You are on page 1of 60

PSIKOLOGI EKSPERIMEN

Gusti Yuli Asih, S.Psi, M.Si.

Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT) ISBN : 978-602-9019-16-2

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penulis atau penerbit.

PSIKOLOGI EKSPERIMEN 54 halaman + vi

Gusti Yuli Asih, S.Psi, M.Si.

Tata Letak Desain sampul

: Priyono : Saiful Hadi

Cetakan I tahun 2011

Penerbit Semarang University Press Jl. Soekarno Hatta, Semarang

ii

KATA PENGANTAR

Metode Penelitian dalam Psikologi sangat beragam. Buku ini akan mempermudah mahasiswa yang ingin belajar atau melakukan penelitian kuantitatif khususnya yang menggunakan metode eksperimen. Lahirnya teori-teori psikologi banyak yang berasal dari penelitian-penelitian dengan metode eksperimen. Aliran behaviorisme, BF. Skinner (1904-1990) yang meluaskan pemahaman kita tentang respons terhadap faktor pendorong (reinforcement) melalui analisis eksperimental tentang perilaku. Praktik ilmu psikologi merupakan aktivitas konkret manusia yang berpengaruh dalam beberapa tingkatan. Hasil penelitian dapat berdampak pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk itu peneliti harus membangun dasar penelitian yang didesain dan dilakukan dengan teliti, serta sesuai dengan etika-etika dalam penelitian. Penelitian psikologis dan aplikasinya berada dalam hubungan timbal balik dengan masyarakat, penelitian memiliki pengaruh terhadap masyarakat dan dipengaruhi oleh masyarakat. Konteks sosial dan budaya bisa memengaruhi hal yang dipilih peneliti untuk informasi dan menjadi data pendukung. Pendekatan terbaik dalam penelitian adalah pendekatan multimetode. Kita bisa percaya dengan hasil penelitian jika telah dibandingkan dengan metode yang berbeda. Kekuatan khusus dari metode eksperimental adalah metode ini sangat efektif dalam penentuan hubungan sebab akibat. Dengan keterbukaan dan kerendahan hati, koreksi serta saran-saran perbaikan akan penulis terima dengan besar hati. Untuk itu pula, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga terhadap kritik dan saran guna sempurnanya buku ini. Semarang, Oktober 2011 GYA

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................... Halaman Hak Cipta .................................................................. Kata Pengantar .......................................................................... Daftar Isi ..................................................................................

i ii iii v

Bab Bab Bab Bab Bab Bab Bab Bab

1 2 3 4 5 6 7 8

Pengantar ................................................................. Metode Eksperimen ................................................. Hipotesis .................................................................. Etika Penelitian ........................................................ Subjek dalam Penelitian Eksperimen ...................... Variabel Eksperimen ............................................... Validitas dalam Penelitian Eksperimen ................... Rancangan Eksperimen ............................................ Contoh Penelitian Eksperimen ......................... Sistematika Penelitian Eksperimen ..................

1 6 11 14 20 25 34 41 47 52 54

Lampiran A Lampiran B

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

Kelahiran psikologi ditandai dengan berdirinya sebuah laboratorium di kota Leipzig, tahun 1879. Tak heran jika psikologi kemudian identik dengan psikologi eksperimen, yang menyelidiki unsur-unsur kesadaran manusia dengan metode eksperimen. Gerakan laboratorium ini kemudian melanda dunia psikologi untuk menegaskan bahwa psikologi adalah pewaris ilmu alam dan biologi. Psikologi adalah psikologi eksperimen, sebelum pada akhirnya menjadi satu cabang psikologi yang mempelajari fisiologi, sensasi, persepsi, belajar atau kondisioning, kognisi, sikap, dan banyak hal lain. Mata kuliah psikologi Eksperimen beserta dengan praktikum di laboratorium pun menjadi hal baku dalam kurikulum psikologi. Banyaknya permasalahan psikologi yang harus dikaji oleh psikologi eksperimen mengubah secara evolusioner psikologi eksperimen. Psikologi eksperimen dimengerti tidak lagi sebagai sebuah cabang psikologi, tetapi metode. Metode eksperimen sangat ampuh dalam menentukan hubungan kasualitas dibanding metode lain. Kekuatan metode inilah yang membuatnya banya digunakan dalam berbagai cabang psikologi, antara lain psikologi pendidikan, psikologi klinis, dan kesehatan, psikologi sosial, psikologi perkembangan, psikologi industri/organisasi serta ergonomika. Perubahan perspektif terjadi silih berganti dalam psikologi, namun psikologi eksperimen sebagai kajian mental dan perilaku dengan metode eksperimen tampak berdiri tegak.

Psikologi eksperimen |

Salah satu alasan utama psikolog melakukan eksperimen adalah membuat pengujian empiris terhadap hipotesis yang mereka ambil dari teori psikologis. Sebagai contoh, Pennebaker (dalam Shaughnessy, 2012: 175) mengembangkan teori bahwa menyimpan pikiran dan perasaan tentang pengalaman menyakitkan dapat menyebabkan korban fisik. Menurut teori inhibisi ini, menyimpan pengalaman tersebut dalam diri merupakan hal yang menimbulkan stres fisik. Pennebaker dan koleganya melakukan banyak eksperimen yang di dalamnya mereka menugaskan kelompok peserta untuk menuliskan peristiwa emosional pribadi dan kelompok lain menulis tentang topik yang dangkal. Konsisten dengan hipotesis yang diambil dari teori inhibisi tersebut, peserta yang menulis tentang topik emosional memiliki hasil kesehatan yang lebih baik daripada peserta yang menulis tentang topik yang dangkal. Namun, tidak semua dari hasil tersebut konsisten dengan teori inhibisi. Misalnya, mahasiswa yang diminta menari dengan ekspresif tentang pengalaman emosional tidak mengalami manfaat kesehatan yang sama dengan para mahasiswa yang menari dan menulis tentang pengalaman mereka sendiri. Tujuan Mempelajari Psikologi Eksperimen 1. Memahami prinsip-prinsip dan langkah-langkah dalam metode eksperimen. 2. Memahami proses dan dinamika tingkah laku dalam situasi eksperimental. 3. Menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat dalam perlakuan dengan efeknya. 4. Memprediksi efek suatu perlakuan pada variabel yang diamati. 5. Mempelajari seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut. Eksperimen: Merupakan penelitian yang dikembangkan untuk mempelajari fenomena dalam kerangka hubungan sebab akibat, yang dilakukan dengan memberikan perlakuan oleh peneliti kepada subjek

2 | Psikologi eksperimen

penelitian untuk dipelajari/diobservasi efek perlakuan tersebut dengan mengendalikan variabel yang tidak dikehendaki. Psikologi Eksperimen Eksperimen sebagai suatu metode dalam penelitian. Metode eksperimen Adalah suatu prosedur yang terkontrol dimana diterapkan 2 perlakuan yang berbeda. Mencatat hal yang diperoleh dari 2 perlakuan yang berbeda, membandingkan pula dalam berbagai kondisi sehingga dapat dilakukan observasi perubahan perilaku sebagai perubahan kondisi perlakuan. Ada dua hal yang membedakan metode eksperimen dengan metode deskriptif (Nazir, 2009: 64). Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pada metode eksperimen terdapat kontrol, sedangkan pada metode deskriptif kontrol tidak ada. Kontrol ini, dapat saja merupakan manipulasi fisik, seperti penggunaan cara dan alat, ataupun kontrol dengan cara mengadakan seleksi terhadap materi maupun objek penelitian. 2. Pada metode eksperimen si peneliti mengadakan manipulasi terhadap variabel, sedangkan pada metode deskriptif, variabel yang diteliti berada dalam keadaan sebagaimana adanya. Pada metode eksperimen, objek diatur lebih dahulu untuk diadakan perlakuan-perlakuan, sedangkan penelitian deskriptif, sifatnya adalah ex post facto. Hubungan Sebab Akibat Dapat ditemukan hubungan sebab akibat antara kondisi anteseden dan perilaku subjek. Jika XYZ adalah rangkaian dari kondisi anteseden selalu berkaitan dengan perilaku khusus

Psikologi eksperimen |

dengan perlakuan berkaitan yang lain atau tanpa perlakuan, dapat dikatakan bahwa XYZ adalah penyebab perilaku tersebut. Hubungan kausal dapat dikenali dari suatu keadaan perilaku khusus yang timbul beberapa saat setelah subjek menemui suatu kondisi anteseden tertentu, dan hanya timbul saat menemui kondisi anteseden tersebut. Hubungan sebab akibat diperoleh dari penelitian ilmiah yang secara umum melibatkan identifikasi kondisi yang mencukupi untuk timbulkan suatu akibat.

Perlakuan Rangkaian kondisi anteseden yang sengaja diciptakan, disusun agar standar definisi operasional. Hubungan sebab akibat diketahui dengan persyaratan: antara sebab dan akibat memiliki keterdekatan waktu, selang waktu: Mengapa seseorang menangis? Perilaku menangis timbul beberapa saat setelah subjek menemui suatu kondisi anteseden tertentu.

Ciri Penelitian Eksperimen (Latipun, 2002: 13) 1. Penelitian eksperimen menggunakan manipulasi / perlakuan / treatmen yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti. 2. Penelitian eksperimen melakukan kontrol (diharapkan secara ketat) terhadap variabel-variabel yang tidak dikehendaki. Kontrol ini dapat merupakan manipulasi terhadap cara, alat, materi, maupun objek penelitian. 3. Penelitian eksperimen dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan sebab akibat yang bersifat pola hubungan kausalitas sufficient condition yaitu bahwa suatu hubungan yang menunjukkan apakah suatu variabel (bebas) merupakan kondisi yang memadai untuk menimbulkan akibat tertentu pada variabel terikatnya.

4 | Psikologi eksperimen

Kelebihan dan Kekurangan Penelitian eksperimental (Seniati dkk, 2005: 35-36) Kelebihan 1. Kesimpulan mengenai hubungan sebab akibat yang diperoleh bahwa Variabel Bebas (VB)/Variabel Eksperimen (VE) menyebabkan Variabel Tergantung (VT), lebih kuat dibandingkan hasil penelitian non-eksperimental. 2. Peneliti dapat memanipulasi VB/VE untuk dilihat pengaruhnya terhadap VT Kekurangan 1. Penelitian eksperimental sulit untuk digeneralisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya hasil suatu penelitian eksperimental tidak dapat langsung digunakan dalam kehidupan nyata atau sehari-hari. 2. Penelitian eksperimental membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun alasan ini tidak sepenuhnya benar, karena kadangkala suatu penelitian eksperimental dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan penelitian noneksperimental. Penelitian eksperimental membutuhkan waktu lama karena ada beberapa VB di mana peneliti harus memanipulasi VB sekian lama agar VT yang diharapkan muncul. 3. Beberapa variabel secara moral atau hukum tidak dapat dimanipulasi, misalnya dalam bentuk menghilangkan interaksi sosial secara permanen, merangsang timbulnya perilaku seksual. Contoh-contoh tersebut secara moral tidak dibenarkan dilakukan eksperimen. 4. Sekalipun secara moral atau legal dapat dilakukan, tetapi secara ekonomi atau teknik pengetahuan tidak memiliki sumber yang memadai. Misalnya efek pemilikan mobil baru pada minat membaca iklan mobil. Tidak mungkin peneliti psikologi melakukan random kepada sejumlah subjek dan memberi mobil baru untuk penelitian.

