You are on page 1of 29

LAPORAN PRESENTASI KASUS NUTRISI PADA ALERGI SUSU SAPI

Oleh: Putri Nuraini 108103000003

Pembimbing: Dr. Lanny C Gultom, SpA

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 1

BAB I PENDAHULUAN

Alergi merupakan masalah penting yang harus diperhatikan karena terdapat pada semua lapisan masyarakat dan insidennya meningkat terus pada tiga periode terakhir. Pada usia tahun pertama kehidupan, sistem imun seorang anakrelatif masih imatur dan sangat rentan. Bila ia mempunyai bakat atopik akan mudah tersensitisasi dan berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen tertentu misalnya makanan dan inhalan. Susu sapi adalah protein asing utama yang diberikan kepada seorang bayi, dan penyakit alergi susu sapi merupakan penyakit atopi pertama pada seorang anak. Harus dibedakan antara ASS suatu reaksi imunologis dan reaksi intoleransi yang bukan berdasarkan kelainan imunologis. Dilaporkan insiden ASS 2-3% diantara keseluruhan bayi. Sedangkan di antara bayi umur 1 tahun dengan dermatitis atopik, 30-45% disebabkan ASS. Di samping gejala pada kulit, ASS dapat menunjukkan gejala paru dan gejala saluran cerna bahkan gejala sistemik berupa reaksi anafilaksis. Diperkirakan ASS dapat juga memberikan gejala reaksi tipe lambat setelah 24 jam berupa sindroma kolik pada bayi. Pada laporan kasus, penyaji akan menyampaikan masalah alergi yang terjadi pada seorang anak.

BAB II 2

ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Tempat/tgl lahir Umur Jenis kelamin Alamat Agama Pendidikan Masuk IGD RSF Masuk rawat inap : An. KI : Jakarta, 02 April 2013 : 0 tahun 3 bulan : Laki-laki : Jl. Ciledug Raya, gang KH Syatiri no. 17, Jakarta Selatan : Islam : belum sekolah : 12 Juli 2013 : 13 Juli 2013 No. Rekam Medik : 01221932

II. IDENTITAS ORANG TUA AYAH Nama Agama Alamat Pendidikan terakhir Pekerjaan Penghasilan Pernikahan kePenyakit IBU Tn. AF Ny. SN Islam Islam Jl. Ciledug Raya, Jakarta Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan SMK Wiraswata Rp 2.000.000 1 Asma Selatan SMK Ibu Rumah Tangga 1 Alergi makanan laut

ANAMNESIS Keluhan utama: Batuk sejak 5 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 5 hari SMRS. Batuk dirasakan terus ada sejak pasien lahir. Batuk jarang timbul, namun jika sudah timbul sulit berhenti. Batuk disertai dengan dahak, tapi dahak sulit keluar. Pasien juga mengalami ruam kemerahan di daerah pipi 3 hari SMRS dan kulit kering pada badan. Ruam merah tersebut kadang digaruk oleh pasien. Ruam merah juga timbul di sekitar dada. Pasien mandi menggunakan sabun cair. Pasien juga seringkali bersin pada pagi hari. Hidung tersumbat atau pilek tidak ada. Pasien sebelumnya minum ASI dan susu hipoalerginik, namun orang tua pasien mengganti susu formula pasien dengan susu formula biasa kurang lebih sudah 1 minggu karena masalah biaya. Selama minum susu terkadang pasien mengalami muntah. Orang tua pasien khawatir karena anaknya terus mengalami batuk sehingga pasien dibawa ke puskesmas 1 hari SMRS. Di puskesamas pasien dikatakan mengalami sesak, kemudian dirujuk ke RSF. Orang tua pasien tidak mengetahui jika anaknya sesak. Sesak timbul tidak diketahui sejak kapan. Sesak timbul tiba-tiba dan terjadi terus-menerus. Sesak tidak disertai bunyi ngik, namun terdengar bunyi grok seperti terdapat banyak dahak saat pasien bernafas. Nafsu makan tidak turun. Keluhan diare tidak ada. Keluhan demam tidak ada. BAB dan BAK normal. Riwayat Penyakit Dahulu: Dari sejak lahir pasien pernah dirawat di RSF selama kurang lebih 1 bulan karena kuning dan dikatakan terkena infeksi. Kemudian keluar dari RSF dan kontrol rutin 2 minggu sekali ke poli anak.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:

Ibu rajin memeriksa kehamilan ke puskesmas atau dokter setiap bulan, tidak mendapat imunisasi tetanus toksoid, minum tablet besi tapi tidak rutin, tidak mengalami tekanan darah tinggi. Rutin di USG dikatakan bayi kembar. Pasien lahir di rumah sakit, tanggal 2 April 2013, persalinan dengan cara saesar karena bayi kembar presentasi kepala bokong dan air ketuban habis, ditolong dokter, usia kehamilan 38 minggu, berat lahir 1750 gram, panjang lahir 43 cm, langsung menangis. Saudara kembar pasien lahir dengan berat 2100 gram, panjang lahir 47 cm, langsung menangis. Keduanya dirawat di perinatologi RSF karena mengalami kuning. Saudara kembar pasien dirawat selama 10 hari, sedangkan pasien dirawat selama kurang lebih 1 bulan dikatakan karena infeksi. Riwayat Nutrisi: Satu bulan pertama, pasien dirawat di RSF, pasien diberi ASI kurang lebih 120 cc perhari dan susu pregistimil (ibu tidak tahu berapa banyak dan berapa kali). Kemudian setelah pulang dari RS, susu pregistimil diganti dengan susu prenan kurang lebih 2 minggu sebanyak 90 cc diberikan 3 jam sekali. Kemudian diganti dengan susu hipoalerginik selama kurang lebih 2 minggu sebanyak 90 cc diberikan 3 jam sekali. Pada awal usia 3 bulan, orang tua pasien mengganti susu hipoalerginik dengan susu formula biasa karena masalah biaya. Riwayat Imunisasi: BCG DPT Hepatitis B Polio Campak : Sampai saat ini ibu belum membawa anak ke Puskesmas untuk imunisasi lagi. Kesan : Imunisasi belum lengkap : 1 kali (umur 2 bulan) :: 1 kali (umur 0 bulan) : 2 kali

Riwayat Tumbuh Kembang: Miring kanan-kiri: 3 bulan Kesan : perkembangan sesuai usia

Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien mempunyai riwayat penyakit asma. Ibu pasien mempunyai riwayat alergi makanan laut. Saudara kembar pasien tidak mengalami keluhan yang sama. Data Perumahan dan Sanitasi: Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, ventilasi dan pencahayaan cukup, kebersihan cukup. Dalam satu rumah tinggal 4 orang. III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tampak kurus. Kesadaran Tanda vital Tekanan darah Frekuensi nadi : Compos mentis : : 90/60 mmHg :124 kali/menit, regular, isi cukup

Frekuensi napas : 38 kali/menit, biasa Suhu Status gizi Berat badan Tinggi badan : 36,5oC (axilla) : : 4,1 Kg : 56 cm

Lingkar lengan atas : 10 cm Penilaian klinis : a. Penampilan terlihat kurus

Data antropometri : (berdasarkan kurva WHO) a. BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) b. TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang)

c. BB/TB : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) d. LLA/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk)

Kesan: gizi kurang

Status generalis Kepala Mata +/+ Telinga Hidung Tenggorokan Leher Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

: : Normosefali deformitas (-), rambut tipis tidak mudah di cabut : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, garis dennie morgan : Serumen -/-, nyeri tekan tragus -/: Napas cuping hidung +/+, sekret -/: Mukosa mulut lembab, faring hiperemis -/-, T1-T1 : KGB tidak teraba besar : : Iktus kordis tidak terlihat : Iktus cordis teraba di sela iga IV sebelah medial linea midklavikula sinistra : Batas kanan jantung : sela iga IV linea sternalis dextra Batas kiri jantung : sela iga V, 1 cm medial linea midklavikula sinistra Batas pinggang jantung : sela iga III, linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-) 7

