You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral,

dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Anak usia dini adalah anak yang berada pada masa keemasan tetapi sekaligus masa kritis. Masa keemasan karena pada masa usia dini (0 6 tahun) ini berbagai kemampuan fisiologis, kognitif, bahasa, sosioemosional, dan spiritualnya sedang berada dalam perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan kecerdasan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan anak diperkirakan mencapai 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa dan ini terjadi kurang lebih ketika anak berumur 4 tahun. Kecerdasan akan mencapai 80% ketika anak berumur 8 tahun, dan sisanya sampai mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. Kesalahan yang terjadi pada periode kritis akan membawa kerugian yang nyata di masa yang akan datang. Proses pembelajaran pada anak usia dini akan baik dilakukan apabila tujuan pembelajaran adalah memberikan konsep-konsep dasar yang memilliki makna bagi anak melalui pengalaman nyata. Pengalaman yang memungkinkan anak untuk

menunjukkan aktivitas yang mengembangkan segala potensi yang dimilik anaka termasuk kemampuan berbahasa atau membaca. Karakteristik kemampuan membaca permulaan dapat dilihat melalui kemampuan anak mengembangkan koordinasi gerakan visual dan motorik, kemampuan anak melakukan diskriminasi secara visual, kemampuan kosakata anak, dan kemampuan diskriminasi auditori. Dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan bagi anak, hal yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan yang bersifat alami ( natural) yang memperkaya lingkungan anak dengan hal-hal yang mampu mengembangkan minat dan rasa ingin tahu anak akan dunia kebahasaan. Pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan akan pemerkayaan lingkungan bahasa anak secara alamiah dan menyeluruh adalah whole language (keutuhan bahasa). 1 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Menurut Weaver bahwa pendekatan whole language adalah suatu teori tentang sistem belajar bahasa dan bagaimana sistem tersebut dapat membantu kemajuan anak di kelas dan di sekolah.1 Pendekatan whole language dilakukan secara alamiah tanpa intervensi dari guru dan pembelajaran berpusat pada anak. Whole language akan membantu anak dan guru dalam memperkenalkan bahasa yang baru didengarnya dan berusaha mengingat dan menyimpannya dalam memori otaknya. Namun sebagai catatan, hal ini harus menyenangkan (full of joy). Sehingga kreativiatas guru dalam mengelola kelas adalah yang utama teaching with joy. Dengan teaching with joy anak akan learn with joy.

Constance C Weaver. Understanding Whole Language. (Canada: Irwin Publishing, 1990).p.4

2 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

BAB II TEORI BAHASA Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia yang berbentuk lisan dan tulisan atau isyarat untuk menyampaikan makna yang menyiratkan pikiran dan perasaan. Bahasa secara umum adalah suatu kegiatan sosial yang menggambarkan kehidupan manusia dan terikat pada kondisi sosial tertentu.2 1. Menurut Kinneavy3 bahasa memiliki lima fungsi yaitu : Fungsi ekspresi Fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, keadaaan. Fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik. Fungsi entertainmen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan. 2. Menurut Vygotsky4

bahasa memainkan peranan besar dalam kognisi dan dapat menjadikan anak-anak dan menuangkan

sebagai mekanisme aktual untuk berpikir yang berimajinasi, mengubah (memanipulasi),

menciptakan

gagasan baru. Pengalaman, bahasa yang dipelajari, dan lingkungan dapat mempengaruhi anak dalam memperoleh bahasanya. Pemerolehan bahasa merupakan bahasa yang diterima secara tidak sadar dan akan menetap selamanya di otak atau proses yang berlangsung di dalam otak ketika anak memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Sedangkan pembelajaran
2
3

A. A, Beiger. Media Analysis Techniques. (Baverly Hills : Sjac, 1982). P. 19.

Abdul Chaer, Psikolinguistik. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003). p.33 4 Hapidin, Model-Model Pendidikan untuk Anak Usia Dini. (Jakarta: Ghiyats AlfianiPress, 1999),p. 44.

3 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua setelah mampu menguasai bahasa pertamanya dan

dilakukan dengan sadar. Dengan demikian, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Berkaitan dengan pemerolehan bahasa anak, kebanyakan ahli berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan cara yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari

menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi. Berikut ini merupakan teori-teori tentang pemerolehan bahasa anak:

Albert Bandura (4 Desember 1925 )

