Professional Documents
Culture Documents
5 08 2007
• Regulasi volume
• Keseimbangan asam basa
• Keseimbangan elektrolit
• Ekskresi produk sampah
• Fungsi endokrin termasuk pelepasan renin , eritropoetin dan bentuk aktif dari
vitamin D.
Fungsi daripada ginjal sebagai pengatur keseimbangan elektrolit inilah yang dapat
menyebabkan hiper/hipo fungsi dari kelenjar tyroid. Khususnya perubahan perubahan
elektrolit hiperkalemia dan hipokalsemia.Hipokalsemia inilah yang merangsang kelenjar
parathyroid untuk meningkatkan fungsinya dalam pengambilan kalsium.
1. Mengapa pada sindrom Nefritik tidak terjadi Hipoalbuminemia seperti pada sindrom
Nefrotik? (padahal keduanya mengalami proteinuria)
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kalsifikasi batu sehingga menyebabkan
batu saluran kencing?
Jawab:
2. Penyebab pembentukan batu sering tidak jelas, terutama pada kasus batu yang
mengandung kalsium. Diperkirakan bahwa terjadi gabungan factor predisposisi. Yang
paling penting, hampir pasti, ada kenaikan konsentrasi bahan penyusun batu di urin.
• Ekskresi asam urat yang berlebihan dalam urin juga mendukung pembentukan
batu kalsium, kemungkinan bahan urat menjadi inti pengendapan Ca.
• Batu magnesium ammonium fosfat hampir selalu terjadi pada penderita dengan
urin yang tetap alkalis, disebabkan oleh infeksi berulang traktus urinarius.
• Batu sistin hampir selalu berkaitan dengan kelainan genetic transfer asam amino
tertentu di ginjal, termasuk sistin. Sebaliknya terhadap batu ammonium fosfat,
baik batu asam urat maupun sistin lebih mungkin dibentuk bila urin relative asam.
• Disamping factor pH urin dan bakteri, urolithiasis dapat dipengaruhi oleh factor
lain yang kurang pasti.
2. Mengapa pada sindrom Nefrotik dapat terjadi proteinuria berat sedangkan pada
sindrom Nefritik akut hanya proteinuria ringan sampai sedang?
Jawab:
1. Sindrom Nefrotik. Merupakan suatu kompleks klinik yang terdiri dari temuan-temuan
sebagai berikut:
Pada mulanya terdapat sedikit atau tanpa azotemia, hematuria atau hipertensi. Komponen
sondrom nefrotik mengandung hubungan yang logis satu dengan yang lain. Fase
permulaan adalah perubahan dalam dinding kapiler glomerolus, dengan akibat
meningkatnya permeabilitas terhadap protein plasma
Sindrom Nefritik adalah kompleks klinis, yang bermula gejala akut, ditandai oleh:
• Hematuria dengan sel darah merah dan silinder hemoglobin dalam urin
• Beberapa tingkatan oligouri dan azotemia
• Hipertensi
Walaupun bisa juga terjadi proteinuria dan bahkan edema, namun biasanya tidak cukup
untuk menyebabkan sindrom nefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom ini, pada
umumnya proliferasi sel radang didalam glomeruli, sering disertai infiltrate leukositik.
Reaksi radang ini merusak dinding kapiler, memungkinkan pelepasan SDM ke dalam
urin, dan menimbulkan kelainan hemodinamik yang menjurus ke pengurangan laju
filtrasi glomerolus. Laju glomerolus yang berkurang menimbulkan gejala klinik oligouri,
bersama retensi cairan, dan azotemia. Hipertensi mungkin merupakan hasil baik karena
retensi cairan maupun karena peningkatan pelepasan renin dari ginjal yang iskemik.
2. Pada sindrom Nefrotik terjadi perubahan dalam dinding glomerolus, dengan
akibatmeningkatnya premeabilitas terhadap protein plasma. Membrane basalis dalam hal
ini bertindak sebagai pertahanan utama lewatnya filtrate glomerolus. Setiap peningkatan
permeabilitas GBM, akibat dari perubahan baik structural atau fisiko-kimia,
memungkinkan protein keluar dari plasma ke dalam filtrate glomerolus. Proteinuria
massif disini terjadi. Pada proteinuria yang sangat berat atau berlangsung lama, albumin
serum cenderung berkurang, menimbulkan hipoalbuminemia dan ratio albumin-globulin
yang terbalik.Sebaliknya pada sindrom nefritik yang biasanya disebabkan oleh penyakit
penyakit yang memacu respon peradangan proliferatif dalam glomerolus, proliferasi
meliputi sel endotel, mesangial atau epitel dan kurang terjadi pada keutuhan dinding
kapiler glomerolus, dimana GBM merupakan sawar utama normal yang mencegah
keluarnya protein kedalam urin.
1. Jika ginjal tidak terbentuk, apakah sipenderita langsung mati begitu dilahirkan atau
bagaimana caranya dia mengatur metabolisme tubuhnya tanpa ginjal? Bisa tidak
dilakkukan transplantasi ginjal?
Jawab:
1. Penderita yang dilahirkan tanpa ginjal, dapat meninggal dunia beberapa saat setelah ia
dilahirkan mengingat ginjal tidak mampu menjalankan fungsi sebagaimana mestinya
yakni:
• Regulasi volume
• Keseimbangan asam basa
• Keseimbangan elektrolit
• Ekskresi produk sampah
• Fungsi endokrin termasuk pelepasan renin , eritropoetin dan bentuk aktif dari
vitamin D.
Dilaporkan bahwa angka mortalitas pasca transplantasi meningkat pada pasien yang
menjalani hemodialisis lebih dari 2 tahun, dan makin panjang waktu periode dialysis
pratranslasi, makin buruk prognosis pascatranslasi.
Resepien yang berusia lebih dari dari 55 tahun dan kurang dari 16 tahun mempunyai
resiko yang lebih tinggi. Yang berusia muda cenderung mengalami kelambatan saat ginjal
mulai berfungsi. Dipihak lain yang berusia tua cenderung mengalami peninggian
mortalitas cardiovascular pascatransplantasi. Respon imunitas yang menurun pada usia
lanjut menyebabkan terjadinya penurunan rejeksi secara bermakna pada resepien yang
berusia lebih dari 60 tahun. Lebihdari 60% resepien yang berusia kurang dari 15 tahun
akan mengalami rejeksi akut dalam 6 bulan pasca transplantasi.
2. Ginjal Polikistik
• Nyeri daerah pinggang atau sedikitnya suatu sensasi berat adalah tertarik
• Hematuria makroskopik
Kista Simpleks
• Mempunyai kontur garis yang halus, hampir selalu avaskuler dan memberi isyarat
cairan bukannya padat pada USG.
