You are on page 1of 27

LAPORAN HASIL DISKUSI PRESENTASI MAHASISWA MODUL 3 PERAWATAN PULPA KONSERVATIF BLOK XVI RESTORATIVE DENTISTRY II

"PERBANDINGAN KEBERHASILAN PERAWATAN PULPOTOMI VITAL DENGAN BAHAN PASTA FORMOKRESOL, KALSIUM HIDROKSIDA, MTA (MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE)

Disusun Oleh :

Kelompok II

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

KELOMPOK II
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.. 9. Sarah Rizky N. Selly Rahmadhani Lbs. Vivi Zayanthi R. Nst. Silvia Putri Dwi Maretna Tuty Dwi Hastuty Miranda P Sari Fauzi Rifaidah Fajrina Shieny Lokanata (090600024) (090600025) (090600026) (090600027) (090600028) (090600029) (090600030) (090600031) (090600032) (090600033) (090600034) (090600035) (090600036) (090600037) (090600038) (090600039)

10. Yurika 11. Sharon 12. Fathira Aini 13. Edo Nugraha William wijaya Cindy Denhara W Qurrata Akyuni

Ruli Ardia Alfadila Andy Juliana Pardede Calvin Melfi August T Nabillah khairiyyah Tarra Dipa Sonia M. Kairul Izwan V Kumaran

(090600040) (090600041) (090600042) (090600043) (090600044) (090600045) (090600046) (090600160) (090600163)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN NAMA KELOMPOK.. DAFTAR ISI. PENDAHULUAN

ii iii

BAB 1

BAB 2

PEMBAHASAN Formokresol Komposisi Bahan ...................................................................... Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan.................................. Mekanisme Kerja dan Histologi ............................................... Kelebihan dan Kekurangan Bahan............................................ Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) Komposisi Bahan ...................................................................... 7 3 4 4 6

Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan.................................. Mekanisme Kerja dan Histologi ............................................... Kelebihan dan Kekurangan Bahan............................................ Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Komposisi Bahan ...................................................................... Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan ................................. Mekanisme Kerja dan Histologi ............................................... Kelebihan dan Kekurangan Bahan ........................................... Perbandingan Ketiga Bahan pada Pulpotomi Vital ..................

7 8 9

10 11 11 13 14

BAB 3

PENUTUP..

15

DAFTAR RUJUKAN

16

BAB I PENDAHULUAN

Berdasarkan struktur anatominya, gigi sulung memiliki perbedaan dengan gigi permanen, dimana gigi sulung cenderung memiliki ketebalan enamel dan dentin yang lebih tipis jika dibanding dengan gigi permanen.1 Selain itu, gigi sulung yang umumnya dipersarafi oleh serabut saraf yang tidak bermyelin, menyebabkan seringnya ditemukan lesi pada gigi sulung yang juga disertai dengan lesi pada bagian pulpanya (terbukanya pulpa), baik oleh karena karies, trauma dari suatu benturan, ataupun akibat kesalahan dalam preparasi kavitas. Hal ini membutuhkan suatu perawatan pulpa yang bertujuan untuk menghilangkan infeksi dan melindungi gigi tersebut dari infeksi bakteri di kemudian hari.2 Salah satu perawatan pulpa yang dapat dilakukan pada gigi sulung tersebut adalah pulpotomi vital. Pulpotomi vital merupakan suatu tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi, dengan melakukan anastesi sebelum perawatan, dan

