You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan, kecakapan dan keterampilan menuju ke arah yang lebih baik. Sesuai dengan tujuan pembangunan di bidang pendidikan yaitu menciptakan manusia terdidik dan terampil untuk meningkatkan sumber daya munusia bagi kepentingan pembangunan bangsa dan negara di segala bidang. Untuk itu kebijakan pembangunan dibidang pendidikan menjadi prioritas utama pemerintah dengan menyediakan berbagai sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai dalam rangka peningkatan mutuh pendidikan . Peningkatan mutuh pendidikan tidak terlepas dari peran aktif guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik untuk menciptakan siswa-siswi yang memiliki krativitas, kualitas dan hasil belajar yang tinggi. Pembelajaran dapat berjalan dengan baik bila memiliki kelengkapan komponen pembelajaran, bagaimana pembelajaran bisa berjalan baik dan efektif, jika gurunya saja tidak lengkap, apalagi para murid tidak mempunyai buku-buku yang diperlukan? Jika murid-murid pada setiap kelas hanya sedikit, bagaimana guru dapat mengoptimalkan pembelajaran, tanpa mengurangi nilai keberadaan tenaga guru, contoh kasus seperti untuk daerah-daerah terpencil dimana pada daerah-daerah tertentu memiliki jumlah murid sekolah cenderung sedikit. Salah satu

pendekatan/model yang dapat di kembangkan untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah melalui Manajemen Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR). Salah satu tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik adalah bagaimana cara menstranfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa mampu menguasai dan memahami apa yang diajarkan oleh gurunya. Menurut Popham dan Baker (1992:4), Mengajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks, merupakan interaksi yang sangat halus dan bervariasi antara guru, siswa, materi pelajaran, kelas dan lingkungan serta kultural. Permasalahan lainnya dalam pola pembelajaran dengan tingkatan kelas yang berlaku sekarang terutama untuk sekolah-sekolah yang terbatas dari komponen guru, siswa, pembiayaan, sarana dan prasarana adalah tidak terfasilitasinya setiap kemampuan dan minat anak untuk mata pelajaran tertentu. Tidak jarang seorang anak yang karena minat dan penguasaan atas satu mata pelajaran sudah jauh dari teman seangkatannya, mereka tidak terfasilitasi sehingga memungkinkan

memunculkan kebosanan dan kurang bergairahnya dalam belajar karena merasa sudah memiliki apa yang diajarkan oleh gurunya di kelas. Masa menunggu ketika teman-temannya memperoleh apa yang sudah diperoleh inilah yang sebetulnya dapat dikelola ke dalam satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk masuk dan mempelajari mata pelajaran tersebut pada tingkatan yang lebih tinggi seperti pada kelas selanjutnya. Kelas dengan berbagai tingkatan umur tidaklah mudah dilakukan, hal ini memerlukan perencanaan yang matang dan penelitian yang terus menerus. Banyak guru yang merasa enggan dan putus asa merubah gaya mengajarnya dengan sesuatu yang baru dan berbeda, untuk itu perlu 2

ditetapkan prioritas dalam pengembangan guru dengan sesuatu yang baru tentang bagaimana mengajar dengan keragaman dalam tingkatan umur, jenis kelamin, sikap dan kemampuan anak. Disisi lain keuntungan yang dapat diambil oleh siswa dengan menggunakan model kelas rangkap adalah bagi siswa yang lebih tua ada proses pengukuran dari keterampilan yang dimilikinya, bagimana bergaul dengan siswa yang lebih muda, toleransi dengan berbagai tingkatan umur, jenis kelamin dan keterampilan. Bagi siswa yang lebih muda dapat belajar bagaimana bersikap terhadap orang yang lebih tua, bekerja sama dengan siswa yang sikap dan umurnya lebih tua, dan mampu menempatkan diri dalam lingkungan yang berbeda. Dalam kegiatan belajar mengajar, keberhasilan siswa sangat bergantung pada motivasi, cara mengajar, metode dan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Aktivitas belajar siswa tidak selamanya berlangsung sempurna, sebagai siswa kadangkala dapat dengan cepat menangkap pelajaran tetapi sebagian lainnya terasa sangat lambat. Kesulitan belajar ini umumnya terjadi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan salah satunya yaitu Fisika. Menurut pengamatan penulis selama melakukan observasi di SMA Negeri 1 Simeulue Timur, menunjukan bahwa siswa tidak berfikir kreatif dalam proses belajar mengajar terutama dalam memahami materi pelajaran dan dalam menyelesaikan soal-soal sehingga menyebabkan kurangnya motivasi belajar dan rendahnya prestasi belajar siswa terhadap pelajaran Fisika. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai ulangan dan ujian yang diperoleh siswa sangat rendah dan hanya sampai mencapai batas nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Faktor utama penyebab kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep Fisika di karenakan pembelajaran masih terpusat dengan guru. 3