4 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

a. Teori Behaviorial Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak

ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya tanpa disadari dan akan melekat selamanya di otak. Proses pemrolehannya sendiri akibat dari rangsangan yang diperoleh dari lingkungan ( stimulus) dan reaksi (response). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua setelah mampu menguasai bahasa pertamanya atau merupakan rangkaian respons yang dicapai melalui reinforcement5 dan bentuk pembelajaran seperti ini disebut operant conditioning, karena inidividu belajar dari akibat-akibat yang beroperasi di lingkungan.6 Aliran behaviorisme lebih menekankan pada asuhan (nurture) sebagai pengaruh paling kuat terhadap perkembangan daripada bawaan biologis ( nature). Sebagai contoh adalah perubahan dari kemampuan anak berceloteh menjadi pengucapan kata, merupakan hasil yang diperoleh secara selektif dari orang tua dan orang lain yang menghasilkan bunyi menyerupai kata. Secara analogi, anak belajar berbicara menurut gramatika karena mereka dipuji ketika mengucapkan kalimat yang benar dan bukan saat mereka berbicara tanpa mentaati gramatika. Karena teori ini bicara tentang tingkahlaku maka Behaviorism7 berfokus pada variabel perilaku yang dapat diobservasi, dimanipulasi dan menolak subjektivitas penilaian internal dan sesuatu yang tidak nampak misalnya mental. Mengabaikan fungsi mental yang menurut mereka abstrak. Metode eksperimen yang digunakan adalah prosedur standar dari sebuah manipulasi variabel yang kemudian diukur efeknya pada yang lain. Termasuk dalam hal ini teori kepribadian yang melihat lingkungan adalah faktor penentu perilaku. Karena tidak sekedar melihat proses perilaku eksternal saja, tapi bagaimana seseorang secara individual mengembangkan penilaian diri mereka terhadap perilaku yang dilakukannya.

5
6

John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), p.372 Papalia, Olds, Feldman, Human Development. ( Mc. Graw Hill, 2008), p. 49

http://www.learning-theories.com/social-learning-theory-bandura.html

5 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Avram Noam Chomsky (7 Desember 1928) b. Teori Nativisme Chomsky yang penganut nativisme mengungkapkan bahwa bahasa hanya

dapat dikuasai oleh manusia dan binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapatnya didasarkan pada asumsi-asumsi : Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. 8 Menurut Chomsky dalam Santrock, manusia secara biologis terprogram untuk belajar bahasa pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Sementara LAD (Language Acquisition Device) adalah suatu warisan biologis yang membuat anak mampu mendeteksi gambaran dan aturan bahasa, termasuk fonologi, sintaksis, dan semantik. Jadi sebenarnya secara alami anak sudah memiliki kemampuan mendeteksi bunyi-bunyi bahasa, dan untuk mendeteksi dan mengikuti aturan-aturan seperti bagaimana membentuk kata benda jamak dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan. Kesamaan munculnya kejadian-kejadian penting berbahasa antara berbagai bangsa dan budaya di dunia sebagai bukti bahwa anak-anak menciptakan bahasa bahkan sewaktu anak-anak belum menerima pendidikan yang memadai dan mengalamai pengurangan kemampuan akibat faktor biologis.9 Oleh karena itu, LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif
8 9

Abdul Chaer, Op.cit, p.222

John W. Santrock, Op.cit., p. 370

6 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

lainnya.10 Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh lingkungan sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya. Apabila anak diasingkan sejak lahir, maka tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat makanan sebag aimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya sebagai contoh anak yang dipelihara oleh srigala yang tidak mampu berbahasa seperti manusia adanya. 11 Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.

Jean Piaget (9 Agustus 1896-16 September 1980)

c. Teori Kognitivisme Piaget dalam Chaer menyatakan bahwa bahasa merupakan salah satu dari beberapa kemampuan kognitif.12 Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Demikian juga pemerolehan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa. 13 Akan tetapi, beberapa ahli yakin bahwa perkembangan bahasa dan kognitif terjadi secaara beriringan namun independen.

10 11

Abdul Chaer, Op.cit., p. 222 http://nahulinguistik.wordpress.com 12 Abdul Chaer, Op.cit.,p. 223 13 http://nahulinguistik.wordpress.com

7 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Piaget14 membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

Periode sensorimotor (usia 02 tahun) Periode praoperasional (usia 27 tahun) Periode operasional konkrit (usia 7 11 tahun) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) Menurut teori kognitivisme Piaget15, yang paling utama harus dicapai adalah

perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung dan bahasa dianggap belum ada karena ia hanya memahami dunia melalui indranya (tahap sensorimotor). Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak. Oleh karena itu, konsep Piaget tentang permanensi objek telah menjadi fokus beberapa riset yang menghubungkan perkembangan kognitif dengan bahasa. Piaget meyakini bahwa anak-anak pertama belajar tentang dunia terlebih dahulu, kemudian baru belajar memberi nama pada apa yang mereka ketahui. Anak-anak harus menguasai konsep permanensi objek sebelum mereka mampu menggunakan kata-kata untuk menyekatkan sesuatu yang hilang.16

14 15
16

Malcom piercy and D.E. Berlyne. Jean Pieget The Psychology of Intelligence. London: Routlegde Classic. 2003. Singgih D Gunarsa. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. p.33. John W. Santrock, Op.cit.,p.380

