You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lession atau space taking lession) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Di dalam hal ini mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningens, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya. (1) Berdasarkan data statistik, angka insidensi tahunan tumor intrakranial di Amerika adalah 16,5 per 100.000 populasi per tahun dimana separuhnya (17.030) adalah kasus tumor primer yang baru dan separuh sisanya (17.380) merupakan lesi-lesi metastasis. Estimasi insidensi tumor intrakranial primer adalah 8,2 per 100.000 populasi per tahun. Data-data insidensi dari negaranegara lainnya berkisar antara 7-13 per 100.000 populasi per tahun (Jepang 9/100.000 populasi/tahun, Swedia 4/100.000 populasi/tahun. Di Indonesia masih belum ada, registrasi terperinci yang berkaitan dengan hal ini, namun dari pengalaman di RSPP dijumpai frekuensi tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun, 10 % darinya adalah lesi metastasis. Dari data di atas, nyatalah bahwa tumor otak merupakan salah satu penyakit yang bukan sedikit jumlahnya. (1) I.2. Maksud dan Tujuan Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik penderita tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis tumor, lokasi tumor, lokasi tumor, gejala klinis yang menonjol dan asal daerah penderita tumor otak periode Januari 2003 sampai Desember 2005.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Tumor otak adalah neoplasma yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial atau adanya proses desak ruang. (1,2,3) Tumor otak adalah suatu massa yang berasal dari selsel abnormal atau perkembangan yang tidak terkontrol dari sel-sel otak. (4) II.2. Neuroanatomi Struktur utama otak : 1. Cerebrum Bagian terluas dari otak adalah cerebrum. Terdiri atas dua hemisfer yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Lapisan terluar, disebut juga korteks cerebrum terdiri atas gray matter. Sedangkan lapisan dalam adalah white matter. Gray matter tersusun atas neuron. White matter terdiri atas akson neuron yang membawa informasi antara neuron di otak dan medulla spinalis. (4) Sel-sel Saraf (Neuron) Unit fungsional dasar dari sistem saraf. Otak mengandung kira-kira 1011 neuron. Neuron mengandung badan sel, akson, dendrit dan sinapsis. Neuron menyalurkan infromasi dari reseptor saraf perifer ke sistem saraf pusat (neuron sensorik) atau menyalurkan isyarat aktivasi motorik dari otak ke otot (neuron motorik). (4) Sel glia Sel non neuronal dalam sistem saraf pusat. Empat tipe sel glia adalah astrosit, oligodendrosit, sel ependimal dan mikroglia. Struktur penunjang untuk neuron diberikan oleh astrosit, yang juga merupakan sel glia yang terlibat dalam pembentukan parut di sistem saraf pusat jika neuron berdegenerasi. Proses fagositosis 2

melibatkan astrosit dan oligodendrosit. Sel ependimal melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis, dilapisi silia yang mempermudah pergerakan cairan serebrospinalis. (4) Sel Schwann Sel otak yang membuat mielin yang merangsang impuls lebih cepat. (2) Cerebrum terbagi atas empat lobus, yaitu : (4) a. Lobus frontal Mengontrol otot volunter, juga mengontrol bicara dan menulis. Termasuk didalamnya fungsi intelektual, proses berpikir, tingkah laku dan daya ingat. b. Lobus parietal Lobus parietal menerima dan menginterpretasikan sensasi. Sensasi ini termasuk nyeri, temperatur, raba, tekanan, ukuran, bentuk dan kewaspadaan. Termasuk juga mendengar, berpikir dan daya ingat. c. Lobus temporal Lobus temporal mengatur pemahaman suara dan kata-kata, juga memori dan emosi. d. Lobus oksipital Lobus oksipital mengatur pemahaman gambar visual dan arti dari katakata tertulis. 2. Cerebellum Terdiri dari dua hemisfer yang dihubungkan oleh vermis. Cerebellum kemudian berlanjut ke batang otak (brain stem). Cerebellum bersama dengan thalamus dan cerebrum mengontrol koordinasi otot volunter, termasuk berjalan dan artikulasi berbicara. (4) 3. Pons Mengatur aktivitas cerebrum dan cerebellum dengan mengeluarkan impuls antara keduanya dan medulla spinalis. Pons terdiri dari saraf cranial ke V, VI, VII dan VIII. (4)

4. Medulla oblongata Mengontrol pernafasan, IX, X, XI dan XII. (4) Disamping keempat struktur utama otak, ada banyak struktur penting lainnya dari otak. (4) 5. Batang otak Mengatur fungsi dasar, termasuk tekanan darah, denyut jantung dan pernafasan. (4) 6. Meninges Meninges menutupi otak dan medula spinalis. Suatu membran tipis yang terletak di luar otak. Penutup yang paling luar dan paling kuat adalah duramater, yang melekat dengan bagian dalam tengkorak. Di bawah duramater adalah arachnoid dan piamater, piamater berlekatan dengan permukaan otak. (4) 7. Ventrikel dan Plexus choroids Ada empat ruang yang saling berhubungan yang disebut ventrikel. Di dalam tiap ventrikel terdapat plexus choroids yang menghasilkan cairan serebrospinal, yang mengalir melalui ventrikel dan ruang subarachnoid mengelilingi otak dan medulla spinalis. (4) 8. Glandula Pituitari Kelenjar pituitari adalah kelenjar pada dasar otak. Lokasinya di sella tursica, diantara dan di samping mata, sekitar saraf optik dan chiasma opticum. Berfungsi membuat hormon untuk menstimulasi organ-organ lain, prolactin, Growth hormon, TSH dan sebagainya. (2) 9. Glandula Pineal Terletak di bawah corpus callosum. Memproduksi hormon melatonin yang fungsinya belum diketahui. (4) denyut jantung dan muntah. Merupakan penghubung antara otak dengan medulla spinalis. Terdiri dari saraf cranial