Paru Inspeksi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Ekstremitas Kulit

: : simetris saat statis dan dinamis, retraksi epigastrium (+) : Sonor pada kedua lapang paru : Suara napas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-, slamp + : : datar, terdapat hernia umbilikus : Supel, lemas, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba membesar. : Timpani : Bising Usus (+) normal : Akral hangat, CRT < 2, edema -/: wajah ekskoriasi, papul (+), kulit badan kering

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Hasil pemeriksaan laboratorium

Tanggal Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW Fungsi Hati SGOT SGPT Bilirubin Total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek Fungsi Ginjal Ureum darah Kreatinin darah Diabetes Glukosa darah sewaktu Elektrolit Darah Natrium (darah) Kalium (darah) Klorida (darah) Analisa Gas Darah pH PCO2 PO2 BP HCO3 O2 saturasi BE (base excess) Total CO2

12/07/10 9.8 g/dl 27% 11.8 ribu/ul 317.000 ribu/ul 3.21 juta/ul 85.1 fl 30.5 pg 35.8 g/dl 16.6 % 136 U/l 78 U/l 5.50 mg/dl 4.60 mg/dl 0.90 mg/dl 17 mg/dl 0.2 mg/dl 75 mg/dl 138 mmol/l 4.81 mmol/l 115 mmol/l 7.352 39.2 mmHg 100.7 mmHg 750.0 mmHg 21.3 mmol/L 97.4 % -3.9 mmol/L 22.5 mmol/L

Nilai normal 9,6 12,8 g/dL 31-43 % 5.5-18 ribu/uL 217-497 ribu/uL 3.10-4.70 juta/uL 77.0-113.0 fl 24.0-36.0 pg 25.0-37.0 g/dl 11.5-14.5 % 0-34 0-40 0.10-1.00 <0.2 <0.6 0-42 0.0-0.9 40-60 135-147 3.10-5.10 95-108 7.370-7.440 35.0-45.0 83.0-108.0 21.0-28.0 95.0-99.0 -2.5-2.5 19.0-24.0 9

Foto rontgen thoraks: Mediastinum superior tidak melebar. Jantung kesan tidak membesar. Aorta baik. Pulmo: hilus kedua paru tidak menebal. Tampak infiltrat di suprahiler bilateral, perihiler bilateral dan parakardial kanan. Diafragma dan sinus kostofrenikus normal. Tulang-tulang dan jaringan lunak baik. Kesan: cor dalam batas normal, pulmo bronkopneumonia.

V. DIAGNOSIS - Bronkiolitis - Dermatitis atopi suspek alergi susu sapi - Gizi kurang VI. DIAGNOSIS BANDING Bronkopneumonia

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN 10

- Pemeriksaan eosinofil total, IgE total, IgE spesifik susu sapi - Pemeriksaan darah samar tinja VIII. TATALAKSANA Non medikamentosa : - Diet : SF pregistimil 8x100 cc Medikamentosa : - IVFD KaEN 1B 400 cc/24 jam - Ampicilin 4x125 mg - Kloramphenikol 4x100 mg - Azitromicin 1x30 mg - Inhalasi combiven ampul + NaCl 3 cc 2x/hari IX. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam X. FOLLOW UP 15/07/13 S O : Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, minum susu mau, mencret (-), sesak : KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM FN =124 kali/menit, regular, isi cukup RR = 38 kali/menit, biasa S = 36,5 oC (axilla) Status generalis: 11 napas (+) : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

Kepala Mata Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Kulit Status nutrisi

= deformitas (-), rambut tidak mudah di cabut = konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, dennie morgan (+) = nafas cuping hidung +/+, sekret -/= sianosis (-), mukosa lembab, bercak putih (-) = KGB tidak teraba besar = BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-) = Sn vesikuler, rh+/+, wh -/-, retraksi epigastrium (+) = datar, lemas, BU (+) normal , turgor cukup = akral hangat, CRT < 2, edema -/= wajah ekskoriasi, papul (+), badan kering

