You are on page 1of 39

Laporan Kasus

INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)


Pembimbing : Dr. Pandji Setiawan, Sp.OG Penyusun : Ines Marianne Santoso 030.06.127

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Periode 21 November 2011-28 Januari 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan anugerah-Nya case report berjudul IUFD ini dapat diselesaikan. Adapun maksud penyusunan case report ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang periode 5 November 2012- 12 Januari 2013. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Iman, Sp.OG selaku kepala SMF di bidang Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan di RSUD Soreang. 2. Dr. Adityo J, Sp.OG selaku pembimbing dalam pembuatan case report ini. 3. Para konsulen, dokter, paramedis dan seluruh staf di SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan 4. Serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan case report maupun membimbing serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian case report ini tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan case report ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk menyempurnakan case report ini. Akhir kata semoga case report ini berguna baik bagi saya sendiri, rekan-rekan di tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, serta semua pihak yang membutuhkan. Soreang, November 2012

Penyusun

i
2

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....i Daftar Isi..ii BAB I Pendahuluan.....1

BAB II Ikhtisar Kasus ..................3 BAB III Analisa Kasus.....23 BAB IV Tinjauan Kepustakaan .......33 BAB V Penutup...35 - Kesimpulan...................35 - Saran.35 Daftar Pustaka37

BAB I PENDAHULUAN
Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang.
1,2

. Kematian janin dapat terjadi

antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5 WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih.
3

Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death

dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu. Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan. Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi. Diagnosis dini dalam kasus kematian janin adalah melalui pemantauan kesejahteraan janin serta pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) yang teratur. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra uterin.

Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan per vaginam dan persalinan per abdominam ( Sectio Caesaria ). Pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) sangat berperan penting dalam upaya pencegahan kematian janin dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka kematian janin. Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari faktor risiko, etiologi hingga upaya penatalaksanaannya.

BAB II IKHTISAR KASUS


A. IDENTITAS Istri Nama Umur Suku / Bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Ny. A 24 thn Sunda Islam SMP IRT Kp Mekar Madani 1/25 Margamukti, Kab. Bandung Masuk RSUD 06 November 2012 Suami Tn. U 30 th Sunda Islam SMP Karyawan Kp Mekar Madani 1/25 Margamukti, Kab. Bandung -

B. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan tanggal 06 November 2012 pukul 12.30 WIB 1. Keluhan Utama : Gerakan janin sudah tidak terasa sejak 4 hari SMRS. 2. Keluhan tambahan : (-) 3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien G2P1A0datang dengan keluhan gerakan janin sudah tidak terasa sejak 4 hari SMRS. Pada sore tanggal 05/11/2012, os melakukan ANC di bidan, dikatakan bunyi jantung janin sudah tidak ada lagi kemudian os disarankan untuk USG di Rumah Sakit. Pasien menyangkal adanya mules-mules, keluar lendir darah dan keluar air-air dari kemaluan. Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat minum alkohol dan merokok juga disangkal pasien, riwayat memelihara binatang peliharaan disangkal, riwayat makan makanan setengah matang / panggang disangkal, riwayat keputihan
6

disangkal, Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal. Pasien menyangkal meminum obat obatan selain yang diberikan oleh bidan serta jamu jamuan selama hamil. 4. Riwayat pemeriksaan kehamilan Pemeriksaan selama kehamilan (ANC) rutin kira-kira satu kali per bulan dilakukan di Puskemas Lubuk Baja. Dari hasil USG terakhir dinyatakan janin sudah meninggal. 5. Riwayat menstruasi Haid pertama kali pada umur 12 thn, lama 5-7 hari, siklus haid 28 hari, teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir, 10 Juli 2011. Haid terakhir selama 5-7 hari banyaknya 2-3 pembalut, tidak nyeri. HPHT = 4 Maret 2012 TP = 11 Desember 2012 6. Riwayat menikah Pasien mengaku menikah satu kali, pada bulan Januari tahun 2008. 7. Riwayat kehamilan dan persalinan a. 4 tahun, laki-laki, BBL: 3500 gr, Persalinan Normal, oleh paraji, Hidup b. Hamil ini 8. Riwayat KB Kontrasepsi pil selama 1 tahun, kemudian berhenti karena ingin punya anak 9. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis disangkal. Riwayat asthma, dan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal. Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Belum pernah mendapat tindakan operasi sebelumnya. 10. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan di keluarga disangkal, riwayat asthma di keluarga disangkal. Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga disangkal.
7