II.3. Etiologi Penyebab utama tumor otak belum diketahui. Beberapa tumor (Retinoblastoma) dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan. Tumor-tumor lainnya (Craniopharyngioma) timbul secara kongenital. (3) Tumor otak dapat timbul dari pertumbuhan sel normal yang terganggu, tidak terkontrol (primer) atau karena metastase (sekunder). (2) Riwayat keluarga dengan neurofibromatosis tipe 2 adalah kondisi herediter yang berasosiasi dengan Schwannoma pada kedua saraf akustik dan pada beberapa pasien meningioma atau ependimoma. (2) II.4.Epidemiologi Tumor otak dapat terjadi atau timbul tanpa mengenal usia. Namun demikian ada jenis-jenis tumor yang cenderung mengenai kelompok usia tertentu. Misalkan saja tumor otak yang banyak menyerang anak-anak adalah astrocytoma, medulloblastoma, ependymoma dan glioma batang otak. Sekitar 75 % tumor otak pada anak-anak adalah jenis glioma, namun hanya 45 % pada usia dewasa. Selain retinoblastoma, berbagai jenis tumor otak jarang terjadi pada pertama tahun kehidupan. (3) Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan kelompok umur penderita. Angka insidens ini mulai cenderung meningkat sejak kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/tahun pada kelompok umur 10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun, dan kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun untuk selanjutnya menurun lagi.
(1)

Anak umur dibawah 10 tahun, tumor infratentorial, diatas 11 tahun

tumor supra tentorial. (2,4) II.5. Klasifikasi Tumor Otak Klasifikasi tumor otak didasarkan pada lokasi tumor, jenis jaringan yang terlibat, tendensi ke arah jinak atau ganas dan faktor-faktor lainnya. (4)

Klasifikasi tumor otak diawali oleh konsep Virchow berdasarkan tampilan sitologinya, dan dalam perkembangan selanjutnya dikemukakan berbagai variasi modifikasi peneliti-peneliti lain dari berbagai negara. Klasifikasi universal dipelopori oleh Bailey dan Chushing (1926) berdasarkan histogenesis sel tumor dari sel embrional yang dikaitkan dengan diferensiasinya pada berbagai tingkatan. Korelasi klasifikasi ini dengan klinis penderita diperankan oleh faktor-faktor seperti lokasi tumor, efek radiasi, usia penderita dan operasi yang dilakukan. Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan berkembang secara luas seperti konsep Broders (1915) yang mengelompokkan tumor otak menjadi empat tingkat anaplasia seluler : Grade I Grade II Grade III Grade IV : diferensiasi sel 75 100 % : diferensiasi sel 50 75 % : diferensiasi sel 25 50 % : diferensiasi sel 0 25 % berbahasa Inggris cenderung menggunakan klasifikasi

Negara-negara

Kernohan (1949) yang didasari oleh sistem gradasi keganasan. Dan menghubungkannya dengan prognosis. Adapun klasifikasi tumor otak dari WHO (2000) adalah : 1. Neuroepithelial (Neuroectodermal) 1.1 Astrocytoma 1.2 Oligodendroglioma 1.3 Ependymoma 1.4 Mixed Gliomas 1.5 Choroid Plexus Tumors 1.6 Uncertain Origin 1.7 Neuronal and Mixed Neuronal/Glial 1.8 Pineal Parenchymal 1.9 Embryonal 2. Tumors of Nerve Sheath 2.1 Schwannoma 2.2 Neurofibroma 6

2.3 Malignant (peripheral) nerve sheath tumor 3. Tumors of the Meninges 3.1 Meningioma 3.2 Mesenchymal (not meningothelial) 3.2.1-4 Benign 3.2.5-10 Malignant 3.2.5 Hemangiopericytoma 3.3 Primary Melanocytic Lesions 4. Lymphoma 5. Germ Cell Tumors 5.1 Germinoma 6. Cysts and Tumor-like Lesions 6.1 Rathke cleft cyst 6.2 Epidermoid cyst 6.3 Dermoid cyst 6.4 Colloid cyst 7. Tumors of the Sellar Region 7.1 Pituitary Adenoma 7.3 Craniopharyngioma 8. Local Extension of Regional Tumors 9. Metastatic 10. Unclassified II.6. Tingkah Laku Biologis dan Keganasan Tumor Otak Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang bekaitan dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan tumor otak secara klasik didasari oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma. 1. Benigna (jinak) Tumor menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitarnya, dijumpai adanya pembentukan kapsul 7

serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologinya menunjukkan struktur sel yang reguler, pertumbuhan lambat tanpa mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas parenkim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi yang baru (1,2,4). Termasuk tumor jinak adalah meningioma, neuroma akustik, pinealoma (3). 2. Maligna (ganas) Tampilan makroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca pengangkatan total. Gambaran histologis menunjukkan meningkatnya selularitas, pleomorfisme, diferensiasi sel kurang jelas, area nekrosis (1,4). Kriteria keganasan tumor otak secara klinis adalah volume efektif tumor (edema sekelilingnya), efek massa yang ada (termasuk herniasi), keterlibatan dengan aliran likuor (hidrosefalus), keterlibatan arteri (infark) dan keterlibatan pusat-pusat vital (hipotalamus, batang otak) (1). Secara umum penilaian terhadap tumor otak dalam kaitannya dengan derajat keganasannya mencakup faktor-faktor kriteria : a. Keganasan histologis yang didasari oleh data morfologi. b. Keganasan biologis yang didasari oleh data statistik tentang survival jenis tumor. c. Keganasan klinis yang didasari kedua di atas dan tampilan-tampilan klinis tertentu. Yang termasuk tumor otak ganas adalah astrositoma, astroblastoma, oligodendroglioma, ependimoma, gliosarkoma. (5) II.7. Presentasi Klinis Sindrom Tumor Otak 1. Peningkatan tekanan intrakranial. Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah nyeri kepala, muntah proyektil dan papiledema
(1)

. Nyeri kepala bersifat intermittent, tumpul, berdenyut, 8

biasa terjadi pada siang hari, berlokasi sekitar daerah frontal atau oksipital
(1,2,3,6)

. Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor

serebro spinalis sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol, sedangkan pada anak-anak yang lebih besar, gejala papiledema terjadi lebih menonjol. (1) 2. Kejang Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat berupa kejang umum ataupun kejang fokal. Dapat merupakan gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak. (1,2) 3. Gejala neurologis fokal (1) 1. Perubahan personalitas atau gangguan mental, menyertai tumortumor yang terletak di daerah frontal, temporal, hipotalamus. 2. Afasia, terutama pada tumor yang berada di hemisfer kiri. 3. Gangguan visus, dapat terjadi pada tumor daerah selar, nervus optikus dan hipotalamus. 4. Kelumpuhan saraf okulomotorius merupakan tampilan khas dari tumor-tumor para selar dan dengan adanya tekanan intrakranial yang meninggi dan sering disertai dengan kelumpuhan saraf abdusens. 5. Nistagmus, timbul pada tumor fosa posterior. 6. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan gangguan sensorik serta kadang ada defek visual merupakan refleksi kerusakan kapsula interna atau korteks yang terkait. 7. Ataksia trunkal, petanda tumor di fossa posterior yang terletak di garis tengah. 8. Gangguan 4. endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus hipofise. Gejala-gejala tumor otak pada anak-anak antara lain gejala neurologis yang timbul progresif, muntah-muntah, demam tinggi, pembesaran kepala, ataksia. (2) 9

II.8. Diagnosis Dokter melakukan anamnesis yang menyeluruh untuk menggali gejala yang terjadi. Kemudian dilakukan pemeriksaan neurologis, antara lain :

Pergerakan mata, reflek pupil dan tes reflek mata Tes telinga menggunakan arloji Tes reflek menggunakan palu hammer Tes keseimbangan dan koordinasi. Tes raba Tes penciuman Test otot muka, seperti tersenyum dan tertawa Gerakan lidah, reflek muntah Tes gerakan kepala Tes Mental status, misalnya menanyakan waktu Tes berpikir abstrak Tes daya ingat Jika dari hasil anamnesis dan pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya

dugaan terdapatnya tumor otak maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan diagnosis pasti. (4) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Tumor Otak Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan sken tomografi komputer merupakan pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial. Dalam hal ini dapat diketahui secara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya. (1,3) II.9. Penanganan Tumor Otak Modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakantindakan : 1. Terapi operatif 2. Terapi konservatif

10

a. Radioterapi b. Kemoterapi c. Immunoterapi 1. Terapi Operatif Tindakan operasi pada tumor otak (khususnya yang ganas) bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal. Persiapan pra bedah, penanganan pembiusan, teknik operasi dan penanganan pasca bedah sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak. (1) Khususnya pada kasus dengan gejala peninggian tekanan intrakranial, harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya herniasi otak pada waktu mulai dilakukan induksi anestesi. Kadang kala diperlukan pemberian steroid maupun manitol 15-30 menit sebelum tindakan operasi. (1) 2. Terapi konservatif (non operatif) a. Radioterapi Tujuan dari terapi ini adalah menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya. Terapi radiasi modern terbatas pada radiasi megavoltase (energi yang > 1 juta elektron volt), yang mempunyai kemampuan penetrasi lebih dalam, absorbsi pada tulang, kulit dan jaringan subkutan yang lebih minimal. (1) Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor : 1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya. 2. Sensitivitas sel tumor dan sel normal. 3. Tipe sel yang disinar. 4. Metastasis yang ada. 5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi. 6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antar fraksi radiasi. (1)