8 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Semyonovich Lev Vygotsky (17 November 1896 - 11 Juni 1934)

d. Teori Interaksionisme Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan dan kemampuan internal yang dimiliki. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir, namun tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Pengalaman-pengalaman anak juga mempengaruhi penguasaan bahasa. Oleh karena itu, pandangan interaksionis menekankan bahwa faktor biologis dan pengalaman secara bersamaan akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan bahasa. Psikolog Amerika Jerome Bruner dalam Santrock mengusulkan bahwa konteks sosiobudaya sangat penting dalam memahami perkembangan bahasa anak. Bruner menekankan peran orang tua dan guru dalam menyusun apa yang disebut sebagai language acquisition support system (LASS) yang merupakan system pendukung penguasaan bahasa. LASS ini serupa dengan konsep Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal (ZPD / zone proximal development).17 Menurut Vygotsky ZPD, adalah istilah untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Batas bawah ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki oleh anak yang bekerja secara mandiri. Sedangkan batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang diterima oleh anak dengan bantuan orang lain. Dalam mencapai batas atas ZPD, anak membutuhkan dukungan sementara yang diberikan
17

Ibid., p. 378

9 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

oleh orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya terhadap anak sampai anak mampu mencapai batas atas tersebut secara mandiri (scaffolding). Selain itu, anak

menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas perkembangan. Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Penggunaan bahasa untuk kemandirian pribadi disebut kemampuan private speech. Kemampuan private speech yaitu, sebagai alat penting dan pikiran pada tahun-tahun awal kehidupan anak atau alat untuk mengekspresikan kemampuan bahasa yang telah dimilikinya. Pada awalnya, bahasa dan pikiran terpisah tapi kemudian menyatu, dan anak harus

menggunakan bahasa untuk berkomunikas secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transmisi dari kemampuan bicara internal menjadi eksternal.18 Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Berdasarkan teori-teori di atas maka kemampuan berbahasa anak adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami dirinya sendiri, sesama, dan

lingkungannya. Anak dapat mengutarakan ide-ide, gagasan, dan pemikiran melalui bahasa. Untuk itu kegiatan pengembangan bahasa harus dilakukan sedini mungkin yang berkaitan dengan pemerolehan bahasanya termasuk pula kegiatan

pengembangan kemampuan membaca anak.

18

John W. Santrock, Op.cit., p.267

10 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

e. Kecerdasan Bahasa (Verbal/Linguistik) Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata, atau

kemampuan menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis. 19 Jadi, berkaitan dengan kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna dan fungsi kata serta bahasa yang muncul melalui kegiatan bercakap-cakap, berdiskusi dan membaca.20 Pada anak-anak usia dini, kecerdasan linguistik muncul dari berbagai bentuk dan aktivitas. Ketika anak berusia 2 4 tahun, mereka senang berpura-pura membaca; usia 2 6 tahun, senang berkomunikasi dengan orang lain baik teman sebaya maupun orang dewasa dan memperhatikan cerita atau pembacaan cerita dari orang tua/guru, dsb. Kemampuan berbahasa pada setiap tingkatan usia ditunjukkan pada tabel-1. Campbell dan Dickinson menjelaskan bahwa tujuan pengembangan kecerdasan bahasa pada anak usia dini adalah: a. Agar anak mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan baik; b. Memiliki kemampuan bahasa untuk meyakinkan orang lain; c. Mampu mengingat dan menghafal informasi; d. Mampu memberikan penjelasan; dan e. Mampu untuk membahas bahasa itu sendiri. Selanjutnya Sujiono dan Sujiono menguraikan bahwa orangtua dan pendidik dapat mengembangkan kreativitas guna meningkatkan kecerdasan bahasa pada anak usia dini, seperti mendengarkan bunyi-bunyian, ucapan, bunyi ejaan, membaca,

menulis, menyimak, berbicara atau berdiskusi dan menyampaikan informasi secara lisan, bermain kata atau bercerita dengan gambar seri.

19

Yuliani Nurani Sujiono, Asesmen Perkembangan Anak Berbasis Kecerdasan Jamak: Sebagai suatu alternative dalam Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini, Makalah yang disajikan dalam Workshop Direktorat PAUD, Ditjen PNFI, Depdiknas, 27-30 Maret 2009 20 Indra Soefandi & Ahmad Parmudya, Op.cit., hal.59

11 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Tabel-1. Kemampuan berbahasa pada setiap tingkatan usia Usia Anak 2 - 4 tahun 2 - 6 tahun Bentuk dan Aktivitas Kreatif suka membawa-bawa buku dan pura-pura membaca Senang berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa mudah mengingat nama teman dan keluarga suka dan memperhatikan cerita atau pembacaan cerita dari pendidik senang bercerita panjang lebar tentang pengalaman sehari-hari, apa yang dilihat dan diketahui mudah mengingat tempat, atau hal-hal sepele yang pernah didengar atau diketahui. anak mudah mengucapkan kata-kata, menyukai permainan kata, dan suka melucu memiliki lebih banyak kosakata daripada anak-anak seusianya, yang ditunjukkan saat anak berbicara meniru tulisan dengan huruf acak suka buku dan cepat mengeja melebihi anak-anak seusianya dapat menceritakan kembali dengan baik mampu membuat pengulangan meniru tulisan dengan linear menulis dengan ejaan bunyi atau fonetik menulis dengan ejaan sebagian sudah benar suka membaca tulisan pada label makanan-elektronik, papan nama toko-rumah makan, judul buku, dan sejenisnya menikmati permainan linguistik, seperti tebak-tebakan, acak huruf, dan mengisi kata pada potongan cerita21

