersih, kesehatan yang baik, ekonomi yang inovatif, perdagangan yang aktif, pencapaian pendidikan yang tinggi, rumah yang layak, kemiskinan yang rendah, tingkat kriminal yang rendah, dan lainnya). 5. Membangun lingkungan yang memungkinkan setiap pelaku, baik bisnis maupun non bisnis untuk mampu mengembangkan diri menjadi pelakupelaku yang kompetitif. 6. Melakukan serangan frontal terhadap isu publik. 7. Membantu untuk pengaturan analisis isu perdebatan yang sedang terjadi maupun akan terjadi di masa mendatang. b. Peran dan Fungsi Kebijakan Privat Peran dan fungsi kebijakan privat sama dengan peran dan fungsi kebijakan publik, hanya saja berbeda pada ruang lingkup berlakunya atau cakupan kebijakan tersebut. Kebijakan publik berlaku pada publik atau seluruh lapisan masyarakat, sedangkan kebijakan privat berlaku pada sekelompok orang yang terkait dalam kebijakan privat tersebut, misalnya peraturan di FKM Unair mengenai cara berpakaian mahasiswa di FKM Unair. Peran kebijakan privat secara umum adalah untuk mengatur segala proses pada organisasi terkait, menekan, dan mendorong aktivitas seluruh anggota kelompok atau organisasi, serta melindungi, menjaga kepentingan dan keinginan seluruh anggota terkait.

16

3.2

Sifat atau Karakter Kebijakan Segala yang ada di dunia ini pasti memiliki sifat yang mencirikan hal tersebut, begitu pula dengan kebijakan. Kebijakan memiliki beberapa ciri atau sifat yang mendasarinya sebagai kebijakan, sifat tersebut antara lain: a. Regulatif: Regulasi dan kontrol aktivitas. Suatu kebijakan itu dirancang untuk mengatur aktivitas berbagai pihak (publik maupun privat) dengan menjamin kepatuhan mereka terhadap standar atau prosedur tertentu. Contoh: Departemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin sebagai wujud pemenuhan hak rakyat atas kesehatan tersebut. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

125/MenKes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jamkesmas adalah suatu program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Jamkesmas bersifat regulatif karena mengatur mengenai proses pelayanan kesehatan untuk warga miskin, misalnya mengenai kepesertaan jamkesmas dan tatalaksana pelayanan kesehatan. b. Distributif: Distribusi sumber daya baru. Suatu kebijakan itu bersifat distributif, dimana kebijakan itu

menyebarluaskan segala informasi, sumber daya, dan aturan yang bersifat baru kepada pihak yang terkait pada kebijakan tersebut.

17

Contoh: Adanya pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. c. Protektif: Melindungi kepentingan dan keinginan publik maupun privat. Kebijakan selalu bersifat melindungi keinginan pihak terkait melalui tiap isi yang ada di dalamnya. Contoh: (Kebijakan makro) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang ini diciptakan setelah melihat fakta publik bahwa banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga dan telah menyebabkan banyak korban terutama kaum istri yang lemah. UU tersebut merupakan satu contoh kebijakan yang diciptakan untuk melindungi hak pasangan suami-istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. (Kebijakan Meso) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok, merupakan suatu kebijakan yang dibuat dengan tujuan melindungi keselamatan berbagai pihak yang dapat dirugikan dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh para perokok aktif. Mereka itu disebut sebagai perokok pasif yang memiliki resiko terserang penyakit lebih besar dibanding perokok aktif. Perlindungan dalam kebijakan tersebut, seperti dilarangnya perokok aktif merokok di tempat umum yang sejatinya banyak terdapat perokok pasif.

18

d. Redistributif: Perubahan distribusi sumberdaya yang sudah ada. Potentially redistributive policies are, in effect, redefined as regulative through weakening amendments (Goliath Business Knowledge on Demand, 2007). Kebijakan berpotensi redistributif adalah kebijakan yang dapat didefinisi ulang dengan perubahan setelah melalui proses evaluasi dari hasil implementasi kebijakan sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa, kebijakan merupakan suatu bentuk aturan yang memiliki peran utama, yaitu mengatur proses dalam kehidupan masyarakat, menjadi sumber rujukan dalam menyelesaikan masalah maupun mencegah terjadinya masalah. Peran dan fungsi kebijakan publik sama dengan kebijakan privat, yang berbeda di antara keduanya adalah cakupan pemberlakuannya saja. Kebijakan publik mengarah pada kepentingan masyarakat sedangkan privat lebih mengarah pada kelompok tertentu. Kebijakan pun tidak terlepas dari berbagai sifat yang ada di dalamnya, yaitu mengatur, distribusi, melindungi, dan re-distribusi.

19

BAB 4 PRINSIP KEBIJAKAN

Pembuatan kebijakan tidak hanya berfungsi menyelesaikan permasalahan yang ada, namun juga mencegah timbulnya permasalahan, maka kita harus memperhatikan beberapa prinsip dari kebijakan itu sendiri. Hal ini agar kebijakan yang kita buat bisa bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Prinsip dalam kebijakan berfungsi sebagai patokan atau pedoman dalam pembentukan kebijakan yang efektif. Beberapa prinsip kebijakan menurut Freegard dalam bukunya Ethical Practice for Health Professionals (2006), yaitu: 1. Kebijakan didasarkan pada eksplisit, nilai etis bersama yang dapat dibenarkan Kebijakan itu dibuat dengan tegas dan jelas, didukung oleh nilai dasar kebijakan yang dibuat akan kembali dipastikan kesesuaiannya dengan nilai dasar tersebut. 2. Kebijakan membantu pemecahan konflik Kebijakan yang dibuat harus dapat digunakan sebagai rujukan dalam penyelesaian suatu konflik yang timbul. Tidak semua kebijakan dibuat pada saat masalah atau konflik itu muncul. Kebijakan dapat dibuat untuk mencegah timbulnya suatu konflik, namun tetap diharapkan kebijakan itu akan menyelesaiakan konflik jika konflik itu timbul. 3. Kebijakan yang konsisten Pedoman kebijakan harus jelas sehingga semua anggota pelaksana dari kebijakan tersebut memiliki persepsi yang sama mengenai kebijakan tersebut agar dapat dilaksanakan dengan baik. Kebijakan dibuat dengan kata yang mudah dimengerti 20