Jawab:
1. Pengobatan Sindrom Nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol
edema dan mengobati komplikasi. Diuretik disetai diet rendah garam dan tirah baring
dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten
dapat dikombinasi dengan Tiazid, Metalazon, dan atau Acetazolamid. Kontrol proteinuria
dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi resiko komplikasi yang
ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1 g/Kg BB/hari dapat mengurangi
proteinuria. Obat penghambat enzim konversi Angiotensin (Angiotensin Converting
Enzyme Inhobitors) dan antagonis reseptor Angiotensin II (Angiotensin II reseptor
antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduannya mempunyai efek
addictif dalam menurunkan proteinuria. Resiko tromboemboli pada SN meningkat dan
perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian antikoagulan jangka panjang masih
kontroversi tetapi pada satu studi terbukti memberikan keuntungan. Dislipidemia pada
SN belum secara meyakinkan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular tetapi bukti
klinik dalam populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat
penurun lemak golongan statin seperti Simvastatin, Pravastatin, dan Lovastatin dapat
menurunkan kolesterol LDL, TG, dan meningkatkan kolesterol HDL Pengobatan spesifik
pada Sindrom Nefritik ditujukan terhadap penyebab, sedangkan non-spesifik untuk
menghambat progresivitas penyakit. Pemantauan klinik yang reguler, kontrol tekanan
darah dan proteinuria dengan penghambat enzim konverting angiotensin (angiotensin
converting enzyme inhibitors, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin
II reseptor antagonist, AIIRA) terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan
okntrol kadar lemak darah dapat membantu menghambat progresifitas penyakit.
M. ARIEF H (03-158)
Jawab:
1. Dalam penatalaksanaan Carsinoma Sel Ginjal dapat dilakukan tindakan operatif dan
pemberian terapi medikamentosa secara sistemik. Hasil pengobatan dan jenis tindakan
yang akan dilaksanakan tergantung pada stadium tumor serta ada atau tidaknya metastasis
jauh.
• Tumor stadium I, II, III A yang setelah dievaluasi belum menunjukkan tanda-
tanda metastatis jauh biasanya diobati dengan nefroktomi radikal dengan
nefroktomi radikal ini dilakukan pengangkatan ginjal yang terkena dengan
membawa jaringan normal sekitar ginjal cukup banyak diluar fascia gerota beserta
pengankatan kelenjar suprarenalis yang ipsilateral, bagian setengah proksimal
ureter dan kelenjar getah bening sampai pada daerah permukaan arteri Renalis di
aorta dan dekat muara vena renalis pada VCI. Cara embolisasi masih perlu
dilakukan treutama untuk pasien dengan tumor yang sudah sangat besar sehingga
sulit untuk mendapatkan atau mencapai arteri renalis ataupun untuk pasien-pasien
yang tidak mungkin lagi dioperasi. Jika Carsinoma sel ginjal terdapat pada pasien
dengan ginjal soliter maka perlu dilakukan Angiografi Renal untuk persiapan
tindakan nefroktomi parsial. Carsinoma sel ginjal bilateral setelah nefroktomi
memerlukan dialisis teratur sampai nantinya dilakukan transplantasi ginjal pada
pasien tersebut.
• Tumor tidak terlokalisasi. Tumor ini adalah tumor yang tergolong pada stadium
IIIB sampai stadium IV dan biasanya telah terjadi metastasis jarak jauh. Pada
keadaan seperti ini masih sering dilakukan nefroktomi radikal untuk mengurangi
beban yang ditimbulkan oleh massa tumor itu sendiri. Nefroktomi ini diikuti oleh
pengobatan sistemik. Untuk pengobatan sistemik ini orang telah mengetahui
bahwa terapi hormonal dan sitostatik seperti vinkristiin tidak memperlihatkan efek
yang menguntungkan. Kombinasi 2 atau 3 jenis sitostatik juga tidak
memperlihatkan adanya perbaikan dalam perjalanan penyakit pasien. Obat
sistemik yang membrei harapan adalah Interferon Alfa yang dapat memberikan
respon rate sampai 20%. Harapan hidup rata-rata setelah pemberian interferon pd
Ca sel ginjal lanjut dilaporkan 11,4 bulan dan sebanyak 3% dari kasus-kasus yang
telah diobati masih dapat hidup selama 5 tahun.
2. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urin (misalnya batu Calsium
Bikarbonat) atau penurunan pH urin (mis. Batu asam urat). Konsentrasi bahan-bahan
pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urin, dan obat atau kebiasaan makan
tertentu, juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat
aliran urin dan menyebabkan statis (tidak ada pergerakan) urin di bagian mana saja di
saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu kalsium yang
biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai penyertaan resorbsi
tulang, termasuk immobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai
gout, suatu penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat.
Predisposisi kejadian batu khususnya btu kalsium tdr dari:
• kiperkalsiuria
• hipositraturia
• hiperurikosuria
• penurunan jumlah air kemih
• jenis cairan yang diminum
• hipreoksaluria
• ginjal spongiosa medulla
• batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe 1
• faktor diet
1. Seperti yang telah anda sebutkan dalam Handout, penderita diabetes dapat mengalami
kelainan ginjal seperti Kimmelstiel-Wilson. Bagaimanakah patogenesisnya?
2. Bagaimana proses terjadinya tuli pada penyakit Nefritis herediter (Alport Syndrom)?
Jawab:
1. Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan dengan
pasti. Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah
terjadinya hiperfiltrasi-hiprefungsi membran basal glomeruli. Tampaknya berbagai faktor
berperan dalam terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun
(glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai predisposisi genetik merupakan faktor-
faktor yang utama yang menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas trehadap membran basal
dapat melalui 2 alur yaitu,
• Alur metabolik (metabolik pathway): glukosa dapat bereaksi secara proses non-
enzimatik dengan asam amino bebas menghasilkan AGE’s (advance Glycosilation
end-products). Peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan pada glomerolus
ginjal.
• Alur poliol (polyol pathway): terjadi peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat
meningkatnya reduksi glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase. Peningkatan
sorbitol akan mengakibatkan berkurangnya kadar mioinositol yang menyebabkan
gangguan osmolaritas membran basal.
2. Nefritis herediter merupakan penyakit glomerolus yang progresif terutama pada laki-
laki dan sering disertai gangguan saraf pendengaran dan penglihatan. Dengan
pemeriksaan antibodi monoklonal dapat diketahui bahwa COL4A3, 4 dan 5 terdistribusi
secara normal pada membran-membran pada koklea dan mata. Dengan demikian
kerusakan yang terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses.
