Professional Documents
Culture Documents
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE GRASS
Angga Yuda Prawira1, Ketut Wikantika1, dan Firman Hadi1
Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung - ITB, Jl. Ganesha No. 10, Bandung, Indonesia Telp. + 62 22 2530701, Fax. + 62 22 2530702 email: wirayuda@telkom.net
1
Abstrak
Land Rehabilitation and Land Conservation include many aspects which has to do, such as: (1) Damage or Critical Land Rehabilitation, (2) Increasing Land Productivity with Land Reclamation, and (3) Flood Controlling, Ravine Controlling, and Slope Controlling. One of main objective in RTL-RLKT (Rencana Teknik Lapangan dan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah); which are Land Conservation rules and formed on Government Regulation, are determine the location, width, and Level of Critical Land. In this paper will be discussed about Damage or Critical Land Rehabilitation with determine Critical Land in North Bandung city. To determine critical land, we are using the method which needs remote sensing data and all supporting data. With value process in Open Source GRASS, the distributed of critical land in North Bandung city is detected.
1. PENDAHULUAN Kawasan Bandung Utara dari tahun ke tahun telah berkembang sedemikian rupa, sehingga fungsi utamanya sebagai kawasan serapan air semakin berkurang. Hal ini disebabkan berubahnya fungsi kawasan resapan air menjadi lahan pertanian, sementara luas kawasan pertanian berubah juga fungsinya (terkonversi) menjadi areal pemukiman. Di sisi lain masalah jumlah penduduk di kawasan Bandung Utara semakin meningkat. Dari fenomena tersebut kita dapat melihat bahwa kebutuhan akan lahan untuk beraktivitas maupun untuk bermukim akan semakin tinggi seiring makin tingginya pertambahan jumlah penduduk. Perubahan penggunaan lahan yang disebabkan oleh fenomena alam dan aktifitas manusia tersebut akan menyebabkan degradasi lahan. Tanpa adanya usaha perbaikan, lahan yang ada akan semakin menurun kualitasnya dan pada akhirnya akan menjadi lahan kritis di Kawasan Bandung Utara. Berdasarkan kondisi lahan di atas, maka perlu diupayakan identifikasi dan pemetaan lahan kritis agar dapat diketahui luas dan sebarannya sehingga dapat disusun rekomendasi prioritas penanganan lahan yang diperlukan di Kawasan Bandung utara. Untuk
mencapai tujuan ini, salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi lahan kritis Kawasan Bandung utara adalah penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan sofware GIS under linux GRASS. 2. DASAR TEORI Lahan (tanah) merupakan bagian dari ruang sehingga pemanfaatan lahan harus sesuai dengan perencanaan tata ruang. Yang dimaksud dengan pemanfaatan lahan merupakan penggunaan lahan pada fungsi waktu tertentu. Penggunaan lahan merupakan suatu keadaan dimana suatu areal lahan ditempati oleh vegetasi, bangunan, atau objek/ kegiatan lain, baik yang ditata maupun yang tidak ditata. Lahan kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syaratsyarat konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang
TIS - 100
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
telah ditentukkan atau diharapkan. Secara umum lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi (penurunan kualitas) lingkungan sebagai dampak dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana. Ciri utama lahan kritis adalah gundul, terkesan gersang dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah dan pada umumnya terletak di wilayah dengan topografi lahan berbukit atau berlereng curam (Hakim dkk., 1991). Tingkat produksi rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih rendah yaitu sekitar 4.8 hingga 5.2 karena mengalami pencucian tanah yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman. 2.1 Ruang Lingkup Kajian Lingkupan bahasan yang dikaji adalah pemanfaatan open source GRASS mengidentifikasi lahan kritis.