selanjutnya memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa di bagian radikular tetap vital.3 Perawatan ini bertujuan untuk mempertahankan gigi sulung selama mungkin di dalam rongga mulut sampai gigi permanennya erupsi sehingga dapat mencegah terjadinya maloklusi akibat loss premature. Perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung lebih kompleks dibanding dengan gigi permanen. Hal ini disebabkan adanya hubungan gigi sulung dengan gigi permanen yang sedang berkembang.3 Oleh karena itu, dokter gigi diharapkan mampu memilih bahan medikasi yang tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung agar dapat meningkatkan proses penyembuhan pulpa dan tidak mencederai benih gigi permanen yang berada di bawah gigi sulung tersebut. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pulpotomi vital pada gigi sulung diantaranya yaitu formokresol dan kalsium hidroksida. Selama beberapa dekade, formokresol merupakan bahan pulpotomi yang populer, namun adanya laporan mengenai toksisitas dan potensi karsinogenik formokresol pada manusia, menyebabkan dokter gigi harus kembali mempertimbangkan penggunaan bahan ini untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung.4 Sedangkan kalsium hidroksida untuk pulpotomi vital pada gigi sulung menunjukkan tingkat keberhasilan jangka panjang yang lebih rendah karena adanya resorbsi internal pada gigi yang dirawat.3-4 Oleh karena itu, saat ini telah dikembangkan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) sebagai suatu alternatif bahan baru yang dapat digunakan untuk mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikular, sehingga dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul pada penggunaan bahan-bahan medikasi pulpotomi vital sebelumnya.4 Pada bagian pembahasan, makalah ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang perbandingan keberhasilan perawatan pulpotomi vital dengan bahan pasta formokresol, kalsium hidroksida, dan MTA, yang meliputi komposisi bahan, indikasi penggunaan, manipulasi kerja, kelebihan dan kekurangan bahan, serta perbandingan evaluasi dari ketiga bahan tersebut.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Formokresol Formokresol merupakan golongan aldehid dan menjadi salah satu pilihan dalam

perawatan pulpa. Bahan ini diperkenalkan oleh Buckley pada tahun 1904 dan sejak saat itu telah digunakan sebagai medikasi untuk perawatan pulpa dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Teknik pulpotomi dengan menggunakan formokresol digunakan oleh Sweet sebagai suatu

modifikasi metode perawatan pulpa pada tahun 1930. Saat itu, Sweet melaporkan bahwa adanya keberhasilan penggunaan bahan ini sebesar 97 % pada 16.651 kasus.4

Komposisi Bahan

Larutan formokresol yang memiliki tujuan dasar untuk memfiksasi jaringan pulpa yang mengalami inflamasi dan mencegah masuknya mikroorganisme ini, terdiri atas beberapa komponen, diantaranya yaitu:2-3 Trikresol (35 % ) Formaldehid (19 % ) Gliserin ( 15 % ) Aqua

Gambar 1: Sediaan formokresol.

Komponen aktif dari formokresol adalah formaldehid dan kresol. Formaldehid memiliki sifat yang dapat mengiritasi jaringan, sehingga penggunaannya dalam rongga mulut harus hati-hati. Para peneliti menyimpulkan bahwa formokresol tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia apabila penggunaannya masih dalam jumlah yang tepat. Bahan kresol yang ditambahkan pada formaldehid bertujuan untuk mengurangi aksi iritan formaldehid terhadap jaringan. Selain itu, kresol sendiri dapat berperan sebagai desinfeksi yang cukup efektif. Kedua bahan ini, formaldehid dan kresol, merupakan bahan zat antiseptik yang efektif terhadap bakteri. Dimana zat antiseptik tersebut dapat bersifat

bakterisid atau bakteriostatik yang dapat ditentukan dari konsentrasinya. Zat antiseptik dengan konsentrasi yang kecil dapat berperan sebagai bakteriostatik, sedangkan antiseptik dengan konsentrasi yang besar dapat bersifat bakterisid.3 Gliserin yang juga ditambahkan dalam larutan ini, digunakan sebagai pengemulsi dan mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid. Dimana paraformaldehid yang terbentuk jika tidak ada gliserin ini, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh.2

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

Perawatan pulpotomi vital dengan menggunakan formokresol ini diindikasikan untuk beberapa kasus, diantaranya yaitu:4 Perawatan gigi sulung dengan pulpa yang masih vital; Perawatan gigi sulung yang pulpanya terlibat, dengan manifestasi klinis berupa perubahan inflamatori yang terbatas pada pulpa mahkota atau pembukaan mekanis pada waktu prosedur operatif; Pada gigi posterior permanen untuk perawatan pulpalgia yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan darurat. Dalam hal ini, formokresol memfiksasi pulpa berdekatan yang ditinggalkan dalam saluran akar dan membuatnya kehilangan rasa sakit. Beberapa kontraindikasi larutan formokresol ini antara lain:4 Gigi sulung yang sangat sensitif terhadap panas dan dingin; Gigi sulung dengan pulpagia kronis; Gigi yang sensitif terhadap perkusi dan palpasi; Adanya perubahan radiografik yang disebabkan oleh perluasan penyakit pulpa; Gigi dengan kamar pulpa atau saluran akar yang menyempit.