IMANNUEL ( 04-077 )
1. Pada glomerulosklerosis diabetic , yang menjadi penyebabnya adalah DM tipe apa dan
bagaimana perjalanannya ?
Jawab :
1. Nefropatik diabetik dapat merupakan komplikasi DM tipe I maupun dari DM tipe II.
Meskipun demikian awal timbulnya penyakit (onset) pada DM tipe I lebih jelas sehingga
perjalanan penyakitnya lebih mudah diikuti. Penelitian-penelitian morfologis kebanyakan
dilakukan pada penyandang DM tipe I atau binatang percobaan yang mirip dengan
kondisi klinis DM tipe II. Beberapa kondisi klinis non-diabetes, misalnya usia tua,
aterosklerosis dan hipertensi, dapat menunjukkan gambaran kelainan morfologis non-
spesifik mirip dengan yang terjadi pada nefropati diabetik.
2. Glomerulonefritis Kresentrik trkait dengan sindrom Goodpasture yang merupakan
suatu contoh klasik nefritis anti-GBM. Pada kondisi ini, antibodi anti-GBM yang beredar
dapat dideteksi pada lebih dari 95% kasus, dengan pengujian radioimun. Antibodi ini
mengadakan reaksi silang dengan membrana basalis alveoli paru-paru, menghasilkan
gambaran klinik perdarahan paru disertai gagal ginjal. Sindrom Goodpasture bukan
kelainan biasa, tetapi sering fatal, kebanyakan penderita meninggal dengan gagal ginjal
dan sebagian karena komplikasi paru Sindrom Goodpasture merupakan penyakit
autoimun ini terdiri atas perdarahan paru-paru dan glomerulo nefritis (progresif cepat)
kresentrik. Penyakit Goodpasture ialah akibat autoantibody yang bereaksi dengan antigen
Goodpasture , yang bertempat dalam bagian bukan kolagen dari rantai α 3 kolagen tipe
IV.
1. Bagaimana atau apa efek yang di timbulkan apabila pada seseorang terjadi kelainan
congenital pada ginjal ?
Jawab:
2. Telah diketahui bahwa pada karsinoma ginjal, sel tumor berasal dari sel tubulus
proksimal ginjal dimana blm diketahui secara pasti terjadinya mitosis dan hiperplasi pada
sel tubulus tersebut. Faktor-faktor yang berperan antara lain:
• faktor genetik
• Obesitas
Jawab :
1. Pada dehidrasi terjadi kekurangan volume air tanpa elektrolit (natrium) atau
berkurangnya air jauh melebihi berkurangnya natrium dari cairan ekstrasel. Akibatnya
terjadi peningkatan natrium kedalam ekstrasel sehinga cairan intrasel akan masuk ke
ekstrasel (volume cairan intrasel berkurang). Dengan kata lain, dehidrasi melibatkan
pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan dimana 40% dari cairan yang
hilang berasal dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel.Pada keadaan dehidrasi, akan
terjadi hipernatremia karena cairan yang keluar atau hilang adalah cairan yang hipotonik.
Dehidrasi dapat terjadi pada keadaan keluarnya air melalui keringat, penguapan dari kulit,
saluran intestinal, diabetes insipidus (sentral dan nefrogenik), diuresis osmotik, yang
kesemuanya disertai oleh rasa haus dengan gangguan akses cairan.
2. Kehamilan dan penyakit ginjal mempunyai dua aspek, yaitu kehamilan mempengaruhi
progresi penyakit ginjal san sebaliknya penyakit ginjal mempengaruhi proses kehamilan.
Penyakit ginjal yang sering ditemui pada kehamilan diantaranya:
• Infeksi traktus Urinarius. Infeksi traktus urinarius merupakan penyakit ginjal utama
pada kehamilan dan disertai dengan resiko berat badan bayi rendah, kematian bayi dalam
kandungan dan kelahiran prematur. Infeksi traktus urinarius yang sering ditemukan pada
kehamilan adalah:
- bakteriuria asimtomatik
- sistitis
- pielonefritis
- GGA prerenal
- GGA renal
- GGA postrenal
1. Bagaimana mekanisme terjadinya tuli, kelainan lensa mata seperti dislokasi lensa mata
dan katarak pada penyakit Nefritis Herediter (sindrom Alport) ?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya atrofi ginjal permanent pada penyakit batu saluran
kencing (obstruksi saluran kemih)?
Jawab :
1. Nefritis herediter merupakan penyakit glomerolus yang progresif terutama pada laki-
laki dan sering disertai gangguan saraf pendengaran dan penglihatan. MBG awalnya
normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multilaminer dan akhirnya
mendesak lengkung kapiler glomreolus, glomrolus menjadi sklerotik, tubulus menjadi
atrofi, interstitium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal dapat
diketahui bahwa COL4A3, 4 dan 5 terdistribusi secara normal pada membran-membran
pada koklea dan mata. Dengan demikian kerusakan yang terjadi pada organ tersebut
mempunyai persamaan proses.
2. apabila terjadi nekrosis tubuler akut, gambaran mikroskopis apa yang kita temukan?
Jawab:
2. Sel-sel dalam ginjal akan rusak, sehingga menyebabkan gangguan aliran darah ginjal
1. Apakah gagal ginjal akut bisa menjadi gagal ginjal kronik? Bagaimana
patogenesisnya?
Jawab:
1. Gagal ginjal akut terjadi akibat kegagalan prarenal, intrarenal, pascarenal, dann apabila
terjadi destruksi ginjal yang progresif dan terus menerus maka dapat terjadi gagal ginjal
kronik, sehingga fungsi ginjal tersebut dapat berkurang.
2. Batu ginjal bias disebabkan oleh peningkatan atau penurunan pH urin. Konsentrasi
bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi dalam darah, urin, atau obat-obatan dapat
merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urin yang
bersifat stasis di bagian mana saja didalam saluran kelih memungkinkan pembentukan
batu.
Jawab:
1. Pada diabetes melitus dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah dan
terjadi glukosuria maka fungsi imun yang menurun tersebut akan meningkatkan
terjadinya resiko infeksi.
2. Pada kedua penyakit ini sama-sama terjadi pengendapan IgA mesangial, tetapi pada
penyakit berger mempunyai hematuria yang khas berlangsung beberapa hari dan
kemudian menghilang, lalu kambuh setiap beberapa bulan. Prognosa kedua penyakit ini
tidak terlalu baik karena akan menyebabkan kerusakan ginjal yang berat.