11. Riwayat Kebiasaan Pasien tidak merokok. Kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obatobatan tertentu disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Tampak sakit sedang : Compos mentis : TD N RR : 130 / 80 mmHg : 80 x / menit : 20 x / menit

Suhu : 36 C Kepala Mata : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra -/THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak hiperemis, T1 T1 Leher Thorax : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar. : Mammae : Simetris, membesar, areola mammae hiperpigmentasi Pulmo Cor : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : Lihat status obstetri

Abdomen

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-) 2. Status obstetrikus Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+), luka bekas SC (-) Palpasi : : TFU 25 cm, teraba satu bagian besar,bulat, tidak melenting
8

Leopold I

Leopold II

: Kanan : teraba bagian keras melebar seperti papan Kiri : teraba bagian bagian kecil janin

Leopold III Leopold IV His : (-)

: Teraba satu bagian besar, keras, kepala : 5/5, kepala belum masuk PAP

Auskultasi

: DJJ (-)

Kesan

: TFU 25 cm tidak sesuai dengan hamil 34 - 35 minggu, presentasi kepala, pu-ka, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati.

3. Anogenital Inspeksi : vulva : hematome (-), oedema (-), varises (-), hiperemis (-) Uretra : muara (+), hematome (-), oedema (-), Vaginal Tousche : pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, arah posterior, ketuban (+), kepala stasion 0 Taksiran berat janin : (25 cm 13) x 155 = 1860 gram Pelvik Score : - dilatasi serviks 1-2 cm (skor 1) - portio 31 50 % (skor 1) - kepala bayi - 3 (skor 0) - konsistensi serviks lunak (skor 2) - posisi posterior (skor 0) Total : 4 (<5) D. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium Hematologi Pemeriksaaan Hb Ht Leukosit Trombosit Hasil 11,8g/dL 35,2 % 7.400 /uL 250.000/ uL : Fungsi Hepar dan Ginjal Pemeriksaan SGOT SGPT hasil 22 U/L 10 U/L

b. USG 6 November 2012 Tampak janin tunggal, intra uterin, gerakan janin (-), gerakan jantung janin (-), Spalding Sign (+), FL 63 mm, plasenta corpus depan, meluas ke bawah, ketuban sedikit. Kesan : Hamil 34-35 minggu dengan IUFD RESUME Pasien, ibu hamil, 24 tahun, G2P1A0 Hamil 34 - 35 minggu, gerak janin (-) sejak 4 hari SMRS, mules (-), keluar air-air (-), lendir (-), , DJJ (-), ANC teratur di puskesmas , USG (+) HPHT TP : 04 / 03 / 2012 : 11 / 12/ 2012

1. STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Sakit sedang : Compos mentis : TD N RR : 130 / 80 mmHg : 80 x / menit : 20 x / menit

Suhu : 36 C 2. STATUS OBSTETRIK Kesan : TFU 25 cm tidak sesuai dengan hamil 34 - 35 minggu, presentasi kepala, pu-ka, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati. ANOGENITAL Vaginal Tousche : pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, arah posterior,

ketuban (+), kepala stasion 0 Taksiran berat janin : (25 cm 13) x 155 = 1860 gram Pelvik Score : 4 (<5) Laboratorium : lab darah dalam batas normal. Hb Ht 11,8g/dL 35,2 %
10

USG : Kesan : hamil 34 - 35 minggu, IUFD

E. DIAGNOSIS G2P1A0 gravida 34- 35 minggu, + IUFD.

F. PENATALAKSANAAN Observasi kemajuan persalinan dan His Pematangan serviks misoprostol tablet pervaginam dan dilanjut dengan induksi persalinan Rencana partus pervaginam Terapi: - IVFD Dextrose 5% + oksitosin 5 IU drip 20 tetes/menit

G. PROGNOSIS Ibu : Ad vitam: Bonam Ad functionam: Dubia ad Bonam Ad sanationam: Dubia ad bonam Janin : malam

Follow up Tanggal S O Ku / Kes : TTS / CM St. Generalis : T : 140 / 80 mmHg N : 100 x/mnt S : 36,7 P : 24 x/mnt St. Obstetri : DJJ : (-) His : (-) A G2P1A0 H. 34 - 35 minggu, dengan IUFD P - Observasi TTV - Observasi TTI - Misoprostol tab vaginal supp (2x) - Pro partus Pervaginam

6/11/201 Mules (+), nyeri 2 perut bagian 18.00 bawah gerak janin (-)