11

Ada beberapa tipe cedera radiasi yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan pada penderita-penderita yang menjalaninya. 1. Edema yang terjadi pada saat hari pertama dan akhir terapi radiasi. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian glukokortikoid. 2. Demielinisasi saraf, menimbulkan gejala-gejala defisit neurologis yang berlangsung sampai berminggu-minggu setelah terapi radiasi berakhir. Akan pulih secara spontan. 3. Nekrosis radiasi, yang biasanya tampil pasca radiasi dengan dosis yang lebih dari 6000 rad, mulai dari beberapa bulan pertama sampai dengan puncak waktu antara 1-3 tahun pasca terapi. Gejalanya mirip dengan gejala akibat rekurensi tumor. b. Kemoterapi Titik pusat perhatian terapi ini adalah tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV), glioblastoma dan astrositoma anaplastik beserta variannya. Obat kemoterpi yang saat ini beredar adalah hidroksiurea (HU), 5-fluorourasil (5-FU) PVC (Prokarbazin, CCNU, Vincristine), metotreksat dan sebagainya. (1) c. Immunoterapi Yang mendasari terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya tumor disebabkan oleh gangguan fungsi immunologi tubuh. Banyak diterapkan untuk kasus-kasus tumor jenis glioma. Obat yang sering digunakan adalah BCG/Lefamizole, Visivanil dan PS/K. (1) II.10. Jenis Tumor Otak Pada Lokasi Spesifik II.10.1. Tumor lobus Frontal Gejala dan tandanya antara lain hemiparesis, kejang, memori yang kurang sempurna dan perubahan mental. Jika tumor berada di dasar lobus, maka akan terjadi anosmia, kerusakan penglihatan, papil edema. Perubahan mental termasuk di dalamnya gerakan yang kaku 12

dan tidak terkoordinasi terjadi jika tumor terletak di kedua lobus frontali kanan dan kiri. (4) II.10.2. Tumor lobus Parietal Terjadi kejang dan gangguan berbicara serta agraphia adalah gejala yang sering muncul. Juga kelainan yang berkaitan dengan spatial (mengenai ruang), seperti susah untuk mengenal bagian tubuh sendiri. (4) II.10.3. Tumor lobus Occipital Hemianopsia dan kejang merupakan gejala dan tanda yang sering terjadi. (4) II.10.4 Tumor lobus Temporal Biasanya tidak terlalu jelas, sering tanpa gejala dan tanda. Kadang tampak kejang dan disfasia. (4) II.10.5. Tumor pada daerah talamus Tumor di lokasi ini berjumlah sekitar 1-2 % dari seluruh tumor otak. Jenis yang sering dijumpai adalah astrositoma, glioblastoma dan ependimoma. (1,2) Astrositoma berasal dari sel astrosit, salah satu jenis dari sel glia. Dapat terjadi di seluruh bagian susunan saraf pusat bahkan sampai di N. optikus. (3) Presentasi klinis selain gejala peningkatan tekanan intra kranial juga terdapat gejala gangguan talamus. Tindakan operatif dilakukan untuk dekompresi kecuali untuk kista koloid atau tumor non infiltratif (1).

13

II.10.6. Tumor pada daerah pineal/epifise Yang paling sering dijumpai adalah pinealoma. Selain itu teratoma, ependimoma, astrositoma, glioblastoma dan sebagainya. Secara klinis karena tumor ini menekan akueduktus serebri (sylvii) maka timbul gejala-gejala klinis berupa peninggian tekanan intrakranial, tanda perinaud, fenomena bell, fenomena puppenkopf (Dolls eye test), pupil Argyll Robertson, pubertas praekok, somnolen, diabetes insipidus, gengguan akibat penekanan serebelum oleh tumor yang membesar seperti gangguan sensorik, motorik, pendengaran dan keseimbangan. (1,2) II.10.7. Tumor pada batang otak Tumor batang otak adalah tumor yang terletak di daerah gangli basalis, mesensefalon, pons dan medula oblongata. Jenis tumor-tumor ini antara lain astrositoma, glioblastoma, ependimoma, metastasis, khordoma. Biasanya kasus tumor di daerah ini tampil dengan kesadaran yang menurun, gangguan N III. Eksistensi tumor ke daerah medula oblongata akan menimbulkan gangguan menelan, gangguan bicara, paralisa lidah. Pengobatannya adalah operasi tetapi prognose tetap buruk. Operasi ditujukan sebagai tindakan dekompresi, yaitu dengan membuat shunt (V-P shunt). (1,2) II.10.8. Tumor daerah serebelum Tumor daerah ini menimbulkan suatu obstruksi langsung aliran likuor di akuaduktus sehingga gejala peninggian tekanan intrakranial menjadi cepat. Bahaya herniasi serebeler yang mengancam merupakan suatu indikasi tindakan operasi yang segera. Jenis tumor yang sering dijumpai adalah meduloblastoma, astrositoma dan hemangioblastoma. (1) Tumor jenis ini sering dijumpai komplikasi angiomatosis di retina, pankreas, ginjal atau hepar. (2)