Ketika guru mengajar Fisika, siswa hanya menerima apa yang di sampaikan oleh guru tanpa memahami makna dari apa yang telah dipelajari. Di samping itu metode pembalajaran yang digunakan oleh guru adalah model pembelajaran yang didominasi dengan ceramah dan masih terbatas pada keterampilan mengajar soal pemahaman konsep kepada siswa. Model ini kurang dapat meningkatkan keterampilan siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode, pendekatan, model atau strategi yang tepat untuk materi yang akan diajarkan sehingga proses pembelajaran akan mencapai hasil yang efektif, efisiensi dan bermutu. Berkenaan dengan hal di atas, penulis mencoba melakukan suatu Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR). Menurut Iru La (2012:119), Model Pembelajaran kelas rangkap suatu bentuk pembelajran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama dan menghadapi dua atau lebih dalam saat yang sama dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Dalam MPKR, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasi melalui proses dialogis yang terus-menerus dengan

memanfaatkan pengalaman siswa. MPKR menepatkan peserta didik sebagai sabjek belajar, artinya peserta didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbul suatu permasalahan, yaitu apakah Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR) dapat 4

meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada pokok bahasan Optik? untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR) Untuk Meningkatkan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Simeulue Timur. Dalam penelitian ini tidak hanya mengembangkan model pembelajaran tetapi juga memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah Model Pembelajaran Kelas Rangkap Efektif digunakan dalam pembelajaran materi Optik di kelas X1 dan X2 SMA N 1 Simeulue Timur?

1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengarahkan penelitian agar tidak menyimpang dari topik permasalahan yang telah dirumuskan maka perlu ditentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kelas rangkap di SMA Negeri 1 Simelue Timur.

1.4

Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian

ini diharapkan: 1. Dapat meningkatkan kemampuan dan hasil siswa dalam memahami materi optik melalui Model Pembelajaran Kelas Rangkap. 2. Dapat menjadi masukan bagi guru, terutama guru bidang studi fisika dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis tentang penerapan Model Pembelajaran Kelas Rangkap 4. Sebagai bahan informasi bagi Depdiknas dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan profesional guru bidang studi Fisika.

1.5 Anggapan Dasar Menurut Winarno dalam Arikunto (2006:65), Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Dan menurut Djamarah (2002:24) bahwa , Setiap siswa akan mampu menguasai bahan kalau diberikan waktu atau kesempatan yang cukup untuk mempelajarinya, sesuai dengan kapasitas masing-masing siswa. Sesuai dengan pernyataan di atas, maka anggapan dasar dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dapat di tingkatkan melalui Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR).

1.6 Hipotesis Penelitian Menurut Arikunto (2006:71), Hipotesis dapat diartikan sebagai anggapan sementara terhadap penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi hipotesis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan Model Pembelajaran Kelas Rangkap efektif untuk meningkatkan pembelajaran di SMA N 1 Simeulue Timur.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian Suatu penelitian perlu dibatasi masalah yang akan diteliti agar lebih terfokus, terarah serta mempelancar proses penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Subjek yang akan dijadikan populasi penelitian ini terbatas pada siswa kelas X1 dan X2 SMA N 1 Simeulue Timur. 2. Materi yang dipilih pada pokok pembahasan optik 3. Pembelajaran yang dilakukan adalah Model Pembelajaran Kelas Rangkap. 4. Untuk mengetahui respon siswa kelas X1 dan X2 SMA N 1 Simeulue Timur terhadap model pembelajaran kelas rangkap