3 - 6 tahun

4 - 6 tahun

4-7 tahun

f. Konsep Scaffolding Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya. Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith antara lain:22

21

Tadkirotun Musfiroh, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008, Cet. 3, h. 2.7-2.8
22

http://id.cosmotopic.com/5798300154-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perkembangan-Scaffolding

12 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

1. Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripada peran yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD. 2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning) , kerja kelompok secara kooperatif (cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak. 3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai. Batas bawah ZPD adalah tingkat keterampilan yang dicapai oleh anak bekerja secara independen. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan anak dapat menerima dengan bantuan seorang instruktur yang mampu atau sudah melewati tahap tersebut. ZPD membantu anak mencapai keterampilan kognitif anak yang sedang dalam proses jatuh tempo dan dapat dicapai hanya dengan bantuan dari orang yang lebih terampil. perancah adalah konsep yang berkaitan erat dengan ide ZPD. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih terampil menyesuaikan jumlah bimbingan agar sesuai dengan kinerja si anak. Dialog adalah alat penting dari proses di zona

13 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

pengembangan proksimal. Dalam dialog yang sistematis, teratur, dan konsep spontan anak akan dipenuhi dengan sistematis, logis dan rasional konsep yang lebih dari yang diharapkan.

14 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

BAB III PEMBAHASAN

1.1 WHOLE LANGUAGE Gagasan mengenai whole language memiliki dasar di dalam berbagai teori belajar yang berhubungan dengan epistemologi disebut "holisme." Holisme didasarkan pada keyakinan bahwa tidak mustahil memahami berbagai pembelajaran dengan menganalisis potongan-potongan kecil dari suatu sistem pembelajaran. Holisme merupakan respon terhadap perilaku, yang menekankan pada bahwa dunia dapat dipahami dengan melakukan eksperimen yang merangsang dan memberikan tanggapan. Kemampuan untuk belajar bahasa alami membedakan manusia dari hewan lain, dan biasanya bergerak selama dekade pertama kehidupan selama periode kritis untuk akuisisi bahasa. Sistem linguistik yang berkembang menyebar kehidupan sehari-hari, menyediakan untuk kapasitas linguistik yang tak terbatas dan untuk kreativitas penting dari bahasa. Penggunaan bahasa sensitif terhadap berbagai variabel sosial dan kontekstual dan dapat dianalisis pada berbagai tingkat deskripsi. Oleh karena itu landasan filosofi mengenai whole language tumbuh dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, yaitu mulai dari proses pemerolehan bahasa dan tumbuhnya budaya keaksaraan, psikolinguistik, sosiolinguistik, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Dari keragaman yang berbeda tersebut whole language berada untuk mempersatukannya (unity within diversity). Beberapa teori mengenai whole language yang dikemukan oleh para ahli : a. Weaver : whole language adalah suatu teori pembelajaran bahasa secara alamiah dan bagaimana sistem pembelajaran dapat membantu kemajuan di dalam kelas dan sekolah.23

23

Contance, Weaver, Op.cit., p.3

15 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

b.

Routman

whole language adalah suatu teori yang

menunjukkan pada kebermaknaan yang nyata dan sesuai dengan kegiatan mengajar dan belajar bahasa. 24 c. David : whole language adalah suatu teori praktek mengajar

yang telah disusun dari keberhasilan praktek guru dalam mengimplementasikan pembelajaran tentang bagaimana anak belajar, bagaimana mereka belajar bahasa, dan bagaimana perkembangan penguasaan bahasa dalam lingkungan dan lingkungan luar sekolah.25

Berdasarkan teori-teori di atas, berikut :

whole language dapat disimpulkan

sebagai

a. Dengan pendekatan whole language pada dasarnya pembelajaran secara alami pembinaannya dapat dilakukan di dalam kelas dan di sekolah. Berdasarkan pada keyakinan tentang hakikat belajar dan bagaimana belajar, diharapkan anak-

anak dapat berkembang secara optimal karena mereka mengikuti proses belajarnya sendiri. b. Pembelajaran whole language merupakan pendekatan pembelajaran dimana suatu lingkungan yang menyeluruh, anak ditenggalamkan ( immerse) dalam perkembangan bahasa yang penekanannya dalam bentuk kegiatan mendengar, bercakap, membaca dan menulis. c. Pembelajaran whole language dibangun atas dasar suatu pemahaman bahwa anak sudah siap untuk mengembangkan kemampuan berbahasanya. Di dalam mengembangkan pembelajaran juga diperlukan penyediaan berbagai kebutuhan anak agar terjadi pembelajaran yang bermakna yang dapat mengembangkan proses keaksaraan. d. Pendekatan pembelajaran whole language menekankan pada kegiatan

pembelajaran bermakna yang meliputi semua proses belajar bahasa seperti

24 25

Regie Routman. Transition. USA: Heinemann, 1998. P.26

David Clark Yeager. The Language Companion. London: Scott, Foresman and Company Glenview, Illionos, 1991.