YORAM T (04-100)
Jawab:
1. Pada penyakit infeksi ginjal terjadi respon imun dan peradangan yang menyebabkan
edema interstisium dan kemungkinan pembentukan jaringan parut, sehingga mikroskop
electron pada beberapa penderita menunjukkan penebalan mbg yang tidak teratur dengan
macula densa terbelah jelas.
2. Sindroma nefrotik adalah keluarnya protein lebih dari 3,5gram melalui urin per-hari.
Dalam keadaan normal hamper tidak ada protein yang keluar melalui urin, sindroma
nefrotik biasanya mengisyaratkan cedera glomerolus yang berat. Hilangnya protein
plasma menyebabkan hipoalbuminemia. Manifestasi klinisnya antara lain adalah
peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan edema generalisata, yang disebut anasarka.
Hiiperlipidemia berkaitan dengan hipoalbuminemia
Jawab:
1. Penyakit yang dapat terletak tepat diatas tepi pelvis, ureter yang bertekuk atau
berkelok-kelok dapat menyebabkan obstruksi kemih, yang merupakan predisposisi bagi
infeksi bacterial.
APRIDA (04-097)
Jawab:
2. Pada penderita sindroma nefrotik juga mempunyai retensi natrium dan air,
hiperlipidemia, lipiduria, rentan terhadap penyakit infeksi dan trombolitik. Bila terjadi
hiperlipidemia berkepanjangan maka lemak tersebut akan mengganggu permeabiliter
dinding kapiler pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan pembuluh darah dapat
meningkat.
1. Pada pasien gagal ginjal apabila tidak dilakukan transplantasi ginjaldan pasien hidup
hanya dengan satu ginjal, fungsi apa yang terganggu? Apakah dapat terjadi komplikasi
lain?
1. Apabila pasien hanya hidup dengan satu ginjal maka fungsi-fungsi ginjal sebagai
pengaturan cairan dalam tubuh tidak akan optimal, sehingga semua fungsi ginjal tidak
akan sempurna 100%. Komplikasi tersering adalah terjadinya gagal ginjal kronik.
1. Apakah perbedaan sindroma nefritik dan sindroma nefrotik? Serta gejala klinis dan
terapi kedua penyakit tersebut
2. Terangkan proses pada GNA yang dapat menimbulkan terjadinya gross hematuri,
hipertensi, edema pada kelopak mata??
Jawab:
2. Lesi yang menyebabkan penyakit ini, umumnya proliferasi sel radang di dalam
glomeruli, hingga merusak dinding kapiler yang memungkinkan pelepasan sel darah
merah ke dalam urin dan menimbulkan kelainan hemodinamik yang menjurus ke
pengurangan laju filtrasi glomerolus. Hipertensi mungkin merupakan hasil retensi cairan
maupun karena peninkatan pelepasan renin dari ginjal yang iskemik. Edema terjadi
karena hipoalbuminemia dimana terjadi ratio albumindan globulin yang terbalik akibat
lolosnya protein ke dalam urin (proteinuria).
Jawab:
1. Nefritis herediter merupakan penyakit glomerolus yang progresif terutama pada laki-
laki dan sering disertai gangguan saraf pendengaran dan penglihatan. MBG awalnya
normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multilaminer dan akhirnya
mendesak lengkung kapiler glomreolus, glomrolus menjadi sklerotik, tubulus menjadi
atrofi, interstitium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal dapat
diketahui bahwa COL4A3, 4 dan 5 terdistribusi secara normal pada membran-membran
pada koklea dan mata. Dengan demikian kerusakan yang terjadi pada organ tersebut
mempunyai persamaan proses.
2. Yang dimaksud dengan mikro hematuri pada glomerulonefritis fokal nefrofati IGA
yaitu keluarnya sejumlah endapan sel-sel darah didalam urine namun dalam jumlah yang
sangat kecil sehingga tidak terlihat secara makroskopik.
2. Nekrosis tubuler akut dapat disebabkan oleh logam toksik, jenis logamnya apa?
Jawab:
1. Kista simplex adalah kista yang biasa terbatas pada korteks ginjal yang umumnya tidak
merusak dan terdapat sebagai ruang kista yang multiple atau tunggal dengan diameter
beraneka ragam dengan batas yang luas.Biasanya berukuran 1 sampai 5
cm;translusen,dilapisi dengan membrane yang halus,berkilauan,berwarna abu-abu dan
terisi cairan jernih.
2. Jenis logam yang dapat menyebabkan nekrosis tubuler akut yaitu jenis logam
merkurium.
ROMAIDA (04-032)
Jawab:
1. Muntaber adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami muntah dan diare
sehingga menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.Muntaber yang biasa tidak akan
menyebabkan gangguan dari fungsi ginjal karena tubuh dapat mengkompensasinya.
Tetapi yang menyebabkan gangguan dari fungsi ginjal adalah muntaber yang kronik.
Hubungan muntaber kronik dengan salah satu penyakit ginjal yaitu apabila seseorang
mengalami muntaber kronik maka Ia akan mengalami gangguan dari keseimbangan asam
basa sehingga akan menyebabkan gangguan dari pada fungsi ginjal. Dengan gangguan
dari pada fungsi ginjal tersebut maka ginjal tidak dapat melakukan kerjanya secara
optimal.
2. Agenesisi ginjal adalah kegagalan pembentukkan ginjal. Agenesis renal terbagi atas 2
macam yaitu: agenis renal unilateral dan agenesis renal bilateral. Pada kelainan
congenital agenis renal bilateral yang disebut Sindrom Potter,berkaitan dengan anomaly
wajah dan patofisiologi paru.Bayi yang lahir dengan sindrom Potter meninggal,baik in
utero maupun segera setelah lahir.Sedangkan pada agenesis ginjal unilateral,tidak timbul
gejala apabila ginjal yang ada sehat.Tetapi apabila ginjal tersebut mengalami suatu
gangguan fungsi,maka dapat timbul berbagai manifestasi penyakit.
2. Mengapa dalam buku Robins and Kumar hal.183 dikatakan penyakit glomerulos paling
sering diperantarai secara imunologik sedangkan kelainan tubulus lebih sering
disebabkan oleh agen racun/infeksi?
Jawab:
1. Mekanisme terjadinya Edema pada sindrom nefrotik : Edema terjadi oleh karena
sebagian besar akibat penurunan tekanan osmotik yang terjadi akibat
hipoalbunemia.Akibat dari penurunan tekanan osmotik tersebut maka cairan keluar dari
percabangan vaskuler ke dalam jaringan-jaringan. Dengan keluarnya cairan dari
percabangan vaskuler tersebut maka akan menyebabkan terjadinya edema.