dan tidak menyebabkan ambigu ataupun timbulnya persepsi yang berbeda bagi setiap pelaksananya. Kebijakan yang konsisten juga berarti kebijakan itu berlaku sama di semua daerah dan tetap. 4. Kebijakan fleksibel Pada prinsip diatas dijelaskan bahwa kebijakan bersifat konsisten, tapi kebijakan pada prinsip ini juga harus bersifat fleksibel. Kebijakan harus bisa memberikan kelonggaran ataupun pengecualian pada suatu kondisi tertentu, sehingga pelaksana kebijakan itu diharapkan dapat bertindak secara bijaksana. Konsistensi dilihat dalam penerapannya pada seluruh wilayah dan dilaksanakan oleh semua pelaksana kebijakan itu sendiri. 5. Kebijakan dinamis Kebijakan dapat berubah sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal dari organisasi itu, sehingga kebijakan dapat terus berkembang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. 6. Beberapa orang yang menafsirkan dan menerapkan kebijakan itu sendiri Kebijakan yang baik tidak akan bisa berjalan dengan baik jika para pelaksana tidak dapat atau tidak mau menjalankannya. Tidak jarang suatu kebijakan menjadi gagal karena para pelaksananya yang tidak setuju dengan kebijakan itu. Mereka kemudian berusaha untuk merusak kebijakan itu dengan menerapkan dan mempersepsikan kebijakan itu dengan buruk. Jadi, para pelaksana kebijakan ini sangat mempengaruhi kesuksesan dari kebijakan itu sendiri.

21

7. Kebijakan didukung oleh pendidikan Pendidikan ini diperlukan saat pembuatan awal kebijakan, agar isi dari kebijakan yang dibuat dapat dipahami atau dipersepsikan sama oleh semua orang atau pelaksana kebijakan tersebut. 8. Kebijakan dengan waktu terbatas Sesuai dengan karakteristik kebijakan yang dinamis, maka suatu kebijakan

memiliki batasan tertentu. Hal ini bukan berarti kebijakan itu dihapuskan karena dianggap tidak berguna, melainkan kebijakan itu terus diperbarui sehingga kebijakan tersebut dapat menjadi lebih tepat atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Prinsip kebijakan terbagi menjadi dua jenis yang lebih spesifik yaitu prinsip kebijakan publik dan prinsip kebijakan privat. Prinsip kebijakan publik dapat digunakan sebagai pedoman serta batasan untuk pembuatan kebijakan publik yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan anggota organisasi ataupun masyarakat. Prinsip kebijakan privat digunakan untuk basis dalam pembuatan kebijakan privat yang sifatnya internal dalam organisasi. Berikut ini beberapa prinsip kebijakan publik dan privat. Terdapat 17 prinsip kebijakan publik menurut Association of Washington Business (2002), yaitu: 1. Kebijakan publik harus menjaga perkembangan sektor swasta Pada prinsipnya pemerintah harus bisa menjamin bahwa kebijakan publik yang mereka ambil itu tidak membatasi perkembangan dari perusahaan swasta yang ada, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Jadi diharapkan perusahaan 22

swasta yang ada tetap dapat berkembang dengan baik, tidak terganggu oleh kebijakan publik yang sedang berjalan. 2. Kebijakan publik melibatkan rakyat dalam perkembangannya Pada prinsip ini menjelaskan bahwa kebijakan publik yang diambil pemerintah harus atas sepengetahuan rakyat dan harus mau mendengarkan pendapat rakyat sebagai bahan pertimbangan. Pemerintah tidak boleh menjalankan kebijakan yang secara jelas telah ditentang atau tidak disetujui oleh rakyat. 3. Kebijakan publik dilandasi analisis manfaat sosial Prinsip ini menuntut pemerintah lebih mengutamakan pertimbangan mengenai manfaat kebijakan publik tersebut bagi seluruh masyarakat, bukan mengenai biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan kebijakan itu ataupun faktor lainnya. 4. Kebijakan publik bersifat fleksibel Sifat fleksibel yang dimaksud adalah kesediaan pemerintah untuk memberikan pengecualian kepada masyarakat bisnis, apabila dalam pelaksanaan kebijakan itu dapat merugikan masyarakat bisnis. 5. Kebijakan publik harus mencapai tujuan lain dan terukur Kebijakan yang dibuat harus diukur kesuksesannya dengan melakukan evaluasi yang sah. 6. Kebijakan publik harus disertai dengan dokumentasi Kebijakan publik yang telah dilaksanakan oleh pemerintah harus disertai dengan dokumentasi sebagai bukti telah berjalannya kebijakan itu, serta sebagai bukti efektif atau tidaknya kebijakan itu. 23

7. Kebijakan publik harus memberikan insentif berbasis pasar Hal ini diterapkan dengan harapan pengambilan kebijakan oleh pemerintah dapat mencapai hasil yang menguntungkan. 8. Kebijakan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah fungsional Prinsip ini menekankan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang fungsional, serta kebijakan itu harus dilaksanakan dengan cepat dan dapat

mengatasi isu publik. Kebijakan harus dapat menyelesaikan isu publik yang timbul dengan cepat dan efektif. 9. Kebijakan publik jelas dan realistis Kebijakan publik batasan dan hukumnya harus jelas juga dapat dilaksanakan oleh seluruh pelaksana kebijakan termasuk masyarakat. 10. Kebijakan publik disertai hukum yang sederhana Hukum yang sederhana digunakan untuk mencegah adanya duplikasi hukum sebagai landasan dalam penetapan sanksi. Duplikasi hukum dapat menimbulkan kerancuan dalam penetapan sanksi atas penyelewengan atau pelanggaran atas kebijakan yang digunakan. Hal ini akan menyebabkan kebijakan yang telah dibuat menjadi tidak efektif. 11. Kebijakan publik harus konsisten dengan hukum yang ada Kebijakan harus berjalan sesuai dengan hukum yang telah ada, namun kebijakan dapat bersifat fleksibel hanya dalam situasi tertentu. 12. Kebijakan publik harus mendukung inovasi pemerintah Inovasi yang diharapakan dalam prinsip ini adalah inovasi pemerintah dalam meningkatan efisiensi pelayanan publik dengan biaya yang paling hemat. 24