16 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

mendengar, berbicara, menulis, dan membaca semuanya dipelajari secara alami dalam artian dipelajari secara utuh dan membiarkan anak memperoleh pengetahuan bahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dari lingkungan sekitar.

1.2 Kengunggulan penggunaan pendekatan pembelajaran whole language menurut Diane dan Weaver 1. Anak-anak diharapkan belajar mulai dari mendengar, membaca, dan menulis seperti mereka mulai dapat berbicara. Semua bahasanya dilakukan secara alamiah tanpa adanya intervensi dari guru dan guru hanya mengarahkan kesalahan yang dilakukan siswa supaya tidak berkecil hati; 2. Dalam pembelajaran guru tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga observasi kebutuhan siswa untuk selanjutnya melakukan

guru mengembangkan teknik

mengajar bahasa. Diasumsikan kemampuan membaca dan menulis siswa berkembang apabila fasilitas yang dibutuhkan anak terpenuhi. 3. Anak tidak akan mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis jika segalanya dibuat mudah dan sederhana. 4. Kegiatan membaca, menulis dan berbicara merupakan satu kesatuan dan tidak ada pemisahan mana yang harus dipelajari terlebuh dahulu, apakah dimulai dari membaca dan menulis dulu. Semua diajarkan secara bersamaan dan satu kesatuan secara utuh. Pembelajaran whole language telah sesuai dengan rekomendasi dari

International Reading Associations Liter acy Development and Prefirst Grade (Early Childhood and Literacy Development Committee, 1988 ), dan NAEYC (Development Appropriate Practice, Bredekamp, 1986), yang isinya memuat antara lain: a. Membangun pembelajaran berdasarkan kesiapan anak dalam menerima bahasa oral, membaca, dan menulis. Fokusnya adalah pengalaman dan bahasa yang bermakna, dari lingkungan keseharian anak.

17 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

b. Menuntun anak berbahasa menjelang masuk sekolah dengan menggunakan dasar bahasa dan aktivitas keaksaraan. c. Menghadirkan perasaan sukses bagi semua anak, dengan membantu mereka untuk dapat melihat diri mereka sendiri sebagai manusia pemakai bahasa. Mereka menjelajahi dunia lisan dan tulisan dengan perasaan senang. d. Menyediakan pengalaman membaca sebagai suatu kesatuan dari proses

berkomunikasi yang terkait dengan bercakap-cakap, mendengarkan dan menulis serta berbagai sistem komunikasi lainnya, misalnya dalam seni, matematika, dan musik. e. Mendorong anak untuk mulai mencoba menulis tanpa melakukan koreksi atas kesalahan yang mereka lakukan dalam formasi huruf atau ejaan. f. Mendorong anak untuk mulai mengambil resiko (risk taking) dalam membaca dan menulis serta menerima apa yang terlihat sebagai kesalahan merupakan suatu bagian dari proses alamiah dari pertumbuhan dan perkembangan anak. g. Menggunakan bahan materi ajar yang familiar dengan anak, misalnya cerita-cerita terkenal, sebagai sense of control dan percaya diri dalam membangun kemampuan belajar mereka. h. Menghadirkan model yang dapat memotivasi anak. Di dalam kelas guru harus berbahasa dengan benar dan tepat sehingga merangsang anak untuk mendengar dan bereaksi untuk berbicara dan dapat mendorong terjadinya membaca dan menulis. i. Secara tetap guru melakukan kegiatan membaca bagi anak dengan berbagai tema dari puisi, cerita fiksi, dan non fiksi. j. Menyediakan waktu secara tetap bagi anak untuk membaca dan menulis mandiri.

k. Membantu tumbuhnya perkembangan afektif dan kognitif anak melalui tersedianya kesempatan untuk berkomunikasi apa yang mereka ketahui, apa yang mereka fikir, dan apa yang mereka rasakan. l. Menggunakan prosedur perkembangan dan budaya yang sesuai dalam melakukan evaluasi, hal ini merupakan salah satu tujuan dasar dari program dengan pertimbangan bahwa setiap anak berkembang secara total. 18 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

m. Menumbuhkan ide dan aktifitas di sekolah untuk dilanjutkan di rumah. n. Menyiapkan orang tua untuk memahami keterbatasan dari asesmen dan tes yang terstandar yang dilakukan pada tahap permulaan keterampilan membaca dan menulis. o. Mendorong anak berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran daripada hanya sebagai penerima yang pasif melalui berbagai aktifitas yang dilakukan lewat bercakap-cakap, mendengarkan, menulis, dan membaca. Semua hal ini telah sesuai dengan pernyataan NAEYC dalam DAP yang isinya26 adalah : Dengan tersedianya kesempatan bagi anak untuk mempunyai pengalaman di dalam melihat bagaimana membaca dan menulis, akan sangat berguna jika dilakukan sebelum mereka dianjurkan menyebukan nama, membaca, dan mengidentifikasi kata. Puncak dari aktivitas ini berbagai adalah pengalaman yang bermakna bagi anak melalui mendengarkan cerita dan puisi, melakukan wisara,