11

Tanggal 7/11/2012 08.00

S Nyeri perut bagian bawah (+)

O Ku / kes : TSS / CM St. Generalis : T : 150 / 90 N : 96 x/mnt S : 36,2 C P : 22 x/mnt St. Puerperalis : Abdo: Perut tampak datar, TFU 2 JBP, NT (-) Tympani, NK(-) BU (+) 3x/menit Genital: fluksus (+) 2x ganti pembalut

A P2A0 Post partus pervaginam dengan IUFD

P - cefadroxil 2 x 500 mg -- Asam mefenamat 3x500mg

Lahir bayi pada tanggal 7 november 2012 pada pk 3.50 Janin tunggal, dengan BBL 1600 gram, PBL 45cm. Plasenta lahir lengkap.

12

BAB III ANALISA KASUS


Pada kasus ini dengan diagnosa kematian janin intrauterin atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD). Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death (IUFD) ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur. Dari anamnesis, pasien ini melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) secara rutin kira-kira satu kali per bulan. Namun, pemeriksaan kehamilan ini tidak sesuai dengan prosedur frekuensi kunjungan antenatal care, yaitu : Usia kehamilan 28 minggu : 1x / 4 minggu 28 36 minggu 36 minggu persalinan : 1x / 2 minggu : 1x/ 1 minggu

Pasien dengan G2P1A0 Hamil 34-35 minggu dirujuk dari klinik dengan kecurigaan IUFD karena gerakan janin tidak dirasakan ibu 4 hari SMRS. Keadaan ini sesuai dengan salah satu dasar diagnosis IUFD yang bersifat subjektif. Pasien menyangkal merasa mules, keluar lendir darah dari kemaluannya, hal ini menjelaskan bahwa pada pasien ini belum ada tanda tanda inpartu. Tanda-tanda inpartu ialah mules-mules (his) yang teratur, bloody show (lendir darah), serta pembukaan dan penipisan serviks. Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda kehamilan pada pasien ini sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan ditemukan dalam kasus ini mengingat kematian janin baru berlangsung 4 hari sebelum ke rumah sakit. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya kematian janin intra uterin. Janin IUFD, letak memanjang dengan presentasi kepala, kepala janin di stasion 0. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan pemeriksaan darah dan urine dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Pada pemeriksaan USG, didapatkan kesan janin IUFD, disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan DJJ (-), sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.
13

Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Namun, pada pasien ini faktor maternal dapat kita coba singkirkan, berdasarkan anamnesis pasien tidak ada riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus ataupun Hipertensi yang sering menyebabkan IUFD. Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama. Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Anomali kromosom biasanya terjadi pada ibu dengan usia diatas 40 tahun, dan dibutuhkan analisa kromosom. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama. Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan aterm dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Pada kasus ini persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, sehingga perlu pematangkan serviks dengan misoprostol. Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa ibu Tindakan induksi dengan penggunakan prostaglandin sintetis ini menurut kepustakaan sangat efektif dalam memacu pematangan servik dan menginduksi persalinan. ACOG sendiri merekomendasikan penggunaan misoprostol intravaginal pada dosis 25 mikrogram atau tablet (100 mg). Aplikasi ini dapat menekan kebutuhan oksitosin, mencapai persalinan pervaginam lebih cepat dalam waktu 24 jam setelah induksi dan menekan interval induksi persalinan. Seterusnya pasien ini dilakukan amniotomi setelah adanya kenaikan pembukaan servik dengan misoprostol. Hasil amniotomi didapatkan ketuban keruh. Selain induksi, augmentasi juga diaplikasikan pada pasien ini. Augmentasi diberikan dengan harapan akan terbentuknya HIS yang adekuat. Diberikan drip oksitosin 5 IU dalam satu kolf Dextrose 5% sebanyak 20 tetes / menit. Tujuan dari pemberian ini adalah untuk mempengaruhi aktivitas uterus yang cukup untuk