78 6 5 0 0
Lingkupan Wilayah yang dikaji sebatas Bandung kawasan Utara. Batas wilayah Bandung Utara ditetapkan dalam SK Gubernur Jabar No.181.1/SK.1624Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara. Batas wilyah Bandung Utara adalah sebagai berikut (Bapeda Jabar, 2002): Sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh garis punggung topigrafi yang menghubungkan puncak-puncak Gunung Burangrang, Masigit, Gedogan, Sunda, Tangkuban Perahu dan Manglayang Sebelah Barat dan Selatan dibatasi oeh garis kontur 750m di atas permukaan laut (dpl)
Tabel 1. Ruang Lingkup Wilayah Studi
Koordinat Geodetik Lintang Bujur 6 48 8.02 107 32 S 3.72 T 7 00 46.31 S 107 44 51.02 T
79 2 0 0 0
79 7 5 0 0
80 3 0 0 0
0000
92 4 0
4500
92 3 4
Kotamadya Bandung
9000
92 2 9
78 6 5 0 0
79 2 0 0 0
79 7 5 0 0
80 3 0 0 0
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 101
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
2.2 Kriteria yang digunakan Pendekatan metode yang digunakan dalam penilaian lahan kritis mengacu kepada dokumen Standar dan Kriteria Rehabilitasi hutan dan Lahan, yang merupakan Lampiran dari SK menteri kehutanan No. 20/Kpts-II/2001 tentang Pola umum dan Standar serta kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Sasaran kegiatan RHL adalah lahan- lahan dengan fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi dan penghijauan, yaitu fungsi kawasan hutan lindung, fungsi kawasan hutan lindung di luar kawasan hutan dan kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Kriteria-kriteria yang menjadi parameter lahan kritis dalam Lampiran SK. Menhut tersebut adalah penutupan tajuk, kemiringan lereng, erosi, tipe kawasan dan atau penutupan batuan. Selanjutnya kelima kriteria lahan kritis tersebut diberi bobot nilai sesuai dengan tipe kawasan mana model lahan kritis tersebut diterapkan 2.3 Identifikasi Data Dasar Dalam hal pembuatan peta Lahan Kritis, Data-data dasar yang diidentifikasikan yang berkaitan dengan kekritisan lahan sebagai berikut;
Tabel 2 Parameter analisis dan kebutuhan data spasial
Parameter Batuan
Manajemen
Tabel.3 Penamaan data base pada penentuan lahan kritis di kawasan bandung utara
803570.00E 9223940.00N
30.Pemberian resolusi grid 30, berdasarkan resolusi citra terendah yang di pakai, yaitu citra landsat dengan resolusi spasial 30 m.
Kemiringan lereng
Sumber, Proses Landsat TM, menerapkan model Forest Canopy Density DEM, ekstraksi informasi dari DEM dengan modul r.slope.aspect Citra SPOT, Land used Jabar Peta curah hujan, peta jenis tanah, RBI bandung, Peta Land use diproses menggunakan metode USLE
3. Pengolahan GRASS
Data
Menggunakan
3.1 Pembuatan Data Base GRASS Pekerjaan pertama yang dilakukan pada pengolahan data pada grass yaitu pembuatan data base, meliputi: Pembuatan Mapset, Location dan folder data base .Location adalah wilayah yang mencakup seluruh peta kerja sedangkan mapset dapat merupakan sebagian dari atau seluruh wilayah kerja tersebut. sedangkan folder Data base menentukkan dimana folder location dan mapset disimpan. Kemudian menentukan Sistem proyeksi, Datum, batas-batas koordinat terluar dari wilayah kerja serta grid resolution yang di simpan pada folder Location. Tabel di bawah merupakan penamaan dan penentuan data
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 102
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
base untuk pengidentifikasian lahan kritis di kawasan Bandung Utara: Import Citra Memasukkan citra SPOT dan Landsat Kawasan Bandung Utara yang akan diolah pada data base GRASS dengan cara mengimpor citra dalam bentuk tiff, yang telah terkoreksi sehingga tidak mengurangi kandungan informasi yang ada. Proses import citra ini menggunakan perintah: File-Import- RasterMap multiple using GDAL Persiapan Data spasial Tahapan persiapan data dimaksudkan untuk membuat data spasial dapat diproses kemudian dianalisis. Petapeta tematik, yaitu: Peta curah hujan kabupaten Bandung, Peta jenis tanah Kabupaten Bandung dan Peta tata guna lahan Kabupaten Bandung. Peta-peta tematik tersebut dipotong menggunakan perintah Clip pada sofware ARC INFO sehingga peta-peta tematik tersebut hanya