13. Kebijakan publik memprioritaskan efisiensi penggunaan sumber daya publik dan swasta Kebijakan publik dituntut untuk lebih memprioritaskan penggunaan sumber daya publik dan swasta, sehingga manfaat dari sumber daya publik dan swasta yang ada dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat. 14. Kebijakan publik memastikan kedudukan stakeholder komite dan dewan Kebijakan publik memastikan bahwa stakeholder komite dan dewan merupakan perwakilan dari tiap bagian dari organisasi. Kinerja stakeholder komite dan dewan dipengaruhi oleh kebijakan publik yang dibuat dan dipilih oleh organisasi. 15. Kebijakan tepat sanksi Kebijakan harus tepat dalam memberikan sanksi sesuai dengan Undang-Undang yang wajar dari keterbatasan, serta sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. 16. Kebijakan publik membatasi hukuman sipil untuk restitusi ekonomi Kebijakan publik harus dapat menetukan denda tertentu dengan patokan yang jelas dan membatasi sanksi pidana untuk tindakan kriminal. 17. Kebijakan publik disertai waktu yang jelas Kebijakan publik harus memiliki jangka waktu tertentu dan jelas dalam pelaksanaannya, sehingga kebijakan dapat terlihat efektif. Prinsip kebijakan privat dapat digunakan untuk pembuatan kebijakan privat dan meningkatkan kinerja organisasi serta memajukan organisasi. Beberapa prinsip kebijakan privat menurut Queensland Council of Social Service (2006), yaitu:

25

1. Kebijakan sesuai dengan visi dan misi organisasi Pengambilan kebijakan oleh suatu organisasi khususnya perusahaan tertentu harus sesuai dengan visi dan misinya, agar kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan organisasi dan dapat mengontrol kinerja organisasi. 2. Kebijakan yang diambil harus sesuai dengan jenis layanan Setiap organisasi memiliki berbagai macam prinsip kebijakan privat sesuai dengan jenis layanan yang diambil. Hal ini dilakukan agar kebijakan dapat membatu oerganisasi lebih maju. 3. Kebijakan meningkatkan pelayanan Kebijakan yang diambil atau dibuat harus dapat meningkatkan kualitas pelayanan organisasi. 4. Kebijakan berguna bagi pengguna Maksudnya pengguna disini adalah para pihak yang bersangkutan dengan kebijakan itu. Misalnya adalah pengguna jasa, manajer, dan anggota lainnya dalam organisasi tersebut. 5. Kebijakan praktis dan realistis Praktis maksudnya adalah kebijakan yang dibuat haruslah mudah dipahami dan dimengerti oleh para penggunanya. Realistis maksudnya adalah sesuai dengan realita, dapat dilaksanakan oleh penggunanya dan sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya dari organisasi. 6. Kebijakan mudah dibaca Kebijakan ditulis dengan kata yang mudah dibaca bagi semua pengguna. Hal ini berkaitan dengan penulisan serta tampilan dari kebijakan tertulis yang dibuat. 26

Misalnya poster peraturan ataupun kebijakan yang ada di FKM Unair. Tiap kata yang ditampilkan tampak jelas dan mudah dibaca oleh seluruh warga kampus. 7. Kebijakan mudah diakses, dan pengguna dapat membacanya. Misalnya kebijakan yang dibuat oleh FKM Unair yang diletakkan di beberapa tangga dan ada di setiap lantai, sehingga dosen, mahasiswa, dan karyawan dapat membacanya. 8. Kebijakan termasuk dalam semua bidang yang relevan Kebijakan yang dibuat tidak hanya mengatur di satu bidang dalam organisasi saja melainkan seluruh bidang di organisasi itu. 9. Kebijakan menginspirasi pembaca. Maksudnya setelah pengguna mengetahui dan menerapkan kebijakan yang ada di organisasinya, dia akan membawanya sebagai prinsip dalam kehidupan dan menjalankan tugas dari perannya di masyarakat. Jadi, prinsip kebijakan digunakan sebagai patokan dalam pembentukan kebijakan yang baik. Prinsip kebijakan dibagi menjadi dua sesuai dengan penerapan prinsip dalam kebijakan, yaitu: prinsip kebijakan publik, yang digunakan dalam pembentukan kebijakan publik dan prinsip kebijakan privat, yang digunakan dalam pembentukan kebijakan privat.

27

BAB 5 ISU PUBLIK

5.1

Pengertian Isu Publik Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya kita cukup sering mendengar istilah isu publik. Isu publik sering kali menjadi bahan perbincangan atau bahkan perdebatan di berbagai kalangan masyarakat. Bukan hanya kaum wanita, kaum pria pun sering kali memperbincangkan berbagai isu publik yang sedang berkembang di masyarakat. Isu publik ini sering kali tercermin dalam percakapan masyarakat, baik itu ibu rumah tangga, mahasiswa, pengamen jalanan, karyawan suatu perusahaan atau bahkan pemerintah (Presiden, Menteri, dan anggota DPR). Sebelum membahas lebih dalam mengenai isu publik, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu maksud dari kata isu dan publik itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online, publik adalah orang banyak (umum). Dalam referensi yang sama pula, isu diartikan sebagai masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya). Menurut penggabungan kedua kata tersebut, secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa isu publik adalah masalah yang dikedepankan untuk ditanggapi dan berhubungan dengan orang banyak. Secara lebih mendalam, Public issues are matters of widespread concern that grow out of accumulated daily event (Dale and Hahn, 1994). Isu publik adalah masalah yang menjadi perhatian luas yang tumbuh dari akumulasi 28

kejadian sehari-hari. Jadi, apabila masalah tersebut hanya menjadi perhatian bagi suatu kelompok atau dialami suatu individu saja, maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai isu publik melainkan lebih kepada isu privat. Suatu isu privat, yakni masalah individual atau kelompok, dapat berubah menjadi sebuah isu publik apabila masalah atau isu tersebut berpotensi memberikan dampak di sekitarnya. Isu publik ini ditandai dengan perbedaan pandangan oleh individu atau masyarakat mengenai masalah tersebut. Isu publik juga menyangkut ketidaksetujuan mengenai serangkaian aksi yang aktual atau potensial serta perdebatan dalam masyarakat mengenai adanya perbedaan peran, nilai, ide, dan kepentingan. Berikut ini cakupan dari isu publik adalah: a. Pertanian dan lingkungan, b. Ekonomi pembangunan dan pekerja, c. Perawatan kesehatan, d. Resiko remaja, e. Kesehatan pangan dan gizi. Isu publik berawal dari adanya sebuah peristiwa fenomenal yang menjadi perhatian masyarakat banyak. Peristiwa fenomenal ini nantinya akan menimbulkan berbagai macam permasalahan yang ada di kalangan masyarakat. Permasalahan yang ditimbulkan ini merupakan cikal-bakal adanya sebuah isu publik. Berdasarkan hubungan antara ketiganya, dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut : Peristiwa Masalah Isu Publik