Psikologi eksperimen |

BAB 2 METODE EKSPERIMEN

A. Eksperimen Semu dan Sungguhan Kumar (dalam Seniati dkk, 2005: 37) menyebut penelitian eksperimental kuasi sebagai penelitian semi-eksperimental. Penelitian eksperimen kuasi berbeda dengan penelitian eksperimental karena tidak memenuhi tiga karakteristik atau syarat utama dari suatu penelitian eksperimental, yaitu: manipulasi, kontrol, dan randomisasi. Suatu penelitian dianggap penelitian eksperimen kuasi apabila tidak dilakukannya randomisasi dalam meneliti hubungan sebab akibat. Hal ini terjadi karena randomisasi sulit untuk dilakukan ataupun karena subjek sudah memiliki VB sebelumnya. Persamaan penelitian eksperimental-kuasi dengan penelitian eksperimental adalah: (1) meneliti hubungan sebab akibat, (2) bersifat prospektif, yaitu menciptakan sesuatu (dalam hal ini VT) agar terjadi di masa mendatang, dan (3) adanya atau dimungkinkannya kelompok kontrol pada kedua penelitian. Manipulasi VB dapat dilakukan atau dapat tidak dilakukan dalam suatu penelitian eksperimental-kuasi. Manipulasi VB dalam penelitian eksperimental-kuasi tidak dilakukan karena meneliti subjek yang telah memiliki variasi VB berbeda sebelum penelitian dilakukan. Penelitian eksperimental-kuasi dilakukan dengan mengamati kelompok subjek yang memiliki VB yang berbeda, menunggu kemunculan VT di masa mendatang, kemudian mengukur VT yang terjadi.

6 | Psikologi eksperimen

Metode eksperimen sungguhan Menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan desain di mana secara nyata ada kelompok kontrol dan membandingkan hasil perlakuan dengan kontrol secara ketat. Validitas internal dan ekternal cukup utuh Contoh: Penelitian tentang pengaruh dua metode mengajar bahasa Inggris pada II SLA sebagai fungsi dari taraf intelegensia (tinggi, sedang, rendah) dan besarnya kelas (besar, kecil), dimana guru ditempatkan secara random berdasarkan intelegensia, besarnya kelas dan metode mengajar. Contoh lain: Percobaan faktorial tentang pengaruh pemupukan dan jarak tanam dengan adanya kontrol pada percobaan faktorial. Replikasi juga sangat ketat diawasi

Metode eksperimen semu Penelitian yang mendekati percobaan sungguhan di mana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batasan-batasan yang ada. Contoh: Penelitian untuk mengetahui pengaruh dua macam cara menghafal kata-kata asing pada 4 buah kelas SLA tingkat I tanpa menentukan penempatan murid-murid pada perlakuan secara random atau mengawasi waktu latihan secara cermat. Contoh lain: Penelitian untuk menilai efektivitas 3 cara mengajar konsep-konsep dasar suatu ilmu di SD apabila guru-guru tertentu dapat secara suka rela tanpa random memilih cara mengajar tertentu karena guruguru tersebut tertarik akan bahan ajaran tersebut.

Sumber: Nazir, 2009: 73

Psikologi eksperimen |

Contoh-contoh penelitian eksperimental semu (quasi eksperimen) (Suryabrata, 2002: 33-34) 1. Penelitian untuk menyelidiki efek dua macam cara menghafal (spaced vs. massed practice) dalam menghafal suatu daftar kata-kata asing pada empat buah SMA tanpa dapat menentukan penempatan murid-murid pada perlakuan secara random atau mengawasi waktu-waktu latihannya secara cermat. 2. Penelitian untuk menilai keefektifan tiga cara mengajar konsepkonsep dasar dan prinsip ekonomi di SD apabila guru-guru tertentu dapat secara sukarela menjalankan pengajaran itu karena tertarik akan bahannya. 3. Penelitian pendidikan yang menggunakan pretest-posttest, yang di dalamnya variabel-variabel seperti kematangan, efek testing, regresi statistik, atrisi selektif, dan adaptasi tidak dapat dihindari atau justru terlewat dari penelitian. 4. Berbagai penelitian mengenai berbagai problem sosial seperti kenakalan remaja, keresahan, merokok, jumlah penderita penyakit jantung, dan sebagainya, yang didalamnya kontrol dan manipulasi tidak selalu dapat dilakukan. Eksperimen sebagai salah satu model dalam penelitian, tidak bisa lepas dari: 1. Permasalahan Tidak lepas dari logika penelitian. Terkandung tujuan dan manfaat penelitian, manfaat secara teoritis dan praktis 2. Hipotesis 3. Variabel-variabel penelitian (variabel eksperimen) 4. Kontrol di dalam eksperimen 5. Validitas eksperimen dan ancamannya 6. Tipologi eksperimen (tingkatan/macam-macam eksperimen) Quasi eksperimen (eksperimen semu/belum sepenuhnya eksperimen) True eksperimen 7. Rancangan/design eksperiment

8 | Psikologi eksperimen

SUMBER-SUMBER MENDAPATKAN PERMASALAHAN 1. Kepustakaan a. Buku-buku, teori yang sudah mapan b. Hasil-hasil penelitian (jurnal, skripsi, tesis, disertasi, paper) 2. Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi sering pula menjadi sumber bagi ditemukannya masalah penelitian. Lebih-lebih dalam ilmu-ilmu sosial, hal yang demikian itu sering terjadi. Mungkin pengalaman pribadi itu berkaitan dengan sejarah perkembangan dan kehidupan pribadi, mungkin pula berkaitan dengan kehidupan profesional (Suryabrata, 2002: 63). 3. Pengamatan sepintas Seringkali terjadi, seseorang menemukan masalah penelitiannya dalam suatu perjalanan atau peninjauan. Ketika berangkat dari rumah sama sekali tidak ada rencana untuk mencari masalah penelitian. Tetapi ketika menyaksikan hal-hal tertentu di lapangan, timbullah pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya, yang akhirnya terkristalisasikan dalam masalah penelitian. Seorang ahli ilmu tanah dapat menemukan masalahnya ketika ia menyaksikan keadaan tanah di suatu tempat, seorang ahli kesehatan dapat menemukan masalahnya ketika dia menyaksikan dari mana penduduk mendapatkan air minum, seorang ahli teknologi bahan makanan mungkin menemukan masalahnya ketika dia menyaksikan produksi jenis pangan tertentu yang berlebihan di suatu daerah, seorang ahli psikologi industri mungkin mendapatkan masalah ketika dia menyaksikan bagaimana sejumlah karyawan pabrik melaksanakan tugasnya, dan sebagainya (Suryabrata, 2002: 62). 4. Hasil seminar/diskusi Diskusi, seminar, dan lain-lain pertemuan ilmiah juga merupakan sumber masalah penelitian yang cukup kaya, karena pada umumnya dalam pertemuan ilmiah demikian itu para peserta melihat hal-hal yang dipersoalkannya secara
Psikologi eksperimen |

profesional. Dengan kemampuan profesional para ilmuwan peserta pertemuan ilmiah melihat, menganalisis, menyimpulkan dan mempersoalkan hal-hal yang dijadikan pokok pembicaraan. Dengan demikian mudah sekali muncul masalah-masalah yang memerlukan penggarapan melalui penelitian (Suryabrata, 2002: 61-62). 5. Perasaan intuitif Tidak jarang terjadi, masalah penelitian itu muncul dalam pikiran ilmuwan pada pagi hari setelah bangun tidur, atau pada saat-saat habis istirahat. Rupanya selama tidur atau istirahat itu terjadi semacam konsolidasi atau pengendapan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti itu, yang lalu muncul dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau masalah (Suryabrata, 2002: 63). 6. Pernyataan pemegang otoritas Pernyataan pemegang otoritas, baik pemegang otoritas dalam pemerintahan maupun pemegang otoritas dalam bidang ilmu tertentu, dapat menjadi sumber masalah penelitian. Pernyataan ahli-ahli pendidikan dan ahli-ahli psikologi mengenai perlu dan tidaknya serta tepat dan tidaknya penjurusan di SMA seperti yang terjadi sekarang ini, dapat menjadi sumber masalah penelitian pula (Suryabrata, 2002: 62)

PERTIMBANGAN MEMILIH PERMASALAHAN Arah peneliti Sumber referensi KUWAT keterbatasan uang, waktu, alat, dan tenaga Arah permasalahan Asas manfaat

10 | Psikologi eksperimen

BAB 3 HIPOTESIS

Pengertian Hipotesis Hipotesis merupakan penjelasan tentatif tentang sesuatu. Hipotesis sering kali berusaha menjawab pertanyaan Bagaimana? dan Mengapa? Pada suatu tingkatan, hipotesis hanya menunjukkan bagaimana variabel tertentu berhubungan. Hipotesis tidak dapat diuji jika konsep yang dirujuk tidak didefinisikan atau diukur secara adekuat. Hipotesis juga tidak dapat diuji jika mengandung asumsi bahwa suatu hal tidak perlu dibuktikan lagi (circular) (Shaughnessy, 2012: 35-36) Hipotesis juga dapat diartikan sebagai Jawaban sementara dari problem yang ingin dipecahkan. Cara Merumuskan Hipotesis 1. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara 2 variabel/ lebih. 2. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif/ pernyataan. 3. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat. 4. Hipotesis hendaklah dapat diuji. Sumber Hipotesis 1. Temuan hasil penelitian, yang dapat menimbulkan pertanyaan baru. 2. Hipotesis yang ditolak yang kemudian menimbulkan hipotesis baru.
Psikologi eksperimen | 11

3. Peta ilmu pengetahuan menunjukkan, perkembangan faktafakta baru berasal dari hipotesis-hipotesis yang dikembangkan oleh ilmuwan. Fungsi Hipotesis Working instrumen, dimana hipotesis dapat direduksi dari teori/dari hipotesis lain, yang dijadikan titik tolak penelitian. Alat tes: hipotesis dapat dites sebagai true/false. Alat yang ampuh untuk kemajuan pengetahuan karena dapat objektif. Mengarahkan penelitian lebih baik/terarah. Memungkinkan peneliti untuk merumuskan secara spesifik dan empiris. Sumber-sumber tidak terbuktinya hipotesis. Sampel penelitian terlalu kecil. Landasan teori yang dipakai kemungkinan sudah usang. Sampel penelitian kemungkinan tidak diambil secara random. Tidak cermat dalam mengeliminasi variabel ekstrane. Ada kemungkinan metode pengumpulan data tidak valid dan tidak reliabel. Rancangan penelitian yang digunakan ada kemungkinan tidak tepat. Ada kemungkinan perhitungan dalam analisis kurang cermat / kurang teliti. Ada kemungkinan hipotesis yang dibuat palsu / tidak sesuai dengan dasar teori Beberapa Contoh Hipotesis Eksperimen Schacter Hipotesis : Jika seseorang cemas, maka ia akan mencari teman VB : Kecemasan VD : Mencari teman Hipotesis tersebut menyatakan sebuah potensi hubungan antara 2 variabel, yaitu kecemasan dan kebersamaan.