mencakup daerah yang bertampalan dengan daerah studi saja. Import Data Vektor Data data dalam format vektor yang digunakan pada penelitian ini adalah; peta curah hujan, peta jenis tanah, tata guna lahan, Peta pemanfaatan lahan, peta kontur seluruh kawasan bandung utara. Data data tersebut diimpor kedalam data base GRASS dengan perintah: File -> Import -> Vector map -> ESRI shapefile Semua data vektor mengalami proses editing dan pembuatan topologi agar dapat dikonversikan ke dalam bentuk Raster, Rasterisasi ini menggunakan perintah: GIS -> Map type conversions -> Vector to raster Pengolahan Erosi metode USLE di dalam Grass Perkiraan penentuan erosi menggunakan rumus USLE (Universal Soil Loss Equation) dimana tingkat erosi ditentukkan dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah hilang. Rumus USLE secara matematis dapat dinyatakan sebagai: A = R x K x LS x C x P dimana: A = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun) (1)
R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (biasanya dinyatakan sebagai energi dampak curah hujan(MJ/ha) x intensitas hujan maksimal selama 30 menit(mm/jam) K = indeks erodibilitas tanah (ton x ha x jam) dibagi oleh (ha x megajoule x mm) LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolaan tanaman P = indeks upaya konservasi tanah Peta R dan K yang sudah dalam bentuk raster, dilakukan proses Reclass agar memiliki nilai curah hujan dan erodibilitas yang sebenarnya. Peta kemiringan lereng (LS) didapatkan dengan melakukan perhitungan yang menggunakan modul r.watershed pada GRASS. Dengan modul ini, peta kemiringan lereng (LS) yang dibutuhkan pada proses penghitungan tingkat erosi, dapat dihasilkan secara langsung. Peta C didapat dari turunan tataguna lahan dengan referensi foto udara kota Bandung, yang kemudian bentuk rasternya mengalami Reclass sesuai nilai indeks pengelolaan tanamannya. Peta P diberi nilai 1, yang diasumsikan tidak adanya upaya konservasi, hal ini karena tidak adanya data. Pembuatan peta erosi memakai metode USLE (kehilangan permukaan tanah) pada GRASS dilakukan dengan perkalian layer citra Peta R, Peta K, Peta LS, Peta C dan Peta P. Perkalian ini dilakukan dengan menggunakan modul r.mapcalc. Hasil akhirnya berupa peta erosi seperti ditampilkan gambar di bawah ini Prakiraan Tutupan Tajuk menggunakan metode FCD Model yang dipakai untuk menghitung persentasi tutupan tajuk yaitu model FCD (Forest Canopy Density) model ini dikembangkan untuk memantau status kesehatan hutan. Forest canopy indeks (FCD) mempunyai 4 komponen indeks yang mempengaruhinya, yaitu VI (vegetasi indeks), BI (bare soil indeks), SI (Shadow indeks) dan TI (Thermal indeks). Pengolahan tutupan tajuk dengan pemodelan FCD menggunakan modul r.mapcal. dengan perintah RasterMap
TIS - 103
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
calculator. Modul ini dapat melakukan operasi matematika dan logika, proses perhitungan yang cepat untuk melakukan pemodelan. Pengolahan FCD ini dilakukan pada citra Landsat yang memiliki 7 band. Secara teknis langkah-langkah pembuatan komponen komponen FCD sbb: a. Menghitung Nilai Indeks Advanced Vegetation(AVI) 1. membuat layer peta baru 43.dengan mengurangi band 4 dengan band 3. 2. Memasukkan rumus (float(A+1)*(256B)*C)^1/3 pada kolom formula, dengan kolom A, B, dan C berturut turut adalah citra landsat band 4, band 3 dan peta layer 43 3. Mengisi Resulting output map dengan nama A.hutan.fcd.avi. b. Menghitung BI (Bare soil indek) 1. Masih menggunakan modul r.calcmap 2. Memasukkan rumus ke kolom Formula seperti berikut: (((float(A+B)-(C+D))/((A+B)+(C+D)))*100+100 dimana kolom A, B, C dan D merupakan band citra 5, 3, 4 dan 1 3. Mengisi Resulting output map dengan nama A.hutan.fcd.bi. c. Menghitung SI (Shadow Indeks) 1. Proses perhitungan nilai indeks Shadow menggunakan rumus ke kolom Formula seperti berikut: (float(256-A)*(256-B)*(256-C))^1/3 dengan kolom A, B dan C yaitu berturut-turut band citra landsat 1,2 dan 3 2. Memasukkan nama layer baru pada kolom Resulting output map dengan nama A.hutan.fcd.si d. Menghitung TI(temperature Indeks) 1. Pada proses Temperature indeks,terlebih dahulu membuat peta layer baru yang memiliki informasi nilai radiansi. Layer peta baru ini didapat dari band 6 yang di transformasi nilai digital ke informasi nilai radiansi. Hal ini dilakukan dengan penerapan formula berikut di r.mapcalc:
((Lmax Lmin)/(QCalMax QcalMin))*(Kanal 6 1)+Lmin
Lmin = 3,2 (Lmax dan Lmin didapatkan dari metadata) Qcalmax = 255 Qcalmin = 1 Dengan nama Resulting output map bandung62.rad 2. Kemudian menghitung nilai indeks Temperatur dengan penerapan rumus:
T = K2 / ln ((K1/ bandung62.rad) + 1)
dimana nilai K2 = 1282.71 dan K1 = 666.09 Dengan nama Resulting output map A.hutan.fcd.ti e. Menghitung VD (vegetasi density) 1. Vegetasi Density merupakan kombinasi dari indeks AVI dan BI, dengan menggunakan modul r.cross. Modul ini merupakan modul dalam GRAS yang berfungsi untuk menggabungkan informasi yang tergabung dalam dua layer atau lebih citra dengan maksimal 10 citra dan membuat citra baru yang memberikan informasi tentang kepadatan vegetasi (vegetation density = vd) caranya adalah: Memilih menu Raster -> Overlay maps -> Cross products Dengan resulting out put map-nya A.hutan.fcd.vd f. Menghitung SSI 1. Mengkombinasikan indeks SI dan SI dengan menggunakan modul r.cross. 2. Prosedur yang dilakukan sama dengan tahapan sebelumnya dengan layer peta yang berbeda yaitu A.hutan.fcd.si dan A.hutan.fcd.ti dan menghasilkan layer peta baru dengan nama A.hutan.fcd.ssi g. Menghitung FCD 1. Nilai FCD diperoleh dari rumus berikut ini
FCD = (VD rescale + SSI rescale +1)*0.5-1
2. VD rescale merupakan citra baru hasil proses penyekalaan ulang nilai yang ada pada layer citra VD ke dalam rentang 1 hingga 100. 3. SSI rescale merupakan citra baru hasil proses penyekalaan ulang nilai yang ada di dalam citra SSI ke dalam rentang 1 hingga 100.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 104
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Kemiringan Lereng Peta kemiringan lereng diturunkan dari DEM. DEM ini dibuat dari bahan dasar berupa data kontur. Data kontur ini didapat dari peta rupa bumi indonesia 1:25 000 Proses pembuatan peta kemiringan lereng di GRASS menggunakan modul r.slope.aspect Prosedur yang dilakukan adalah: 1. Memilih menu Raster -> Terrain analysis -> Slope and aspect 2. Memasukkan citra DEM (SPOT) pada kolom Input elevation map dan membuat layer baru dengan nama A.hutan.slope 3. Proses berikutnya adalah merubah peta kemiringan lereng yang dalam bentuk derajat menjadi bentuk persen dengan menggunakan modul r.mapcalc. Adapun caranya menggunakan formula: (A/90)*100 Dimana A adalah peta kemiringan kelerengan yang masih dalam bentuk derajat (A.hutan.slope). Resulting output map nya A.hutan.persen 4. Melakukan reklasifikasi kelerengan sesuai dengan kriteria yang ada pada SK. Menhut No. 20 dengan menggunakan r.reclass Lahan Kritis Peta lahan krisis didapat dengan meng overlay seluruh data parameter lahan kritis. Proses perhitungan ini Hasil Proses Data Dasar
menggunakan perintah modul r.weight pada GRASS. Modul ini dapat dipilih dengan mengklik Raster -> Overlay maps -> Weighted overlays. Yang kemudian pada menu selanjutnya memasukkan perintah untuk pemilihan layer peta yang akan dianalisis berdasarkan pemberian bobot nilai. Perintah pemilihan layer peta yang akan dianalisis tsb: choose a1 a2 a3 a4 a5 dimana a1, a2, a3, a4 dan a5 merupakan pemberian nama ulang dengan memanfaatkan modul map.calct berturut turut adalah layer: peta erosi, peta kelerengan, peta manajemen pengelolaan, peta tutupan tajuk, peta tutupan batuan. Hal ini dilakukan untuk pemudahan perintah pengolahan. Kemudian untuk melakukan proses pembobotan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, ketik perintah seperti berikut : assign a1 1 50 Perintah di atas berarti memberikan bobot sebesar 50 pada kelas tutupan tajuk di bawah 20 % (kelas 1). Perintah pembobotan serupa dilakukan pada semua layer peta berdasarkan jenis kawasannya. Selanjutnya melakukan proses perhitungan dengan mengetikkan perintah execute
Erosi
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 105
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Tutupan Batuan
Panjang Lereng