2. Dalam buku Robins and Kumar hal .183 dikatakan bahwa penyakit glomerulos paling
sering diperantarai secara imunologik karena biasanya penyakit-penyakit yang mengenai
glomerulos biasanya disebabkan oleh karena penyakit-penyakit imunologik antara lain:
lupus eritematosus sistemik(SLE),kelainan-kelainan vaskuler seperti hipertensi dan
poliarteritis nodosa,penyakit metabolic seperti diabetes mellitus dan beberapa kondisi
murni herediter seperti penyakit Fabry,sering mengenai glomerulos. Sedangkan dalam
buku Robins and Kumar hal.183 dikatakan bahwa kelainan tubulus sering disebabkan
oleh agen racun/infeksi karena biasanya penyakit-penyakit yang mengenai tubulus ginjal
hampir semuanya disebabkan oleh karena agen racun/toksik dan infeksi contohnya pada
penyakit: Nekrosis tubuler acuta(ATN) kebanyakan disebabkan oleh karena sejumlah
racun/toksik seperti logam-logam berat(mis.merkurium),pelarut organic(mis.CCl4) dan
sejumlah obat seperti gentasamin dan antibiotic.
1. Pada Nefritis Herediter apakah semua penderita mati pada usia 40 tahun? Apa tidak
bisa lebih panjang dari 40 thn?
Jawab:
1. Pada Nefritis Herediter pada umumnya penderita tidak dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu yang cukup lama. Penderita bisa hidup lebih dari 40 tahun jika memiliki
daya tahan tubuh dan sistem imun yang baik serta tergantung dari fisiologi tubuh
penderita.
2. Ya, karena pada Pielonefritis pada akhirnya akan membentuk lesi glomerolus.
Kelainan-kelainan ini berkaitan dengan proteinuri dan pada akhirnya akan mengakibatkan
gagal ginjal kronik.
ADITHYA (04-057)
2. Batu ginjal dapat menyebabkan obstruksi, ulserasi, perdarahan, dan nyeri. Apa
hubungan pembentukan batu ginjal dengan sistem endokrin terutama hormon paratyroid?
Jawab:
1. bila kelainan kongenital tersebut terjadi uretra maupun pada ureter dimana terjadi
obstruksi yang dapat menyebabkan aliran kemih menjadi terhambat.
2. hormon paratyroid berkaitan dengan pengaturan kadar Kalsium di dalam darah. Pada
hiperparatyroid, terjadi hiperkalsemia dimana hiprkalsemia merupakan faktor
predisposisi dari pembentukan batu ginjal, khususnya Batu Kalsium.
1. Pada gagal ginjal dapat terjadi azotemia. Apa yang dimaksud dengan azotemia?
Jelaskan
2. Apa sajakah manifestasi sistemik utama pada Gagal Ginjal Kronik dan Uremia pada
Kardiopulmonal ?
Jawab:
1. azotemia menunjukkan peningkatan nilai nitrogen ureum darah (BUN) dan kadar
kreatinin dan sebagian besar berkaitan dengan menurunnya laju filtrasi glomerolus
(GFR). Azotemia terdiri dari:
- azotemia prarenal
- azotemia pascarenal
2. Manifestasi sistemik utama pada Gagal Ginjal Kronik dan Uremia pada
Kardiopulmonal antara lain:
- hipertensi
- edema paru
- pericarditis uremic
2. pada glomerulonefritis focal nefropati IgA, apa yang dimaksud dengan mikrohematuri
dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya?
Jawab:
1. agenesis renal adalah ginjal tidak terbentuk sama sekali. Jika terjadi bilateral pasien
dapat langsung meninggal, tapi jika unilateral kemungkinan hidup masih ada apabila
fungsi ginjal itu tidak terganggu.
2. mikrohematuri adalah suatu keadaan dimana lolosnya sejumlah sel darah merah dari
glomerolus dan masuk ke urin. Mikrohematuri tidak dapat dilihat secara makroskopik,
namun melalui pemeriksaan mikroskopik maka mikrohematuri dapat dipastikan.
GAGAL GINJAL AKUT PADA NEONATUS
Ninik Soemyarso, M Sjaifullah Noer, Divisi Neonatologi
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/ RSU Dr Soetomo
Abstract
Acute renal failure in neonate is a seroius problem. To find the cause of the renal failure,
one has to consider is inherited and congenital diseases, the perinatal events, maternal
diseases, suspect the drugs used, beside the usual cause of prerenal, renal and post renal.
Patofisiology of ischemic acute renal failure is complex including hemodinamic
alteration, leukocyte accumulation and injury to tubule epithellial cells followed by repair
process that can restore normal morphology and function. In acute renal failure, persisten
preglomerular vasoconstriction is considered the heart of impaired glomerular ffiltration
rate (GFR). Treatment of acute renal failure in neonate have to considere that renal
homeostasis and function are limited to overcome the problem.
Abstrak
Gagal ginjal akut (GGA) pada neonatus merupakan masalah yang serius. Untuk
mengetahui penyebab GGA pada neonatus, selain beberapa penyebab yang sering
ditemukan yaitu prerenal, renal dan post renal, kelainan yang diturunkan dan kongenital,
gangguan perinatal, penyakit dari ibu dan penggunaan obat obatan harus mendapat
perhatian..
Patofisiologi GGA iskemi sangat komplek meliputi gangguan hemodinamik, timbunan
leukosit serta kerusakan epitel dari tubulus ginjal yang diikuti dengan proses
penyembuhan baik dari morfologi maupun fungsi ginjal. Pada GGA, terjadinya
vasokonstriksi persisten diduga sebgai penyebab utama terjadinya gangguan fungsi
ginjal. Penanganan GGA pada neonatus harus mempertimbangkan bahwa hemostasis dan
fungsi ginjal masih belum sepenuhnya sempurna.
Pendahuluan
Gagal ginjal akut (GGA) pada bayi baru lahir merupakan masalah yang serius. Keadaan
ini biasanya disertai dengan oliguria atau anuria. Namun pada beberapa kasus dapat
terjadi tanpa disertai penurunan produksi urin, yang disebut gagal ginjal akut non
oliguria. GGA non oliguria sering ditemukan sebagai akibat obat obatan khususnya
golongan aminoglikosida (1).
Untuk mengetahui penyebab GGA pada neonatus perlu memperhatikan beberapa hal
yaitu adanya kelainan kongenital, keadaan perinatal, penyakit atau keadaan ibu, obat
obatan yang dipergunakan, disamping mencari kemungkinan penyebab prerenal, renal
dan post renal (2).