1.8 Definisi Operasional Untuk memudahkan memahami makna dari kata-kata operasional yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti mencaba mendefinisikan beberapa bagian dari kata operasional yang dipakai dalam penelitian ini yaitu: 1. Efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan,dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan intruksional khusus yang telah dicanangkan dan perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. 2. Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR) merupakan model

pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru mengajara dalam satu ruang atau lebih, dalam saat yang sama dan mengahadapi dua atau lebih dalam saat yang sama dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. 3. Hasil belajar adalah bukti keberasilan usaha yang dicapai. Sedangkan peningkatan Hasil balajar adalah perubahan kemampuan siswa dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

BAB II LANDASAN TEORITIS

2.1 Belajar Dan Pembelajaran Dalam pngertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psikologi fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebahagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Belajar menurut pandangan kontruktivitas adalah suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima informasi pengeahuan dari guru melalui proses ceramah (Johar dkk, 2006:68). Selanjutnya Slameto (dalam Djamarah, 1994:22) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sehubungan dengan itu ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar (Suparno, dalam Slameto 2006:7) yaitu: a. Belajar berarti mencari makna, makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,dengar, rasakan dan alami. b. Kontruksi makna adalah proses terus menerus. c. Belajar adalah bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungan. e. Hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui oleh subjek belajar, tujuan, motivasi mempengaruhi proses interaksi engan bahan yang sedang dipelajari.

Jadi menurut teori kontruksivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar lebih kondusif. Sistem belajar lingkungan ini sendiri dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing saling mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya : a. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai b. Materi yang ingin diajarkan c. Guru dan siswa yang memainkan peran d. Jenis kegiatan yang dilakukan, serta e. Sarana dan prasarana yang tersedia Peningkatan mutu pendidikan dapat ditempuh dengan berbagai kebijakan, salah satunya pemerintah mengambil kebijakan pada pembaharuan kurikulum. Dalalm rangka meningkatkan kelulusan, pemerintah menggagas KTSP, suatu kurikulum baru yang sesuai dengan konteks otonomi daerah dan desentralisasi serta menyempurnakan kurikulum 2004 (KBK) agar lebih femiliar dengan guru. KTSP ini mulai diterapkan semenjak tahun 2008 hal tersbut tidak lain agar mutu pendidikan di indonesia menjadi lebih baik. Menurut Gagne dan Briggs (1997:3), Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung

10

terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. (http://great news network daily gadgets & technology digital lifestyle news.com/2007/08/6/pengertian pembelajaran/). Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati, 2002:157). Pembelajaran merupakan proses belajar mengajar, yang dalam

pelaksanaannya melibatkan banyak komponen diantaranya: guru, siswa, metode mengajar, materi pelajaran, media, serta evaluasi. Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaannya program yang dilaksanakan oleh seorang guru. Dengan sasaran pelaksanaannya adalah siswa.

2.2 Hasil Belajar Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir semester dan sebagainya. Menurut Keller (dalam Abdurrahman 1999:38), Memandang hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi, yaitu masukan yang berasal dari pribadi dan masukan yang berasal dari lingkungan.

11

Menurut Hamalik (2009:30) menyatakan bahwa,Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar adalah suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai barometer keberhasilan siswa dalam belajar dan sejauh mana sistem pembelajaran yang diberikan guru berhasil atau tidak. Selanjutnya Keller (dalam Abdurrahman, 1999:39) mengemukakan bahwa,hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak. Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila kompetensi dasar yang diinginkan tercapai. Dari pengertian hasil belajar diatas, hasil belajar adalah bentuk perubahan perilaku secara keseluruhan. Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan suatu proses untuk memperoleh prestasi belajar.

2.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Untuk mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Slameto (2003:54) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu yang sedang belajar (faktor intern) dan faktor yang terdiri dari luar individu (faktor ekstern).