aktivitas, seperti

mendikte cerita, melihat grafik di dalam kelas, bermain drama dan pengalaman lain yang diperoleh melalui komunikasi dengan teman atau dengan orang dewasa.27 Berdasarkan konsep psikolingusitik, sosiolinguistik, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, antropologi dan pendidikan maka whole language dapat dilaksanakan dengan cara :28 a. Immersion, menenggelamkan anak pada lingkungan yang kaya akan bahasa tulisan sehingga anak akan belajar sendindiri guru hanya bertuga sebagai fasilitator. b. Opportunity and Resources, menyediakan waktu, material, ruang, dan berbagai aktifitas dimana anak dapat menjadi pendengar, pembicara, pembaca dan penulis. Termasuk pengulangan. Banyak guru dna orang tua tidak menyukai pengulangan padahal pengulangan akan membantu anak mengingat kosa kata yang baru saja dipelajarainya.

26

Sue Bredekamp, Development Approproate Practice in Early Childhood Program, (Washington: NAEYC, 1997), p.51
27

Garis miring oleh penulis

28

Shirley C. Raines and Robert J. Canady, The Whole Language Kindergarten, (New York: Teacher College Press, 1990)

19 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

c. Meaningful Communication, memfokuskan komunikasi pada hal-hal yang bermakna dimana pengalaman berbicara, mendengar, membaca, dan menulis dapat dikomunikasikan secara menyeluruh. d. Acceptance, menerima anak sebagai pembaca dan penulis yang berkemampuan secara menyeluruh sehingga dengan demikian terjadi komunikasi yang bermakna. e. Expectancy, menciptakan atmosfer yan menangandung harapan, yang

berpengaruh terhadap iklim yang dapat mendorong dan membantu budaya aksara secara terus menerus. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas maka pendekatan pembelajaran whole language adalah suatu pendekatan pengajaran perolehan bahasa yang dapat diimplementasikan di dalam kelas maupun di sekolah secara alami dengan tujuan membiarkan anak belajar berbahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dan menyenangkan. Oleh sebab itu guru harus berusaha menciptakan sebuah kelas yang menyenangkan (full of joy) dan guru juga harus mengajar dengan menyenangkan (teaching of joy) Termasuk dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan.

1.3 Implementasi Pendekatan Pembelajaran Whole Language Dalam implementasi pendekatan pembelajaran whole language bagi anak usia dini perlu diperhatikan terlebih dahulu bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai usia. Pembelajaran di kelas pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anak dan orang dewasa, dalam hal ini adalah guru. Di dalam interaksi sosial, anak akan memperoleh pengalaman yang bermakna sehingga terjadi proses belajar dan pengalaman ini akan menjadi bermakna jika anak dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya dengan penuh kegembiraan. Oleh sebab itu lingkungan merupakan faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar bagi anak usia dini. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang penuh perhatian, menyenangkan dan penuh kasih sayang sehingga anak dapat 20 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

mengembangkan rasa percaya pada dirinya sendiri, teman, dan orang lain serta dapat berinteraksi baik dalam keluarga, kelompok maupun lingkungannya.

1. 4 Kemampuan Membaca Permulaan Dalam pendekatan pembelajaran whole language, guna meningkatkan

kemampuan membaca permulaan bagi anak usia dini adalah dengan memperkaya literatur bacaan. Pendekatan pembelajaran tidak memandang membaca sebagai

akibat dari kesiapan membaca anak akan tetapi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Smith menyatakan bahwa anak mulai membaca dari momen mereka peduli dengan tulisan dalam berbagai cara bermakna. Hal ini dapat diantisipasi melalui dorongan membaca secara alami, membantu mereka menemukan hubungan suara dan simbol melalui tulisan yang bermakna dan yang paling penting adalah berlangsungnya kecintaan mereka untuk membaca. Menurut Willern dan Kamii, anak membangun konsep tentang buku dan membaca melalui berbagai pengalaman yang mereka dapatkan ketika mereka masih usia dini. Pendekatan pembelajaran whole language mengembangkan kemampuan membaca permulaan melalui kegiatan yang dapat mengektifkan anak untuk membaca melalui aktivitas dan lingkungan yang kaya akan tulisan. Lingkungan yang kaya akan tulisan diharapkan mampu menimbulkan kepedulian anak terhadap dunia keaksaraan. Untuk merangsang tumbuhnya sikap peduli terhadap keaksaraan adalah dengan mengkonstruksikan lingkungan yang kaya akan tulisan dengan mengangkat situasi keseharian. Selanjutnya, dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan anak dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Aktivitas bermain yang dilakukan adalah aktivitas yang memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan teman dan lingkungannya. Akan tetapi bermain yang dilakukan bukan merupakan paksaan. Menurut Soemiarti, bermain dalam tatanan sekolah digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan yang berujung pada