14

memicu perubahan servikal dan penurunan janin dan menghindari hiperstimulasi uterus dan status gawat janin. Setelah pembukaan lengkap dan ibu sudah menunjukkan tanda tanda persalinan kala II. Diakukan pimpinan persalinan kala II, akhirnya pasien selamat melahirkan secara pervaginam tanggal 7 november 2012 jam 03:50. Bayi lahir spontan LBK. Bayi lahir dengan berat badan 1600 g, panjang badan 43 cm, anus (+), jantina perempuan, APGAR skor 0/0, didapatkan maserasi grade II yang menunjukkan bahwa waktu kematian antara 2 -7 hari, ditandai dengan adanya bullae pada kulit bayi dan mulai mengelupas pada pemeriksaan luar. Tali pusat besar menebal dan pendek, plasenta berat 1,5 kg, lahir kesan tidak lengkap (hancur). Kontraksi uterus baik, perdarahan dalam batas normal.Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini, kemungkinan besar akibat dari faktor janin, yaitu hidrops fetalis yaitu karena terjadi pengumpulan cairan abnormal pada rongga tubuh janin. Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan yang lebih baik dan teratur apabila berniat untuk memiliki anak lagi. Memberikan dukungan psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar untuk ibu. Menjelaskan pentingnya keluarga berencana agar kehamilan resiko tinggi dapat dihindari.

15

BAB VI TINJAUAN PUSTAKA


1. Definisi Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional 22 minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3 The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. 2. Faktor Risiko Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua. Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal. Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth khususnya pada kehamilan prematur. Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 2529,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan

16

IMT 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT 30). Kenaikan berat badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2 Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi risiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.2 3. Etiologi Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal. 2

Persentase penyebab IUFD. 6

17

Faktor Maternal 3,7 Kehamilan post-term ( 42 minggu). Diabetes Mellitus tidak terkontrol Systemic lupus erythematosus Infeksi Hipertensi Pre-eklampsia Eklampsia Hemoglobinopati Penyakit rhesus Ruptura uteri Antiphospholipid sindrom Hipotensi akut ibu Kematian ibu Umur ibu tua

Faktor fetal Kehamilan ganda Intrauterine growth restriction

(Perkembangan Janin Terhambat) Kelainan kongenital Anomali kromosom Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, listeria)

Faktor Plasenta

Cord accident (kelainan tali pusat) Abruptio plasenta) Plasenta (lepasnya

Insufisiensi plasenta Ketuban pecah dini Vasa previa Perdarahan Feto-maternal

18

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut : 1. Penyakit Medis Maternal Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang tidak baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2 Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. 2 Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE. Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada IUFD. Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana. 2 2. Intrauterine Growth Restriction (IUGR) Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin
19

normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi plasenta. 2 IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin meningkat. 2 3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x. 2 Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan confined placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering dijumpai pada CPM daripada kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak terjadi. 2 Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika. 2 4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta, tali pusat dan membran plasenta. 1. Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 400 ml/menit. 8

20

2.

Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 60 cm dengan diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama. Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm Tali pusat pendek : < 30 cm. Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi

membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2 Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.

Kompresi tali pusat.

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat tertekannya arteri umbilikalis. 9

21

Lilitan tali pusat.

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar 4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi fetomaternal. Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus, dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. 10

Abruptio Plasenta.

22

5. Infeksi Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental (hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD. Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin. Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang.

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat memicu IUFD.
23

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental. Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat memicu pecahnya ketuban sebelum

waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan dapat berakhir dengan kematian janin.

Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini.

6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan. Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar 1250%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom
24

kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor independen yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15, kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun. 2 4. Klasifikasi Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 3,8 1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal death) 2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death) 3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death) 4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas. Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan sebagai berikut : 3,8 1. Rigor mortis (tegang mati) Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali. 2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan setengah matang 3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas. 4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
.

25

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari) Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit. 5. Manifestasi Klinis Dan Diagnosis 1,3,5 1) Anamnesis : Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti biasanya ) Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik : Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus. Palpasi Auskultasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-gerakan janin. : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan bukti kematian janin yang kuat.
26

3) Pada foto radiologik dapat dilihat adanya : a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding) yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian.

Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

Spaldings sign. 11

b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes) c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard) d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert) e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system skelet

27

Femur Length Chart

4) Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan hypofibrinogenemia 25%. 5) Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin, pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan dengan penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7 Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier (1997)1: a. Deskripsi bayi malformasi bercak/ noda warna kulit pucat, pletorik
28

TORCH.

c. e.

derajat maserasi

b. Tali pusat prolaps pembengkakan - leher, lengan, kaki hematoma atau striktur jumlah pembuluh darah panjang tali pusat warna mekoneum, darah konsistensi volume

Cairan Amnion

d. Plasenta berat plasenta bekuan darah dan perlengketan malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesorius edema perubahan hidropik