Laki-laki 3 bulan, BB 4,1 kg, TB 5 cm, LLA 10 cm BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) BB/TB : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) LLA/U: Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) HA BBI KKI A : 1,5 bulan : 4,8 kg : 4,8 x 108 = 518,4 ~ 550 kkal 550/0,67 = 820/8 = 102

: bronkiolitis Gizi kurang

: IVFD KaEN 1B 400 cc/24 jam Ampicilin 4x125 iv

12

Kloramphenikol 4x100 mg inhalasi combiven ampul/Nacl 3 cc 2x sehari Azitromicin 1x50 mg SF pregistimil 8x100 cc Konsul alergi Periksa eosinofil, IgE total, IgE spesifik susu sapi, tinja darah samar.

Hasil lab 15-07-2013 Eosinofil total : 900/ul IgE total (80-360)

: 15,90 IU/mL(<87)

Tinja darah samar: negative 16/07/13 S O : Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, minum susu hanya habis 70 cc, : KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM FN =146 kali/menit, regular, isi cukup RR = 32 kali/menit, biasa S = 37,3 oC (axilla) Status generalis: Kepala Mata Hidung Mulut = deformitas (-), rambut tidak mudah di cabut = konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, dennie morgan (+) = nafas cuping hidung +/+, sekret -/= sianosis (-), mukosa lembab, bercak putih (-) 13 sesak napas (+)

Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Kulit Status nutrisi

= KGB tidak teraba besar = BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-) = Sn vesikuler, rh+/+, wh -/-, retraksi epigastrium (+) = datar, lemas, BU (+) normal , turgor cukup = akral hangat, CRT < 2, edema -/= wajah ekskoriasi, papul (+), badan kering

Laki-laki 3 bulan, BB 4,3 kg, TB 5 cm, LLA 10 cm BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) BB/TB : -2< Zscore <-1 (Kesan : gizi kurang) LLA/U: Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) HA BBI KKI : 1,5 bulan : 4,8 kg : 4,8 x 108 = 518,4 ~ 550 kkal 550/0,67 = 820/8 = 102

: bronkiolitis Dermatitis atopi ec susp. Alergi susu sapi Gizi kurang

: Ampicilin 4x125 iv Kloramphenikol 4x100 mg Ceradan cream

14

CTM 3x0,5 mg Sabun oilatum SF pregistimil 8x100 cc/NGT (orang tua pasien menolak) Ibu diet retriksi telur dan susu sapi

17/07/13 S O : Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, minum susu hanya habis 50 cc, : KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM FN =142 kali/menit, regular, isi cukup RR = 38 kali/menit, biasa S = 37 oC (axilla) Status generalis: Kepala Mata Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Kulit Status nutrisi Laki-laki 3 bulan, BB 4,3 kg, TB 5 cm, LLA 10 cm BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) = deformitas (-), rambut tidak mudah di cabut = konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, dennie morgan (+) = nafas cuping hidung +/+, sekret -/= sianosis (-), mukosa lembab, bercak putih (-) = KGB tidak teraba besar = BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-) = Sn vesikuler, rh+/+, wh -/-, retraksi epigastrium (+) = datar, lemas, BU (+) normal , turgor cukup = akral hangat, CRT < 2, edema -/= wajah ekskoriasi, papul (+), badan kering sesak napas berkurang, ruam merah di wajah sering digaruk

15

TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) BB/TB : -2< Zscore <-1 (Kesan : gizi kurang) LLA/U: Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) HA BBI KKI A : 1,5 bulan : 4,8 kg : 4,8 x 108 = 518,4 ~ 550 kkal 550/0,67 = 820/8 = 102

: bronkiolitis Dermatitis atopi ec susp. Alergi susu sapi Gizi kurang

: Ampicilin 4x125 iv Kloramphenikol 4x100 mg Ceradan cream CTM 3x0,5 mg Sabun oilatum SF pregistimil 8x100 cc Ibu diet retriksi telur dan susu sapi