2.1.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

Formokresol bekerja melalui kelompok aldehid jenis formaldehid, dengan mengikat bahan asam amino dari protein bakterinya ataupun sisa dari jaringan pulpa gigi. Kemudian menonaktifkan enzim-enzim oksidatif di dalam pulpa yang berdekatan dengan daerah amputasi. Hal ini memberikan efek hialuronidase sehingga jaringan pulpa menjadi fibrous dan asidofilik dalam beberapa menit setelah aplikasi formokresol. Reaksi ini diinterpretasikan sebagai fiksasi dari jaringan pulpa vital.3-4 Mensukhani melaporkan suatu penelitian secara histologis pada 43 gigi sulung dan gigi tetap yang telah dilakukan perawatan pulpotomi vital dengan formokresol dan setelah 7-14 hari terlihat tiga zona yang berbeda, yaitu:4 Zona asidofilik (fiksasi) yang luas; Zona pale stain yang luas; Zona konsentrasi sel-sel radang yang luas, yang dijumpai di bawah zona pale staining kea rah apeks gigi. Pruhs menyatakan bahwa formokresol adalah bahan germicidal kuat yang dapat menyebabkan fiksasi dari jaringan vital. Ketika ditempatkan pada sisi yang diamputasi, formokresol menyebabkan nekrose koagulasi dari jaringan yang secara langsung berkontak dengannya. Selanjutnya formokresol merembes ke saluran akar sehingga menyebabkan perluasan reaksi jaringan yang diikuti dengan berkurangnya jumlah sel dan perubahan bentuk morfologi pulpayang diakibatkan proses kalsifikasi dan resorpsi. Sekitar ujung akar terjadi penumpukan sel-sel inflamasi dan pembentukan jaringan fibrous yang diikuti dengan penyembuhan pada ujung akar. Reaksi ini terjadi empat hari setelah dilakukan perawatan pulpotomi vital.4 Berdasarkan evaluasi mikroskopik yang dilakukan Emmerson, dkk pada tahun 1959, tentang perbedaan lamanya waktu pemberian formokresol ketika melakukan perawatan pulpotomi vital, diketahui bahwa fiksasi dari jaringan pulpa vital dapat terjadi dalam waktu lima menit.

Gambar 2: Zona nekrotik aseluler yang diikuti dengan zona inflamasi pada stroma angiomatous dengan resorpsi internal setelah perawatan pulpotomi dengan formokresol.

Gambar 3: Sepertiga apikal akar yang menunjukkan resorpsi akar eksternal yang fisiologis dan resorpsi akar internal yang patologis setelah perawatan pulpotomi dengan formokresol.

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

Kelebihan Formokresol Dengan adanya kandungan kresol dalam larutan formokresol, maka larutan ini memiliki efek antiseptic yang dapat membunuh bakteri dengan baik. disamping itu, formokresol ini dapat mengkoagulasi protein sehingga dapat berperan sebagai bakterisid yang kuat dan kaustik. Sifat kaustik inilah yang dapat menyebabkan fiksasi bakteri dan jaringan pada sepertiga bagian atas pulpa yang terlibat.2 Penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk perawatan pulpotomi pada gigi sulung beberapa tahun ini semakin meningkat. Formokresol tidak membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuk suatu zona fiksasi dengan kedalaman yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital. Zona ini bebas dari bakteri dan dapat berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi mikroba. Keuntungan lain dari formokresol

pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu formokresol akan merembes melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk menguatkan jaringan.2