Gambar 1. Hubungan peristiwa, masalah dan isu publik 29

Dalam kenyatannya, isu publik memiliki beberapa tingkatan yaitu: isu utama, isu sekunder, isu fungsional, dan isu minor. Isu utama merupakan isu yang ditemui pada tingkat pemerintahan tertinggi. Isu sekunder merupakan isu yang ditemui pada tingkat pelaksanaan program. Isu fungsional merupakan isu yang terletak antara tingkat program proyek, sedangkan isu minor merupakan isu yang ditemukan paling sering pada tingkat proyek. 5.2 Karakteristik Isu Publik Tidak ada segala sesuatu yang sama persis di dunia ini. Sebuah karakteristik yang nantinya akan membedakan benda satu dan lainnya. Suatu karakteristik yang dimiliki isu publik inilah yang membedakan dengan isu lainnya. Karakteristik tersebut adalah: a. Suatu isu publik hendaknya menyangkut suatu organisasi, lembaga, atau kelompok tertentu. Isu publik selalu membicarakan suatu kelompok tertentu, baik kelompok besar maupun kelompok kecil yang melakukan sesuatu yang spektakuler. b. Suatu isu publik biasanya mengakibatkan imbas yang cukup luas cakupannya, yakni berimbas pada banyak kelompok lainnya. Isu publik memiliki ruang lingkup yang luas (masyarakat luas), maka dengan adanya isu publik dapat berakibat pada banyak kelompok secara luas. c. Suatu isu publik dapat berfokus pada satu atau beberapa orang yang signifikan. Seperti yang kita ketahui, isu publik adalah isu yang diperbincangkan oleh masyarakat banyak. Masyarakat mungkin tidak akan memperhatikan suatu isu publik yang belum dikenal olehnya. 30

d. Isu publik memiliki ruang lingkup luas yang senantiasa diperbincangkan oleh masyarakat luas (masyarakat di banyak tingkatan). Isu publik pun disikapi berbeda oleh setiap masyarakat yang berbeda (di setiap tingkatan). Hal itu disebabkan karena masyarakat sendiri terbagi atas banyak tingkatan yang setiap tingkatan memiliki cara pandang yang berbeda. e. Isu publik bisa jadi membawa perubahan dalam perilaku masyarakat luas. Pemerintah tidak akan menanggapi atau mengeluarkan suatu kebijakan jika suatu isu publik tersebut tidak merugikan atau tidak berdampak buruk pada masyarakat. Dapat dikatakan isu publik biasanya, namun tak selalu, ditangani dengan suatu kebijakan publik oleh pemerintah. 5.3 Perbedaan Isu dan Masalah Isu dan masalah jika dipandang secara sekilas memang hampir sama, namun pada hakikatnya kedua hal ini berbeda. Telah dijelaskan sebelumnya mengenai isu, yaitu masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya). Jadi isu ini bersifat serius karena berhubungan dengan harkat hidup orang banyak dan bisa berpengaruh terhadap dinamika kelompok msayarakat. Definisi dari masalah yang dikutip dari ensiklopedia berbahasa Inggris, A problem is an obstacle, impediment, difficulty or challenge, or any situation that invites resolution; the resolution of which is recognized as a solution or contribution toward a known purpose or goal. Maksudnya, masalah adalah suatu hambatan, rintangan, kesulitan, tantangan, atau situasi yang mengandung resolusi. Resolusi yang dimaksud merupakan resolusi yang diakui sebagai solusi atau kontribusi terhadap tujuan 31

dan sasaran yang diketahui. Dapat disimpulkan bahwa masalah adalah ketidaksesuaian antara hal yang diharapkan atau diinginkan dengan kenyataan yang terjadi. Masalah menyiratkan hasil yang diinginkan dengan perbedaan, keraguan, atau ketidakkonsistenan yang jelas, dimana hal tersebut mencegah hasil yang terjadi. Masalah bisa saja terjadi pada individu, sedangkan isu jelas tidak mungkin terjadi pada kehidupan individu melainkan menyangkut kehidupan orang banyak. Dalam masyarakat, masalah bisa merujuk pada bidang sosial tertentu yang jika diselesaikan akan menghasilkan manfaat sosial. Contohnya harmoni antar anggota masyarakat dapat menyebabkan produktivitas meningkat, sebaliknya permusuhan dapat menyebabkan produktivitas menurun dan gangguan dalam masyarakat. Mengenai contoh dari isu, akan dijabarkan dengan jelas pada bahasan selanjutnya, sedangkan contoh dari masalah, misalnya masalah individu (tidak lulus sekolah), masalah keluarga (perceraian orang tua), masalah sosial (kemiskinan, pengangguran), dan sebagainya. 5.4 Hubungan Isu Publik dan Isu Kebijakan Dalam sebuah kebijakan, isu mempunyai cakupan luas dari segala macam persoalan yang ada di masyarakat. Isu kebijakan mengandung ketidaksetujuan masyarakat mengenai aksi potensial yang dilakukan oleh pemerintah. Isu kebijakan juga mengandung perbedaan pandangan mengenai masalah itu sendiri. Hubungan antara isu publik dan isu kebijakan sangat erat kaitannya. Isu publik yang menyebar di masyarakat luas dapat memicu timbulnya perubahan 32

perilaku negatif masyarakat. Hal ini menuntut pemerintah untuk turun tangan dan membahas mengenai kebijakan apa yang seharusnya dirumuskan untuk menanggapi isu publik tersebut. Proses dalam menentukan kebijakan tersebut dapat pula menimbulkan isu baru mengenai kebijakan itu sendiri. Isu mengenai kebijakan ini dapat dimulai sejak suatu kebijakan hanya sebatas wacana hingga perumusan kebijakan tersebut selesai ditetapkan. Dapat pula dikatakan bahwa isu publik merupakan pemicu bagi timbulnya isu kebijakan. Adanya isu kebijakan itu sendiri membantu proses penentuan kebijakan yang diambil. Adanya suatu isu kebijakan membuat semakin banyaknya opini yang muncul dalam menyikapi isu publik tersebut dan pada akhirnya dapat membantu pembuatan kebijakan itu sendiri. Isu kebijakan muncul sebagai tanggapan atas isu publik agar dapat dicapainya suatu kondisi yang diinginkan. 5.5 Contoh Isu Publik Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat dengan mudah menemukan berbagai isu publik yang sedang ramai diperbincangkan. Seperti yang diketahui, cakupan dari isu sangatlah luas yakni meliputi kesehatan, ekonomi, pertanian, sosial, dan lainnya. Adapun contoh dari berbagai isu publik diantaranya adalah sebagai berikut: a. Bahaya bakteri Enterobacter sakazakii dalam susu formula Isu yang kian merebak mengenai terkontaminasinya susu formula yang biasa dikonsumsi bayi dan balita pastinya sangat meresahkan masyarakat, khususnya kaum ibu. Isu tersebut menyebutkan bahwa susu 33