Membran amnion bercak/noda ketebalan Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD Gejala dan Tanda yang Selalu Ada Gejala dan Tanda yang Kadang- Kadang Ada Syok, uterus tegang/kaku, gawat janin atau DJJ tidak terdengar Kemungkinan Diagnosis Solusio Plasenta

Gerakan janin berkurang atau hilang, nyeri perut hilang timbul atau menetap, perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu

29

Gerakan janin dan DJJ

Syok, perut kembung/ cairan

Ruptur Uteri

tidak ada, perdarahan, nyeri bebas intra abdominal, kontur perut hebat uterus abnormal, abdomen nyeri, bagian-bagian janin teraba, denyut nadi ibu cepat Gerakan janin berkurang atau hilang, DJJ abnormal (<100/mnt/>180/mnt) Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan berhenti, TFU berkurang, pembesaran uterus berkurang 6. Penatalaksanaan 8,12 Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 8 1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tandatandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp. 2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang. 3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam. 4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil. IUFD Cairan ketuban bercampur mekonium Gawat Janin

30

5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi 6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. 7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir 8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol: a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. 9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis. 10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati 11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut. 12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi .

31

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2 Non-Interferensi 2 minggu

Kasus refrakter atau kasus dimana terminasi kehamilan diindikasikan Psikologis Infeksi Penurunan kadar fibrinogen Retensi janin lebih dari 2 minggu

Partus Spontan dalam 2 minggu (80%)

Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang

Servik belum matang

Infus Oksitosin

Prostaglandin gel Diulang setelah 6-8 jam

Gagal

gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah Prostaglandin/vaginam

Ditambah dengan infus Oksitosin

32

7. Komplikasi 3 1. Gangguan psikologis 2. Infeksi, selagi ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme pembentuk gas seperti Cl.welchii. 3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu, dapat terjadi defibrinasi akibat silent Dissaminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun terjadinya terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan, kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam sirkulasi maternal. 4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post partum. 8. Pencegahan 3, 8 Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis. Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obatobatan. Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.

33

PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN 1,2,3,4,6 Tujuannya untuk deteksi dini ada tidaknya faktor-faktor penyebab kematian janin. Misalnya hipoksia, asfiksia, gangguan pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi. Cara-cara pemantauan kesejahteraan janin : 1. Perkiraan pertumbuhan janin dari tinggi fundus uteri terhadap usia kehamilan Diukur dengan keadaan pasien terlentang, pada keadaan uterus tidak berkontraksi, dari tepi atas simfisis sampai fundus, dengan idealnya vesica urinaria dan rectum yang kosong. Jika tinggi fundus lebih daripada kalibrasi usia kehamilan, pikirkan kemungkinan kehamilan multiple, tumor, hidrosefalus, bayi besar, hidramnion. Sebaliknya jika tinggi fundus kurang dari kalibrasi usia kehamilan, pikirkan oligohidramnion, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah, dsb. Dapat pula digunakan taksiran berat janin dengan rumus Johnson Tossec. 2. Auskultasi denyut jantung janin Dengan alat Laennec, Dopller atau CTG. Ideal perhitungan I menit penuh. Jika dengan CTG direkan untuk 10 menit. Normal frekuensi denyut 120-160 kali per menit, meningkat pada saat kontraksi. 3. Pemantauan aktifitas atau gerakan janin. Dapat secara subjektif (ditanyakan kepada ibu) atau objektif (dengan cara palpasi atau USG). Terdapat dua metode penghitungan gerakan janin : Cardif count 10 formula2 Pasien mulai menghitung gerakan janin sejak jam 9 pagi. Penghitungan dihentikan setelah gerakan janin mencapai 10 kali. Ibu disarankan untuk segera pergi ke dokter bila terdapat kurang dari 10 gerakan dalam kurun waktu 12 jam selama 2 hari berturut-turut, atau tidak dirasakan gerakan janin sama sekali selama kurun waktu 12 jam dalam 1 hari. Daily Fetal Movement Count ( DFMC ) 2 Normalnya terdapat 3 gerakan janin dalam 1 jam, masing-masing pada pagi, siang dan malam hari. Total penghitungan tersebut dikalikan 4, sehingga terdapat penghitungan gerakan janin selama 12 jam. Bila terdapat penurunan kurang dari 10 gerakan dalam 12 jam, hal ini menandakan adanya penurunan fungsi plasenta.

