You are on page 1of 3

Pendekatan diagnosis: 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3.

Pemeriksaan laboratorium: Hitung darah lengkap Apusan darah tepi Pemeriksaan koagulasi Kadar fibrinogen Kimia darah Golongan darah ABO dan Rh Penentuan HLA 4. Foto toraks atau CT 5. Pungsi lumbal 6. Aspisrasi dan biopsi sumsum tulang: pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik, analisis imunofenotip, analisis molekuler BCR-ABL Tahap-tahap diagnosis leukemia akut: 1. Klinis Adanya gejala gagal sumsum tulang: anemia, perdarahan, dan infeksi, sering disertai gejala hiperkatabolik Sering dijumpai organomegali: limfadenopati, hepatomegali, atau splenomegali 2. Darah tepi dan sumsum tulang Blast dalam darah tepi > 5% Blast dalam sumsum tulang > 30% Dari kesua pemeriksaan di atas kita dapat membuat diagnosis klinis leukemia akut. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis leukemia akut yang dihadapi 3. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi FAB. Jika terdapat fasilitas, lakukan: Immunophenotyping Pemeriksaan sitogenetika (kromosom) Gambaran laboratorium Hitung darah lengkap: Leukosit n//, hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% kasus Anemia normokromik-normositer (berat dan timbul cepat) dan trombositopenia (1/3 pasien mempunyai hitung leukosit < 25.000/mm3) Apusan darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, eritroblast, atau megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang disertai dengan hipo atau agranular. Aspirasi dan biopsi tulang Hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak Lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa Tampak monoton oleh sel blast Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry) Sitogenetik

Biologi molekuler Pemeriksaan lain Klasifikasi FAB L1 Small cells with homogeneous chromatin, regular nuclear shape, small or absent nucleolus, and scanty cytoplasm; subtype represents 25-30% of adult cases L2 Large and heterogeneous cells, heterogeneous chromatin, irregular nuclear shape, and nucleolus often large; subtype represents 70% of cases (most common) L3 Large and homogeneous cells with multiple nucleoli, moderate deep blue cytoplasm, and cytoplasmic vacuolization that often overlies the nucleus (most prominent feature); subtype represents 1-2% of adult cases

F. Penatalaksanaan Tahapan terapi LLA: 1. Terapi induksi remisi Tujuan: eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal Terapi ini biasanya terdiri dari prednison, vinkristin, dan antrasiklin (pada umumnya daunorubistin) dan juga L-asparginase 2. Terapi intensifikasi atau konsolidasi Tujuan: eliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat. 3. Profilaksis SSP Profilaksis SSP sangat penting pada pasien LLA. Sekitar 50 75% pasien LLA yang tidak

mendapat terapi ini akan mengalami relaps pada SSP Terdiri dari kombinasi kemoterapi intrarektal, radiasi kranial, dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavalibilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi. 4. Pemeliharaan jangka panjang Terapi ini tersiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2 3 tahun G. Prognosis Kebanyakan pasien LLA dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15 20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya. Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30% faktor prognostik uantuk lamanya remisi LLA dewasa

You might also like