You are on page 1of 21

REFERAT

PNEUMOTHORAX

Disusun Oleh: Vita Wahyuningtias, S.Ked Pembimbing: dr. Suharsono Sp. P

FK UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA RS TK. II dr. SOEPRAOEN MALANG APRIL 2013

REFERAT

PNEUMOTHORAX

VITA WAHYUNINGTIAS, S.Ked 07.70.0279

PEMBIMBING :

dr. SUHARSONO, Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2013

PNEUMOTHORAX

Oleh : Vita Wahyuningtias, S.Ked 07.70.0279

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya .

Pembimbing :

(dr. Suharsono., Sp.P)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul . Halaman Pengesahan ...

i ii

Daftar Isi iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................ B. Tujuan Penulisan ........................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi ........................................................................ B. Klasifikasi ................................................................... C. Penghitungan Luas Pneumotoraks . D. Gambaran Klinis .......................................................... E. F. Pemeriksaan Fisik ....................................................... Pemeriksaan Penunjang ............................................. 3 3 7 8 9 10 12 16 16 17 1 2

G. Penatalaksanaan ........................................................ H. Pengobatan Tambahan ............................................... I. BAB III Rehabilitasi ..................................................................

KESIMPULAN ....................................................................

DAFTAR PUSTAKA 18

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan (1). Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumothorax dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumothorax spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumothorax traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (2). Insidensi pneumothorax sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2). Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery) , ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumothorax relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit (2).

B. TUJUAN Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk mengetahui definisi dari pneumotoraks, serta cara menegakkan diagnosa pneumothorax secara tepat sesuai jenis dan luasnya pneumothorax, karena hal tersebut akan berpengaruh pada penanganannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).

B. Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) : 1. Pneumothorax spontan Yaitu yaitu : a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi

setiap

pneumothorax

yang

terjadi

secara

tiba-tiba.

Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,

dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki

sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru. 2. Pneumothorax traumatik, Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu : a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma. b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura. 2) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan

berdasarkan

jenis

fistulanya,

maka

pneumotoraks

dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) : 1. Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 2. Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4). Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif
(4)

. Selain itu, pada saat inspirasi

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (2). 3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar
(4)

. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura

makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) : 1. Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

C. Penghitungan Luas Pneumothorax Penghitungan luas pneumothorax ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemithorax, dimana masing-masing volume paru dan hemithorax diukur sebagai volume kubus (2). Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah : 83
______

512 =
________

103

= 50 % 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

% luas pneumotoraks A + B + C (cm) x 10 3

__________________

3. Rasio antara selisih luas hemithorax dan luas paru yang kolaps dengan luas hemithorax (4).

(L) hemitorak (L) kolaps paru (AxB) - (axb) _______________ x 100 % AxB

D. Gejala klinis Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) : 1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka. 2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. 3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. 4. Denyut jantung meningkat. 5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang. 6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumothorax spontan primer.

Berat

ringannya

keadaan

penderita

tergantung

pada

tipe

pneumothorax tersebut, (2): 1. Pneumothorax tertutup atau terbuka, sering tidak berat 2. Pneumothorax ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumothorax tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas. 4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang. E. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4): 1. Inspeksi : a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada) b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat 2. Palpasi : a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit 3. Perkusi : a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi 4. Auskultasi : a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif F. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumothorax antara lain (6): a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi. d. Pada pneumothorax perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut (3): 1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum. 2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.

3)

Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumothorax (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. 3. CT-scan thorax CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.

G. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan pneumothorax adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumothorax adalah sebagai berikut : 1. Observasi dan Pemberian O2 Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
(2)

toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari 2. Tindakan dekompresi

. Tindakan ini

terutama ditujukan untuk pneumothorax tertutup dan terbuka (4). Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) : a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4). b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4). 2) Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4). 3) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya

gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4). Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).

3. Torakoskopi Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. 4. Torakotomi 5. Tindakan bedah (4) a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel. H. Pengobatan Tambahan 1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4). 2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4). 3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (3). I. Rehabilitasi(4) 1. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya. 2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan. 4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas. BAB III KESIMPULAN Pneumothorax merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya, pneumothorax dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumothorax spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumothorax traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumothorax dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension). Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya, penanganan pneumothorax berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumothorax yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumothorax tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063. 3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551 4. 5. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179 Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). 6. Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56

You might also like