12 | Psikologi eksperimen

Eksperimen Hess (1975) Hipotesis : Jika pupil mata semakin besar maka seseorang tampak semakin menarik. VB : ukuran pupil Hess dengan sengaja merekayasa ukuran pupil (besar dan kecil) dengan maksud menguji pengaruh-pengaruh ukuran pupil terhadap penampilan. VD : daya tarik

Psikologi eksperimen | 13

BAB 4 ETIKA PENELITIAN

Akan dibicarakan etika hubungan antara peneliti dengan subjek manusia maupun non manusia (misalnya binatang), serta tanggung jawab peneliti, yang seharusnya dikatahui dan dipatuhi dalam setiap melaksanakan eksperimen. Etika adalah persoalan boleh dan tidak boleh, diperkenankan dan dilarang serta benar dan salah. Etika penelitian adalah persoalan norma (standar) yang harus digunakan sebagai pedoman dan sekaligus merupakan nilainilai luhur. Secara teoritis kita dihadapkan pada: (a) etika deontologi, yang mengutamakan proses yang benar, dan (b) etika konsekuensi, yang mengutamakan hasil penelitian yang membawa kebaikan/manfaat bagi banyak orang. A. Prinsip Penelitian dengan Subjek Manusia Terdapat tiga prinsip yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu: Respek terhadap subjek sebagai sesama manusia. Manfaat bagi subjek, baik secara langsung maupun tidak langsung Keadilan (antara keuntungan dan kerugian didistribusikan secara wajar dan seimbang)

14 | Psikologi eksperimen

Di Amerika Serikat, beberapa aspek penelitian dalam Psikologi diatur dalam Hukum Federal, dan tercakup pula dalam pedoman etika penelitian yang dikeluarkan oleh American Psychological Association (APA). Terdapat pula suatu badan penilai usulan penelitian (Human Subject Committee) yang bertugas untuk mereview dan menentukan apakah suatu proposal penelitian yang melibatkan subjek manusia dapat dilanjutkan apa tidak. Biasanya terdapat 4 kategori, yaitu: (a) diterima sepenuhnya, (b) diterima setelah direvisi sebagaimana saran penilai, (c) ditolak namun dapat diajukan lagi apabila direvisi, dan (d) ditolak sepenuhnya. B. Informed Concent Setiap subjek perlu memperoleh penjelasan penuh tentang prosedur yang harus diikuti, termasuk manfaat yang akan dicapai dari hasil penelitian dan berbagai resiko yang mungkin akan dihadapi subjek, baik resiko fisik, psikologis, ataupun sosial. Subjek diberi kebebasan (tanpa tekanan dari pihak manapun), setelah diberi penjelasan, untuk memutuskan apakah akan berpartisipasi dalam eksperimen ataukah menolak. Kebebasan untuk mengundurkan diri ketika penelitian sedang berlangsung (drop-out) juga diberikan penuh pada subjek). Penjelasan tentang prosedur penelitian, resiko subjek, maupun persetujuan subjek untuk berpartisipasi, perlu dinyatakan secara tertulis dalam formulir informed consent. Partisipan biasanya diberikan sejenis form berisi informasi yang harus mereka isi dalam mengambil keputusan. Paling sering, form ini dicetak dan diberikan untuk mereka baca dan tandatangani. Penting bahwa partisipan memahami informasi yang ada pada form itu. Sering terjadi ketika form begitu teknis atau berisi istilah-istilah hukum menjadikan mustahil bagi partisipan untuk memahami apa yang mereka tandatangani.
Psikologi eksperimen | 15

Secara umum, form persetujuan harus ditulis dalam bahasa sederhana, jelas, dan menghindari jargon-jargon dan peristilahan teknis. Agar lebih mudah dipahami, form itu tidak seharusnya ditulis dengan menggunakan subjek sebagai orang pertama. Akan tetapi, informasi harus diberikan seolah-olah si peneliti sedang bercakap-cakap dengan si partisipan. Oleh karena itu, form itu sebaiknya menyebutkan: Partisipasi dalam studi ini bersifat sukarela. Anda bisa bebas menolak sebagai partisipan tanpa konsekuensi hukum apapun. (Cozby, 2009: 65) C. Deception dan debriefing Kadang-kadang dalam salah satu perlakuan penelitiannya (untuk menciptakan suasana tertentu seperti yang diinginkan/ disimulasikan), eksperimenter perlu melakukan tipu muslihat (deception) sehingga respon dari subjek menjadi sealamiah mungkin. Untuk menetralisir pengaruh tersebut agar tidak berkepanjangan, peneliti perlu melakukan penjelasan ulang (debriefing) kepada subjek, setelah seluruh rangkaian eksperimen selesai. Sesi debriefing dilakukan setelah studi selesai dilakukan. Sesi ini merupakan kesempatan bagi si peneliti untuk berhubungan dengan isu-isu seperti merahasiakan informasi, desepsi, dan kemungkinan dampak-dampak yang tidak diinginkan dari riset. Jika para partisipan terpaksa dikelabui, si peneliti harus menjelaskan kenapa desepsi itu perlu dilakukan. Jika si peneliti dalam beberapa hal telah mengorbankan keadaan fisik atau psikologis si partisipan, seperti dalam sebuah studi yang menimbulkan stres, si peneliti harus memastikan bahwa si partisipan telah tenang dan merasa nyaman dirinya telah berpartisipasi. Jika si partisipan merasa perlu untuk memperoleh informasi lain atau berbicara dengan orang lain mengenai studi itu, si peneliti harus memberikan akses pada sumber-sumber ini. Para partisipan harus mengakhiri keikutsertaannya dalam studi tanpa 16 | Psikologi eksperimen

perasaan tidak senang dengan bidang psikologi, tapi sebaliknya mereka mengakhiri studi dengan pemahaman baru mengenai perilaku atau personalitas mereka sendiri. Debriefing juga memberikan peluang bagi si peneliti untuk menjelaskan tujuan studi dan memberitahu para partisipan hasilhasil apa yang diharapkan, implikasi-implikasi praktis dari hasil hasil itu mungkin perlu didiskusikan. Dalam sejumlah kasus, para peneliti bisa mengontak para partisipan di lain waktu untuk menginformasikan pada mereka hasil-hasil aktual dari studi. Oleh karena itu, debriefing memiliki tujuan edukasional maupun etis. (Cozby, 2009: 74). D. Kerahasiaan Data Subjek dan Hasil yang Diperoleh Secara etika, semua data yang mencakup identitas subjek maupun hasil-hasil eksperimen yang diperoleh subjek, adalah bersifat rahasia (confidential), dan tidak digunakan selain untuk yang terkait dengan penelitian yang telah disetujui oleh subjek tersebut. Apabila diperlukan sekali, nama-nama fiktif/samaran dapat dipertimbangkan untuk digunakan, dalam rangka melindungi identitas subjek. E. Prinsip Penelitian dengan Subjek Non Manusia Etika penelitian serupa juga berlaku untuk subjek non manusia (binatang). Mengingat binatang tidak dapat diajak berkomunikasi, maka tanggung jawab sepenuhnya ada pada peneliti untuk mempertimbangkan etika dan keselamatan subjek. Pada prinsipnya, subjek binatang tersebut harus dijamin kesehatan dan kenyamanannya. Apabila harus melibatkan pemberian obat-obatan/pembedahan/ perlakuan menyakitkan terhadap subjek, maka dalam pelaksanaannya harus disupervisi langsung oleh peneliti didampingi ahli terkait. Setelah perlakuan selesai, mereka harus dirawat secara memadai agar segera pulih kembali.
Psikologi eksperimen | 17

Institusi-institusi tempat riset terhadap binatang dilakukan harus memiliki Institutional Animal Care and Use Committee (IACUC) yang terdiri paling tidak seorang ilmuwan, seorang dokter hewan, dan seorang anggota masyarakat. IACUC bertugas mereview prosedur-prosedur riset atas binatang dan memastikan bahwa semua regulasi telah terpenuhi. Bagian dari Kode Etik ini adalah terutama yang penting (Cozby, 2009: 92-93): Para psikolog mendapatkan, merawat, menggunakan, dan tidak menggunakan binatang sesuai dengan regulasi dan hukum federal, pemerintah, lokal, dan standar-standar profesional. Para psikolog yang terlatih dalam metode-metode riset dan berpengalaman dalam menangani binatang-binatang percobaan mengawasi segala prosedur yang melibatkan binatang dan bertanggung jawab dalam memastikan terpenuhinya kenyamanan, kesehatan dan perlakuan manusia. Para psikolog memastikan bahwa semua individu di bawah pengawasan mereka yang menggunakan binatang telah mendapatkan pengajaran dalam metode riset, perawatan, dan penanganan spesies yang sedang digunakan, sesuai dengan peran mereka masing-masing. Para psikolog melakukan usaha-usaha masuk akal untuk meminimalisasi subjek-subjek binatang yang terinfeksi, sakit, dan tersakiti. Para psikolog menggunakan sebuah prosedur yang menyebabkan sakit, stres atau kelaparan pada binatang hanya ketika posedur alternatif tidak dijumpai dan tujuannya dibenarkan oleh nilai ilmiah, edukasional, atau terapannya. Para psikolog melakukan operasi dengan menggunakan bius dan mengikuti teknik-teknik untuk menghindari infeksi dan meminimalisasi rasa sakit selama dan sesudah operasi. Ketika seekor binatang terpaksa harus dibunuh, para psikolog melakukannya dengan cepat, dengan usaha meminimalisasi rasa sakit dan sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah diterima.

