You are on page 1of 9

MANFAAT DAN DAMPAK PENGGUNAAN INSINERATOR TERHADAP LINGKUNGAN

Incinerator is a furnace for burning solid waste at high temperatures, it can reduce the weight of garbage by 80% in a short time, it does not require extensive land. Incinerator is a standard tool to handle medical waste from hospitals to mendestruksi dangerous pathogen such as infectious germs. However, a source of dioxin pollution and heavy metals, investment costs high operation and maintenance. Rubbish which originated from different sources contain material that is easy burning also different. The use of incinerators other than expensive, its requiring labor is much less per tonne compared with recycling technology. Weak supervision and lack of ability to show that the use of incinerators in developing countries will be more polluting than its use in developed countries. Uncertainty budgets and corruption, can affect the handling of maintenance required. Weather differences and characteristics of waste can cause difficulties in the operation of the incinerator.
Keywords: impact, incinerators, solid waste, environmental

PENDAHULUAN Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash). Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada temperature lebih dari 800-1200OC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik. Proses insinerasi berlangsung melalui 3 tahap, yaitu: 1) mengubah air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering yang akan siap terbakar, 2) proses pirolisis, yaitu

pembakaran tidak sempurna, dimana temperature belum terlalu tinggi, 3) proses pembakaran sempurna. Insinerasi dapat mengurangi berat sampah 70-80 % atau volume

85-95%. Salah satu kelebihan yang dikembangkan terus dalam teknologi terbaru dari insinerator ini adalah pemanfaatan energi. Disamping itu sampah dapat dimusnahkan dengan cepat, terkendali dan insitu, serta tidak memerlukan lahan yang luas seperti halnya proses landfill. Di beberapa negara maju, teknologi insinerasi sudah diterapkan dengan kapasitas besar, namun dianggap bermasalah dalam pencemaran, merupakan sumber polusi dioxin dan logam berat, seperti merkuri dan kadmium, arsen dan kromium di udara. Teknologi ini membutuhkan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang cukup tinggi.

MANFAAT TEKNOLOGI INSINERATOR Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar/skala kota dilakukan di instalasi pembakaran insinerator. Teknologi ini mampu mengurangi sampah hingga 80% berat, sehingga yang 20% merupakan sisa pembakaran yang harus dibuang ke TPA atau dimanfaatkan lebih lanjut. Sisa pembakaran ini relatif stabil dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya. Teknologi insinerasi mempunyai beberapa sasaran, yaitu: a. Mengurangi-massa/volume limbah, proses oksidasi limbah pada pembakaran temperature tinggi dihasilkan abu, gas dan energi panas. b. Mendestruksi komponen berbahaya, insinerator tidak hanya digunakan untuk membakar sampah kota (sampah rumah tangga), namun juga digunakan untuk limbah industri (termasuk limbah B3), limbah medis (limbah infectious). Insinerator juga dipakai untuk limbah non padat seperti sludge dan limbah cair yang sulit terdegradasi. Insinerator merupakan sarana standar untuk menangani limbah medis dari rumah sakit. Sasaran utama untuk mendestruksi pathogen yang berbahaya seperti kuman penyakit menular. c. Pemanfaatan energi panas, insinerasi adalah identik dengan pembakaran, yaitu dapat

menghasilkan enersi yang dapat dimanfaatkan. Faktor penting yang harus diperhatikan adalah kuantitas dan kontinuitas limbah yang akan dipasok. Kuantitas harus cukup untuk menghasilkan energi secara kontinu agar suplai energi tidak terputus. nanogram dioksin. Pada darah pekerja di instalasi itu ditemukan 5.380 pikogram dioksin per gram lemak darahnya. Padahal konsentrasi yang dapat diterima 20-30 pikogram. Pembakaran sampah dengan insinerator merupakan cara yang paling mudah dan cepat untuk memusnahkan sampah. Lancar tidaknya proses pembakaran tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah, karena sampah berasal dari sumber yang berbeda sehingga kandungan materi yang mudah dibakarpun juga berbeda-beda. Kondisi tersebut pada akhirnya memerlukan perhitungan dan ketelitian yang rumit.