Hasil lab 17-07-2013 IgE spesifik susu sapi : <0,10 kU/L (<0,35)

16

18/07/13 S O : Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, minum susu habis, sesak napas ada : KU/ Kes = Tampak sakit sedang/ CM FN =138 kali/menit, regular, isi cukup RR = 32 kali/menit, biasa S = 37 oC (axilla) Status generalis: Kepala Mata Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Kulit Status nutrisi Laki-laki 3 bulan, BB 4,3 kg, TB 5 cm, LLA 10 cm BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) BB/TB : -2< Zscore <-1 (Kesan : gizi kurang) LLA/U: Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) HA : 1,5 bulan 17 = deformitas (-), rambut tidak mudah di cabut = konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, dennie morgan (+) = nafas cuping hidung -/-, sekret -/= sianosis (-), mukosa lembab, bercak putih (-) = KGB tidak teraba besar = BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-) = Sn vesikuler, rh-/-, wh -/-, retraksi epigastrium (+) = datar, lemas, BU (+) normal , turgor cukup = akral hangat, CRT < 2, edema -/= wajah ekskoriasi, papul (+), badan kering

BBI KKI A

: 4,8 kg : 4,8 x 108 = 518,4 ~ 550 kkal 550/0,67 = 820/8 = 102

: bronkiolitis Dermatitis atopi ec susp. Alergi susu sapi Gizi kurang

: Ampicilin 4x125 iv Kloramphenikol 4x100 mg Ceradan cream CTM 3x0,5 mg Sabun oilatum SF pregistimil 8x100 cc Ibu diet retriksi telur dan susu sapi

19/07/13 S O : Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, minum susu habis, sesak napas : KU/ Kes = Tampak sakit ringan/ CM FN =138 kali/menit, regular, isi cukup RR = 38 kali/menit, biasa S = 37,4 oC (axilla) Status generalis: Kepala Mata = deformitas (-), rambut tidak mudah di cabut = konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, dennie morgan (+) 18

tidak ada

Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas Kulit Status nutrisi

= nafas cuping hidung -/-, sekret -/= sianosis (-), mukosa lembab, bercak putih (-) = KGB tidak teraba besar = BJ I-II reg. murmur (-), gallop (-) = Sn vesikuler, rh-/-, wh -/-, retraksi epigastrium (-) = datar, lemas, BU (+) normal , turgor cukup = akral hangat, CRT < 2, edema -/= wajah ekskoriasi, papul (+), badan kering

Laki-laki 3 bulan, BB 4,3 kg, TB 5 cm, LLA 10 cm BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) BB/TB : -2< Zscore <-1 (Kesan : gizi kurang) LLA/U: Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) HA BBI KKI A : 1,5 bulan : 4,8 kg : 4,8 x 108 = 518,4 ~ 550 kkal 550/0,67 = 820/8 = 102

: bronkiolitis Dermatitis atopi ec susp. Alergi susu sapi Gizi kurang

: Ampicilin 4x125 iv Kloramphenikol 4x100 mg Ceradan cream 19

CTM 3x0,5 mg Sabun oilatum SF pregistimil 8x100 cc Ibu diet retriksi telur dan susu sapi

XI. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang saya lakukan, bronkiolitis, dermatitis atopi suspek alergi susu sapi, gizi kurang ditegakkan dari: Bronkiolitis : Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas, yaitu batuk Kemudian batuk disertai dengan sesak nafas Ditemukan suara nafas berbunyi Muntah setelah batuk Penurunan nafsu makan Pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi Ditemukan suara rhonki pada auskultasi paru

Alergi susu sapi: Timbul setelah menkonsumsi susu formula selama kurang lebih seminggu Jumlah susu yang diminum 90 cc tiap 3 jam sekali Terdapat riwayat alergi pada ibu dan asma pada ayah Gejala klinis pada kulit timbul ruam kemerahan di wajah Timbul batuk berulang Sering muntah Kulit tampak kering