18 | Psikologi eksperimen

F. Plagiat (Plagiarism) Mengemukakan hasil penelitian seseorang yang diaku sebagai hasil sendiri merupakan pelanggaran etika penelitian yang sangat serius. Seorang peneliti harus mampu memberikan penghargaan selayaknya, pada para peneliti lain terdahulu yang telah secara langsung maupun tidak langsung menyumbangkan ide-ide, informasi, ataupun data penunjang, yang mendasari penelitian yang dilakukan peneliti tersebut. Penghargaan minimal adalah berupa penyebutan nama mereka pada setiap ide/informasi/data yang diacu secara langsung dalam naskah tulisan peneliti. (Sugianto, dkk, 1999). Plagiarisme secara etika salah dan bisa menimbulkan banyak sanksi berat. Sanksi-sanksi ini meliputi sanksi akademik seperti nilai gagal atau pengeluaran dari sekolah. Oleh karena plagiarisme seringkali merupakan kejahatan terhadap hukum hak cipta, ia juga bisa diganjar sebagai pelanggaran hukum. (Cozby, 2009: 99) PLASEBO perlakuan secara

PLASEBO adalah pura-pura (sham treatment). Dari bahasa Latin (I shall please) atau sekadar membuat orang senang.

PLASEBO DALAM PSIKOTERAPI Terkadang disebut sebagai faktor-faktor yang tidak spesifik (elemen-elemen yang ada pada semua bentuk intervensi/treatmen) atau bagian dari semua prosedur. Biasanya mencakup: harapan untuk berhasil, kepercayaan kepada konselor (terapist), peningkatan semangatnya, mengetahui bahwa orang dipahami, menjadi termotivasi untuk mencoba cara-cara yang lebih adaptif dalam hidupnya. PROSEDUR PLASEBO Pada prinsipnya sama dengan kondisi kontrol yang tidak spesifik
Psikologi eksperimen | 19

BAB 5 SUBJEK DALAM PENELITIAN EKSPERIMEN

Kelompok subjek dalam eksperimentasi merupakan kelompok yang akan menerima perlakuan tertentu yang berbeda antara kelompok satu dengan yang lainnya sesuai dengan manipulasi yang dilakukan terhadap variabel bebasnya. Apabila variabel bebas dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terjadi empat perlakuan yang berbeda maka diperlukan empat kelompok subjek. Kelompokkelompok subjek ini sering juga disebut kelompok perlakuan. Dalam berbagai desain eksperimen, hanya memiliki kelompok-kelompok yang diberi perlakuan saja ternyata tidaklah cukup. Diperlukan juga satu atau beberapa kelompok lain sebagai pembanding. Kelompok pembanding ini tidak diberi perlakuan apaapa karena memang hanya diperlukan sebagai bagi kelompokkelompok lain yang diberi perlakuan. Karena dalam eksperimen tidak diberi perlakuan apa-apa dianggap sebagai suatu perlakuan juga maka dibedakan pengertian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok perlakuan yang diberi perlakuan berupa variabel bebas sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok perlakuan yang tidak diberi perlakuan apa-apa, atau diberi perlakuan palsu (semisal plasebo) (Azwar, 2001: 109-110). Adanya (sedikitnya) dua kelompok merupakan syarat mutlak dalam suatu eksperimen ilmiah. Tentang suatu proses yang disebabkan oleh satu macam treatment kita tidak pernah dapat mengatakan bahwa treatment dan proses itu menghasilkan sesuatu 20 | Psikologi eksperimen

yang lebih baik, kurang baik, atau paling baik. Sebab kita baru bisa bicara bahwa sesuatu itu lebih, kurang, atau paling jika ia dibandingkan dengan sesuatu yang lain. Oleh suatu treatment kita hanya dapat mengatakan bahwa proses begini atau begitu terjadi, dan proses yang begini atau begitu menimbulkan gejala yang begini atau begitu. Dan gejala yang begini atau begitu itu baru dapat dikatakan paling baik, lebih baik, atau kurang baik daripada gejala lain yang ditimbulkan oleh proses lain jika gejala yang lain ini digunakan sebagai ukuran pembanding. Karena itulah dalam suatu eksperimen ilmiah dituntut sedikitnya dua group, dalam mana group yang satu ditugaskan sebagai group pembanding, sedang group yang satunya lagi ditugaskan sebagai group yang dibanding. Nama group pembanding dijabarkan dari kenyataan bahwa dalam group itulah gejala pembanding ditempatkan. Dalam literatur bahasa Inggris group pembanding disebut kontrol group, sedang group yang dibanding disebut group eksperimen atau experimental group (Hadi, 2001, 433).

TEKNIK KONTROL TERHADAP VARIABEL SEKUNDER (Seniati dkk, 2008: 93-101) RANDOMISASI Randomisasi atau random assigment adalah prosedur memasukkan secara acak subjek pada sampel penelitian ke dalam setiap kelompok penelitian (dalam hal ini KK dan KE) sehingga KK dan KE dapat diasumsikan setara sebelum manipulasi dilakukan. Randomisasi merupakan teknik yang umumnya digunakan untuk mengontrol VS yang sudah ada pada subjek sebelum penelitian dilakukan seperti inteligensi, motivasi, minat, dan jenis kelamin. Dengan memasukkan subjek secara acak ke dalam KE dan KK maka secara statistik dapat diasumsikan bahwa sebelum manipulasi dilakukan KE dan KK setara dalam varibel-variabel sekunder yang ingin dikontrol. Dengan demikian bila terjadi
Psikologi eksperimen | 21

perbedaan antara KE dan KK setelah manipulasi, maka peneliti lebih dapat memastikan bahwa perbedaan tersebut disebabkan oleh hasil manipulasi dan bukan disebabkan oleh VS yang telah dikontrol. ELIMINASI Eliminasi yaitu meniadakan atau menghilangkan VS saat merancang penelitian. Misalnya, pada penelitian mengenai pengaruh musik klasik terhadap ingatan, kebisingan dapat dikontrol dengan eliminasi, yaitu dengan menggunakan ruang kedap suara. Teknik ini lebih mungkin dilakukan pada penelitian eksperimental laboratorium dibandingkan penelitian eksperimental lapangan. KONSTANSI Teknik konstansi disebut juga teknik balancing. Konstansi dapat diartikan sebagai sama atau setara. Namun kesetaraan dalam teknik konstansi berbeda dengan randomisasi. Dalam randomisasi, kesetaraan lebih menitikberatkan pada kesetaraan karakteristik subjek pada setiap kelompok penelitian. Kesetaraan yang dicapai dengan randomisasi didasarkan pada suatu asumsi statistik. Artinya, walaupun kita tidak dapat membuktikan bahwa kesetaraan pasti tercapai setelah dilakukan randomisasi, secara statistik kita dapat mengatakan bahwa kesetaraan dicapai dalam tingkat kebolehjadian tertentu karena penempatan subjek dilakukan secara acak. Pada konstansi, kesetaraan selain berarti setiap subjek masingmasing kelompok penelitian mendapatkan kondisi yang sama (kecuali VB), berarti juga bahwa ada kesetaraan jumlah subjek dengan variasi VS tertentu pada setiap kelompok penelitian. Berkaitan dengan hal ini, maka teknik kontrol konstansi pada penelitian eksperimental mengacu pada dua hal, yaitu konstansi terhadap kondisi penelitian dan konstansi terhadap karakteristik subjek.

22 | Psikologi eksperimen

Kondisi Konstansi Agar perbedaan VT pada KE dan KK bukan disebabkan oleh perbedaan kondisi (selain VB) maka kondisi pada kedua kelompok tersebut haruslah sama. Misalnya, setelah pemberian metode pengajaran pada kelompok siswa yang berbeda, kelompok siswa yang diberikan metode belajar ceramah memiliki nilai raport yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang diberikan metode belajar diskusi. Setelah penelitian dilakukan, disadari bahwa suhu ruang kelas pada metode belajar ceramah lebih dingin dibandingkan metode belajar diskusi. Dengan demikian, tidak dapat disimpulkan metode belajar ceramah lebih efektif dibandingkan metode belajar diskusi dalam meningkatkan prestasi siswa, karena adanya perbedaan suhu pada kedua ruang kelas. Karena itu, jika penelitian serupa akan dilakukan kembali, maka suhu ruangan pada kedua kelas, sebagai VS, harus disamakan agar tidak mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagai VT. KONSTANSI KARAKTERISTIK SUBJEK Dilakukan dengan menyamakan karakteristik subjek penelitian pada KE dan KK. Ada dua teknik untuk mencapai konstansi karakteristik subjek penelitian, yaitu matching dan blocking. Matching dilakukan dengan mengurutkan nilai atau skor dari suatu karakteristik (sebagai VS) untuk setiap subjek, kemudian dibuatkan pasangan berdasarkan urutan tersebut, yaitu pasangan pertama: subjek no. 1 dengan subjek no. 2; pasangan kedua: subjek no. 3 dengan subjek no. 4, dan seterusnya. Dari setiap pasangan tersebut, secara acak kita masukkan salah satu subjek ke dalam KE dan satu lagi ke dalam KK. Setelah melakukan matching, dilakukan juga randomisasi ketika memasukkan subjek ke dalam setiap kelompok penelitian untuk mengupayakan kesetaraan pada variabel sekunder lain. Blocking menyetarakan kelompok penelitian yang terlibat dengan menyamakan jumlah subjek yang memiliki kategori VS yang sama pada setiap kelompok. Blocking tidak membutuhkan skor atau nilai VS dari setiap subjek, melainkan hanya kategorisasi
Psikologi eksperimen | 23

dari VS. Variabel sekunder dijadikan variabel bebas kedua Seringkali sebuah VS tidak mungkin dapat dihilangkan atau bahkan peneliti memang ingin melihat pengaruh VS terhadap VT, selain dari VB. Untuk itu VS dapat dimasukkan ke dalam penelitian dan menjadi VB kedua untuk dapat dilihat bersama dengan VB bagaimana pengaruhnya terhadap VT. Kontrol statistik Dalam teknik ini, VS sudah mempengaruhi VB terlebih dahulu kemudian baru dikontrol secara statistik, yaitu dengan mengeluarkan pengaruh VS dari VT dengan menggunakan perhitungan statistik. Rumus statistik yang digunakan adalah analisis kovarians (analysis of covariance atau anova). Syarat dilakukannya kontrol secara statistik adalah VS harus merupakan variabel kontinu dan skor atau nilai dari setiap subjek penelitian dapat diketahui. Counterbalancing Counterbalancing digunakan untuk mengontrol efek urutan, yang timbul akibat pemberian beberapa perlakuan pada masingmasing subjek penelitian. Oleh karena itu, teknik kontrol ini hanya digunakan penelitian ekperimental berdesain within-subject. Counterbalancing digunakan ketika setiap subjek penelitian mendapatkan lebih dari sebuah perlakuan