21 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

bermain bebas, bermain dengan bimbingan, dan berakhir pada bermain dengan diarahkan.29 Bermain bebas dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan bermain dimana anak mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan alat-alat tersebut. Kegiatan bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna menemukan suatu konsep atau pengertian tertentu. Selain itu, dalam bermain yang diarahkan, guru mengajarkan bagaimana menyelesaikan suatu tugas yang khusus. Dalam melakukan kegiatan bermain dibutuhkan pula media dan metode, agar kegiatan menjadi lebih terarah. Cunningham tahun 200530 dalam penelitiannya mengenai pendekatan

pembelajaran whole language didalam

meningkatkan kemampuan membaca

menekankan bahwa pelajaran membaca seharusnya paralel dengan pembelajaran bahasa alami anak. Materi-materi membaca sebaiknya utuh dan bermakna. Artinya, anak-anak sebaiknya diberikan materi dalam bentuk lengkap seperti cerita-cerita dan puisi-puisi, sehingga mereka dapat belajar memahami fungsi komunikatif bahasa. Selanjutnya, membaca seharusnya dihubungkan dengan keahlian menulis dan mendengarkan atau dengan kata lain, membaca seharusnya diintegrasikan dengan subjek-subjek dan keahlian-keahlian lain, seperti ilmu pengetahuan dan studi sosial serta materi membaca seharusnya terpusat pada pengetahuan sehari-hari. Dalam mengajarkan membaca sebaiknya menggunakan pendakatan keahlian dasar fonik, meskipun siswa-siswa juga dapat mengambil manfaat dari pendekatan belajar whole language. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran whole language menekankan pada strategi pembelajaran bahasa yang dimulai dari makna yang utuh menjadikan kemampuan bahasa anak yang berkembang ke arah penguasaan kemampuan membaca dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Belajar membaca dalam bahasa kedua, terutama di masa dewasa, mungkin proses yang berbeda daripada belajar membaca bahasa ibu di masa kecil. Ada kasus
29

30

Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), pp.102-103 Santrock, op.cit., pp. 364-365

22 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

anak yang sangat muda belajar membaca tanpa diajari. Demikianlah halnya dengan Truman Capote31 yang dilaporkan belajar sendiri untuk membaca dan menulis pada usia lima. Ada juga beberapa orang yang mengajarkan diri untuk membaca dengan membandingkan tanda-tanda jalan atau ayat-ayat Alkitab untuk berbicara. Novelis Nicholas Delbanco belajar sendiri membaca pada usia enam tahun selama transatlantik persimpangan dengan mempelajari buku tentang perahu. Anak juga bisa dijarkan membaca permulaan dengan nyanyian. Berikan anak akses untuk mendengarkan lagu, dengan musik disekitar mereka, mereka mampu rileks dalam menerima pelajaran. Hal ini tentunya sangat menarik bagi anak-anak. Yang perlu diingat guru adalah memberikan musik yang sesuai dengan perkembangan mereka. Biarkan mereka tenggelam dalam pelajaran tersebut dengan musik, karena semua anak pada hakekatnya menyukai musik.

31

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Reading_%28proc ess%29

23 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

BAB IV KESIMPULAN, KRITIK DAN SARAN A. KESIMPULAN Pendekatan whole language pada dasarnya merupakan pembelajaran secara alami yang pembinaannya dapat dilakukan di dalam kelas dan di sekolah.

Pembelajaran whole language merupakan pendekatan pembelajaran dimana suatu lingkungan yang menyeluruh, dimana anak sudah siap untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cara ditenggalamkan ( immerse) dalam bentuk

kegiatan mendengar, bercakap, membaca dan menulis. Kegiatan pembelajaran whole language hendaknya dipelajari anak secara alami dan dipelajari secara utuh serta membiarkan anak memperoleh pengetahuan bahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dari lingkungan sekitar. Memperkenalkan huruf, tulisan dan membaca pada saat yang bersamaan melalui kegitan bermain adalah salah satu dari sekian banyak cara yang bisa dilakukan oleh para guru untuk membantu anak belajar tentang bahasa keduanya dan ini hanya terjadi di dalam kelas dengan interaksi antar teman dan guru.

B. Kritik Banyak pendidik di lapangan tidak mengerti bagaimana mengajarkan whole language pada anak-anak di dalam kelas. Dan juga relatif kurang bisa menciptakan suasana yang menyenangkan di dalam kelas sehingga sering terjadi kejenuhan di dalam kelas. Anak pulang dengan penuh ketakutan atau tidak tahu apa yang dipelajari. Kurikulum yang terlalu padatpun akhirnya dijadikan kambing hitam, waktu yang sedkit di jadikan alasan agar pendidik tidak disalahkan.