14

Operasi dilakukan dengan posisi duduk. Biasanya tumor ini sukar diambil semua. Paska operasi dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi. (1,2) II.10.9. Tumor sudut serebelo-pontin Biasanya keluhan yang menonjol adalah gangguan pendengaran dan tinitus, gangguan N. V, VII, VI. Jenis yang tersering adalah neurinoma akustik (90 %). Selain itu jenis meningioma, epidermoid, glioma dan papiloma. (1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan disokong oleh pemeriksaan : 1. Test kalori. 2. Foto tengkorak dengan posisi stenvers untuk melihat destruksi meatus akusticus internus. 3. Angiografi serebral. Operasi yang dilakukan kadang terpaksa 1/3 bagian hemisfer serebeli ikut terbuang, namun demikian bila hanya 1/3 bagian tidak menimbulkan gangguan fungsi serebelum. Anastomose hipogloso fasial atau anas-tomose spinal assessorifasial sering dilakukan mengingat N. akustikus dekat dengan N. fasialis maka tumor kadangkadang melekat pada N. fasialis sehingga saraf ini harus dipotong juga. Jika tumor berinfiltrasi ke N. Vagus dan N. Glossofaringeus akan mengakibatkan terjadinya gangguan menelan. (2) II.10.8. Tumor kongenital Tumor kongenital merupakan tumor yang tumbuh dari sisa-sisa jaringan embrional yaitu kraniofaringioma, khordoma, tumor pearly, dermoid, teratoma. (1,2) II.10.9. Tumor metastasis Tumor primer yang tersering adalah tumor paru-paru (karsinoma biokogenik), kemudian disusul oleh tumor tiroid, mammae, ginjal, kulit, prostat, nasofarings, usus, leukemia, retinoblastoma. (2)

15

Tumor metastasis merupakan 4,2-10 % kasus dari seluruh kasus tumor otak. Kebanyakan tumor metastasis ditampilkan sebagai lesi mata intrakranial yang multipel dan merupakan refleksi dari stadium terminal suatu keganasan. Adakalanya tumor metastasis menunjukkan gejala seperti ensefalitis dan disebut Enchepalitic form of metastasis carcinoma. Tindakan operatif dilakukan bila tumor metastasis tunggal dan padat. Tetapi bila multipel atau infiltratif maka hanya dilakukan dekompresi dilanjutkan dengan kemoterapi atau radioterapi. Prognosa umumnya buruk. (1,2) II.10.10. Tumor pembuluh darah Dengan kemajuan tehnik diagnostik seperti adanya angiografi serebral, maka berdasarkan patologi dan klinisnya tumor pembuluh darah ini dibedakan atas : 1. Angioma-kavernosus Sering dijumpai pada hemisfer serebri juga pada pons, ganglia basalis serebelum, medula oblongata dan lain-lain. Umumnya ditemui pada penderita berumur sekitar 30 tahun. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan flebografi. Biasanya dapat dilakukan tindakan operasi kecuali tumor berada pada daerah ganglia basalis. 2. Angioma rasemosum (kapiler normal yang berkumpul pada suatu tempat) Terjadi secara kongenital, gejala klinis umumnya baru tampak pada usia 10-30 tahun dan kebanyakan lokasinya pada hemisfer serebri. Diagnosa ditegakkan dengan angiografi serebral dan pengobatan satu-satunya adalah operasi. (2) 3. Hemangioblastoma Banyak dijumpai pada serebelum. Penderita biasanya berusia muda. Kadang-kadang disertai tumor di paru-paru, pankreas, ginjal, hepar dan retina. Hal ini disebut penyakit lindau von 16

hippel. Diagnosanya ditentukan dengan pemeriksaan angiografi serebral dan terapi yang terbaik adalah operasi serta radioterapi bila tak berhasil diangkat semua. (2) II.10.11. Tumor saraf-saraf otak Neurinoma merupakan tumor yang kebanyakan dijumpai pada saraf otak, biasanya bersifat padat dan dapat diambil semua. Umumnya mempunyai prognosa baik, namun dapat menimbulkan gangguan fungsional saraf yang terkena setelah dioperasi. (2) II.11. Astrositoma Astrositoma adalah tumor yang berasal dari sel astrosit. Salah satu jenis dari sel glia (sel penunjang sel saraf). Merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer nomor dua terbanyak setelah glioblastoma dengan frekuensi kasus 17-30 % dari semua glioma dan 11-13 % seluruh tumor otak. (1) Astrositoma dapat terjadi pada semua golongan umur dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma yang berdiferensiasi baik cenderung pada kelompok usia yang lebih muda, sedangkan yang anaplastik lebih sering pada kelompok usia menengah. (1) Gradasi astrositoma dikelompokkan menjadi empat grup (Grade I-IV). Yang menjadi dasar patokan penilaian gradasi adalah daerah neoplasma yang menunjukkan anaplasia yang paling tinggi. (1) II.11.1 Presentasi klinis 1. Sakit kepala dan muntah bukanlah keluhan yang tersering, tetapi 72 % astrositoma serebri mempunyai keluhan ini, 11 % diantaranya cenderung melibatkan nyeri sebelah saja (75 % darinya ipsilateral terhadap tumor). Muntah dijumpai kira-kira 31 % kasus. Gejala awal yang tersering adalah kejang (40-75 kasus) baik berupa kejang umum maupun kejang fokal. Kejang yang terjadi akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat menimbulkan bangkitan elektrolit yang berlebihan. (1) 2. Defisit neulogis fokal 17