Kekurangan Formokresol Beberapa penelitian klinis menyatakan bahwa medikamen yang tergolong aldehid ini tidak terlalu efektif untuk mencegah atau mengendalikan rasa nyeri pada pemakaian medikamen intrakanal. Larutan ini juga dikhawatirkan tingkat toksisitasnya baik secara local maupun sistemis.3 Dikatakan pula bahwa meskipun zat ini dapat memfiksasi jaringan, tapi aldehid tidak begitu efektif dalam memfiksasi jaringan nekrotik atau jaringan yang mengalami dekomposisi. Bahkan pada kenyataannya, ketika jaringan nekrotik terfiksasi oleh aldehid, jaringan tersebut akan lebih toksik dan antigenic. Disamping itu, Menurut Ansari & Ranjpour (2010), kegagalan formokresol lebih tinggi dibandingkan mineral trioxide aggregate sebab pada penggunaan formokresol akan terjadi resorpsi internal.2-3

Gambar 4: Kegagalan perawatan pulpotomi dengan menggunakan formokresol pada molar pertama desidui rahang bawah. Akar mengalami resorpsi dan adanya kehilangan tulang interradikular (tanda panah).

Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

Kalsium hidroksida pertama kali diperkenalkan oleh Herman pada tahun 1930, sebagai satu-satunya obat yang dapat memacu penyembuhan biologis dan pembentukan barier jaringan keras diatas pulpa radikular yang telah diamputasi. Karena sifat basanya (PH 12), bahan ini sangat kaustik sehingga bila berkontak dengan pulpa vital akan menyebabkan nekrosis pada lapisan superficial pulpa.5

2.2.1 Komposisi Bahan

Kalsium hidroksida merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk meningkatkan suatu penyembuhan. Bahan ini digunakan karena kemampuannya membentuk jembatan dan memelihara vitalitas sisa pulpa. Kalsium hidroksida ini tersedia sebagai puder kering, suatu pasta yang dicampur dengan air, atau suatu pasta yang dikemas secara komersial; seperti Pulpdent, Dycal, atau Life. Puder/serbuk kalsium hidroksida dapat digunakan sendiri atau dengan suatu bahan radiopak, seperti barium sulfat, agar campuran lebih dapat dilihat pada gambaran radiografi.3
Gambar 5: Sediaan kalsium hidroksida.

Dari sejumlah bahan yang dipelajari secara eksperimental oleh Hunter, kalsium hidroksida merupakan salah satu bahan yang dapat menghasilkan jembatan dentin. Menurut Hunter, kedua anion kalsium dan magnesium merangsang pembuatan jembatan karena pH

tinggi kedua bahan tersebut dan kation kelihatannya tidak begitu penting selama tetap lemah.2

2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

Pulpotomi diindikasikan pada gigi permanen anak anak yang melibatkan pulpa dengan apeks akarnya belum terbentuk sempurna. Pada kasus semacam itu, ekstirpasi pulpa dan obturasi dikontraindikasikan karena akar belum matang/immature dan foramen masih terbuka lebar dan ektraksi tidak dibenarkan karena mempengaruhi erupsi gigi sebelahnya dan perkembangan lengkung gigi. Foramen yang terbuka merupakan kontraindikasi untuk terapi saluran akar dan harus ditangguhkan sampai foramen menjadi matang/dewasa. Prosedur pulpotomi memungkinkan penyelesaian apeksogenesis, maturasi fisiologik akar. Bahkan bila hanya 3 atau 4 mm bagian apikal jaringan pulpa masih vital, apeks akar dapat menyelesaikan pertumbuhannya.3 Pulpotomi harus dilakukan pada gigi yang sehat, pulpa hiperemik atau terinflamasi ringan seperti gigi permanen anterior pada anak dengan apes terbuka lebar yang mengalami fraktur waktu olahraga atau kecelakaan mobil, atau gigi posterior anak dengan apeks terbuka lebar yang mempunyai pembukaan karies kecil yang asimptomatik. walaupun pulpotomi dapat dicoba pada kasus pulpitis hiperplasitk kronis terpilih, yang hanya melibatkan pulpa mahkota, pada gigi orang muda sehat, prosedur masih diragukan karena kemampuan gigi untuk dapat direstorasi. Pulpotomi dikontraindikasikan pada pasien yang menderita pulpitis irreversible. Kontraindikasi pulp capping dan pulpotomi adalah sensitivitas luar biasa terhadap panas dingin, pulpagia kronis, sensitive terhadap perkusi dan palpasi karena penyakit pulpa, perubahan radiografik periradikular disebabkan perluasan penyakit pulpa ked lama jarigan periapikal, dan penyempitan kamar pulpa atau saluran akar (kalsifikasi)3