formula yang biasa dikonsumsi oleh bayi dan balita mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Hasil penelitian menyebutkan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan kelumpuhan pada syaraf otak bayi, meningitis, radang usus, dan jika terjangkit 50 persen menyebabkan kematian. Anehnya pemerintah dan pihak peneliti susu formula tersebut tidak mau mempublikasikan, sehingga menyebabkan keprihatinan masyarakat kepada kesehatan bayi dan balitanya. Masyarakat pun dibuat pusing olehnya, dan kini mereka lebih berhati-hati dalam memilih susu yang tidak mangandung bakteri Enterobacter sakazakii. b. Bahaya Negara Islam Indonesia (NII) Isu publik yang juga meresahkan masyarakat sekarang ini adalah bahaya NII. Kelompok ini diduga melakukan penipuan kepada para korbannya dengan kedok agama Islam. Para korban diminta untuk menyumbangkan harta benda yang ia miliki guna kepentingan Negara bentukkannya. Anehnya, meski berkedok agama Islam, negara ini tidak mewajibkan anggotanya untuk menjalankan sholat dengan tepat waktu. Anggota dari negara ini juga diperkenankan untuk membohongi orangtua, demi mengeruk seluruh harta orangtuanya. Akibat dari adanya isu ini, banyak kalangan orangtua yang mengkhawatirkan putra-putrinya yang sedang menuntut ilmu di perantauan direkrut untuk menjadi pengikut kelompok tersebut.

34

c.

Contoh isu publik di bidang kesehatan lainnya: 1. Mahalnya biaya pengobatan rumah sakit, sehingga banyak orang sakit yang terlantar dan bahkan tidak bisa berobat ke rumah sakit. 2. Keselamatan pasien (banyaknya klaim atau tuntutan terhadap pelayanan rumah sakit yang tidak menjamin keselamatan, terjadi malpraktik atau kesalahan tindakan medik) 3. Tidak fleksibilitas pengelolaan keuangan rumah sakit (rumah sakit sebagai badan layanan umum) 4. Keterbatasan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan bermutu (askeskin atau siaga desa) 5. Pembuangan limbah medis yang dilakukan tidak semestinya 6. Belum terbentuk dan berjalannya sistem kesehatan daerah terutama yang terkait dengan regulasi perizinan dan pembiayaan kesehatan 7. Implementasi Undang-Undang praktik kedokteran 8. Regulasi yang terkait dengan desa siaga atau Undang-Undang praktik kedokteran 9. Kurang siapnya Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan bencana dan penyakit epidemi Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa isu publik

merupakan masalah yang menjadi keprihatinan masyarakat secara luas, serta dapat mempengaruhi kehidupan individu atau kelompok dan menjadi suatu bahan pembicaraan yang marak diperbincangkan. Beberapa perbedaan antara masalah dan isu publik diantaranya adalah sebuah masalah belum tentu menjadi isu publik, namun 35

isu publik sudah pasti merupakan sebuah masalah. Isu publik juga berbeda dengan isu kebijakan, tetapi suatu isu publik dapat menjadi awal dari isu kebijakan.

36

BAB 6 SIKLUS KEBIJAKAN (POLICY CYCLE)

Siklus kebijakan (policy cycle) merupakan suatu istilah yang digunakan dalam proses pembuatan kebijakan dan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian proses pembuatan kebijakan yang saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan sehingga membentuk suatu siklus. Siklus ini merupakan tindakan yang diharapkan dapat mengatasi masalah publik. Siklus kebijakan ini juga berfungsi secara sistematis dan analisis dalam mengkaji kebijakan yang sudah ada, dapat digunakan sebagai tolak ukur keefektifan dan keefisienan dari kebijakan yang dilaksanakan. Tahap pada siklus ini saling bergantung dan berurutan satu sama lain, sehingga setiap tahap selalu berkaitan pada tahap lainnya. Menurut Anderson (1984) terdapat empat tahap dalam siklus kebijakan, yaitu: 1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting) Penyusunan agenda (agenda setting) merupakan tahap awal dari siklus kebijakan, sehingga merupakan dasar dari pembentukan kebijakan. Para pejabat yang diangkat dan dipilih adalah orang yang berwenang dalam menempatkan masalah pada agenda kebijakan. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya. Berikut ini proses yang terdapat pada penyusunan agenda:

37

a. Mengidentifikasi masalah Tidak semua masalah publik dapat disusun dalam agenda setting, hanya masalah yang dianggap penting oleh pembuat kebijakan (policymaker) yang akan masuk dalam agenda kebijakan. Jadi, ada masalah yang sama sekali tidak dihiraukan, ada yang ditunda untuk beberapa waktu, dan ada yang langsung masuk dalam agenda kebijakan b. Merumuskan masalah Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebabnya, memetakan tujuan yang

memungkinkan, memadukan pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang kebijakan yang baru (Dunn, 1994). Jadi, setelah masalah diidentifikasi, kemudian mereka akan mendalami masalah dan sejarahnya. 2. Perumusan Kebijakan (Policy Formulation) Perumusan kebijakan (policy formulation) dilakukan setelah tahap agenda setting berakhir. Perumusan dan pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan kewenangan dari pembuat kebijakan (policymaker). Berikut ini proses yang dilakukan pada tahap permusan kebijakan, yaitu: a. Mengusulkan alternatif kebijakan Alternatif kebijakan dilakukan setelah mengetahui masalah yang terjadi di masyarakat. Pembuat kebijakan (policymaker) bertugas

mengusulkan alternatif kebijakan kepada penentu kebijakan. Tidak semua usulan kebijakan bisa menjadi kebijakan karena usulan tersebut akan didiskusikan terlebih dahulu sebelum kebijakan diputuskan. 38