12

2.3.1

Faktor Intern Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yang timbul dari

dalam diri anak, yaitu: 1. Intelegensi Muhibbin (2003:147) berpendapat bahwa,intelegensi adalah semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses. Kemampuan belajar sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Selanjutnya Slameto (2003:56) mengatakan bahwa, tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Dari pendapat diatas bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar. 2. Minat Slameto (2003:57) mengemukakan bahwa, minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang.

13

Selanjutnya Sardiman(1992:76) mengemukakan, minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar. Faktor minat harus selalu diperhatikan agar tercapai keberhasilan dalam proses belajar. Minat seorang siswa terhadap apa yang dipelajarinya merupakan salah satu faktor yang memungkinkan siswa tersebut untuk lebih berkonsentrasi dalam belajarnya. Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan hati sanubari. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah, siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan hasil belajar yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan hasil belajar yang rendah. 3. Bakat Setiap siswa mempunyai kemampuan atau potensi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Potensi atau kemampuan yang ada dalam diri siswa disebut dengan bakat. Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam pembelajarannya. Seperti yang dikemukakan Slameto (2003:57) bahwa, Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia belajar dan pastilah selanjutnya ia senang lebih giat lagi dalam belajarnya itu. 14

4.

Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut

merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2005:73) mengemukakan bahwa,motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Tanpa adanya motivasi yang kuat aktivitas belajar seseorang siswa tidak akan berfungsi dengan baik. Tanpa adanya arah dan tujuan yang jelas maka siswa akan berkurang minatnya untuk mempelajari suatu bahan pelajaran. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang mempengaruhi

keberhasilannya.

2.3.2

Faktor Ekstern Menurut Slameto (2003:60), faktor ektern yang berpengaruh terhadap

belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

15

a.

Faktor Keluarga Keluarga merupakan lingkungan yang sangat mempengaruhi terhadap

perkembangan potensi seseorang, sebab keluarga merupakan lingkungan masyarakat terkecil tempat kita dilahirkan dan dibesarkan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan menambahkan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. Berhasil tidaknya siswa tidak terlepas dari tanggung jawab orang tuanya. Orang tua bertanggung jawab atas kehidupan dan pendidikan anak-anaknya dengan memberikan bimbingan dan kebutuhan jasmani dan rohani. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. b. Faktor Sekolah Keadaan tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas tenaga pengajar, metode mengajar, kesesuaiaan kurikulum, keadaan ruang, jumlah siswa per ruang dan sebagainya, senua itu turut mempengaruhi keberhasilan siswa. Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam 16

mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. c. Faktor Masyarakat Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar dan tanggung jawab terhadap pendidikan. Bila tempat tinggal keadaan masayarakat terdiri dari orangorang berpendidikan, rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik hal ini akan mendorong siswa lebih giat belajar. Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat terpengaruh pula.

Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.

2.4 Model Pembelajaran Kelas Rangkap Multigrade teaching atau pembelajaran kelas rangkap sudah banyak dilaksanakan di Indonesia dan di negara-negara maju hal ini sudah menjadi bagian dari sistem pendidikan secara utuh. Pengembangan dan penggunaan model ini dilakukan karena faktor kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit dijangkau, jumlah siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau ketidakhadiran guru.

17

Menurut Iru La (2012:119), Model Pembelajaran kelas rangkap suatu bentuk pembelajran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama dan menghadapi dua atau lebih dalam saat yang sama dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) juga mengandung makna, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid dangan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Pembelajaran Kelas Rangkap merupakan model pembelajaran dengan mencampur beberapa siswa yang terdiri dari dua atau tiga tingkatan kelas dalam satu kelas dan pembelajaran diberikan oleh satu guru saja untuk beberapa waktu. Pembelajaran kelas rangkap sangat menekankan dua hal utama, yaitu kelas digabung secara terintegrasi dan pembelajaran terpusat pada siswa sehingga guru tidak perlu berlari-lari antara dua ruang kelas untuk mengajar dua tingkatan kelas yang berbeda dengan program yang berbeda. Ada beberapa alasan mengapa diadakan Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) antara lain adalah: 1. Alasan geografis. Sulitnya lokasi, terbatasnya sarana transportasi, pemukiman yang berpindahpindah, dan adanya mata pencarian khusus, seperti menangkap ikan, menebang kayu dan sebagainya. Untuk mengajar murid dalam jumlah kecil , apalagi di daerah pemukiman yang amat jarang maka PKR dinilai sebagai pendekatan pengajaran yang praktis.