2.2.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

Kalsium hidroksida yang pertama kali diperkenalkan oleh Herman ini, dapat memacu penyembuhan biologis dan pembentukan barier jaringan keras diatas pulpa radikular yang telah diamputasi. Karena sifat basanya (pH 12), bahan ini sangat kaustik sehingga bila berkontak dengan pulpa vital akan menyebabkan nekrosis pada lapisan superficial pulpa. Sifat iritasinya nampaknya berhubungan dengan kemampuannya dalam menstimulasi terbentuknya barier kalsium.4
Gambar 6: Gambaran histologi yang menunjukkan adanya jembatan dentin setelah perawatan pulpotomi vital dengan menggunakan kalsium hidroksida LIFE.

Daerah nekrosis pada lapisan superficial pulpa dibawah Ca(OH)2 ini dipisahkan dari jaringan pulpa sehat dibawahnya oleh daerah dengan warna gelap yang terdiri atas elemen basofil dalam Ca(OH)2. Daerah berprotein yang asli masih tetap ada. Namun berhadapan dengan daerah ini terdapat daerah baru terdiri atas jaringan ikat kasar yang dapat disamakan dengan tipe tulang primitif. Pada bagian perifer jaringan ikat baru ini, setelah perawatan, secara radiografis terlihat jembatan kalsium. Jembatan ini terus meningkat ketebalannya selama periode 12 bulan berikutnya. Jaringan pulpa dibawah jembatan kalsium tetap vital dan pada dasarnya bebas dari sel inflamasi.2

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

Beberapa kelebihan dari bahan kalsium hidroksida adalah: 2,3 Mempunyai efek dapat mengubah dan melarutkan jaringan; Memiliki sifat antimikroba dengan menghambat pertumbuhan bakteri saluran akar dan mengubah kandungan biologis lipopolisakarida bakteri; Dapat membentuk suatu jembatan yang menutup dan melindungi pulpa sehingga dapat memelihara vitalitas pulpa; Mudah dibersihkan. Beberapa kekurangan kalsium hidroksida sebagai bahan dalam perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung, yaitu:3 Tidak mempunyai kemampuan untuk membantu permbersihan bila diletakkan pada sisa jaringan pulpa di saluran akar; Adanya resorpsi internal pada gigi yang dirawat yang disebabkan oleh adanya bekuan darah ekstravaskuler; Adanya pembentukan celah di bawah jembatan dentin akibat degradasi yang terjadi sejalan dengan waktu; Memiliki kemampuan penutupan yang buruk.

Gambar 7: Resorpsi internal (tanda panah) pada gigi molar mandibula desidui setelah perawatan pulpotomi vital dengan menggunakan kalsium hidroksida.

2.3

Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan suatu alternatif bahan baru yang dapat digunakan untuk mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikuler. Bahan ini dikembangkan oleh

dr. Torabinejad di Universitas Loma Linda pada tahun 1993. MTA merupakan bubuk dengan komposisi yang mengandung trioksida dan partikel hidrofilik lain. Torabinejad menyatakan bahwa MTA merupakan satu-satunya bahan yang tidak terpengaruh terhadap kelembaban maupun kontaminasi darah. Pada tahun 1998, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyetujui MTA sebagai bahan endodonti teraupetik untuk manusia, karena memiliki efek antibakteri dan mempertahankan integritas pulpa setelah pulpotomi tanpa efek toksik.5

2.3.1 Komposisi Bahan

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan bubuk dengan komposisi yang mengandung trioksida dan partikel hidrofilik. Kandungan trioksida tersebut terdiri dari trikalsium oksida, oksida silikat, dan oksida bismuth. Sedangkan partikel hidrofilik MTA terdiri atas trikalsium silikat dan trikalsium aluminat.6
Gambar 8: Sediaan MTA.