KERUGIAN PEMBAKARAN SAMPAH DENGAN INCINERATOR Kerugian menggunakan incenerator yaitu adanya residu dan gas polutan yang dilepaskan. Senyawa dioxin adalah polutan yang paling berbahaya dari proses pembakaran. Senyawa dioxin menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, diantaranya kanker, terganggunya sistem kekebalan tubuh, merusak sistim reproduksi dan hormonal, serta gangguan pertumbuhan. Dioxin akan terakumulasi di dalam tubuh melalui rantai makanan dari pemangsa ke predator. Dioxin harus mendapatkan perhatian yang sangat khusus, karena dapat mudah ditemukan di dalam alam pada tingkatan yang sudah mengkhawatirkan akan menyebabkan gangguan terhadap kelangsungan makhluk hidup. Disamping itu incinerator merupakan dapat mengakibatkan pencemaran Merkuri pada tanah. Logam berat merkuri merupakan racun yang sangat kuat, mengganggu sistem pergerakan, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran. Selain itu, incinerator juga merupakan sumber utama polutan-polutan logam berat, seperti timah (Pb), kadmium (Cd),

arsen (As) dan kromium (Cr). Selain menghasilkan beragam residu yang berbahaya, incinerator juga merupakan teknologi yang sangat mahal dan rumit. Dibutuhkan skill yang tinggi untuk mengoperasikannya, belum lagi biaya perawatan dan operasional bahan bakar yang sangat mahal.

Polusi Akibat Incenerator Insinerasi memiliki sejumlah output seperti abu dan emisi ke atmosfer berupa gas sisa hasil pembakaran. Sebelum melewati fasilitas pembersihan gas, gas-gas tersebut mungkin mengandung partikulat, logam berat, dioksin, furan, sulfur dioksida, dan asam hidroklorat. Dalam sebuah penelitian tahun 1994, Delaware Solid Waste Authority menemukan bahwa untuk sejumlah energi yang sama yang dihasilkan, insinerator menghasilkan hidrokarbon, SO2, HCl, CO, dan NOx lebih sedikit dibandingkan pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara, namun lebih banyak dari pada pembangkit listrik dengan bahan bakar gas alam. Dioksin dan furan adalah jenis emisi hasil pembakaran insinerator yang berisiko terhadap kesehatan. Insinerator tua tidak memiliki sistem yang bisa membersihkan dioksin. Umumnya, pemecahan dioksin membutuhkan temperatur tinggi untuk memicu pemecahan termal terhadap ikatan molekular. Pembakaran plastik yang tidak mencapai temperatur yang diperlukan akan melepaskan dioksin dalam jumlah signifikan ke udara. Insinerator modern didesain untuk mencapai pembakaran dengan suhu tinggi. Biasanya dilengkapi dengan pembakar yang memakai bahan bakar minyak. Temperatur yang dibutuhkan adalah 850 oC dalam waktu setidaknya dua detik guna memecah dioksin. Emisi gas lainnya adalah CO2 sebagai hasil dari proses pembakaran sempurna. Pada temperatur ruang dan tekanan atmosfer, satu ton sampah padat dapat menghasilkan 1 ton gas CO2. Jika sampah dibuang ke lahan pembuangan, satu ton sampah padat dapat