Penderita menunjukkan gejala paresis atau paralisis sebanyak 19 %, 55 % parese fasial dan 41 % paresis tungkai. Defisit lainnya seperti gangguan penglihatan, disfasia, diplopia, vertigo, hemianopsia homonimus, gangguan sensorik dapat timbul pada kira-kira 15-20 % kasus. Hampir sepertiga penderita astrositoma menunjukkan gejala gangguan mental dimana seperlima darinya mempunyai penurunan kesadaran. (1) II.11.2. Investigasi diagnostik (1) 1. Foto polos tengkorak Abnormalitas foto polos tengkorak hanya dijumpai pada separuh kasus berupa gambaran erosi sela tursika dan (8-12 %) kalsifikasi tumor. 2. EEG Gambaran EEG yang non spesifik berupa kelainan fokal dalam corak yang bervariasi dijumpai pada kurang dari 45 % kasus. 3. Sken komputer tomografi otak (CT Scan) 98 % astrositoma Grade I menunjukkan adanya penurunan densitas, enhancement yang tidak mencolok, sedikit atau tidak ada edema perifokal, 40 % astrositoma Grade II merupakan lesi yang hipodens dibandingkan dengan jaringan otak sekitarnya. Pada grade ini menunjukkan edema yang lebih menonjol dan 90% menampilkan enhancement yang bermakna. 4. MRI, dapat mendeteksi astrositoma yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan sken komputer tomografi otak. II.11.3. Penanganan dan hasil terapi Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnosa pasti dan perbaikan prognosa, serta memperpanjang harapan hidup. Tindakan operasi reseksi yang cenderung radikal dilakukan bagi tumor-tumor yang berlokasi di daerah aman (lobus frontal hemisfer 18

non dominan). Biopsi biasa dilakukan di daerah berbahaya (girus motorik). Angka mortalitas operasi bergantung pada keadaan prabedah pasien disamping juga penggunaan steroid dan antiedema sebelumnya. Harapan hidup yang lebih panjang pada penderitapenderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi. Keberhasilan kemoterapi pada astrositoma masih dalam penelitian dan sulit untuk dapat diharapkan secara pasti, namun kemungkinan pemberian sebagai terapi adjuvan cenderung ditujukan untuk kasus-kasus yang anaplastik. Terobosan mutakhir yang tampaknya memberikan harapan adalah tindakan radio-surgery yang merupakan salah satu alternatif bagi tumor-tumor astrositoma yang terletak di daerah sulit dan tidak bisa dijangkau dengan pisau. II.12.Glioblastoma (1,2) Ada berbagai macam kriteria dipakai untuk membedakan gliobalastoma dari astrositoma anaplastik. Salah satu definisi yang berkaitan dengan hal di atas adalah bahwa tumor disebut astrositoma bila asal tumor berhasil diidentifikasi dari astrosit, sedangkan dikategorikan sebagai glioblastoma bila asalnya tidak diketahui. Sifat pertumbuhan sel adalah invasif. II.12.1. Gejala klinis Gejala klinis yang umumnya ditemui : 1. Nyeri kepala 2. Gangguan motorik 3. Perubahan mental 4. Gangguan neurologis II.13.Meningioma(1,2) Tumor ini relatif sering dijumpai pada usia dewasa dengan sifat khas yaitu pertumbuhan yang lambat dan kecenderungan meningkatnya 19

vaskularisasi tulang yang berdekatan, hiperosmosis tengkorak dan menekan jaringan otak di sekitarnya. II.13.1. Gejala klinis Seperti halnya tumor intrakranial ekstra aksial, tumor inipun menyebabkan gejala yang merupakan manifestasi adanya tekanan terhadap jaringan otak, tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak begitu menonjol. Pada foto polos kepala terdapat tanda yang khas yaitu hiperostosis tulang dan peningkatan vaskularitas. II.14.Meduloblastoma(1) Merupakan tumor berjumlah sekiatr 8 % dari semua glioma dan 33 % dari seluruh tumor di dalam atau di luar ventrikel IV. Asal tumor ini masih kontroversial, diduga berasal dari sel undifferentiated yang bermigrasi ke permukaan serebelum sewaktu kehidupan awal. II.13.1. Prestasi klinis Durasi rata-rata timbulnya gejala adalah 4-6 bulan gejala awal yang timbul adalah berupa peninggian tekanan intrakranial. Gejala lainnya adalah gejala serebeler. II.15.Ependimoma (1) Merupakan neoplasma glioma dan mempunyai frekuensi kira-kira 5 % dari seluruh glioma. Tumor ini menunjukkan kecenderungan tinggi pada usia muda dan dari distribusi geografis cukup menonjol pada daereah Asia dan Jepang. Hampir dua pertiga kasus mempunyai predileksi di kompartemen infratentorial, dan 25 % di dalam serta sekitar ventrikel IV. II.14.1. Presentasi klinis Durasi gejala ependiloma rata-rata berjangka waktu enam belas bulan, sebanyak 90 % menunjukkan adanya papiledem, 80 % mengeluh nyeri kepala, mual, muntah dijumpai pada 75 % serta gejala serebeler seperti vertigo dan afaksia sebanyak 60 % kasus. Kejang 20