20

Data antropometri : (berdasarkan kurva NCHS) Laki-laki 3 bulan, BB 4,3 kg, TB 5 cm, LLA 10 cm BB/U : Zscore < -3 (kesan: gizi buruk) TB/U : -3< Zscore <-2 (Kesan : gizi kurang) BB/TB : -2< Zscore <-1 (Kesan : gizi kurang) LLA/U: Zscore < -3 (kesan: gizi buruk)

Diagnosis bronkiolitis karena gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas, yaitu batuk yang kemudian disertai sesak nafas, ditemukan suara nafas berbunyi, muntah setelah batuk, pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi dan suara rhonki pada auskultasi paru untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin, namun kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal. Analisis gas darah diperlukan pada anak dengan sakit berat. Pada foto rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat, tetapi tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Selain itu pasien juga didiagnosis alergi susu sapi berdasarkan hasil anamnesis yaitu timbul setelah menkonsumsi susu formula selama kurang lebih seminggu dengan jumlah susu yang diminum 90 cc tiap 3 jam sekali . Terdapat riwayat alergi pada ibu dan asma pada ayah, gejala klinis pada kulit timbul ruam kemerahan di wajah dan kulit kering, timbul batuk berulang, sering muntah. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah darah tepi, hitung jenis eosinofil, kadar IgE total, IgE spesifik susu sapi, dan pemeriksaan tinja darah samar. Pada hasil lab ditemukan eosinofil total: 900/ul (80-360), IgE total : 15,90 IU/mL (<87), tinja darah samar: negative, dan IgE spesifik susu sapi: <0,10 kU/L (<0,35). Pada beberapa kasus, ASS memerlukan tes invasif untuk penegakan diagnosis, namun sebagian besar kasus, diagnosis ditegakkan berdasar pada determinasi IgE spesifik, hasil dari diet eliminasi dan respons terhadap uji provokasi 21

makanan. Double-blind placebo controlled food challenge (DBPCFC) telah menjadi gold standar untuk penegakan diagnosis ASS. Tetapi, oleh karena risiko yang dapat terjadi ketika dilakukan uji provokasi, pemeriksaan penunjang lain dengan efikasi yang sama lebih disukai, yaitu diantaranya adalah skin prick test (SPT), pengukuran kadar IgE terhadap antigen spesifik dan patch test. Penelitian yang dilakukan oleh Garcia dkk menyatakan bahwa hasil pemeriksaan SPT dan IgEserum spesifik mempunyai nilai duga positif sekitar 95%. Skin prick test dan kadar IgE spesifik tidak dapat digunakan untuk mediagnosis ASS yang tidak diperantarai IgE, namun patch test dapat dilakukan. Pada pasien ini IgE total dan IgE spesifik dalam batas normal, kemungkinan pasien mengalami alergi susu sapi yang tidak diperantarai IgE. Sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut seperti patch test untuk memastikan diagnosis.

Pada terapi diberikan : Non medikamentosa : Diet : susu formula pregistimil 8x100cc Ibu restriksi telur dan susu sapi

Medikamentosa : Ampicilin 4x125 iv Kloramphenikol 4x100 mg Ceradan cream CTM 3x0,5 mg Sabun oilatum