24 | Psikologi eksperimen

BAB 6 VARIABEL PENELITIAN

Setelah menyusun permasalahan dan hipotesis, selanjutnya kita perlu menentukan variabel yang terlibat dalam penelitian. Variabel merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan. VB (variabel bebas) atau independent variable adalah variabel yang dimanipulasi dalam penelitian karena diduga memiliki pengaruh terhadap variabel lain, sedangkan VT (variabel tergantung) atau dependent variable adalah respon subjek penelitian yang diukur sebagai pengaruh dari VB. (Seniati, 2005: 49-56) A. Variabel Bebas (VB) Variabel ini merupakan variabel yang diduga berpengaruh terhadap variabel lain. Karena merupakan penyebab, maka VB terjadi terlebih dahulu (anteseden) sebelum terjadinya VT (akibat). Untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya, variabel inilah yang akan dimanipulasi dalam penelitian eksperimental. Yang dimaksud manipulasi adalah memberikan variasi VB yang berbeda pada kelompok subjek yang berbeda. Dengan melakukan manipulasi berarti peneliti memiliki kontrol langsung terhadap VB. Namun, tidak semua variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain dapat dimanipulasi oleh peneliti. Seperti telah dikatahui, inilah yang menjadi keterbatasan dalam penelitian
Psikologi eksperimen | 25

eksperimental. Variabel yang menjadi karakteristik yang melekat pada individu, seperti jenis kelamin, agama, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, inteligensi, kepribadian, dan lain-lain, tidak mungkin dapat dimanipulasi. Variabel-variabel ini disebut organismic variable (Kerlinger & Lee, 2000). Kita tidak mungkin, misalnya memanipulasi jenis kelamin laki-laki, dan pada kelompok lainnya memiliki jenis kelamin perempuan. Namun ada beberapa variabel pada diri individu yang dapat dimanipulasikan dengan menciptakan situasi sehingga variabel tersebut dapat bervariasi, misalnya kecemasan, stres, gaya kepemimpinan, agresivitas, atau motivasi. Semua variabel yang ada dalam lingkungan di luar individu dapat dimanipulasi, seperti: penerangan, suhu, kebisingan, metode pengajaran, dan sebagainya. Variasi VB Karena manipulasi berarti memvariasikan VB pada kelompok subjek yang berbeda, maka dalam suatu penelitian eksperimental VB memiliki minimal dua variasi. Sebelum dilakukannya manipulasi, kita perlu menetapkan terlebih dahulu variasi dari VB. Secara umum ada tiga bentuk dari variasi VB, yaitu: (Christensen, dalam Setiati dkk, 2005: 51) 1. Ada Tidak ada (Presence absence) Sesuai dengan namanya, maka pada variasi ini, sebuah kelompok akan menerima perlakuan VB sedangkan kelompok lainnya tidak menerima apapun. Untuk mengetahui pengaruh dari VB maka VT dari setiap kelompok diperbandingkan, sama seperti prinsip method of difference. Pada jenis ini, kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan apapun menjadi KK (kelompok kontrol), sedangkan kelompok yang mendapatkan perlakuan akan menjadi KE (kelompok eksperimen). Contoh penelitian pengaruh musik klasik terhadap prestasi belajar remaja termasuk variasi ini, karena satu kelompok diperdengarkan musik klasik, sedangkan kelompok lainnya tidak diperdengarkan musik apapun.

26 | Psikologi eksperimen

2. Kuantitas variabel (Amount of a variable) Bentuk variasi ini dilakukan dengan memberikan VB yang berbeda kuantitasnya pada masing-masing kelompok. Bentuk variasi ini dapat juga mencakup variasi ada tidak ada apabila sebuah kelompok tidak diberikan perlakuan, sedangkan beberapa kelompok lainnya mendapat perlakuan VB dengan kuantitas yang berbeda. Variasi kuantitas dapat digunakan dengan mengikuti prinsip method of defference jika hanya ada dua kelompok penelitian, ataupun mengikuti prinsip method of concomitant variation jika ada lebih dari dua kelompok penelitian. Misalnya seorang peneliti ingin melihat pengaruh intensitas kebisingan terhadap agresivitas. Peneliti membentuk empat kelompok penelitian yang masing-masing diberikan intensitas kebisingan sebesar 35dB, 70 dB, 85 dB, dan 90 dB. Dengan demikian penelitian tersebut memiliki empat kelompok eksperimen, yaitu KE1 (35 dB), KE2 (70 dB), KE3 (85 dB), dan KE4 (90 dB). Variasi VB dalam contoh ini termasuk variasi kuantitas tanpa adanya variasi ada-tidak ada. 3. Jenis variabel (Type of variable) Bentuk variasi ini dilakukan dengan memberikan jenis atau kategori dari VB yang berbeda kepada setiap kelompok. Jika penelitian hanya melibatkan 2 kelompok, maka bentuk variasi ini mengikuti prinsip method of difference, sedangkan bila lebih dari 2 kelompok yang terlibat, maka mengikuti prinsip method of concomitant variation. Penelitian dengan menggunakan variasi tipe misalnya dapat dilakukan pada penelitian untuk mengetahui pengaruh metode mengingat terhadap ingatan jangka pendek. Metode mengingat divariasikan menjadi 2, yaitu metode loci dan metode chunking. Masing-masing variasi tersebut diberikan kepada 2 kelompok eksperimen yang berbeda.

Psikologi eksperimen | 27

Manipulasi VB Pada uraian mengenai variasi VB di atas, belum dijelaskan bagaimana manipulasi terhadap variasi VB dilakukan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada penelitian eksperimental perlu dilakukannya manipulasi, yaitu pemberian setiap variasi VB pada setiap kelompok penelitian. Untuk itu, ada dua cara manipulasi VB yang dapat dilakukan, Yaitu: 1. Manipulasi instruksi Pada cara ini, variasi VB diciptakan dengan memberikan suatu instruksi tertentu pada suatu kelompok dan memberikan instruksi yang berbeda pada kelompok yang lain. Contohnya, suatu penelitian ingin mengetahui pengaruh situasi yang menekan terhadap perfoma saat ujian. Situasi yang menekan diciptakan peneliti dengan selalu menyebutkan sisa waktu untuk mengerjakan ujian setiap 10 menit pada suatu kelompok subjek, sedangkan pada kelompok lain, sisa waktu tidak disebutkan. Kelemahan teknik manipulasi ini adalah adanya resiko bahwa beberapa subjek tidak memperhatikan instruksi yang diberikan. Bila subjek hanya mendengarkan sebagian atau bahkan tidak mendengarkan instruksinya sama sekali, maka ia tidak akan berespon sesuai dengan manipulasi yang diberikan, sehingga akan menyumbang error pada hasil penelitian. Misalnya pada contoh di atas, ada beberapa subjek yang sangat berkonsentrasi mengerjakan ujian, sehingga tidak mendengar ketika peneliti menyebutkan sisa waktu mengerjakan ujian. Kelemahan yang lain adalah kemungkinan interpretasi yang berbeda pada beberapa subjek. Pada suatu instruksi yang sama, mungkin saja subjek mempunyai interpretasi yang berbeda. Hal ini membuat beberapa subjek tidak berespon sesuai dengan manipulasi yang diberikan, sehingga akan juga menyumbang error pada hasil penelitian. Pada contoh di atas, mungkin saja pada seorang subjek, penyebutan sisa waktu akan membuat ia tertekan, sedangkan pada subjek yang lain, tindakan peneliti tersebut menyebabkan 28 | Psikologi eksperimen

kebisingan, bukannya situasi yang menekan. 2. Manipulasi kondisi Cara manipulasi ini lebih sering digunakan dalam penelitian eksperimental dibandingkan cara sebelumnya. Pada manipulasi ini, peneliti membuat kondisi yang berbeda pada setiap kelompok untuk menciptakan variasi VB. Cara ini memiliki keunggulan dibandingkan cara sebelumnya karena lebih realistis dan memiliki efek yang lebih besar pada subjek. Contoh penelitian mengenai pengaruh musik klasik terhadap prestasi belajar termasuk pada jenis manipulasi ini karena satu kelompok diperdengarkan musik klasik, sedangkan kelompok yang lain tidak diperdengarkan musik klasik atau diperdengarkan musik jenis lain seperti jazz, rock, atau pop.

B. Variabel Terikat (VT) Segala respon subjek yang diukur sebagai akibat dari variasi VB termasuk dalam VT. Operasionalisasi VT bertujuan untuk memudahkan pengukuran. Kesulitan dalam psikologi adalah bahwa variabel yang diteliti sering kali tidak dapat diamati secara langsung, melainkan melalui indikator-indikator perilaku yang tampak. Oleh karena itu suatu VT dapat diukur dengan bermacammacam cara yang berbeda, asalkan tetap merupakan representasi dari VT. Misalnya, penelitian tentang pengaruh pemberian batas waktu terhadap kecemasan. Kecemasan seseorang dapat diukur / diketahui melalui jumlah keringat yang keluar, detak jantung, atau skor skala kecemasan. Cara pengukuran tersebut berbeda-beda namun tetap hasilnya tetap menunjukkan kecemasan seseorang. Jenis VT Dalam penelitian psikologi, jenis VT secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu (Robinson, 1981):

Psikologi eksperimen | 29

1. Respon fisiologis Yang termasuk dalam jenis ini adalah pengukuran terhadap aktivitas organ tubuh, misalnya tekanan darah, detak jantung, GSR (Galvanic Skin Response), respiratory rate, dan sebagainya. Untuk mendapatkan pengukuran yang akurat dari respons jenis ini biasanya digunakan alat-alat kedokteran. Penelitian pengaruh jenis terapi terhadap penurunan tingkat stres tergolong jenis ini, apabila stres subjek diketahui dari detak jantungnya. 2. Perilaku yang tampak Semua pengukuran VT yang melibatkan gerak motorik termasuk dalam jenis ini seperti berlari, menjawab soal, memukul, membuang sampah. Penelitian mengenai pengaruh tayangan televisi terhadap agresivitas anak termasuk jenis ini, karena memukul teman sepermainan digunakan sebagai indikator dari agresivitas anak. 3. Laporan verbal Jenis VT ini dapat diperoleh dari hasil wawancara, kuesioner, ataupun observasi. Jenis VT ini biasanya digunakan untuk mengetahui opini, sikap, perasaan, dan sebagainya. Contoh penelitian mengenai musik klasik termasuk jenis ini karena prestasi belajar diukur dari skor subjek saat mengerjakan tes prestasi. Penelitian mengenai pengaruh kampanye HIV/AIDS terhadap sikap pada perilaku seks bebas, juga tergolong jenis ini apabila sikap subjek diukur dengan menggunakan skala sikap. Cara Mengukur VT Setiap jenis VT di atas diukur dengan cara yang berbeda-beda. Cara pengukuran VT dapat dibagi menjadi 5, yaitu: 1. Frekuensi Merupakan cara yang paling mudah karena dapat dipergunakan untuk mengukur perilaku sehari-hari dengan menghitung jumlah 30 | Psikologi eksperimen