hanya dijumpai pada sepertiga ependimoma supratentorial (1 % dari seluruh tumor otak dengan gejala kejang). II.16.Tumor Pleksus Choroid (1) Tumor ini mempunyai frekuensi 0,5 % dari seluruh tumor intrakranial penderita dengan usia kurang dari duabelas tahun. Tumor dapat mengenai hampir seluruh kelompok usia dengan frekuensi 35-45 % kasus berusia dibawah usia 20 tahun, dengan rasio kelamin sama antara laki-laki dan perempuan. Tumor berupa massa dengan konsistensi lunak, vaskuler, ireguler yang berbentuk mirip kembang kol, sedang tampilan mikroskopik mirip dengan pleksus khoroid yang normal. II.15.1. Presentasi klinis Presentasi gejala klinis biasanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai gejala neurologis fokal. Tumor intraventrikel IV nistagmus dan ataksia. Pemeriksaan foto polos kepala, disamping menujukkan tanda peningkatan tekanan intrakranial, kadang-kadang menunjukkan kalsifikasi serebral menggambarkan hidrosefalus dan suatu tumor blush. II.17.Adenoma Pituitari / Hipofise (1,2,3) Adalah satu-satunya adenoma primer asli dari kavitas kranial, sehingga dikelompokkan ke dalam neoplasma epitel. Frekuensi kurang lebih 8 % - 10 % dari seluruh tumor intrakranial dengan puncak distribusi usia antara 35 45 tahun. Adenoma pituitari tumbuh ekspansif keluar dari fosa pituitari. Tumor biasanya dibungkus kapsul yang liat dan mengandung kalsifikasi. Tumor dikelompokkan menjadi tiga tipe berdasarkan gambaran mikroskopisnya.

21

Tipe difus (54 %), mempunyai stroma yang sedikit dan beberapa pembuluh darah tanpa susunan arsitektur yang khas. Tipe sinusoidal (31 %) mirip pituitari normal, namun mempunyai sel perlobul dari tipe yang sama dengan jumlah yang lebih banyak. Tipe papiler (15 %) menampilkan kapiler di sentral dengan beberapa jaringan penyangga dan sel-sel adenoma.

Kategori lain adalah klasifikasi fungsional dimana dibagi menjadi adenoma dengan aktivitas endokrin dan adenoma yang inaktif. II.17.1. Presentasi klinis Gejala klinis yang tampak biasanya diakibatkan oleh hipersekresi atau hiposekresi serta adanya penekanan oleh tumor. Keluhan tersering adalah gangguan penglihatan yang terjadi secara perlahan. Nyeri kepala merupakan keluhan yang kerap timbul, yang mana lebih sering terjadi pada wanita dengan akromegali, yang mana hal ini lebih dikaitkan dengan ada tidaknya produksi hormon somatotropik. Pemeriksaan funduskopi menampakan diskus optik yang pucat. Papiledema agak jarang dijumpai pada tumor yang masih kecil. Paresis otot-otot ekstraokuler dapat terjadi pada 10 % kasus terutama melibatkan N. III. II.18.Kraniofaringioma (1) Frekuensi tumor lebih kurang 2,5 % dari seluruh tumor otak, tumor ini lebih sering terjadi pada usia anak-anak dengan rasio kelamin seimbang. Tumor ini merupakan tumor supraselar yang mengandung komponen padat dan kistik. Adanya deposit kalsium menyebabkan tumor mengeras. Adanya perubahan degeneratif menyebabkan kista tumor membesar, dinding dalamnya dapat mengandung papil-papil dan terisi cairan kecoklatan. II.18.1. Presentasi klinis

22

Durasi gejala dengan waktu rata-rata sekitar satu tahun. Gejala-gejala yang dikeluhkan seperti adanya gangguan penglihatan, gangguan endokrin, peninggian tekanan intrakranial serta gangguan psikiatri. Gejala ini timbul sebab regio suprasellar dikelilingi oleh struktur saraf yang berpotensi menampilkan gejala defisit neurologis. Pertumbuhan ke frontal atau temporal dapat menimbulkan anosmia, kejang, ke fosa posterior menyebabkan abnormalitas fungsi N, IV, V, VI, traktus piramidalis dan serebelum. Keluhan utama awal yang paling sering adalah nyeri kepala, gangguan penglihatan, muntah. Sedang keluhan berhentinya pertumbuhan, diabetes insipidus, gangguan psikiatri dan kejang hanya dijumpai 10-20 %. II.19.Neurinoma Akustik (1,2) Merupakan tumor otak primer di daerah sudut serebelo pontin yang paling banyak dijumpai (80-90 %). Dibentuk oleh sel Schwann sarung saraf otak VIII. Kebanyakan tumbuh unilateral. Usia rata-rata adalah 47 tahun dimana laki-laki sama dengan perempuan. Tumor berkapsul dan noduler berwarna abu-kemerahan atau kekuningan. Konsistensi bervariasi. Memiliki dua arsitektur yang berbeda yaitu tipe fibriler dan tipe retikuler. II.19.1. Presentasi klinis Gangguan pendengaran merupakan gejala awal terbanyak (67 %) dimana sebagian besar terjadi bertahap. Gejala lain berupa tinitus, pusing, ataksia, rasa penuh di telinga. Tumor yang besar kadang dapat menimbulkan gejala diplopia, suara serak, kesulitan menelan, nyeri pada wajah sindrom hidrosefalus normotensif atau ataksia.