22

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Alergi Susu Sapi

23

a. Definisi Penyakit alergi susu sapi adalah suatu penyakit yang berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi dan reaksi ini dapat terjadi segera atau lambat. b. Alergen pada susu sapi Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensivitas pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat merangsangproduksi antibodi manusia. Protein susu sapi terdiri dari 2 fraksi casein dan whey. Fraksi casein yang membuat susu berbentuk kental dan merupan 76% sampai 86% dari protein susu sapi. Beberapa protein whey mengalami denaturasi dengan pemanasan ekstensif. Akan tetapi, dengan pasteurisasi rutin tidak cukup untuk denaturasi protein ini tetapi malah menigkatkan sifat alergenitas beberapa protein susu seperti beta-laktoglobulin c. Barier saluran cerna terhadap alergen makanan Fungsi utama saluran cerna ialah memproses makanan yang dicerna menjadi bentuk yang dapat diserap dan digunakan untuk energi dan pertumbuhan sel. Selama proses ini berlangsung, mekanisme imunologik dan non-imunologik berperan dalam pencegahan masuknya antigen asing ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir kadar SIgA dalam usus masih rendah sehingga antigen mudah menembus mukosa usus dan kemudian dibawa ke aliran darah sistemik. Secara non-imunologik saluran cerna menghalangi antigen makanan masuk ke mukosa dengan cara: peristaltik usus, lapisan mukus di usus, dan komposisi membran mikrovili usus. Memecah antigen yang masuk dengan cara: asam lambung dan pepsin, enzim pankreas, enzim usus, dan aktivitas lisozim sel epitel usus. Secara imunologik, menghalangi antigen masuk ke mukosa usus: S-IgA spesifik dalam lumen usus. Membersihkan antigen yang telah menembus mukosa usus: IgA dan IgG spesifik dalam serum, dan sistem retikuloendotelial.

24

d. Manifestasi klinis Gejala ASS biasanya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehiduan. Dua puluh delapan persen timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari dan 68% setelah 1 bulan. Berbagai manifestasi klinis dapat timbul. Pada bayi terdapat 3 sistem organ tubuh yang paling sering terkena yaitu kulit, sistem saluran nafas, saluran cerna. Gejala klinis yang dapat terjadi pada ketiga sistem tersebut ialah: a. Kulit: urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis atopik b. Saluran nafas: hidung tersumbat, rinitis, batuk berulang dan asma c. Saluran cerna: muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah e. Gejala sistemik: renjatan Penyakit ASS akan menghilang (toleran) sebelum usia 3 tahun pada 85% penderita. Sebagian besar ASS pada bayi adalah tipe cepat yang diperantarai oleh IgE dan gejala utama adalah ruam kulit, eritema perioral, angioedema, urtikaria dan anafilaksis, sedangkan bila gejala lambat dan mengenai saluran cerna berupa kolik, muntah dan diare biasanya bukan diperantarai oleh IgE. f. Diagnosis Diagnosis ASS ditegakkan dengan: 1. Anamnesis a. Jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi/makanan yang mengandung susu sapi b. Jumlah susu yang diminum/makanan mengandung susu sapi c. Penyakit atopi seperti asma, rinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang tua, saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan penderita sendiri. d. Gejala klinis pada: Kulit seperti urtikaria, dermatitis atopik, ruam Saluran nafas seperti batuk berulang terutama pada malam hari, asma, rinitis alergi 25

Saluran cerna seperti muntah, diare, kolik dan konstipasi 2. Pemeriksaan fisik Pada kulit tampak kekeringan kulit, urtikaria, dermatitis atopik, allergic shiners, nasal crease, geographic tongue, mukosa hidung pucat, dan mengi. 3. Pemeriksaan penunjang a. Darah tepi, hitung jenis eosinofil >3% atau eosinofil total >300/ml. Kadar IgE total, nilai normal disesuaikan umur. Kadar IgE spesifik susu sapi. Bila kadar IgE total dan atau IgE spesifik susu sapi meninggi, berarti sudah terjadi sensitisasi dengan susu sapi. Pemeriksaan IgE spesifik dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya cara IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test) dinyatakan positif bila nilainya > atau sama dengan 1. Uji IgE RAST positif mempunyai kolerasi yang baik dengan uji kulit. Dapat juga diperiksa dengan cara CAP sistem (FEIA) dinyatakan positif bila nilainya >32 kUa/l, cara ini mempunyai kolerasi yang baik dengan gejala klinis dan uji eliminasi dan provokasi buta ganda (Double Blind Placebo Controle Food Challenge =DBPCFC). Untuk uji tapis bahwa seseorang sudah tersensitisasi tidak cukup dengan hanya kadar IgE saja, karena kadar IgE dapat juga tinggi pada orang normal dan kadar normal tidak menyingkirkan ASS, sehingga untuk menghindarkan negatif palsu maka harus dilanjutkan dengan uji kulit. b. Uji kulit bisa dengan cara uji kulit gores, uji tusuk, dan uji kulit intradermal. Yang sering dilakukan adalah uji kulit tusuk, sedangkan uji intradermal lebih sensitif. Bila hasil uji kulit positif kemungkina ASS 50% karena prediksi positif akurasinya <50%, sedangkan bila hasil uji kulitnya negatif berarti ASS yang diperantarai oleh IgE dapat disingkirkan karena prediksi negatif akurasinya 95%. Uji kulit pada usia < 1 tahun sering memberikan hasil negatif palsu, tetapi bila hasilnya positif maka dugaan sangat mungkin ia ASS. Penilaian besar indurasi berbeda antara anak usia < 2 tahun dan anak > 2 tahun. Bila indurasi > 8 mm pada usia > 2 tahun dan indurasi > 6 mm pada usia < 2 tahun akan mempunyai korelasi yang baik dengan uji DBPCFC. Bila 26