respons yang muncul, misalnya jumlah jawaban yang benar, jumlah kesalahan yang dibuat, jumlah pukulan, jumlah perilaku membuang sampah, dan sebagainya. Pada penelitian pengaruh tayangan televisi terhadap agresivitas anak termasuk dalam cara ini karena agresivitas anak diukur dari jumlah pukulan yang dilakukan anak terhadap temannya. 2. Latensi Pengukuran Vt dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan subjek untuk berespon. Dengan kata lain, latensi adalah waktu antara stimulus selesai diberikan sampai dengan tampilnya tingkah laku yang diharapkan (respon). Pengukuran ini banyak digunakan untuk pengukuran waktu reaksi, misalnya kecepatan seseorang untuk menginjak rem ketika lampu merah menyala. 3. Durasi respons Pengukuran durasi mirip dengan latensi karena menggunakan pengukuran waktu, namun durasi dilakukan dengan mengukur lamanya waktu subjek berespon. Misalnya penelitian mengenai pengaruh kehadiran orang lain terhadap performa seseorang. Pengukuran terhadap performa dilakukan dengan menghitung lamanya waktu yang dibutuhkan subjek mengerjakan puzzle yang terdiri dari 36 potongan. 4. Amplitudo Pengukuran amplitudo dilakukan dengan mengukur kekuatan dari respon subjek. Respon fisiologis sebagian besar termasuk ke dalam jenis ini, seperti GSR. Selain itu, pengukuran dengan menggunakan skala juga termasuk dalam jenis ini karena biasanya menghasilkan pengukuran intensitas, misalnya tingkat kecemasan, motivasi, sikap. 5. Menetapkan pilihan Pengukuran dilakukan dengan mencatat pilihan subjek dari
Psikologi eksperimen | 31

beberapa alternatif yang ada. Misalnya, pada penelitian mengenai pengaruh warna kemasan terhadap perilaku membeli, pengukuran dilakukan dengan mencatat warna kemasan dari barang yang dipilih subjek untuk dibeli. Selain itu, beberapa tes atau pengukuran psikologis biasanya termasuk dalam jenis ini karena meminta subjek untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa pilihan jawaban yang diberikan.

C. Variabel Sekunder (VS) Walaupun penelitian eksperimental ingin mengetahui pengaruh VB terhadap VT, namun bukan berarti hanya dua variabel tersebut yang terlibat. Seperti telah diketahui, dalam psikologi suatu variabel dapat memiliki beberapa penyebab. Karena itu ada variabel-variabel selain VB yang dapat mempengaruhi VT. Variabel yang dapat mempengaruhi VT selain VB disebut sebagai VS (variabel sekunder). Variabel sekunder sering disamakan juga dengan variabel ekstraneus, walaupun ada yang menganggap keduanya memiliki perbedaan dalam hal pengaruh terhadap VT dan teknik kontrol yang dilakukan terhadapnya. Contoh penelitian menunjukkan, prestasi belajar remaja tidak hanya dipengaruhi oleh musik klasik, tapi juga dipengaruhi banyak variabel, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Variabel-variabel ini merupakan VS. Agar hasil penelitian eksperimen nantinya benar-benar menunjukkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh musik klasik, dan bukan dipengaruhi oleh VS, maka VS harus dikontrol.

D. Variabel dan Skala Pengukuran Setiap variabel yang dipelajari harus diberikan definisi operasional. Definisi operasional merupakan metode khusus untuk memanipulasi atau mengukur variabel. Minimal harus ada dua nilai 32 | Psikologi eksperimen

atau level variabel. Skala-skala pengukuran: Skala


Nominal

Deskripsi
Kategori-kategori tanpa skala-skala numerik

Contoh
Pria/wanita Introvert/ ekstrovert

Kekhasan
Mustahil mendefinisikan setiap nilai kuantitatif dan/atau perbedaan antara/diantara kategori Interval-interval di antara item tidak diketahui

Ordinal

Urutan peringkat nilai-nilai numerik terbatas

Interval

Rasio

Kelengkapan numerik sangat jelas Mengasumsikan interval yang setara di antara nilai Nol menunjukkan ketiadaan variabelvariabel yang diukur

Restoran bintang 2,3, dan 4 Peringkat popularitas program TV Kecerdasan Skor tes sikap Temperatur

Tidak ada angka nol sebenarnya

Waktu reaksi Berat badan Usia Frekuensi perilaku

Bisa membentuk rasio-rasio (Seseorang dua kali lebih berat dari orang lain

Sumber (Cozby, 2009: 165)

E. Definisi Operasional Definisi operasional ialah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi suatu variabel. Definisi operasional memberi batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Idrus, 2009: 18).
Psikologi eksperimen | 33

BAB 7 VALIDITAS DALAM PENELITIAN EKSPERIMEN

A. Validitas Internal Sejauhmana perubahan yang diamati (Y) dalam suatu eksperimen benar-benar hanya terjadi karena perlakuan yang diberikan (X) dan bukan karena pengaruh variabel lain. Gangguan Validitas Internal Proactive history, Retroactive history, maturation, Testing, Statistical regression, experimental mortality, interaction effect, instrumentation effect, experimenter effect, participant sophistication KETERANGAN: Proactive history Merupakan faktor perbedaan individual yang dibawa ke dalam penelitian, yang merupakan faktor bawaan maupun sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Retroactive history Terjadi pada penelitian yang menggunakan pretest-posttest, dimana setiap subjek mengalami pengukuran VT sebanyak dua kali. Maturation Perubahan biologis/perubahan psikologis yang sistematis pada organisme dalam suatu waktu tertentu. Faktor ini mungkin terjadi 34 | Psikologi eksperimen

pada penelitian jangka panjang. Maturasi adalah proses perubahan pada subjek eksperimen yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Dalam suatu eksperimen yang melaksanakan waktu cukup panjang, subjek dapat terpengaruh dikarenakan menjadi lelah, bosan, lapar, atau karena bertambahnya usia. Perubahan-perubahan ini dapat mempengaruhi performansi subjek dalam eksperimen baik ke arah yang positif maupun ke arah yang negatif (Azwar, 2001: 113) Testing Terjadi bila dilakukan desain penelitian ulang (pretest-posttest), sehingga terjadi kenaikan skor uji akhir karena subjek pernah mengerjakan uji awal. Faktor ini berupa efek pengukuran atau tes yang dikenakan pertamakali (pretest) terhadap pengukuran ulang (postest). Bila pretest ternyata semacam latihan bagi subjek, maka dapat terjadi peningkatan skor subjek pada posttest yang bukan semata-mata disebabkan oleh adanya perlakuan eksperimen (Azwar, 2001: 113). Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan testing, ada beberapa cara yang dapat dilakukan: Bila tidak terlalu dibutuhkan, jangan menggunakan pretest. Gunakan pretest yang tidak sama tapi setara dengan pretest. Sisipkan pertanyaan pengecoh pada pretest sehingga tidak mengarahkan subjek untuk menduga permasalahan penelitian atau perlakuan yang diteliti. Gunakan desain penelitian yang melibatkan kelompok yang tidak diberi pretest (misal the Solomon four group design) Statistical regression Efek regresi statistik terjadi apabila subjek eksperimen diambil dari mereka yang memiliki skor yang ekstrem atau yang keadaannya berada pada dua kutub yang sangat bertentangan. Apabila hal itu terjadi maka meskipun tanpa adanya perlakuan-pengukuran pada variabel dependen akan tetap menghasilkan skor-skor yang menuju ke arah rata-rata dan mudah disalahtafsirkan sebagai akibat
Psikologi eksperimen | 35

perlakuan eksperimen. Pada kelompok yang skornya ekstrem tinggi, mereka akan mendapat harga rata-rata yang lebih rendah daripada skor tertingginya sedangkan pada kelompok ekstrem rendah mereka akan memperoleh rata-rata skor yang lebih tinggi daripada skor terendahnya. Dengan kata lain, rata-rata kedua kelompok akan mendekati rata-rata populasi. Hal ini terjadi dikarenakan selalu akan ada ketidaksempurnaan pada alat pengukuran (Azwar, 2001: 114). Dalam hukum statistik, pengukuran yang dilakukan secara berulang-ulang akan menyebabkan nilai ekstrem, yaitu nilai tertinggi dan nilai terendah, cenderung mendekati nilai rata-rata, meskipun tidak diberikan perlakuan apapun. Experimental mortality Mortalitas adalah hilangnya subjek tertentu dari kelompok eksperimen atau dari kelompok kontrol yang dapat mengakibatkan perubahan rata-rata skor pada variabel dependen setelah perlakuan. Efek ini akan lebih nyata kalau yang hilang adalah subjek yang semula memiliki skor sangat tinggi atau skor sangat rendah (Azwar, 2001: 115). Hal ini disebabkan subjek meninggal, menderita sakit, mengalami kecelakaan, atau tidak bersedia mengikuti penelitian hingga selesai.

Interaction effect Faktor ini dapat terjadi pada design penelitian eksperimental within-subject, dimana setiap subjek mendapat lebih dari 1 perlakuan. Pengaruh dari perlakuan yang diterima subjek sebelumnya belum hilang benar, sehingga dapat berinteraksi dengan perlakuan selanjutnya dalam mempengaruhi VT. Instrumentation effect Alat ukur yang diberikan dalam penelitian dapat turut mempengaruhi validitas internal.Terjadinya perubahan pada alat ukur atau pada proses pengukuran antara pengukuran yang satu dan yang lain selagi dalam pelaksanaan eksperimen akan dapat 36 | Psikologi eksperimen

menimbulkan pengaruh pada variabel dependen selain yang diakibatkan oleh efek perlakuan. Begitu juga apabila terjadi perubahan kondisi pelaksana pengukuran semisal ketidakkonsistenan, kelelahan, pergantian pelaksana, dan semacamnya, juga dapat mengurangi keyakinan akan besarnya efek perlakuan (Azwar, 2001:113-114). Experimenter effect Karakteristik experimenter dapat menimbulkan bias 1. Atribut eksperimenter 2. Harapan eksperimenter Efek partisipan Sebagai makhluk yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, subjek penelitian seringkali berusaha untuk mencari tahu apa yang akan mereka alami. Participant sophistication Pengetahuan dan familiaritas subjek penelitian terhadap topik penelitian atau metode eksperimental yang dilakukan dapat mempengaruhi hasil penelitian Meningkatkan Validitas Internal Pengelompokan unit eksperimen dilakukan secara objektif (randomisasi). Penggunaan instrumen pengukuran yang valid dan reliabel, serta dilakukan dengan prosedur-prosedur yang tepat. Hindari terjadinya interaksi antara KE dan KK. Kontrol lingkungan fisik B. Validitas Eksternal Sejauhmana hasil eksperimen dapat digeneralisasikan pada populasi.