18

2.

Kekurangan guru Walaupun jumlah guru secara keseluruhan mencukupi, namun sulit mencari

guru yang dengan suka cita mengajar di daerah terpencil. Hal ini dikarenakan sarana transportasi, alat, dan media komunikasi dapat menciutkan nyali seorang guru untuk bertugas di daerah terpencil. Belum lagi harga keperluan sehari-hari yang jauh lebih mahal daripada di daerah perkotaan, sementara besar gaji yang diterima tidak bebeda. Ditambah dengan tanggal gajian yang lambat dan tidak teratur, dan terbatasnya peluang untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan lanjutan, serta pengembangan karier maka lengkaplah sudah kecilnya minat guru untuk mengadu nasib di daerah trpencil. Menurut Raka Joni,(1998:7), Secara teoritik sesungguhnya PKR itu dirancang terutama untuk memberi layanan perbedaan individual dalam proses pembelajaran dan bukan semata-mata untuk mengatasi kekurangan guru dalam satu kelas. Selain itu dapat ditambahkan alasan lain yakni sebagai upaya pembentukan keterampilan sosial atau social skills dealam konteks sosial atau kelompok seperti dalam penerapan konsep Open Classroom di

USA.(http://pustakasimabdi.blogspot.com/2012/08/pembelajaran-kelasrangkap_13.html). Pengertian PKR di Indonesia lebih ditekankan pada mengajar dua atau lebih kelas yang berbedah pada kelas yang sama. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa 19

ukuran murid dalam satu kelas (class size) berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar. Jika jumlah murid dalam kelas berkurang, perubahan besar terjadi pada partisipasi aktif murid dalam kelas, partipasi ini terdiri atas prilaku belajar dan kedisiplinan murid. Kedua-duanya sangat berhubungan dengan kinerja akademik siswa. Penerapan PKR tidak hanya cocok untuk menggabungkan jumlah murid yang kecil dari berbagai tingkat kelas yang berbeda, tetapi juga memperkecil jumlah murid yang terlalu besar dalam satu kelas dengan cara menempatkan mereka di dalam beberapa subkelas, dengan tingkat kelas yang sama.

2.4.1

Tujuan, Fungsi dan Manfaat PKR Menurut Jomtien (Dalam La Iru, 2012:122), Pada tahun 1990, para ahli

pendidikan, tokoh masyarakat politisi, dan pemerintah sepakat untuk mencetuskan sebuah deklarasi yaitu education for all atau pendidikan untuk semua orang. Setiap anak Indonesia walaupun mereka berada didaerah sulit, kecil dan terpencil harus dapat menyelesaikan SD, kemudian lanjut ke SMP. Tampaknya pendekatan PKR dapat menjawab keterbatasan tersebut. PKR juga jika dilaksanakan oleh guru yang memahaminya, akan efektif dalam mewujudkan wajib belajar hingga di pelosok tanah air indonesia. Dengan demikian, tujuan, fungsi dan manfaat PKR dapat dikaji dari berbagai aspek menurut Iru La (2012:122) yaitu: 1. Quantity dan Equity PKR memungkinkan kita untuk memenuhi asas quantity (jumlah) dan equity (pemerataan), yaitu dengan mengoptimallkan sumber daya yang ada.

20

2. Ekonomis Satuan biaya pendidikan yang ditanggung Pemerintah dapat lebih diminimalkan. 3. Pedagogis Anak dituntut agar menjadi aktif dan mandiri dalam proses belajar. 4. Keamanan Pemerintah dapat mendirikan sekolah di lokasi yang mudah dijangkau sehingga kekhawatiran orang tua kepada anaknya menjadi berkurang.