salah satu uji kulit atau kadar IgE total atau IgE spesifik positif dan disertai pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dugaan ASS, maka dilanjutkan dengan uji eliminasi dan provokasi susu sapi. c. Ada beberapa cara untuk provokasi makanan, sebagai baku emas adalah DBPCFC. Cara ini memerlukan waktu dan mahal, sehingga dicari cara yang lebih mudah. d. Pemeriksaan kadar histamin yang dilepaskan sel mas dan sel basofil. Dengan cara setelah provokasi dengan susu sapi dilakukan di ukur histamin dengan cara memasang intragastrik tube. g. Tatalaksana Bila diagnosis ASS sudah ditegakkan maka susu sapi harus dihindarkan dengan ketat supaya toleran dapat cepat tercapai. Eliminasi susu sapi direncanakan selama 618 bulan. Bila gejala menghilang, dapat dicoba provokasi setelah eliminasi 6 bulan. Bila gejala tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka eliminasi dilanjutkan kembali sampai 1 tahun dan seterusnya. Umumnya bayi akan toleran sekitar umur 3 tahun. Lima puluh persen akan toleran pada usia 2 tahun, 60% pada usia 4 tahun dan 80% pada usia 6 tahun. 1. Pemakaian susu kedele sebagai pengganti dapat dipilih, tetapi 30-40% ASS akan alergi juga terhadap kedele. Bila alergi terhadap susu sapi dan kedele maka diberikan susu sapi hidrolisat. 2. Gejala yang ditimbulkan ASS diobati secara simptomatis.

h. Pencegahan Tindakan pencegahan ASS dilakukan dalam 3 tahap: 1. Pencegahan primer

27

Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi. Saat penghindaran dilakukan sejak pranatal pada janin dari keluarga yang mempunyai bakat atopik. Penghindaran susu sapi berupa pemberian susu sapi hipoalerginik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis secara parsial, supaya dapat merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari karena mengandung sedikit partikel susu sapi, misalnya dengan merangsang IgG blocking agent. 2. Pencegahan sekunder Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi. Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi misalnya susu kacang kedele. 3. Pencegahan tersier Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau rinitis tetapi belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat misalnya asma. Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. Penghindaran juga dilakukan dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi.

Daftar Pustaka

28

1. Munasir Z, Siregar SP. Alergi Susu Sapi. Dalam: Alergi-Imunologi Anak edisi Kedua. Penyunting: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. 2. Hendarto A, Sjarif DR. Antropometri Anak dan Remaja. Dalam: Nutrisi Pediatrik dan Metabolik jilid 1. Penyunting: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. 3. Zain, MS. Bronkiolitis. Dalam: Respirologi Anak edisi Pertama. Penyunting: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. 4. Sastroasmoro S, H Bondan, Kampono N, Widodo D, Umbas R, Hermani B, Elvira SD, Krisnuhoni E, Sandra R. Panduan Pelayanan Medik Departemen Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: RSUP Nasional dr. Ciptomangunkusumo. 2007. 5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.

29

You might also like