Proses pencampuran MTA dilakukan dengan mencampur tiga bagian bubuk dengan satu bagian air sehingga diperoleh konsistensi menggumpal. campuran ini kemudian menghasilkan gel koloid yang mengeras dalam waktu 3 sampai 4 jam dengan pH 12,5. pH yang tinggi tersebut dapat menyebabkan denaturasi selsel inflamasi, protein jaringan serta beberapa bakteri di daerah yang terinflamasi. Selain itu, pH basa tersebut merupakan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga MTA dikenal sebagai bahan dengan aktivitas antimikroba.5,7

Melalui hasil sebuah pemeriksaan, diketahui bahwa MTA sama dengan 80 % semen Portland kecuali adanya tambahan 20 % oksida bismuth pada MTA yang dipercayai dapat membantu mengubah waktu pengerasan. Adanya oksida bismuth juga dapat menghasilkan gambaran radiografi yang lebih radiopak.7 Sifat alkali yang terdapat pada MTA juga dapat menyebabkan kalsium oksida yaitu trikalsium silikat dan kalsium silikat dalam MTA dapat membentuk Ca(OH)2 yang beperan dalam proses mineralisasi. Sedangkan kandungan tetrakalsium aluminoferit pada MTA penting untuk mencegah diskolorasi. MTA dibedakan menjadi dua, yaitu GMTA (Grey MTA) yang mengandung tetrakalsium aluminoferit dan WMTA (White MTA) yang tidak mengandung tetrakalsium aluminoferit, sehingga WMTA tidak dapat diberikan pada gigi yang memerlukan estetis.5 MTA telah diformulasikan komposisinya sehingga memiliki sifat-sifat fisik, waktu pengerasan, dan karakteristik yang dibutuhkan untuk bahan pengobatan yang ideal sesuai dengan syarat sifat bahan dressing yang dibutuhkan. Bubuk MTA harus disimpan dalam keadaan kering, karena udara basah akan mempengaruhi waktu pengerasan yang akan mengurangi kekuatan pencampuran.7

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

MTA merupakan semen endodonti yang biokompatibel yang dapat diindikasikan untuk beberapa hal, seperti:5 Sebagai bahan dressing pulpotomi pada gigi sulung yang berguna sebagai perawatan perantara dan bersifat sementara sampai waktu erupsi gigi permanen tiba; Sebagai bahan pengisi saluran akar, kaping pulpa direk, apeksifikasi dan perbaikan perforasi furkasi.

Lamanya waktu pengerasan MTA, yaitu 3 sampai 4 jam, menyebabkan kontraindikasi untuk perawatan pulpa pada anak yang tidak kooperatif. Anak yang cenderung memiliki

psikologis yang sangat labil dan tidak sabar menunggu dalam waktu lama merupakan salah satu pertimbangan yang harus dipikirkan oleh seorang dokter gigi dalam memilih bahan yang tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi anak tersebut. Namun, hal tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan menambahkan akselerator seperti kalsium klorida yang dapat mengurangi waktu pengerasan hingga lebih dari 50 %.

2.3.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

MTA yang bersifat biokompatibel dan antibakteri, dapat menyediakan substrat biologis aktif untuk perlekatan sel sehingga efektif untuk meminimalisasi mikroleakage dan memperbaiki hasil perawatan. Selain itu, MTA mampu membentuk jembatan dentin yang lebih cepat, tebal, dan merata.7 Pembentukan barrier terjadi karena MTA menghasilkan pembentukan granula kalsit dan jembatan termineralisasi di bawahnya. Saat dicampur dengan air steril atau saline, bubuk kalsium oksida dari MTA berubah menjadi Ca(OH)2 yang terurai menjadi ion kalsium dan hidroksil saat berkontak dengan cairan jaringan. Ion kalsium bereaksi dengan karbonit dalam jaringan pulpa dan membentuk granula kalsit. Fibronektin berkumpul di sekitar granulagranula tersebut sehingga memungkinkan adhesi dan differensiasi sel yang diikuti dengan pembentukan jaringan teremineralisasi.5-7

Air + MTA Ca(OH)2 + cairan jaringan Ca(OH)2 + hidroksil + karbonit dalam pulpa
(fibronektin)

Jaringan teremineralisasi Adhesi dan differensiasi sel Granula kalsit

Skema1: Pembentukan barrier pada MTA.