Angka kejadian GGA menurut Fitzpatrick berkisar 1 – 3 % pertahun, sedang beberapa
penelitian mendapatkan 23% (3,4). GGA pada neonatus walaupun jarang ditemukan,
tidak semua penanganan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik.oleh karena banyak
kesulitan yang ditemukan terutama pada pelaksanaan terapi pengganti fungsi ginjal.
Namun berbagai upaya dilakukan untuk dapat menyelamatkan bayi tersebut walaupun
mempunyai prognosis yang kurang baik(2).
Definisi gagal ginjal akut pada neonatus adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi
ginjal secara mendadak, disertai peningkatan kadar kreatinin dalam darah serta
penurunan produksi urin ( < 0,5-1 ml/kg BB/jam) sampai anuria. Anuria bila produksi
urin < 1ml/kg BB/hari (2,3,5).
Pada umumnya (100%) bayi baru lahir akan kencing pada 48 jam pertama setelah lahir
(4). Dalam keadaan normal, setelah lahir produksi urin bayi berkisar 1-3 ml/kg BB/jam.
Oliguria pada neonatus, bila produksi urin < 0,5-1 ml/kg BB/jam. Keadaan anuria pada
bayi baru lahir pada 24 jam pertama biasanya masih dianggap normal, oleh karena sering
bayi telah kencing pada saat setelah lahir ( masih diruang persalinan) (2).
Tabel1. Kadar nilai ambang bikarbonat pada bayi dan dewasa (1).
Bayi prematur NaHCO3 14 mmol/l
Bayi aterm NaHCO3 18 mmol/l
dewasa NaHCO3 24-26 mmol/l
Rendahnya nilai ambang NaHCO3 pada bayi akan memperburuk keadaan bayi dengan
terjadinya asidosis metabolik seperti pada sepsis, asfeksi dan dehidrasi (1).
Etiologi
Pada neonatus dan bayi penyebab gagal ginjal akut yang sering dijumpai adalah:
Prerenal yaitu:
-Perdarahan perinatal, twin twin tranfusion, komplikasi amniosintesis, abruptio
plasenta, troma kelahiran, dehidrasi, hipoalbumin, NEC
-Perdarahan neonatal, perdarahan intra ventrikel, perdarahan adrenal.
-Asfeksi perinatal, hipoksia, hyalin membrane disease
-Peningkatan tahanan pembuluh darah ginjal yaitu pada polisitemia, NSAID
Interinsik/renal
-Tubular nekrosis akut dapat terjadi akibat asfeksi perinatal, pemakainan obat
obatan aminoglikosida, NSAID yang diberikan saat hamil.
-Angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, dapat menembus plasenta
sehingga dapat mengganggu hemodinamik dan dapat mengakibatkan terjadinya
gagal ginjal akut
-Glomerulonefritis akut (jarang terjadi), merupakan akibat antibodi dari ibu yang
dapat menembus plasenta dan menimbulkaan reaksi dengan glomerulus. Juga
transfer penyakit penyakit kronik yaitu syfilis, sitomegalo virus dapat
menyebabbkan gagal ginjal akut.
Post renal
- Kelainan kongenital pada saluran kencing merupakan penyebab post renal
yang sering ditemukan.
(9, 2)
Asfeksi dan sepsis merupakan penyebab GGA tersering pada bayi. Pada kasus kasus di
perawatan intensif, kombinasi dehidrasi, sepsis, renjatan atau syok dan pemakaian obat
nefrotoksik sering ditemukan sebagai penyebab GGA pada neonatus. Namun keadaan ini
sering reversibel bila diketahui dan ditangani dengan tepat dan segera.
Obstruksi seyogyanya dapat dideteksi antenatal. Keterlambatan penanganan akan
memperburuk prognosis . Pada kasus prenatal diagnosis dengan obstruksi, pemeriksaan
ultrasonografi dan voiding cystourography harus dilakukan pada hari pertama setelah
lahir.
Trombosis dapat menyebabkan GGA dan hipertensi juga sering ditemukan.
Obat obatan yang dipakai ibu merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan.
Pemakaian obat obatan harus hati hati pada trimester ke 2, namun yang paling beresiko
pada trimester terakhir. Pada saat kehamilan mencapai 34 minggu, nefron ginjal telah
mencapai 1 juta, namun maturasi glomerulus dan tubulus terus berlanjut sampai 2 bulan
setelah lahir.
Urutan penyebab GGA setelah dilakukan observasi selama 1 tahun dari 36 kasus
(congress nephrology internet 2003) (2)
-Asfeksi 5 kasus
- Respiratori distress 4 kasus
- Neonatal sepsis 17 kasus
- Obat obatan :
Nimesulid 2 kasus
Aminoglikosida 2 kasus
- Obstruksi 2 kasus
- Kelainan jantung bawaan 2 kasus
Pada keadaan post iskemi GGA, beberapa peneliti yaitu Leaf pada tahun 1972
menjelaskan terjadinya pembengkakan sel endotel pada post iskemi GGA. Sedang
Goligorsky mendapatkan pada binatang dengan mempergunakan intravital vidio
microscopy, terdapat aliran retrograde melalui kapiler peritubular pada daerah kortek
setelah terjadi periode iskemia. Basile pada binatang percobaan mendapatkan terjadinya
penurunan jumlah pembuluh darah kecil didaerah outer medulla pada 4, 8, 40 minggu
setelah terjadi iskemi berkisar 60 menit pada GGA. Keadaan ini dihubungkan dengan
terjadinya fibrosis dari tubulus interstitialis dan gangguan kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan urin.
Peranan infiltrasi neutrofil dan mononuklear pada iskemi maupun post iskemi GGA
masih kontrofersi. Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa dengan mencegah
peningkatan sel neutrofil setelah terjadi periode iskemia, dapat mencegah kerusakan
ginjal lebih lanjut. Peneliti lain mendapatkan bahwa selain peningkatan neutrofil juga
didapat peningkatan makrofag dan T limfosit, walaupun tidak mudah dibedakan. Bukti
bukti lain mendapatkan bahwa dengan memblok T sel CD28-B7 pada tikus, akan
menghambat infiltrasi T sel dan makrofag di ginjal, sehingga dapat memproteksi
kerusakan ginjal. Pada periode post iskemia, T sel, monosit/makrofag terperangkap di
vasarecta, serta didapat peningkatan regulasi dari paparan B7-1 protein. Dengan memberi
anti B7-1 protein sebelum dilakukan percobaan, dapat mencegah terjadinya peningkatan
dari T sel, monosit/makrofag.