Tutupan Tajuk
Kesesuaian Lahan
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 106
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Hasil Akhir
784000
786000
788000
790000
792000
794000
796000
798000
800000
802000
N
92 44000
924400 0
92 42000
9 24200 0
1:125000
9 24000 0
Legenda
Batas Kota Bandung Bagian Utara
92 40000
92 38000
9 23800 0
9 23600 0
Administrasi Kota Bandung Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial kritis Tidak Kritis
92 36000
92 34000
9 23400 0
92 32000
9 23200 0
92 30000
9 23000 0
782000
784000
786000
788000
790000
792000
794000
796000
798000
800000
802000
Oleh : Angga Yuda Prawira 15100023 Departemen Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung
92 28000
9 22800 0
Analisis Terhadap Identifikasi Sebaran Daerah Lahan Kritis di Kota Bandung Bagian Utara Kawasan Bandung Utara dalam Pemetaan Lahan kritis di bagi ke dalam dua kawasan, yaitu Kawasan hutan lindung dan kawasan budidaya pertanian. Walaupun terdapat tiga kawasan yang tercantum pada SK Menhut no 20, yaitu kawasan hutan lindung, Kawasan budidaya pertanian, Kawasan lindung di luar kawasan. Pembagian dua kawasan ini disebabkan tidak adanya kawasan
lindung di luar kawasan di Kota Bandung Bagian Utara. Dari statistik dan peta kesesuaian lahan diketahui bahwa kawasan budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar di Kawasan Bandung Utara. Berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan opensource GRASS terhadap karakteristik tutupan lahan, kemiringan lereng, dan tingkat potensi erosi maka dapat diketahui klasifikasi lahan kritis dan sebarannya serta luas masing masing kelas tingkat kekritisan lahan, yaitu:
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 107
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa Tabel 5. Klasifikasi Lahan Kritis Kota Bandung bagian utara
N o 1 2 3 4 5
Klasifikasi Sangat kritis Kritis Agak kritis Potensial kritis Tidak kritis TOTAL
4. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa poin kesimpulan sebagai berikut. 1. Separuh wilayah Kota Bandung Bagian Utara yang di teliti (62,75%) merupakan lahan potensial kritis, sepertiganya (24.94 %) adalah lahan agak kritis dan hanya sebagian kecil saja (4.7 %) yang termasuk ke dalam lahan kritis (kritis & sangat kritis). 2. Sebagian besar lahan kritis yang berada di Kawasan Bandung Utara terletak di kawasan pertanian. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya tutupan tajuk di kawasan tersebut. 3. Wilayah Kawasan Bandung Utara yang berpotensi menjadi lahan kritis didominasi oleh kawasan pertanian. Penyebab dari keadaan ini adalah bervariasinya kemiringan di daerah tersebut.
http://www.geog.uni-hannover.de/grass.php Hijazi, J, 2001. Elevation Extraction from Satelite Data Using PCI SOFWARE, makalah disajikan pada simposium ke- 1 space Observation Technologies for Defence Applications, Abu Dhabi, Uni Arab Emirate. Klinkenberg, B, 1990. Digital elevation Models. National Centre for Geograpic information analisys unit 38. http//www.geog.ubc.ca./course/klink/gis.note s/ncgia/u38.html#UNIT38 Lennert, Moritz (2004).Grass Tutorial http://grass.itc.it/indeks.html http://grass.itc.it/gdp/indeks.html#tutorials
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan, 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Lahan dan konservasi Tanah Daerah Aliran sungai. Direktorat Jenderal Reboisasi Dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta. Departemen Kehutanan, 2003. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan di 29 DAS prioritas Tahun 2003. Direktorat Jenderal Reboisasi Dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta. Ismail, Mochamad Ashwin, 2003. Identifikasi Areal Terbangun di Kota Bandung Bagian Utara dengan Citra Landsat 7 ETM; Dikaitkan dengan Kebijakan operasional RUTR Kawasan Bandung Utara. Skripsi Dept Teknik Geodesi FTSP ITB, Bandung Indarjit, Agung, 2000. Citra Spot Multitemporal Untuk Pemantauan Perubahan liputan Lahan dan prakiraan Erosi permukaan Akibat Perubahan Liputan Lahan. Skripsi Dept Teknik Geodesi FTSP ITB, Bandung
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005
TIS - 108