Psikologi eksperimen | 37

Macam validitas eksternal Validitas Populasi Validitas yang berhubungan dengan generalisasi pada populasi accessible population ultimate population Validitas Ekologi Berhubungan dengan generalisasi pada populasi dengan kondisi yang lain Gangguan Validitas Eksternal Interaksi seleksi dan perlakuan Interaksi kondisi dan perlakuan Histori dan perlakuan Keterangan 1. Interaksi seleksi dan perlakuan Seleksi subjek berkaitan dengan populasi yang ditargetkan. Randomisasi dan jumlah sampel yang representatif dapat meningkatkan validitas eksternal. Sering dijumpai, subjek penelitian didasarkan atas kerelaan subjek untuk berpartisipasi. Generalisasi temuan eksperimen sangat tergantung pada karakteristik subjek. Bila subjek yang disertakan dalam eksperimen memiliki ciri-ciri yang lebih unik, maka generalisasi yang dapat diterapkan akan lebih terbatas (Azwar, 2001: 116) 2. Interaksi kondisi dan perlakuan Eksperimental dikenakan pada kelompok subjek tertentu, akan memiliki spesifikasi yang tertentu pula, sehingga kondisi di satu tempat dengan di tempat lain akan berbeda. 3. Histori dan perlakuan Penelitian eksperimen biasanya dilakukan dalam waktu yang pendek. Penentuan waktu ini menjadi sulit jika digeneralisasikan kepada populasi untuk jangka yang lebih lama dan waktu yang berbeda dengan saat penelitian.

38 | Psikologi eksperimen

Meningkatkan Validitas Eksternal Replikasi Replikasi (pengulangan) eksperimen perlu dilakukan pada subjek dan kondisi yang berbeda sehingga diperoleh informasi tentang hasil eksperimen Penentuan target populasi Populasi yang ditargetkan, pemilihan sampelnya dilakukan secara tepat. Pendekatan Ganda dalam Eksperimen Psikologi Sosial: Sebuah Upaya Untuk Memaksimalkan Validitas Penelitian Djamaludin Ancok Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada Disampaikan dalam seminar Psikologi Eksperimen, di Yogyakarta 27 Januari 2010. Ilmu psikologi sosial berkembang pesat berkat penggunaan metode eksperimen di dalam menyakinkan hubungan sebab akibat variabel yang diuji dalam sebuah eksperimen. Tuntutan yang harus dipenuhi oleh sebuah penelitian eksperimen adalah hadirnya validitas internal dan validitas eksternal secara maksimal. Validitas internal terkait dengan sejauh mana metode penelitian (subjek, prosedur, dan pengukuran) telah memenuhi persyaratan sebuah penelitian yang valid. Sedangkan validitas eksternal menjelaskan sejauhmana metode penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi lain di luar subjek penelitian. Untuk memperoleh validitas internal dan validitas eksternal yang tinggi, penelitian dalam psikologi sosial perlu memanfaatkan dua jenis eksperimen, yakni eksperimen dalam laboratorium (laboratory experiment) dan eksperimen di dunia nyata (experiment in natural setting). Kedua jenis eksperimen terkait dengan validitas internal dan validitas eksternal, namun ada penekanan manfaat pada masing-masing pendekatan. Eksperimen dalam laboratorium mampu mengurangi pengaruh variabel lain yang dapat mengkontaminasi pengaruh variabel
Psikologi eksperimen | 39

independen terhadap variabel dependen, tetapi situasi eksperimen terkadang membuat perilaku subjek kurang alamiah dan bisa mengurangi validitas internal karena adanya demand characteristic. Sedangkan penelitian dalam dunia nyata mampu mengurangi ancaman terhadap validitas internal eksperimen. Dari segi validitas eksternal penelitian laboratorium memiliki kelemahan karena adanya interaksi antara subjek dengan perlakuan, sehingga generalisasi terhadap populasi lain akan bermasalah. Namun demikian ada keunggulannya, bila eksperimen menggunakan prepost design maka bisa diketahui perilaku subjek sebelum dan sesudah perlakuan. Hal yang demikian sulit terjadi dalam eksperimen di dunia nyata. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Bisakah semua fenomena psikologi sosial dimunculkan dalam dua jenis pendekatan eksperimen?. Kalau seandainya bisa dipadukan muncul pertanyaan berikutnya: Bagaimanakah isu etika yang muncul dalam penelitian dapat diatasi? Ini adalah beberapa masalah yang dihadapi dalam penelitian eksperimen psikologi sosial disamping banyak masalah yang lain-lainnya.

40 | Psikologi eksperimen

BAB 8 RANCANGAN EKSPERIMEN (Suryabrata, 2002)

A. Rancangan-Rancangan Pra-Eksperimen 1. The one-shot case study Suatu kelompok dikenakan perlakuan tertentu, lalu setelah itu dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung Secara bagan: Treatment X Posttest T2

2. One group pretest-posttest design Sekelompok subjek dikenai perlakuan untuk jangka waktu tertentu; pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan diberikan, dan pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran awal (T1) dan pengukuran akhir (T2). Secara bagan: Pretest T1 Treatment X Posttest T2

Psikologi eksperimen | 41

3. The static group comparison: Randomized kontrol-group only design Sejumlah subjek yang diambil dari populasi tertentu dikelompokkan secara rambang menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dikenai perlakuan tertentu dalam waktu tertentu, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran yang sama. Perbedaan yang ada dianggap bersumber pada perlakuan. Secara bagan: Pretest T1 Treatment X Posttest T2 T2

B. Rancangan-Rancangan Eksperimental-Sungguhan 1. Randomized kontrol-group pretest-posttest design Secara bagan: Pretest T1 T1 Treatment X Posttest T2 T2

Pengaruh perlakuan diperhitungkan lewat perbedaan antara T2 T1 kelompok eksperimen dan T2 T1 kelompok kontrol. Rancangan di atas itu dapat dibuat lebih lanjut, yang secara bagan sebagai berikut: Pretest T1 T1 T1 42 | Psikologi eksperimen Treatment Xa (metode a) Xb (metode b) Posttest T2 T2 T2

2. Randomized Solomon four-group design Secara bagan: Group 1-pretested 2-pretested 3-Unpretested 4-Unpretested 3. Factorial design Sekaligus diselidiki pengaruh dua variabel atau lebih terhadap variabel tergantung. Secara bagan dapat digambarkan sebagai berikut: A1 Variabel B B1 B2 A2 Pretest T1 T1 Treatment X X Posttest T2 T2 T2 T2

Perluasan rancangan faktorial Rancangan yang digambarkan di atas adalah rancangan 2x2, yaitu rancangan faktorial yang paling sederhana. Rancangan faktorial dapat diperluas, misalnya rancangan 2x3, 3x3, 2x2x2, dan sebagainya. Rancangan 2x3. Dua variabel bebas, satu terdiri atas dua kategori, yang satunya lagi terdiri atas tiga kategori. Misalnya: Variabel pertama : Permainan selama istirahat (yang banyak menggunakan tenaga jasmani dan yang tidak). Variabel kedua : jenis musik sewaktu bekerja (klasik, populer, dan panas). Rancangan 3x3. Dua variabel, masing-masing terdiri atas tiga kategori. Misalnya: Variabel pertama : ukuran huruf (8 point, 10 point, dan 12 point).

Psikologi eksperimen | 43

Variabel kedua

: jenis (gaya) huruf (Jerman, Roman/cetak)

Latin, dan

Rancangan 2x2x2. Tiga variabel, masing-masing terdiri atas dua kategori. Misalnya: Variabel pertama : frekuensi penyajian (satu kali dan dua kali) Variabel kedua : cara penyajian (dibacakan/auditory, dan dibaca sendiri oleh subjek/visual). Variabel ketiga : cara testing (segera dan ditangguhkan). Rancangan 3x3x3. Tiga variabel, masing-masing terdiri dari tiga kategori. Misalnya: Variabel pertama : taraf IQ (diatas 110, antara 90 dan 110, dan di bawah 90). Variabel ke dua : cara pemecahan problema (individual, kelompok kecil, dan kelompok besar). Variabel ketiga : waktu yang disediakan (dua jam tanpa interaksi/istirahat, dua jam dengan istirahat di tengah selama satu jam, dua jam dengan istirahat di tengah selama 24 jam) C. Rancangan Eksperimen Kuasi (Latipun, 2002: 82-86) 1. Desain eksperimen ulang non random (non-randomized pretest-posttest kontrol group design) Merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan prates sebelum perlakuan diberikan dan pascates sesudahnya, sekaligus ada kelompok perlakuan dan kontrol. Dalam eksperimen ini sampel ditetapkan dengan tidak random 2. Desain eksperimen seri Desain eksperimen seri (equivalent time sample design) merupakan desain eksperimen yang dilakukan berdasarkan satu seri (beberapa) pengukuran variabel tergantung terhadap suatu kelompok subjek yaitu O1, O2, O3. Kemudian terhadap kelompok subjek tersebut dikenakan perlakuan. Selanjutnya dilakukan satu seri pengukuran ulang, Yaitu: O4, O5, O6. 44 | Psikologi eksperimen

Jumlah kali pengukuran yang diberikan baik prates maupun pascates dapat dilakukan lebih banyak lagi. Bila ada perubahan hasil pengukuran pada sebelum dan sesudah perlakuan maka dianggap ada efek dari perlakuan. Jadi dalam penelitian ini subjek perlakuan sekaligus sebagai kontrol. Skema desain eksperimen ini sebagai berikut: Non R O1 O2 O3 (X) O4 O5 O6 3. Desain eksperimen seri ganda Desain eksperimen seri ganda (kontrol group time series experimental) merupakan pengembangan dari desain eksperimen seri, yaitu dengan diberi kelompok kontrol, sebagaimana pada skema berikut. Non R O1 O2 O3 (X) O4 O5 O6 Non R O7 O8 O9 (-) O10 O11 O12 4. Desain bergilir Desain eksperimen bergilir atau desain berimbang (counterbalance design) merupakan desain yang menghendaki subjek-subjek diuji coba pada semua perlakuan, tetapi dalam rangkaian yang berbeda. Pada desain ini hanya menggunakan pascates dan tidak ada prates. Tiga klasifikasi yang digunakan, yaitu: kelompok, waktu, dan perlakuan. Secara skematis desain ini adalah sebagai berikut: NonR X1O X2O X3O X4O NonR X2O X4O X1O X3O NonR X3O X1O X4O X2O NonR X4O X3O X2O X1O Kelemahan desain ini adalah adanya perlakuan ganda, sehingga dimungkinkan adanya pencemaran dari perlakuan yang lain

Psikologi eksperimen | 45

5. Desain eksperimen sampel seri Desain eksperimen sampel seri merupakan desain yang memberikan perlakuan kepada subjek secara tidak terus menerus. Perlakuan (X1) kadang-kadang ada, kadang-kadang tidak, secara berurutan. Desain ini berusaha menghilangkan pengaruh luar selama seri pengukuran, dengan cara melakukan pengukuran dalam waktu yang berurutan, setelah pemberian masing-masing perlakuan. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut: NonR (X1 O) (X0 O) (X1 O) (X0 O) Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan dengan menghitung rata-rata hasil observasi perlakuan dibandingkan dengan rata-rata hasil observasi tanpa perlakuan.