34

Dalam kehidupan janin intrauterin, sebagian besar oksigen hanya dibutuhkan oleh otak dan jantung (refleks redistribusi). Jika janin tidak bergerak pikirkan kemungkinan diagnosis banding tidur atau hipoksia. 4. Pengamatan mekoneum dan cairan ketuban Caranya dengan amniocentesis atau amnioskopi. Pada keadaan normal otot sfingter ani janin berkontraksi, sehingga mekoneum tidak keluar dan bercampur air ketuban, sehingga air ketuban tetap jernih. Pada hipoksia akut terjadi hiperperistaltik otot-otot tubuh janin, dan relaksasi sfingter ani sehingga mekoneum keluar dan menyebabkan air ketuban berwarna kehijauan. Pada infeksi, terjadi koloni kuman pada selaput dan cairan ketuban (korioamnionitis) sehingga ketuban juga akan berwarna kehijauan dan keruh. Pemeriksaan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S ratio) pada cairan ketuban digunakan untuk menilai prediksi pematangan paru janin (pembentukan surfaktan). 5. Pengamatan hormone yang diproduksi oleh plasenta Estriol dan Human Placental Lactogen (HPL) adalah hormon plasenta spesifik yang diperiksa pada darah ibu untuk menilai fungsi plasenta. Jika abnormal berarti terjadi gangguan fungsi plasenta dan berakibat resiko pertumbuhan janin terhambat sampai kematian janin. 6. Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin Pengambilan sample darah bias dari tali pusat (umbilical cord blood sampling) atau dari kulit kepala janin (fetal scalp blood sampling). Pada janin dengan hipoksia terjadi asidosis. 7. Ultrasonografi (USG) Dapat digunakan untuk menilai : Kantong gestasi : jumlah, ukuran, lokasi, bentuk, keadaan. Janin : hidup/mati, presentasi, pertumbuhan, kelainan bawaan, perkiraan usia gestasi melaui biometri janin (CRL-Crown Rump length, BPD-Biparietal Diameter, ACAbdominal Circumference, FL-Femur Length). Tali pusat : jumlah pembuluh darah, sirkulasi (dengan dopller dapat menilai FDJP (Fungsi Dinamik Janin Plasenta), SDAU (sirkulasi Darah Arteri Umbilikalis) Membran dan cairan amnion : keadaan dan jumlah. Plasenta : lokasi, jumlah, ukuran, maturasi dan insersi.
35

Keadaan patologis : kehamilan ektopik, mola hidatidosa, tumor, inkompetensia serviks, dsb. Dapat juga digunakan untuk membantu tindakan khusus : amniocentesis, fetoskopi, tranfusi intrauterin, biopsi vili korialis

TES FUNGSI DINAMIK JANIN PLASENTA (FDJP) 6

Skor Reaktivitas DJJ Akselerasi-Stimulasi Rasio SDAU Gerak nafas-Stimulasi Indeks Cairan Amnion

2 2 2 <3 2 episode 10 cm

0 <2 <2 3 <2 episode <10 cm

Kurangi 2 nilai pada PJT dan Deselerasi Fungsi Dinamik Janin Plasenta <5 5 Seksio Sesarea Usia Gestasi <35 minggu 35 minggu ulang FDJP dalam 2 minggu induksi persalinan

8. Cardiotokografi (CTG) Menggunakan dua elektroda yang dipasang pada fundus ( untuk menilai aktivitas uterus) dan pada lokasi punctum maximum denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat pula digunakan untuk menilai hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterin. CTG bisa digunakan untuk menilai fungsi kompensasi jantung janin terhadap stress fisologik, dengan cara Non Stress Test (NST) dan Oxytocyn Challenge Test (OCT).

36

BAB V PENUTUP
KESIMPULAN Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari. Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif. Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada ibu dan mengurangi gangguan psikologis keluarga, terutama ibu. Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat berperan penting pada kasus IUFD. Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu faktor usia ibu yang terlalu tua. Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila pada bayi yang dilahirkan dilakukan autopsi. SARAN Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang merupakan faktor resiko IUFD sebaiknya sebelum kehamilan. Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal Care secara teratur di RS atau Bidan. Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap trimester untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin. Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana, misalnya menghitung gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga bila terjadi penurunan kesejahteraan janin dapat di deteksi dini. Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian dengan pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak keluarga.
37

DAFTAR PUSTAKA
1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin America. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 3718 2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden 2002. 3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35. 4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical Journal 2008, ;23(1) 5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74 6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind 2004;54(6):561-3 7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 2008 8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001 9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 2009 10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. 1Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. 2007 11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari www.ultrasound-images.com 12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156S159 13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.

38

39

You might also like