menghasilkan 62 meter kubik metana karena dekomposisi anaerobik. Metana sejumlah ini memiliki efek rumah kaca dua kali lebih berbahaya dari pada 1 ton CO2. Bahan beracun lainnya yang keluar dari gas yang dihasilkan dari sisa pembuangan diantaranya sulfur dioksida, asam hidroklorat, logam berat, dan partikel halus. Uap yang terkandung dalam gas menciptakan bagian yang dapat terlihat dari gas yang umumnya transparan sehingga menyebabkan polusi dapat terlihat. Pembersihan gas sisa pembakaran yang dapat berpotensi menjadi polutan dilakukan melalui berbagai proses. Partikulat dikumpulkan dengan filtrasi partikel yang pada umumnya berupa electrostatic precipitator dan/atau baghouse filter. Yang terakhir umumnya sangat efisien untuk mengumpulkan partikel halus. Dalam penelitian oleh kementrian lingkungan hidup Denmark pada tahun 2006, rata-rata emisi partikulat per energi yang dihasilkan oleh sampah yang dibakar berada di bawah 2,02 gram per Giga Joule. Pembersih gas asam digunakan untuk menghilangkan asam hidroklorat, asam nitrat, asam hidrofluorat, merkuri, timbal, dan logam berat lainnya. Sulfur dioksida dapat dihilangkan dengan desulfurisasi menggunakan cairan limestone yang diinjeksikan ke gas sisa hasil pembakaran sebelum menuju ke filtrasi partikel. Gas NOx adalah gas lainnya yang harus direduksi dengan katalis amonia di konverter katalitik atau dengan reaksi bertemperatur tinggi dengan amonia. Logam berat diadsorpsi dengan bubuk karbon aktif yang lalu dikumpulkan di filtrasi partikel. Insinerasi juga memproduksi abu ringan yang dapat bercampur dengan udara di atmosfer dan abu padat, sama seperti ketika batu bara dibakar. Total abu yang dirpoduksi berkisar antara 410% volume dan 15-20% massa sampah sebelum dibakar. Abu ringan berkontribusi lebih pada potensi gangguan kesehatan karena dapat berbaur pada udara dan berisiko terhirup paru-paru. Berbeda dengan abu padat, abu ringan mengandung konsentrasi logam berat

(timbal, kadmium, tembaga, dan seng) lebih banyak dari pada abu padat namun lebih sedikit kandungan dioksin dan furan. Abu padat jarang mengandung logam berat dan tidak dikategorikan sebagai sampah berbahaya sehingga aman untuk dibuang ke lahan pembuangan sampah. Namun perlu diperhatikan agar pembuangan abu padat tidak mengganggu keadaan air tanah karena abu padat dapat terserap ke dalam tanah. Polusi lainnya adalah bau, namun bau dan debu telah ditangani dengan baik pada fasilitas insinerasi terbaru. Sampah diterima dan disimpan dalam ruangan bertekanan udara rendah dengan aliran udara menuju ke dalam ruang pembakaran sehingga sangat kecil kemungkinan bau akan lepas menuju atmosfer dan menimbulkan ketidaknyamanan pada lingkungan sekitar.

DAMPAK PENGGUNAAN INSINERATOR Insinerator merupakan sumber terbesar polusi dioxin dan logam berat, seperti merkuri (Hg) dan kadmium (Cd) timbal (Pb), arsen (As) dan kromium (Cr) di udara. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat dan dapat mengganggu sistem syaraf, dan panca indera. Dioxin adalah polutan paling berbahaya yang dihasilkan dari proses insinerator karena dapat menyebabkan kanker, kerusakan sistem kekebalan, reproduksi, dan permasalahan dalam pertumbuhan. Dioxin terakumulasi dalam tubuh, melalui rantai makanan dari pemangsa ke predator, terkonsentrasi dalam daging dan susu-mentega, dan terakumulasi dalam tubuh manusia. Dioksin dihasilkan dari reaksi oksidasi atau pembakaran senyawa diklorobenzena yang banyak ditemukan pada pestisida atau herbisida, pemutih kertas, bahan plastik

pembungkus makanan, dan alat medis sekali pakai. Dioksin juga terbentuk dari pembakaran bahan organik seperti kayu dan lemak.

Batasan paparan dioksin pada manusia sesuai baku mutu 1406 EPA adalah 1-4 nanogram per meter kubik asap. Meski demikian, insinerator yang dioperasikan di negara maju pun emisinya jauh lebih tinggi dari baku mutu. Karena itu EPA meminta mengganti insinerator konvensional ini dengan sistem yang ramah lingkungan.