46 | Psikologi eksperimen

Lampiran A CONTOH PENELITIAN EKSPERIMEN TERAPI BERDASAR MINDFULNESS UNTUK MENINGKATKAN GAIRAH DAN BANGKITAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN (Konggres Himpsi XI) Peneliti: Cornelius Siswa Widyatmoko Kwartarini Yahyu Yuniarti Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Permasalahan gairah dan bangkitan seksual merupakan masalah seksual yang cukup menonjol pada perempuan, tetapi sampai sekarang belum terdapat terapi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Terapi psikoedukasi berasal dari intervensi yang dikembangkan untuk pencegahan perilaku berisiko AIDS, sementara mindfulness berakar pada meditasi dalam agama Budha yang telah dikembangkan sebagai terapi yang cukup berhasil dalam banyak gangguan psikologis. Tujuan penelitian ini adalah menguji ulang penelitian yang menggunakan terapi berdasar psikoedukasi dan mindfulness untuk mengatasi masalah gairah dan bangkitan seksual pada perempuan. Terapi kelompok diikuti 4 orang perempuan yang diberikan dalam 4 sesi pertemuan, dengan durasi 2-3 jam untuk setiap sesi. Hasil deskriptif pengukuran pre terapi memperlihatkan 2 orang mengalami gangguan gairah dan keterangsangan seksual dan 2 orang merasa tertekan dengan seksualitasnya, dan 1 orang mengalami gangguan gairah. Hasil pengukuran tindak lanjut memperlihatkan 1 orang tidak mengalami gangguan gairah dan 3 orang mengalami gangguan gairah. Hasil wawancara kualitatif pada pengukuran lanjut memperlihatkan 1 orang merasa lebih tidak tertekan dengan permasalahannya, 2 orang merasa mempunyai hubungan yang lebih baik dengan suami, dan 1 orang merasa tidak mendapat manfaat. Komponen terapi yang paling banyak disebutkan sebagai materi yang bermanfaat adalah mindfulness dan komunikasi. Salah satu temuan dalam

Psikologi eksperimen | 47

penelitian ini konsisten dengan penelitian terdahulu yaitu bahwa terapi ini lebih efektif pada subjek yang memiliki kecenderungan depresi. Kendatipun hasil analisis secara statistik tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran pre, pos, dan lanjut namun terapi ini masih potensial untuk dikembangkan mengingat masih sedikitnya penelitian dengan topik yang sama dan adanya beberapa temuan prospektif yang konsisten dengan temuan penelitian terdahulu. Kata kunci: gangguan gairah dan bangkitan seksual wanita, mindfulness, psikoedukasi.

PELATIHAN CERDAS ANGKA: PERANCANGAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN GURU TK S MENGENAI KONSEP DASAR PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN. Fitri Ariyanti Abidin, Hendriati Agustiani, Peter R. Nelwan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Dewasa ini banyak Taman Kanak-Kanak yang mengajarkan penjumlahan dan pengurangan langsung menggunakan lambang bilangan dan lambang operasi bilangan pada siswanya yang berusia 4-5 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan kognitif anak yang masih berada pada tahap preoperasional (Piaget, 1979). Berdasarkan need assessment yang dilakukan terhadap 27 guru TK dari 5 TK di kota Bandung, diperoleh data bahwa; (1) guru belum sepenuhnya mengetahui karakteristik perkembangan kognitif anak usia 4-5 tahun, (2) guru belum sepenuhnya mengetahui hakikat dari bilangan dan operasi bilangan sebagai sebuah konsep yang abstrak bagi anak, dan (3) guru menganggap menulis lambang bilangan merupakan hal yang paling mendasar bagi anak untuk bisa memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan. Sebaliknya, kegiatan yang termasuk ke dalam pre-number concept yang sebenarnya

48 | Psikologi eksperimen

merupakan dasar pemahaman anak terhadap makna bilangan dan operasi bilangan dianggap sebagai tahapan yang berada di bagian terakhir. Berdasarkan hasil need assesment tersebut, dilakukan penelitian berupa perancangan dan pelaksanaan program untuk meningkatkan pemahaman guru TK mengenai konsep-konsep dasar penjumlahan dan pengurangan bilangan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh program pelatihan Cerdas Angka yang sesuai dengan kebutuhan guru-guru di TK S, dan (2) memperoleh data mengenai pengaruh pelatihan Cerdas Angka terhadap pemahaman guru TK mengenai konsep dasar penjumlahan dan pengurangan bilangan pada anak usia 4-5 tahun. Subjek penelitian adalah guru TK S sebanyak 6 orang, berjenis kelamin perempuan, usia berada pada rentang 22-41 tahun, pengalaman mengajar sebagai guru TK 3-11 tahun, suku bangsa Sunda, dengan latar belakang pendidikan dari SLTA sampai dengan S1; yang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perancangan program pelatihan menggunakan pendekatan instructional design dan diujicobakan untuk mendapatkan program pelatihan yang dapat digunakan sebagai treatmen terhadap guru TK S. Untuk menguji pengaruh pelatihan digunakan pendekatan quasi eksperimen, yaitu nonequivalent kontrol group design. Data didapat dari objective test dan observasi selama proses pelatihan. Pengujian hipotesis menggunakan statistik uji Wilcoxon Signed Rank dan Mann Whitney U. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dalam pemahaman guru TK S mengenai konsep dasar penjumlahan dan pengurangan bilangan pada anak usia 4-5 tahun, namun peningkatannya tidak signifikan (p=0.285, =0.05). Pengalaman masa lalu dan kesediaan untuk menerima informasi baru merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta. Kata kunci: konsep dasar penjumlahan dan pengurangan bilangan, instructional design, quasi eksperimental.

Psikologi eksperimen | 49

PENGARUH TEMPO DAN JENIS MUSIK TERHADAP KECEPATAN LAJU KENDARAAN PADA PENGEMUDI MOBIL USIA MUDA Dewi Maulina Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Mengebut (speeding) adalah jenis perilaku mengemudi secara agresif yang sering dilakukan oleh pengemudi kelompok usia muda (18-25 tahun) (NHTSA, 2005). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku mengemudi adalah suara, antara lain musik. Musik dapat menjadi sumber gangguan (distraction) dan mempengaruhi mood saat mengemudi, yang akhirnya akan mempengaruhi perilaku mengemudi (Dibben & Willamson, 2007). Pengemudi berusia muda menyukai musik energik, bertempo cepat, dan bervolume tinggi (Brodsky dalam, Neiman, 2009). Dua aspek penting dari musik yang berpengaruh terhadap perilaku mengemudi adalah tempo dan genre (jenis) musik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tempo (cepat vs sedang) dan jenis musik (jazz vs pop) terhadap kecepatan laju kendaraan pada pengemudi usia muda. Penelitian ini tergolong controlled-laboratory experiment dengan menggunakan mixed design 2 (lambat vs sedang) x 2 (pop vs jazz). Subjek penelitian adalah 64 mahasiswa Fakultas Psikologi UI, dimana 33 subjek diberikan musik jazz dengan tempo musik cepat dan lambat sedangkan 31 subjek lainnya diberikan musik pop dengan tempo cepat dan lambat. Kecepatan mengemudi akan dikondisikan dengan menggunakan simulasi mengemudi mobil dengan alat permainan playstation 2, komputer berikut headphone untuk mendengar musik. Kecepatan mengemudi diukur dengan speedometer. Data diolah dengan menggunakan teknik mixed anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempo musik berpengaruh secara signifikan terhadap rata-rata kecepatan mengemudi, dimana subjek yang diperdengarkan musik bertempo sedang memiliki ratarata kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan lagu bertempo lambat. Di sisi lain, jenis musik maupun interaksi antara tempo dan 50 | Psikologi eksperimen

jenis musik tidak berpengaruh terhadap rata-rata kecepatan mengemudi. Kata kunci: tempo musik, jenis musik, mengebut, pengemudi usia muda.

Psikologi eksperimen | 51

Lampiran B SISTEMATIKA SKRIPSI KUANTITATIF (EKSPERIMEN) HALAMAN JUDUL LUAR HALAMAN JUDUL DALAM HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIASI HALAMAN PERSEMBAHAN (FAKULTATIF) HALAMAN MOTTO (FAKULTATIF) KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Variabel Tergantung 1. Pengertian variabel tergantung 2. Aspek-aspek variabel tergantung 3. Faktor-faktor yang memengaruhi tergantung B. Variabel Bebas 1. Pengertian variabel bebas 2. Aspek-aspek variabel bebas C. Kerangka Teori D. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

variabel

52 | Psikologi eksperimen

C. Subjek Penelitian 1. Populasi dan sampel 2. Teknik pengambilan sampel D. Metode Pengumpulan Data 1. Alat pengumpul data 2. Validitas dan reliabilitas alat ukur E. Rancangan Eksperimen 1. Prosedur eksperimen 2. Disain eksperimen F. Metode Analisis Data BAB IV. PELAKSANAAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian 2. Uji coba alat ukur B. Pelaksanaan Penelitian C. Analisis Data dan Hasil Penelitian D. Pembahasan BAB V. PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Modul eksperimen dimasukkan dalam lampiran

Psikologi eksperimen | 53

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Arianti Abidin., Hendriani, Agustiani., dan Peter R, Nelwan. 2010. Pelatihan Cerdas Angka: Perancangan dan Pelaksanaan Program untuk Meningkatkan Pemahaman Guru TK S Mengenai Konsep Dasar Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Pada Anak Usia 4-5 Tahun. Dalam Buku Panduan Acara dan Kumpulan Abstrak. Edisi 18-20 Maret 2010. Surakarta: Himpsi. Cozby, P. C. 2009. Method in Behavioral Research. Alih Bahasa: Maufur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hadi, S. 2001. Metodologi Researh. Jilid 4. Yogyakarta: Andi. Idrus, M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga. Latipun, 2002. Psikologi Eksperimen. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Nasir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Seniati, L. Yulianto, A. Setiadi, BN. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks. Shaughnessy,J,J. Zechmeister, E, B. Zechmeister, J, S. 2012. Metode Penelitian dalam Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika. Suryabrata, S. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Widyatmoko, Cornelius Siswa & Kwartarini Wahyu, Yuniarti. 2010. Terapi Berdasar Mindfulness untuk Meningkatkan Gairah dan Bangkitan Seksual Pada Perempuan. Dalam Buku Panduan Acara dan Kumpulan Abstrak. Edisi 18-20 Maret 2010. Surakarta: Himpsi

54 | Psikologi eksperimen

You might also like