b. Mendiskusikan kebijakan Langkah ini dilakukan setelah adanya usulan kebijakan dari pembuat kebijakan (policymaker). Biasanya terjadi perdebatan dalam mendiskusikan kebijakan, agar menjadi suatu kebijakan yang baik. c. Mengadopsi kebijakan Setelah semua anggota menyetujui usulan kebijakan, selanjutnya dilakukan adopsi kebijakan. Adopsi kebijakan dilakukan melalui dukungan terbanyak suatu alternatif kebijakan oleh penentu kebijakan. Adopsi kebijakan dapat diputuskan secara resmi maupun secara hukum. 3. Implementasi Kebijakan (Implementation) Setelah tahap perumusan kebijakan (formulation policy) berakhir dilanjutkan dengan tahap implementasi kebijakan. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan tergantung dari tahap implementasi, perencanaan yang baik belum tentu menjamin implementasi yang baik pula. Tahap ini penting dalam proses kebijakan, karena tanpa implementasi kebijakan itu tidak mempunyai dampak apapun. Unit administrasi dan lembaga yang diberi tanggung jawab pelaksanaanlah yang berperan dalam melaksanakan kebijakan. Pada proses implementasi ini terdapat beberapa proses, yaitu: a. Pelaksanaan kebijakan Suatu kebijakan harus dilaksanakan dengan baik agar kebijakannya mempunyai dampak atau efek. Sering kali ketidaksungguhan dan tidak konsistensinya pelaksanaan kebijakan yang sering menyebabkan kegagalan dari kebijakan tersebut. 39

b. Penegakan kebijakan Kebijakan tidak cukup hanya dilaksanakan, namun perlu adanya penegakan agar menjadi kebijakan yang efektif dan efisien. Penegakan ini dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaanya. 4. Review Tahap ini bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan melainkan tahap berkahirnya kebijakan atau mendesain ulang kebijakan agar berkhir dengan baik. Review dilakukan untuk menentukan kebijakan itu bekerja atau tidak, melihat tujuan yang diinginkan tercapai atau tidak, serta untuk mengetahui keefektifan kebijakan dalam menangani masalah yang ada. Melalui tahap ini diharapkan upaya perbaikan kebijakan selalu dilakukan. Berikut ini langkah dalam yang dilakukan dalam proses review: a. Evaluasi kebijakan Evaluasi kebijakan dilakukan untuk menentukan kebijakan tersebut tetap dilanjutkan karena tujuan yang diinginkan tercapai, merubah atau memperbaiki kebijakan yang ada karena tujuan yang diinginkan kurang maksimal, dan bahkan menghentikan kebijakan karena tujuan yang diinginkan sama sekali tidak tercapai (gagal).

40

Gambar 2. Siklus Kebijakan (policy cycle) Dapat disimpulkan bahwa siklus kebijakan sangat penting dan erat kaitannya dengan kebijakan. Siklus kebijakan mempunyai beberapa tahap yang semuanya sama-sama penting dalam proses pembuatan kebijakan dan akan selalu berputar. Bila siklus ini dijalankan dengan baik maka akan membentuk sebuah kebijakan yang baik pula. Proses ini diharapkan dapat mengatasai bahkan mencegah masalah yang ada.

41

BAB 7 PENDEKATAN KEBIJAKAN

Pendekatan kebijakan adalah peningkatan analisis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi masyarakat. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji seberapa besar setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan kebijakan serta mempengaruhi dampak kebijakan. Berikut ini akan dijabarkan beberapa pendekatan kebijakan antara lain: 1. Pendekatan Institusional Pendekatan ini merupakan model tradisional, karena lebih menekankan pada struktur organisasi pemerintahan (institusional). Artinya suatu kebijakan diputuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah, sehingga hanya lembaga pememerintahan yang berpengaruh dalam pembuatan kebijakan di model ini. Pada model ini secara langsung masyarakat harus patuh pada kebijakan karena berkekuatan hukum dan sifatnya memaksa. Pendekatan ini sering digunakan pada tahap perumusan (formulation) dan pelaksanaan (implementation) dari siklus kebijakan (policy cycle). 2. Pendekatan Elit-Massa Pendekatan ini dipengaruhi oleh kelompok elit (kelompok kecil yang sangat dominan dan selalu mangatur). Dalam pendekatan ini ada dua lapisan yaitu kelompok elit (atas) yang selalu mengatur dan kelompok massa (bawah) yang selalu diatur. Pendekatan ini didominasi oleh kepentingan yang menguntungkan kelompok elit. 42

Kelompok elit mempertahankan status quonya agar kepentingan dan situasi mereka tidak terganggu. Pada kelompok massa sendiri, mereka tidak dapat mempengaruhi kebijakan tersebut. Jadi, kebijakan ada untuk mengatur masyarakat merupakan keinginan kelompok elit untuk mempertahankan status quonya. 3. Pendekatan Inkrementalisme Pendekatan inkrementalis ini muncul karena adanya kritik dari pendekatan rasional. Pembentukan kebijakan pada model ini merupakan kesinambungan dari kebijakan sebelumnya, karena pembuat kebijakan takut akan dampak yang dihasilkan bila membuat kebijakan yang belum pernah dibuat. Tidak hanya itu, adanya hasil program kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan, serta untuk menghindari konflik pada saat proses diskusi dalam menentukan kebijakan. Sifat dari pendekatan inkrementalis yang berkesinambungan maka, pada model ini tidak ada satu keputusan atau keputusan yang benar dalam satu masalah. Pendekatan ini dapat dipakai ketika pembuat kebijakan memiliki keterbatasan waktu. Kelemahan pada model ini adalah sering meningkatkan dan meneruskan program sebelumnya yang tidak lagi mengatasi masalah publik yang sudah mengalami perubahan. Pendekatan ini sering diterapkan pada tahap perumusan kebijakan (policy formulation) di siklus kebijakan. 4. Pendekatan Kelompok Pendekatan model ini merupakan hasil dari usaha perjuangan kelompok yang berkepentingan di masyarakat. Dalam pembuatan kebijakan ini, beberapa kelompok berkepentingan tersebut berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk 43