Selain pembentukan jembatan dentin, MTA juga menyebabkan terjadinya kalsifikasi intrapulpa, terbentuknya odontoblast yang normal dan iregulaer, sementum, tanpa adanya resorpsi internal dan hanya ada inflamasi minimal dengan sedikit infiltrate. Pembentukan osteoblast ini terjadi karena aksi dari kandungan trioksida dan oksida dari MTA pada sel. MTA juga merangsang keluarnya osteoblast yang secara aktif mendorong terbentuknya jaringan keras. Pada suatu penelitian, MTA menunjukkan kemampuan yang lebih besar untuk memelihara integritas jaringan pulpa dibanding dengan Ca(OH)2.5

Gambar 9: Pembentukan odontoblast yang baik pada sepertiga tengah dan sepertiga apikal gigi setelah perawatan pulpotomi dengan MTA.

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

MTA yang merupakan suatu alternatif bahan baru yang dapat digunakan untuk mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikuler ini, memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu:5-7 Biokompatibel terhadap jaringan sekitar. Memiliki efek antibakteri yang sama dengan kalsium hidroksida. Dapat meminimalisasi microleakage dan memperbaiki hasil perawatan. Dapat merangsang pembentukan jaringan keras pada pulpa dan membuat terjadinya pertumbuhan sel yang sangat baik.

Dapat merangsang pembentukan jembatan dentin yang lebih cepat dari kalsium hidroksida, dimana jembatan dentin yang terbentuk lebih tebal dan merata.

Usia 5 tahun.

b. Usia 5.5 tahun

Usia 6 tahun.

Gambar 10: Gambaran radiografi pada perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung dengan MTA.

Selain banyaknya kelebihan yang terdapat pada MTA, berdasarkan beberapa penelitian, ternyata MTA juga memiliki beberapa kurangan, yaitu:5-7 Lamanya waktu pengerasan yang dibutuhkan MTA menyebabkan terjadinya kemungkinan pelarutan, disintegrasi atau pelepasan bahan. Hal tersebut dapat menimbulkan cacat jaringan lunak yang terlihat pada gambaran histologi. MTA harus tetap dibasahi dengan cotton pellet sehingga tidak dapat direstorasi pada saat itu. Harga MTA juga cukup mahal sehingga dalam penyimpanan dan penggunaannya harus berhati-hati agar bahan tetap dalam kondisi baik. 2.4 Perbandingan Ketiga Bahan pada Pulpotomi Vital Berdasarkan penelitian, perbandingan tekhnik pulpotomi bahan formokresol dengan bahan kalsium hidroksida pada gigi kaninus sulung ditemukan bahwa teknik dengan bahan formokresol 95% secara klinis berhasil dalam jangka waktu 1 tahun. Walaupun hanya berupa fiksasi dari jaringan pulpa dan adanya beberapa kehilangan batas sel terlihat secara histologis. Teknik dengan bahan kalsium hidroksida menunjukkan keberhasilan klinis sebanyak 61% dan adanya pembentukan dentin bridge terlihat 50% pada pembahasan kasus-kasus.4 Kalsium hidroksida merupakan agen pertama yang digunakan pada pulpotomi yang menunjukkan kemampuan untuk menginduksi regenerasi dentin. Namun, pH bahan ini yang sangat tinggi (pH 12.5) sering menyebabkan nekrosis jaringan, inflamasi akut maupun kronis, dan kalsifikasi distrofi pada jaringan pulpa, sehingga kalsium hidroksida tidak diindikasikan pada peawatan pulpotomi pada gigi sulung. 4 Koh et al. (1998)6, manunjukkan bahwa MTA memiliki kemampuan merangsang pelepasan sitokin dari sel tulang yang menunjukkan adanya proses pembentukan yang aktif dari jaringan keras gigi. MTA juga dapat digunakan sebagai medikamen yang potensial untuk prosedur pulpotomi, pulp capping, apeksifikasi, dan memperbaiki perforasi akar.