23

BAB III METODE PENELITIAN

III.1. Materi dan Bahan Populasi penelitian adalah penderita tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari bulan Januari 2003 sampai dengan Desember 2005. III.2. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskripsi retrospektif. III.3. Metode Penelitian Obyek penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2005. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskripsi retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien, Ruang Rawat Cempaka dan Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini menunjukkan ada 30 kasus tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005. Dari 30 kasus tumor otak yang ada didapatkan hasil pada tabel berikut: Tabel I. Distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan umur di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005 No. Umur 1. 10 thn 2. 3. 4. 5. 6. 7. 11 20 thn 21 30 thn 31 - 40 thn 41 50 thn 51 60 thn > 61 thn Jumlah Frekuensi 4 1 4 8 8 3 2 30 Presentase (%) 13,33 3,33 13,33 26,67 26,67 10 6,67 100

Berdasarkan tabel distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan umur (tabel I) dapat diketahui bahwa jumlah terbanyak ada pada usia 31 40 dan 41 50 yaitu masing-masing 8 orang (26,67 %). Tumor otak dapat terjadi pada semua umur, tetapi ada kecenderungan bahwa tumor otak akan meningkat pada kelompok usia 40 tahun. (1,4,7)

25

Tabel II. Distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan jenis kelamin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005 No. 1. 2. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Frekuensi 10 20 30 Presentase (%) 33,33 66,67 100

Berdasarkan tabel distribusi dan frekuensi penderita tumor otak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto berdasarkan jenis kelamin (Tabel II) dapat diketahui jumlah terbanyak penderita tumor otak ada pada jenis kelamin perempuan yaitu 20 orang (66,67 %). Pada umumnya tumor otak lebih banyak pada laki-laki, sehingga hasil ini tidak sesuai dengan teori
(7)

. Walaupun ada beberapa jenis tumor

seperti meningioma dan adenoma yang lebih banyak terjadi pada perempuan. (8) Tabel III. Distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan jenis tumor di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005 No. Jenis tumor 1. Meningioma 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Astositoma Meduloblastoma Neuroblastoma Schwannoma Hemangioma Adenokarsinoma Tiroid aberrant Jumlah Frekuensi 13 11 1 1 1 1 1 1 30 Presentase (%) 43,33 36,67 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 100

Berdasarkan tabel distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan jenis tumor (Tabel IV) didapatkan bahwa jenis tumor otak terbanyak adalah meningioma (43,33 %). Jenis tumor otak terbanyak adalah glioma. Hal ini tidak 26

sesuai dengan teori karena meningioma adalah jenis tumor otak terbanyak kedua setelah glioma. (1,2,3,4,5) Tabel IV. Distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan lokasi tumor di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005 No. Letak tumor 1. Frontal 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Parietal Temporal Petrosum Frontoparietal Parietoparietal Sphenoid ridge Parasagital Falk cerebri Duramater Cerebellum Jumlah Frekuensi 9 7 1 1 3 1 1 2 1 2 2 30 Presentase (%) 30 23,33 3,33 3,33 10 3,33 3,33 6,67 3,33 6,67 6,67 100

Berdasarkan tabel distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan lokasi tumor (Tabel IV) didapatkan bahwa jumlah terbanyak ada di regio frontal (30 %). Hal ini mungkin dikarenakan pada penelitian ini jenis tumor terbanyak adalah meningioma, yang memiliki predileksi di regio frontalis (70%). (9)

Tabel V. Distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan gejala klinis yang menonjol di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005 No. Gejala kinis yang Frekuensi Presentase

27

1. 2. 3. 4.

menonjol Nyeri kepala Kejang Hemiparese Penurunan kesadaran Jumlah

15 3 5 7 30

(%) 50 10 16,67 23,33 100

Berdasarkan tabel distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan gejala klinis yang menonjol (Tabel V) didapatkan bahwa gejala klinis yang paling banyak dijumpai adalah nyeri kepala (50 %). Seperti kita ketahui bahwa nyeri kepala merupakan salah satu gejala tersering dari peninggian tekanan intrakranial selain muntah proyektil dan papil edema. (1,2,3,4,5,6,7,8) Tabel VI. Distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan asal daerah di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005 No. Asal daerah Frekuensi Presentase (%) 1. Banyumas 12 40 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Purbalingga Cilacap Banjarnegara Wonosobo Pemalang Kebumen Brebes Banjarpatoman Lampung 5 2 3 1 1 1 3 1 1 16,67 6,67 10 3,33 3,33 3,33 10 3,33 3,33

Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel distribusi dan frekuensi penderita tumor otak berdasarkan asal daerah penderita didapat berasal dari banyumas (40 %). Hal ini mungkin dikarenakan letak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang berada di eks Karesidenan Banyumas. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan perbedaan insidensi antara berbagai kelompok suku bangsa. (7)

28

BAB V KESIMPULAN

1. Penderita tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai Desember 2005 terbanyak ada pada usia 31 - 40 thn dan 41 50 thn. 2. Wanita adalah penderita terbanyak tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai Desember 2005. 3. Jenis tumor terbanyak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai Desember 2005 adalah meningioma. 4. Lokasi tumor terbanyak penderita tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai Desember 2005 adalah di regio frontal. 5. Gejala klinis yang paling menonjol pada penderita tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai Desember 2005 adalah nyeri kepala. 6. Asal daerah terbanyak penderita tumor otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2003 sampai Desember 2005 adalah Banyumas.

29

You might also like