dari kebijakan. Besar kecilnya pengaruh kelompok tergantung dari jumlah anggota, harta kekayaan, kekuatan, dan kebaikan organisasi, kepemimpinan, hubungan yang erat dengan pembuat keputusan, kohesi intern anggota, dan lainya. Untuk menanggapi tuntutan dari kelompok, pembuat kebijakan melakukan upaya dengan cara bargaining, negosiasi dan kompromi. Pendekatan ini menekankan pada keseimbangan dalam kelompok, maksudnnya seimbang antara kepentingan kelompok yang satu dengan kepentingan kelompok yang lain. Pendekatan kelompok pada siklus kebijakan (policy cycle) lebih sering diterapkan pada tahap perumusan kebijakan (formulation policy). 5. Pendekatan Sistem Pendekatan ini menggambarkan model pembentukan kebijakan sebagai hasil dari interaksi yang terjadi anatara lingkungan (environment) dan pembuat kebijakan (policymaker) dalam suatu proses yang dinamis. Pendekatan ini menekankan pada tiga komponen utama, yaitu input, proses, dan output. Ouput yang dimaksud dalam pendekatan ini merupakan kebijakan publik. Hasil dari keputusan akan mempengaruhi lingkungan yang selanjutnya akan mempengaruhi bentuk tuntutan (demands) dan dukungan ( support) dari masyarakat karena masukan diterima oleh sistem politik dalam demands dan supports. Kelemahan dari pendekatan model ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

44

The Intra-Societal I Environment N Demand P The ExtraSocietal Environment U Support T S

A U T H Information O Feedback R Conversation I T Output of demand into H I output E Information S Feedback The Political System

Feedback Intra-societal environment: Sistem ekologis Sistem biologis Sistem personalitas Sistem sosial Extra-societal environment: Sistem politik internasional Sistem ekologi internasional Sistem sosial internasional

Gambar 3. Model Kotak Hitam Eastonian (Parsons, 2001) 6. Pendekatan Rasional Pendekatan ini menekankan pada keuntungan sosial maksudnya memberikan keuntungan bagi kepentingan masyarakat. Pada model ini pengambilan keputusan dengan cara memilih pilihan alternatif yang paling efisien dari pencapaian tujuannya. Asumsi yang digunakan model ini bahwa pembuat keputusan akan membuat perbandingan alternatif berdasarkan biaya dan keuntungan secara tepat serta preferensi masyarakat pun harus diketahui dan dinilai. Perkembangan nilai pada masyarakat yang tidak terdeteksi

45

menyebabkan para pembuat keputusan sulit untuk menentukan arah kebijakan yang dibuat. Dalam memilih kebijakan rasional, pembuat kebijakan harus: a. Mengetahui semua keinginan masyarakat b. Mengetahui semua alternatif yang tersedia c. Mengetahui semua konsekuensi alternatif d. Menghitung rasio pencapaian nilai sosial pada setiap alternatif e. Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien Kebijakan yang dibuat berdasarkan pendekatan rasional ini dapat mengalami kegagalan. Kegagalan dari kebijakan model rasional ini antara lain dikarenakan: a. Tidak semua nilai yang diinginkan masyarakat telah dikenalkan dengan lengkap. b. Belum tentu alternatif tindakan yang paling efektif sudah dilaksanakan dengan baik. c. Belum tentu dampak atau akibat dari penerapan kebijakan telah diantisipasi dengan baik. d. Belum tentu pengorbanan yang dilakukan masyarakat atas kebijakan itu telah diperhitungkan dengan baik. e. Belum tentu dilakukannya pegkajian terhadap alternatif kebijakan yang dinilai paling baik. Contohnya kebijakan melarang tukang becak untuk beroperasi di gang Jakarta. Kebijakan tersebut dibuat untuk menertibkan kota Jakarta agar tertata dan indah. Namun bagaimana dengan keadaan ekonomi tukang becak dan 46

keluarganya dengan masyarakat yang membutuhkan jasa mereka akhirnya akan mengalami kesulitan yang kompleks. Maka kebijakan tersebut tidak rasional. Pendekatan rasional ini dianggap cukup problematis dalam hal memilih orang yang berhak memutuskan suatu kebijakan bersifat rasional atau tidak. 7. Pendekatan Proses Pendekatan ini menunjukkan bahwa terciptanya kebijakan karena adanya aktivitas politik. Aktivitas itu meliputi identifikasi masalah, perumusan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Pendekatan ini menekankan pada proses pembuatan kebijakan bukan isi dan bentuk dari kebijakan. Proses dalam pembentukan kebijakan nantinya akan mempengaruhi isi dari kebijakan itu. 8. Pendekatan Empiris (deskriptif) Pendekatan ini ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pertanyaan utama pada model ini bersifat faktual dan macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif. Analisis misalnya, dapat mendeskripsikan, menjelaskan, atau meramalkan pengeluaran publik untuk kesehatan, pendidikan, atau jalan raya. Pendekatan ini sering diterapkan pada tahap penyusunan agenda (agenda setting) pada siklus kebijakan. 9. Pendekatan Valuatif Pendekatan ini terutama ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan. Model ini besarnya nilai dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Sebagai contoh, setelah memberikan informasi deskriptif mengenai berbagai macam kebijakan perpajakan, analis dapat mengevaluasi 47

berbagai cara yang berbeda dalam mendistribusikan beban pajak menurut konsekuensi etis dan moral mereka. Pendekatan valuatif diterapkan pada tahap review dalam siklus kebijakan. 10. Pendekatan Normatif Pendekatan ini ditekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik. Dalam kasus ini pertanyaannya berkenaan dengan tindakan dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat preskriptif. Sebagai contoh, kebijakan jaminan pendapatan minimum tahunan dapat direkomendasikan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Pendekatan ini sering diterapkan pada tahap perumusan kebijakan (policy formulation) di siklus kebijakan. Jadi, dalam pembuatan kebijakan ada beberapa pendekatan kebijakan dan pendekatan itu dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi masyarakat. Pendekatan kebijakan itu antara lain pendekatan institusional, pendekatan elit-massa, pendekatan incrementalisme, pendekatan sistem, pendekatan rasional, pendekatan proses, pendekatan empiris, pendekatan valuatif, dan pendekatan normatif. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji seberapa besar tahap perencanaan, pelaksanaan, dan review kebijakan mempengaruhi dampak kebijakan.