Peranan chemokines sebagai kemotaktik dan immunomodulator pada lekosit, dengan
merangsang cytokines misalnya IL-1 dan TNF-α. Setelah terjadi iskemi 30 menit pada
ginjal, akan terjadi peningkatan TNF-α mRNA, sedang TNF-α transcription factor dan
NF-κB akan diaktifasi setelah 15 menit terjadinya iskemi pada ginjal. Pemberian infus
TNF-α binding protein akan menurunkan aktifitas TNF-α serta infiltrasi dari netrofil,
sehingga dapat mempertahankan fungsi ginjal. Angiotensin II sebagai vasokonstriksi
bekerja dengan meningkatkan produksi chemokines oleh sel endotel sehingga
meningkatkan interaksi antara lekosit dan endotel. Sedang nitric oxide bekerja dengan
menghambat TNF-α sehingga dapat mmelindungi ginjal dari kerusakan akibat iskemi.
Akibat jangka panjang dari GGA pada manusia masih belum diketahui dengan pasti dan
masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan tergantung dari penyebab GGA dan
lamanya observasi. Beberapa penelitian pada orang dewasa didapatkan bahwa Briggs
melakukan observasi 4-75 bulan, Lewers observasi 2-15 tahun, Bonomini observasi 1 &
15 tahun, Kjellstrand observasi <1 tahun mendapatkan bahwa 35 sampai 71% penderita
setelah mengalami GGA fungsi ginjal tidak kembali sempurna. Gangguan yang sering
ditemukan adalah ketidak mampuan ginjal mengkonsentrasikan urin. Bonomini
melaporkan adanya penurunan GFR dalam kurun waktu 1-5 tahun observasi. Sedang
Lewers mendapatkan adanya penurunan fungsi ginjal yang terus berlanjut. Namun
demikian penderita penderita tersebut tanpa disertai gejala yang nyata. Basile
menyimpulkan bahwa walaupun struktur dan fungsi ginjal dapat diperbaiki setelah terjadi
GGA iskemi, namun gangguan pada microvacular akan menetap. Keadaan ini harus
diwaspadai efek jangka panjang pada GGA iskemi (12, 13).
Diagnosis (2)
Riwayat penyakit memegang peranan penting.
Riwayat penyakit prenatal:
- Keadaan ibu
- Obat obatan NSID, COX-2 inhibitor, ACEI, Angiotensin reseptor bloker
- Oligohidramnion menggambarkan bahwa terjadi penurunan produksi urin
pada janin. Keadaan ini sering dihubungkan dengan agenesis ginjal, displasi
ginjal, penyakit policystic, obstruksi. Adanya peningkatan α fetoprotein pada
cairan amnion sering dihubungkan dengan sindroma nefrotik kongenital
Riwayat keluarga:
Adanya keluarga dengan kelainan ginjal, penyakit policystic dan gangguan
tubulus ginjal.
Riwayat persalinan
- Fetal distress
- Asfeksi perinatal
- Syok oleh karena kekurangan cairan
Pemeriksaan klinis
- Adanya masa abdomen yang diduga ada hubungannya dengan gangguan
saluran kencing.
- Kelainan anomali yang sering disertai dengan kelainan ginjal yaitu:
• low set ear meningocele
• genitalia ambiguous pneumothorax
• atresia anal hemihipertrophy
• defect dinding abdomen persistent urachus
• Anomali vertebra hipospadia
• Kriptorkidism
Untuk membedakan GGA prerenal dan GGA interinsik dengan melakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
- Urea yang melebihi proporsi terhadap kreatinin
- Gagal ginjal indeks yaitu serum kreatinin, fraksi ekskresi natrium, osmolaritas
urin.
- Melakukan challenge secara hati hati mempergunakan Ringer Lactat 10-20
ml/kg BB selama 1-2 jam. Bila urin keluar dalam 1 jam berarti GGA prerenal.
Bila tidak ada urin yang diproduksi dalam 1 jam setelah pemberian cairan,
diberikan furosemid 1 mg/kg BB. Bila urin tetap tidak diproduksi
kemungkinan suatu gagal ginjal dengan penyebab interinsik.
Terapi (2)
Penanganan awal penderita dengan ARF adalah koreksi cairan, keseimbangan elektrolit,
disamping mencari penyebab dari ARF. Kekurangan cairan pada bayi dapat diatasi
dengan pemberian cairan. Namun demikian harus diingat bahwa pada bayi terutama bayi
prematur, severe prematur, terutama bayi dengan berat badan < 1250 gram, kemampuan
ginjal masih terbatas.Hal hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
• Keterbatasan untuk mengkonsentrasikan urin. maksimum
Berat jenis 1.021 sampai 1.025
• Terbatasnya kemampuan untuk absosbsi dan ekskresi air.
• Keterbatasan regulasi dari glukose
• Keterbatasan untuk mengekskresi kelebihan natrium
• Rendahnya nilai ambang terhadap kadar bikarbonat di proximal tubulus
Serta keterbatasan memproduksi amonia di tubulus distal
• Keterbatasan ginjal mengekskresi obat obatan yang dipakai sehingga
pemakaian harus disesuaikan dengan kemampuan ginjal agar tidak terjadi
efek toksik dari obat.
• Ekses pengeluaran air melalui kulit serta kondisi patologi misalnya syok
akan memperberat keadaan pada bayi.
Untuk itu diperlukan monitor ketat pada bayi dengan GGA meliputi:
1. Menimbang berat badan tiap 8 jam
2. Mengukur produksi urin tiap jam
3. Observasi linkaran abdomen atau tanda tanda ekses cairan
4. Instruksi terapi perlu dievaluasi dan ditulis kembali tiap 8 jam
Fluid challenge dilakukan bila ada dugaan hipovolemia. Cairan ringer lactat diberikan 10-
20 ml/kg BB dalam waktu lebih dari 1-2 jam.
Jenis cairan yang dapat dipergunakan:
1. Keadaan euglycemia, diberi cairan 10-20% dextrose
2. Keadaan isonatremia, terutama bayi dengan pretem cenderung terjadi
hiponatremia, dapat ditambahkan larutan salin hipertonik atau sodium
bikarbonat pada larutan dextrosa.
3. Hindari terjadinya hiperkalemia. Jangan memberi koreksi kalium sampai
produksi urin cukup adekwat.
Penggunaan dopamin tidak terbukti bermanfaat untuk terapi GGA pada bayi. Demikian
juga penggunaan manitol karena dapat berakibat overload dan sembab paru. Pemberian
derivat xantin misalnya aminophylline sebagai anti adenosine terbukti bermanfaat
terutama pada GGA karena hipovolemia, sepsis atau ikterus berat. Pemberian
aminophyllin dengan loading 5 mg/kg BB, dilanjutkan dengan 0,3 mg/kg BB/jam.