Eidelman et al. (2001)6, meneliti perbandingan antara MTA dan formokresol pada pulpotomi gigi molar desidui, dan melaporkan keberhasilan gambaran klinis dan radiografi setelah perawatan pulpotomi dengan MTA, serta terbentuknya dentin bridge. Salako et al. (2003)6, membandingkan gambaran histologis MTA dan formokresol sebagai agen pulpotomi pada molar tikus, dan menyimpulkan bahwa MTA sangat ideal sebagai medikamen pulpotomi yang dapat merangsang pembentukan dentinal bridge. MTA menunjukkan keberhasilan gambaran klinis, radiografi, dan histologi sebagai bahan medikasi pada pulpotomi vital pada gigi sulung. Setelah dievaluasi dalam beberapa periode waktu, MTA merupakan medikasi yang potensial dan sangat menjanjikan dalam keberhasilan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung. 7

BAB III PENUTUP

Adanya struktur anatomi dengan ketebalan enamel dan dentin yang lebih tipis jika dibanding dengan gigi permanen, menyebabkan gigi sulung sering disertai dengan lesi yang telah mencapai pulpa. Dan untuk mempertahankan gigi sulung tersebut hingga gigi permanennya erupsi pada waktunya, maka dibutuhkan suatu perawatan pulpa, salah satunya yaitu pulpotomi vital. Pulpotomi vital adalah suatu tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anastesi, kemudian dilakukan pemberian medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa di bagian radikular tetap vital. Oleh karena adanya hubungan gigi sulung dan gigi permanen yang sedang berkembang, maka dokter gigi diharapkan

dapat memilih bahan medikamen yang tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung tersebut. Beberapa bahan yang sering digunakan adalah formokresol, kalsium hidroksida, dan MTA. Berdasarkan beberapa penelitian, formokresol yang sering digunakan sebagai bahan medikamen pada pulpotomi, dilaporkan memiliki sifat toksik dan karsinogenik pada manusia. Sedangkan kalsium hidroksida yang digunakan sebagai bahan medikamen pada gigi sulung dapat menyebabkan resorpsi internal yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan dari gigi permanennya. Namun dalam jangka waktu satu tahun, formokresol memberikan keberhasilan klinis sebesar 95 %, sedangkan kalsium hidroksida hanya memberikan keberhasilan 50 % pada beberapa kasus. Oleh karena adanya kekurangan yang terdapat pada bahan medikamen formokresol dan kalsium hidroksida tersebut, saat ini telah dikembangkan suatu alternatif lain yaitu Mineral Trioxide Aggregate (MTA) yang dapat merangsang pembentukan jembatan dentin yang lebih cepat dari kalsium hidroksida, dan jembatan dentin yang terbentuk lebih tebal dan merata. Selain itu, MTA menunjukkan keberhasilan gambaran klinis, radiografi, dan histologi sebagai bahan medikasi pada pulpotomi vital pada gigi sulung. Setelah dievaluasi dalam beberapa periode waktu, MTA merupakan medikasi yang potensial dan sangat menjanjikan dalam keberhasilan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung.

DAFTAR PUSTAKA

Minasari. Morfologi gigi desidui dan gigi permanen. Medan: USU Press, 2008: 16. Roberson, Heymann, Swift. Sturdevants Art and Science of Operative Dentistry. 5th Edition. India: Elsevier, 2009: 218-9. Mc Donald, Avery, Dean. Dentistry for the child and adolescent8th Edition. USA: Mosby, 2004: 342-3.

Gajari, Mirkarimi. Comparison of pulpotomy with formocresol and MTA in primary molars: a systematic review and meta-analysis. 2008; 10: 45-9. Minguel, Antoniu, Luz. Mineral trioxide aggregate in primary teeth pulpotomy. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2010 Nov 1;15 (6):e942-6. . Harty fj. Endodonti klinis. Alih bahasa. Lilian Y. Jakarta: hipocrates, 1993: 296. David, Joel. Mineral trioxide aggregate pulpotomies: A case series outcomes assessment. The Journal of American Dental Association. 2006; 137; 610-618.

You might also like