48

CONCLUSION

The policy is written in the form of decision rules organizations, groups, communities, and government that has three different levels, the level of the policy include macro, meso, and micro. Include macro policies that apply universally or comprehensively, while the meso is a policy in effect on the local or district level, and micro applies at the sectoral level and the organization. The main role of policy is to regulate all areas of both public and private life, beside that, the policy becomes the problem-solving tools and stabilization of society and has a regulatory nature, distribution, protection, and redistribution. To be a good policy is needed as a benchmark policy principles. Policymaking is done through a policy cycle with respect to the existing public issue. Public issue is a matter of concern in society, can affect their lives, and its a topic of the conversation. In reviewing the planning and implementation of policies used an approach to policy could affect the impact of the policy.

49

DAFTAR PUSTAKA Anderson, JE., Brady, DW., Bullock III, CS., and Stewart JR, J., 1984. Public Policy and Politics in America. 2nd ed. California: Wadsworth. Association of Washington Business, 2002. Public Policy Principles. [online] (update 27 September 2002) Available at:, <http://www.washingtonbusinessvotes.com/publicpolicyprinciples/th:%2020 02> [Accessed 9 May 2011]. Birkland, TA., 2010. An Introduction to the Policy Process: Theories, Concepts, and Models of Public Policy Making. 3rd ed. Northridge: California State University Press. Dale, DD. and Hahn, AJ., eds. 1994. Public Issues Education : Increasing Competence in Resolving Public Issues. [pdf] Wisconsin: University of Wisconsin-Extension Press. Available at: <http://learningstore.uwex.edu/assets/pdfs/G3629.pdf> [Accessed 4 May 2011] . Departemen Pendidikan, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. [online] Indonesia: Departemen Pendidikan. Available at: <http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php> [Accessed 3 May 2011]. Dunn, WN., 1994. Public Policy Analysis : An Introduction. 2nd ed. New Jersey: Prentice-Hall, A Simon and Schuster. Freegard, H., 2006. Ethnical Practice for Health Professional. [e-book] Victoria: National Library of Australia. Available at: <http://books.google.co.id/books?id=gJQUII_DIG0C&pg=PA149&dq=good +policy&hl=id&ei=irATZLEJoP5rQea16TnAw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&v ed=0CEkQ6AEwBQ#v=onepage&q=good%20policy&f=false> [Accessed 2 May 2011]. Goliath Business Knowledge on Demand, 2007. Policy Characteristics, Patterns of Politics, and the Minimum Wage: Toward a Typology of Redistributive Policies. (Policy Studies Journal Publication) [online] (update 1 August 2007) Available at: <http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_01997190630/Policy-characteristics-patterns-of-politics.html> [Accessed 5 May 2011]. Johnson, BL., 2007. Environmental Policy and Public Health. United States: Taylor and Francis Group.

50

Jones, CO., 1984. An Introduction to the Study of Public Policy. 3rd ed. Monterey: Brooks and Cole. Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 11 Tahun 2004 tentang Pengendalian Merokok di Tempat Kerja di Lingkungan Pemerintahan. [pdf] Available at: <http://www.jakarta.go.id/v70/direktorihukum/public/download/kepgub_no_ 11_tahun_2004__PENGENDALIAN_MEROKOK_DI_TEMPAT_KERJA_DI_LINGKUNG AN_PEMERINTAH_%28u%291.pdf> [Accessed 9 May 2011]. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MenKes/SK/XI/2007 tentang Kelompok Kerja Penaggulangan HIV/AIDS Departemen Kesehatan. [pdf] Available at: <http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes11971107.pdf> [Accessed 9 May 2011]. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 125/MenKes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat 2008. [pdf] Available at: <http://www.ppjk.depkes.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_ view&gid=11&Itemid=32> (Accessed 9 May 2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 658/MenKes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Penilaian Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas. [pdf] Available at: <http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_penilaian_edited.pdf> [Accessed 9 May 2011]. Parsons, W., 2001. Public Policy : An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis. London: Edward Elgar. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. [pdf] Available at: <http://www.surabaya-ehealth.org/files/myfile/pd-2008-05.pdf> (Accessed 9 May 2011) Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. [pdf] Available at: <http://bplhd.jakarta.go.id/filing/pergub%2088%20thn%202010%20ttg%20k dm.pdf> [Accessed 9 May 2011].

51

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MenKes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. [pdf] Available at: < http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%201464 %20thn%20ttg%20Izin%20dan%20Penyelenggaraan%20Praktik%20Bidan.p df /> [Accessed 9 May 2011]. Persson, B., 2008. The Development of a New Swedish Innovation Policy A Historical Institutional Approach. [pdf] Lund University : Circle. Available at: <http://www.lu.se/upload/CIRCLE/workingpapers/200802_Persson.pdf> [Accessed 5 May 2011]. Queensland Council of Social Service, 2006. What is a Good Policy? Some Processes to Consider when Adopting and Adapting Policies and Procedures for Your Organization. [online] (update February 2006) Available at: <http://www.qcoss.org.au/upload/4845__What%20is%20a%20Good%20Pol icy_v5_170408.pdf> [Accessed 3 May 2011]. Rasmussen, E., 2006. Some Comments on the Concept of the Political System. [pdf] University of Aarhus. Available at: <http://img.kb.dk/tidsskriftdk/pdf/spso/spso_0005PDF/spso_0005_95932.pdf> [Accessed 6 May 2011]. Smith, BL., 2003. Public Policy and Public Participation Engaging Citizens and Community in the Development of Public Policy. [pdf] Available at: <http://www.phacaspc.gc.ca/canada/regions/atlantic/pdf/pub_policy_partic_e.pdf> [Accessed 10 April 2011]. Stewart Jr, J. Hedge, DM. and Lester, JP., 2008. Public Policy : An Evolutionary Approach. 3rd ed. [pdf] Boston: Michael Rosenberg. Available at: <http://www.cengagebrain.com/shop/content/stewart74947_0534574947_02. 01_chapter01.pdf> [Accessed 7 May 2011]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. [pdf] Available at: <http://infopublik.depkominfo.go.id/download.php?f=f3328cd74df83d28f6c 918e691e6b14f.pdf> [Accessed 9 May 2010]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. [pdf] Available at: < http://www.kksp.or.id/id/files/UU_No23_2004_Pengahapusan_Kekerasan_D alam_Rumah_Tangga.pdf> (Accessed 9 May 2011)

52

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.[pdf] Available at: <http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daera h.pdf> (Accessed 9 May 2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. [pdf] Available at: <http://www.depkes.go.id/h1n1/download/UU%20No%204-1984.pdf> (Accessed 9 May 2011)

53

54

55

56

57

58

59

You might also like