Pemberian dihentikan bila dalam 48 jam tidak ada tanda perbaikan fungsi ginjal. Bila
terdapat hiperkalemia harus ditangani dengan tepat.
Tabel2 (14)
Penanganan hiperkalemia
In non haemolysed blood, if potasium management
Serum potasium ≥6 mmol/L,without ECG Monitor k+ tiap 1-2 jam using gas analyser
changes
Serum potasium ≥7 mmol/L with normal 1st line:glucose-insulin infusion
ECG (0,15U/kg/hour insulin in 25% dextrose).
If potasium rise persist: Salbutamol
infusion 4µ g/kg in 5 mls water over 20
minutees (repeat as necessary). Evidence
base level 2
Arrithmias are appearing Give immediately:
IV 10% calsium gluconate.
If asidosis give bicarbonat (4.2% NaHCO3
ml=weight(kg)xbase defisitx0,3
-Give calcium gluconat before bicarbonate
-Don’t give calcium and bicarbonat in
the same line
AND
-1st line: glucose insulin infusion (0,15U/kg
BB/hour insulin in 25% dextrose given as
an intravenous infusion).
-If K+ rise persist: salbutamol infusion 4 µ
g/kg BB in 5 mls water over 20 minutes
(repeat as necessary)
Refractory hypekalemia -Use both glucose/insulin and salbutamol
infusions
-Sodium resonium 1 g/kg BB per rectum
(up to 6 hourly as necessary)
-Red cell transfusion with washed packed
red cells.
-Consider dialysis
Dikutip dari: Department of Neonatal Medicine Protocol Book, Royal Prince alfred Hospital
Pemberian nutrisi dengan meningkatkan kalori 25 kcal/kg, pembatasan protein 0,5 g/kg
BB/hari. Pembatasan fosfat dan suplemen kalsium.
Dialisis
Dialisis dilakukan bila dengan penanganan diatas tidak ada perbaikan. Terutama bila K+
>8mmol/L, asidosis berat dan overload cairan.
Namun sebelum melakukan dialysis harus mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:
1. Apakah kelainan di ginjal bersifat reversibel
2. Berapa lama kira kira dialysis akan dilakukan
3. Problem medik yang lain apakah bersifat reversibel
4. Pendapat dari orang tua
Peritoneal dialysis:
Peritoneal dialysis lebih banyak dipakai pada neonatus. Pada umumnya mempergunakan
20-30 ml cairan dialysat secara kontinyu selama 24-48 jam. Bila dalam 2-3 hari GGA
menetap, dialysis dapat dilakukan intermiten. Peritoneal dialysis dengan mempergunakan
volume kecil lebih mudah diterima oleh bayi dengan GGA. Kateter yang dipergunakan
stiff peritoneal dialysis kateter atau Tenchoff kateter bila dialysis diduga akan
berlangsung dalam waktu lebih lama.
Hemodialysis:
Pelaksanaannya sulit oleh karena itu jarang dilakukan. Hemodialysis hanya dilakukan
disenter yang telah berpengalaman.
A Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak
riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah fungsi ginjal yang
menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme atau keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (KMB, Vol 2 hal 1448).
B. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperaluan klinis dapat dibagi
dalam 2 kelompok :
b) Penyakit Ginjal Obstruktif : Pembesaran Prostat, Batu Saluran Kemih, Refluks ureter.
Dekstruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama (KMB,
Vol 2 hal 1448).
C. PATOFISIOLOGI
Dua Pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi
ginjal pada Gagal Ginjal Kronik :
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam
stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan
fungsi-fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya
lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul
bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Hematologis
Gastrointestinal
Sistem syaraf pusat
Kardiovaskuler
Endokrin
Neurologis
Gagal Ginjal Kronik
Pencernaan
Kulit
Hematologi
Syaraf dan Otot
Kardiovaskular
Endokrin
Ggn.Metab.protein
Cegukan
Gastritis
>Urokrom Gatal ekskariosis
Urea Frost
Anaemia
Ggn Fungsi
dan Trombositopeni
Ggn Fungsi
leukosit
Restless Leg sindrom.
Ensepalopati
metab.
Miopati
Hipertensi
Odema
Ggn.Seksual
Ggn.Tolerasi glukosa
Ggn.Metab.
lemak
Ggn.Metab Vit. D
Anoreksia Mual Muntah
Bau Mulut
Stomatitis
Parotitis
Pucat. Kuning,
Gatal
Eritropoitin <
Defisiensi besi
Hemolisis
Kelemahan otot
Perubahan proses pikir
> Renin Angiotensi-Aldosteron
Arterisklerosis dini
E. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan
pembagian sebagai berikut:
Terdapat manifestasi klinis seperti gagal ginjal sedang, retensi air dan garam, mual,
nafsu makan hilang, penurunan fungsi mental
F. PERJALANAN KLINIS
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium , yaitu:
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah yang
paling ringan, dimanana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
meraskan gejala-gejal dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas
normal. Selama tahap ini kreatininserum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
dalam batas normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin
hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes
pemekatan kemiih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2. Stadium II
Insufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang
bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya
dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap
ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
milai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari
3liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal giinjal dengan faal ginjal
diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai tergganggu.
3. Stadium III
Uremia gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah jelas
dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari
sebagaimana mestinya. Gejala yang timbul antara lainmual, muntah, nafsu makan
berkurang , sesak nafas, pusing sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur,
kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma, stadium
akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFRnya 10%
dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau
kurang.
1. Hematologik
2. Gastrointestinal
b. fektor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
a. Miopati
b. Ensefalopati metabolik
4. Kulit
5. Kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensi-aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
6. Endokrin
kalsifikasi metastatik.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi.
2. Foto polos abdomen
Untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu ataqu obstruksi lain. Foto
polos yang disertai dengan tomogram memberikan hasil keterangan yang lebih baik
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko
penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati
Asam Urat.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat (IPD,
).
5. Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim,
ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai
bendungan.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal,
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
I. Penatalaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2; EGC.
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6; EGC.
Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.
Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II.
Bandung.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC. Jakarta:
Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC.
Jakarta.
Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore.
Williams & Wilkins
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta.
SMF UPF Anak. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Leave a Reply
Name (required)
Website
• Calendar
o
July 2008
M T W T F S S
« Jun
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 31
• Blogroll
o WordPress.com
o WordPress.org