Jepang juga menghadapi masalah polusi dioxin terbesar di dunia karena 70 persen insinerator dunia ada di Jepang. Sebuah insinerator yang terdapat di utara Osaka diidentifikasi sebagai sumber polusi dioxin karena pada musim semi 1998 ditemukan 8.500 pikogram per gram tanah dekat dengan insinerator tersebut dapat membentuk TCDD (Tetra Chloro Dibenzo para Dioxin) merupakan yang paling beracun dan diketahui secara nyata merupakan faktor pemicu kanker. Di Desa Hinode dekat Tokyo yang merupakan daerah pembuangan limbah terbesar di Asia memiliki kapasitas pembakaran abu dari insineratornya lebih dari 2,5 juta meter kubik. Di daerah ini ditemukan 18 dari 271 orang meninggal karena kanker dalam waktu kurang dari 10 tahun. Data ini lebih dari empat kali lipat rata-rata kasus nasional Jepang. Dioxin memerlukan perhatian khusus, karena dioxin dapat berada dimana-mana di lingkungan (dalam tubuh manusia) pada tingkatan yang sudah dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan. Polutan-polutan lain yang dihasilkan dari insinerator yang juga perlu diperhatikan antara lain adalah senyawasenyawa hidrokarbon-halogen (nondioxin); gas-gas penyebab hujan asam; partikulat-partikulat yang dapat mengganggu fungsi paru-paru; dan gas-gas efek rumah rumah kaca. Abu insinerator sangat berbahaya tetapi seringkali tidak ketat pengaturannya.

Selain menghasilkan berbagai residu yang berbahaya insinerator merupakan teknologi yang sangat mahal dan rumit. Dibutuhkan skill yang tinggi untuk mengoperasikannya,

belum lagi biaya perawatannya yang juga mahal. Tenaga kerja yang terlibat dalam proses insinerator sangatlah sedikit karena semua pengerjaannya dilakukan secara otomatis sehingga menghasilkan sedikit kesempatan lapangan pekerjaan. Insinerator tidak mampu memenuhi bakumutu peraturan yang ada.

Dampak dari penggunaan insinerator secara ringkas antara lain: Menghasilkan bahan pencemaran dan mengancam kesehatan masyarakat, Memberi beban finansial yang cukup berat bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi insinerator, Menguras sumber daya finansial masyarakat setempat, Memboroskan energi dan sumberdaya material, Mengganggu dinamika pembangunan ekonomi setempat.

KEBIJAKAN PEMERINTAH Perluasan Tanggungjawab Produsen Perluasan Tanggungjawab Produsen ( Extended Producer Responsibility - EPR ) adalah suatu pendekatan kebijakan pemerintah yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya untuk menerapkan Zero Waste atau Bebas Sampah. Kebijakan Pengelolaan Sampah Medis Limbah medis dari alat-alat pemeliharaan kesehatan yang berasal dari puskesmas dan rumahsakit merupakan faktor penting yang perlu dikelola, walaupun beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan lebih lanjut sebelum dibuang. Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak baik diinsinerasi dan harus dikumpulkan dengan hati-hati dan segera dikirim kembali ke pabriknya.

Program Kompos Pengelolaan sampah kota hingga tuntas, selain memerlukan teknik pengolahan sampah berskala besar, juga secara bersamaan memerlukan teknik pengolahan sampah berskala kecil yang terdistribusi dalam jumlah banyak sehingga mampu

mengurangi beban sampah terpusat. Pada sistem pengomposan, biaya penanganan sampah yang mahal dari pengangkutan, pembuangan dan pengolahan di TPA dapat ditekan sekecil mungkin. Proses biologis pengomposan aerobik sampah kota dapat diterapkan pada skala kecil, telah teruji, tidak menghasilkan bau, memberikan pengurangan volume yang cukup signifikan, dan produknya berupa kompos telah dikenal baik oleh masyarakat sebagai bahan untuk mengembalikan mutu struktur tanah pertanian. Proses pengomposan aerobik memerlukan kondisi temperatur udara yang cukup tinggi, kelembapan dan kebasahan, serta sirkulasi udara yang cukup baik untuk aerasi. Ketiga persyaratan ini sudah tersedia secara alami sehingga tidak diperlukan lagi biaya tambahan untuk itu. Suatu keunggulan alam Indonesia yang harus dimanfaatkan secara maksimal. Pemilahan sampah harus dilakukan di rumah- rumah. Sampah yang akan dikomposkan jangan dimasukkan ke dalam kantung plastik, cukup ditampung dalam keranjang bambu terbuka, sehingga petugas angkut dengan mudah dapat mencurahkan sampah ke gerobaknya. Di tempat pengomposan petugas ini tinggal membalikkan gerobaknya atau mendorong tumpukan sampahnya tepat di atas lahan tempat pengomposan. Tumpukantumpukan sampah yang sudah tersusun ini mulai mengalami proses pengomposan secara aerobik. Proses pengomposan aerobik berlangsung alami selama 45 hari.

You might also like