24 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Whole language juga memiliki kekurangan, pengenalan simbol kepada anak adalah mudah namun ketika anak diajarkan membaca tetap yang diperlukan adalah bunyi huruf tersebut (phonics), sehingga wole language gagal dalam membaca permulaan. Anak mungkin tahu itu huruf apa namun tetap anak harus tahu bunyi, soundnya harus jelas. Untuk anak yang memiliki smart language mungkin whole language bisa diterapkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa whole language membuat anak lebih percaya diri akan kemampuannya namun ketika harus membaca anak akan kesulitan. Guru-guru di lapangan tidak serta-merta bisa menerjemahkan whole langguage seperti apa, sehingga guru gagal untuk memperkenalkan motede ini di lapangan. Secara teori whole language sangat baik, ketika diterapkan hal ini bertolak belalangan dengan kenyataan yang ada. Sehingga ketika belajar membaca dan menulis permulaan guru tetap menggunakan phonics untuk memperkenalkan huruf. Whole language bukanlah sebuah pendekatan sistematis, melainkan sebuah filosofi yang mengasumsikan bahwa membaca dan kompetensi bahasa diperoleh melalui penggunaan yang terintegrasi, bukan melalui pembelajaran yang terpisah, keterampilan terbatas, seperti pemberian kata yang melebihi kapasitas anak, pemahaman, dan kosa kata. Ini sangat bergantung pada penggunaan buku-buku sastra dan pertukaran simbol dan kata, daripada pembaca permulaan, dan biasanya melibatkan kurikulum terpadu tematik. Banyak guru sekarang ini menggunakan pendekatan campuran. Mereka menggunakan beberapa metode tradisional, tetapi juga menggabungkannya dalam penggunaan literatur, menulis, dan studi tematik dalam rencana pembelajaran. Pendidik melihat pengajaran untuk membaca sebagai pelatihan dalam permainan sepak bola. Sebuah tim harus menghabiskan waktu mempraktekkan keterampilan ( phonics). Tapi, jika tim (anak-anak) tidak pernah memainkan permainan yang sebenarnya (whole language), para pemain (anak-anak) kehilangan kegembiraan olahraga (membaca).

25 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

C. Saran Kegiatan belajar membaca hendaknya tidak bertujuan agar anak dapat pandai membaca tetapi bertujuan agar tumbuh minat anak dalam membaca. Menumbuhkan minat membaca sangat penting untuk dilakukan oleh pendidik dan orang tua karena, membaca merupakan alat atau syarat yang diperlukan oleh anak untuk dapat menyimak pengetahuan yang dituliskan. Dengan membaca anak dapat menguasai ilmu pengetahuan. Ada baiknya dalam pembelajaran whole language guru menggunakan musik dan nyanyian sebab anak-anak sangat senang akan musik. Ini akan membantu anak memahami kosa kata baru dengan tanpa paksaan dan nyanyian adalah alat yang paling efektif untuk menambah perbendaharaan kata anak.

26 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti , Pengembangan Budaya Keaksaraan Melalui Mintevensi Dini . Jakarta: Program Pasca Sarjana IKIP, 1998.

Bredekamp, Sue dan Carol Copple. Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Programs. Washington: NAEYC, 1997

Beiger. A. A. Media Analysis Techniques. Beverly Hills : Sajc. 1982

Chaer,Abdul. Psikolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Grainger, Jessica , Problem Perilaku, Perhatian, dan Membaca pada Anak, (Jakarta: Grasindo, 2004). Singgih D Gunarsa. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Hapidin, Model-Model Pendidikan untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Ghiyats AlfianiPress, 1999

Papalia, Olds, Feldman. Human Development. Mc. Graw Hill, 2008

Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Pohan, Imron, Menyongsong Masa Depan, Jakarta: CV. Intermedia, 1986.

Routman, Regie. Transition. USA: Heinemann, 1998.

Santrock, John W. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 2007 27 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

Shirley C. Raines and Robert J. Canady, The Whole Language Kindergarten , (New York: Teacher College Press, 1990) Sujiono, Yuliani Nurani & Bambang Sujiono, Menu Pembelajaran AUD. Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2005.

Tadkirotun Musfiroh, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008

Tampubolon, Kemampuan Membaca Tehnik Membaca Kreatif dan Efisien. Bandung: Angkasa, 1990

Weaver, Constance C. Understanding Whole Language . Canada: Irwin Publishing, 1990

Yeager, David Clark. The Language Companion. London: Scott, Foresman and Company Glenview, Illionos, 1991

Website: http://nahulinguistik.wordpress.com

http://id.cosmotopic.com/5798300154-faktor-faktor-yang-mempengaruhiperkembangan-scaffolding http://www.learning-theories.com/social-learning-theory-bandura.html http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wi ki/Reading_%28process%29

28 Natalina Purba 7516091341 Email : missnatalinapurba@gmail.com Nuraini 7516091346 hp: 08128540690

You might also like