2.4.2

Prinsip-Prinsip PKR Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR mengikuti prinsip-prinsip

pembelajaran secara umum, sebagaimana halnya bentuk-bentuk pembelajaran lainnya. Misalnya, prinsip perbedaan kemampuan individual murid yang harus diperhatikan guru, membangkitkan motivasi belajar murid, belajar hanya terjadi jika murid aktif sehingga guru harus berusaha mengaktifkan siswa. Disamping prinsip-prinsup pembelajaran secara umum, PKR mempunyai prinsip khusus yaitu, (1).Keserempakan kegiatan pembelajaran. (2).Kadar tinggi waktu keaktifan akademik (WKA). (3) Kontak psikologis guru dan murid yang berkelanjutan. (4) Dalam PKR, terjadi pemanfaatan sumber secara efisien (http://pustakasimabdi.blogspot.com/2012/08/pembelajaran-kelas-rangkap_13.html). Sehubungan dengan itu ada beberapa prinsip prinsip khusus dalam PKR (Iru La, 2012:122) yaitu: 1. Keserempakan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan yang secara serempak atau bersamaan harus bermutu dan bermakna, artinya kegiatan tersebut mempunyai tujuan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum/kebutuhan murid dan dikelola secara benar. Kadar Tinggi Waktu Keaktifan Akademik (WKA) Kontak Psikologis Guru dan Murid yang Berkelanjutan Dalam PKR, Terjadi Pemanfaatan Sumber Secara Efisien.

2. 3. 4.

21

2.4.3

Sintakmatik Prosedur Pengelolaan PKR Prosedur dasar PKR dalam kegiatan belajaran ini adalah, (1) Konsep-konsep

pembelajaran yang relavan dan perlu diterapkan dalam PKR sehingga membentuk sistem. (2) Keterampilan prosedural pembelajaran, khususnya berkenaan dengan membuka dan menutup pembelajaran, mendorong belajar aktif dan belajar mandiri, dan mengelola kelas PKR (Iru La, 2012:125). Model utama PKR murni yaitu PKR 221: Dua kelas, dua mata pelajaran, satu ruangan. Tabel 2.1 Model PKR Dua Kelas Dua Mata Pelajaran Satu Kelas Langkah/waktu 1. Pendahualuan (10) Kelas X1 Kelas X2 Pengantar dan pengarahan dalam ruangan penjelasan skenario dan hasil belajar Guru Kerja kelompok Kerja kelompok Kerja kelompok Kerja kelompok

2. Kegiatan inti I (15) 3. Kegiatan inti II (15)

4. Kegiatan inti III (15) 5. Kegiatan inti IV (15)

Penutup

Pemanduan Penyajian hasil kerja Laporan hasil diskusi kelompok kelompok Laporan hasil diskusi Diskusi kelas kelas Guru Review, penguatan, komentar, dan tindak lanjut persiapan jam berikutnya

PKR 221: Dua kelas-dua mata pelajaran-satu ruangan (Iru La, 2012:126)

22

2.5 Efektivitas Model Pembelajaran Kelas Rangkap 1. Pengertian Efektivitas Menurut Said (1981:83) bahwa,Efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sedangkan menurut Purwadarminta (1994:32), Di dalam pengajaran efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan, dengan demikian analisis tujuan merupakan kegiatan pertama dalam perencanaan pengajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan. Dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Model pembelajaran dikatakan efektif jika tujuan instruksional khusus yang dicanangkan lebih banyak tercapai. 2. Ciri-ciri efektivitas Menurut Eggen & Kauchak (1998) Keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Berhasil mengantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan b. Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional. c. Memiliki sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar mengajar. d. Guru menggunakan teknnik mengajar yang berkreasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

23

Berdasarkan ciri-ciri program pembelajaran efektif seperti yang digambarkan di atas, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari aspek hasil belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses, sarana penunjang dan penggunaan waktu. Aspek hasil belajar dapat dilihat pada prestasi belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek proses meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon, kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan penggunaan media, waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempu siswa dalam menghadapi kesulitan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aspek saraa penunjang meliputi tinjauan-tinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar mengajar siswa seperti ruang kelas, laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku teks. 3. Kriteria Efektivitas Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR) Efektivitas model pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Kriteria keefektifan suatu model pembelajaran terhadap siswa, harus memenuhi beberapa kriteria berikut: a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila 85% dari jumlah siswa telah tuntas belajar sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM). b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statisik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran.

24

c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi. Apabila setelah pembelajran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik juga siswa belajar dalam keadaan menyenangkan. Model pembelajaran kelas rangkap dikatakan efektif, apabila guru melaksanakan tugas mengajarnya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap yang benar.

25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desaian Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arikunto (2004:21) bahwa, Penelitian kuantitatif yaitu penelitian dengan data yang dipakai merupakan fakta-fakta kuantitatif atau data yang berbentuk angka-angka bilangan dan segala sesuatu yang dapat dihitung.

3.2 Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan atau totalitas objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian bisa berupa orang (individu, kelompok, organisasi, komunitas atau masyarakat). Populasi menurut Sudjana (2005:6) adalah Totalitas semua nilai memungkinkan hasil menghitung ataupun mengukur, kualitas maupun kuantitas ciriciri tersebut mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Sedangkan menurut Sugiyono (2010:80), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

26

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA N 1 Simeulue Timur, terbagi dalam lima kelas.

b. Sampel Menurut Sugiyono (2010:81), Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu kelas X1 dan X2.

3.3 Tempat dan Waktu penelitian Penelitian akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Simelue Timur Jalan Pahlawan Desa Suka Karya No.63 mulai tanggal .... sampai dengan .... 2013

3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam kegiatan mengumpulkan data, peneliti menggunakan instrumen tertulis atau tes berupa sejumlah soal yang diberikan kepada siswa yang terpilih sebagai sampel menurut kelompoknya masing-masing. Tes yang digunakan berbentuk pilihan ganda yang yang disusun sedemikian sesuai dengan indikator yang disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan persiapan sebagai berikut :

27

a. Tahap Perencanaan Adapun yang dilakukan peneliti pada tahap perencanaan meliputi : 1. Menentukan kelas penelitian, yaitu kelas X-1 dan X-2 sebagai kelas eksperimen. 2. 3. 4. 5. Menentukan materi yang akan diajarkan yaitu pada materi optik. Menyusun RPP sesuai dengan materi optik. Menyusun LKS sesuai dengan materi optik . Menyusun alat evaluasi berupa tes objektif sesuai dengan indikator.

b. Tahap Pelaksanaan Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar, terlebih dahulu dilakukan pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana proses belajar mengajar dengan

menggunakan model pembelajaran kelas rangkap (MPKR) Pada tahap ini, peneliti menyiapkan RPP tentang materi Optik, tentang cermin cembung dan cermin cekung. Disamping itu peneliti juga menyiapkan media pembelajaran untuk mendukung model pembelajaran kelas rangkap. Selanjutnya peneliti melakukan tindakan yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

28

Setelah proses belajar mengajar selesai, guru memberikan post-tes kepada siswa dengan tujuan memperoleh data yang diinginkan dari hasil pembelajaran kelas rangkap. 3.5 Teknik Analisis Data a. Uji Normalitas Untuk menguji normalitas suatu sampel dapat menggunakan rumus yaitu :
K


2 i 1

Oi Ei 2
Ei

(Sudjana, 2005:273)

Keterangan : Oi = Frekuensi Pengamatan Ei = Frekuensi Diharapkan

b.

Uji Persentase Untuk mengetahui tingkat efektivitas belajar siswa dengan menggunakan

Model Pembelajaran Kelas Rangkap (MPKR) dilihat berdasarkan ketuntasan yang dicapai siswa yaitu dengan rumus persentase sebagai berikut: 1. Untuk tingkat ketuntasan individual:

(Sudijono,2005:43)

Keterangan: 29

P = persentase yang dicari F = frekuensi soal yang dijawab benar N = jumlah soal 2. Untuk tingkat ketuntasan klasikal:

(Sudijono,2005:43)

Keterangan: P = persentase yang dicari F = frekuensi siswa yang menjawaban benar N = jumlah siswa Data tes hasil belajar dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu melaksanakan tingkat ketuntasan individual dan klasikal. Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individual) jika proporsi jawaban benar dan suatu kelas

dikatakan tuntas (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat siswa yang tuntas belajarnya (Suryosubroto, 2002:77).

30

You might also like