You are on page 1of 9

1.

1 LATAR BELAKANG Di dalam ilmu biologi perikanan, hubungan panjang berat ikan merupakan pengetahuan yang signifikan dipelajari, terutama untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Pentingnya pengetahuan ini sehingga hubungan panjang - berat ikan dan distribusi panjangnya perlu diketahui, terutama untuk mengkonversi statistik hasil tangkapan, menduga besarnya populasi dan laju laju mortalitasnya. Disamping itu diperlukan juga dalam mengatur perikanan, yaitu menentukan selektifitas alat tangkap agar ikan ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap. Hubungan panjang berat ikan juga sangat penting artinya di dalam ilmu dinamika populasi, misalnya dalam menghitung hasil tangkapan per rekrut ( yield per recruit, Y/R ) dan biomasanya ( biomass per recruit, B/R ). (Manik, 2009) Manik, Nurdin. 2009. Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Ikan Layang ( Decapterus russelli ) Dari Perairan Sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara. Oseanologi Dan Limnologi Di Indonesia (2009) 35(1): 65-74 Issn 0125 9830 Hubungan panjang-berat beserta distribusi panjang ikan sangat perlu diketahui untuk mengkonversi secara statistik hasil tangkapan dalam berat ke jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju kematiannya. Data hubungan panjang-berat juga diperlukan dalam manajemen perikanan yaitu untuk menentukan selektivitas alat agar ikan-ikan non-target (ikan-ikan yang ukurannya tidak dikehendaki) tidak ikut tertangkap. (Abduljabarsyah et al,2013) Abduljabarsyah, Eka Astuti, Dan Dyah Prihastuti. 2013. Hubungan Panjang-Berat Dan Faktor Kondisi Ikan Nomei (Harpodon Nehereus Ham Buch, 1822) Di Perairan Juata Laut Tarakan. Borneo University Library Menurut Mamangkey, (2002) Untuk penentuan pola pertumbuhan dilakukan penghitungan hubungan panjang berat yang digambarkan yaitu: W= a Lb Dimana : W = Berat L = Panjang a dan b = Konstanta Log w = log a + b log L Mamangkey, Jefry Jack . 2002. Hubungan Perkembangan Otolit Dengan Pertumbuhan Ikan Terbang (Cypselurus Poeciloptefns) Di Perairan Teluk Manado. Jurnal Iktiologi Lndonesia, Vol. 2. No. 1

Analisa kebiasaan makan ikan ditentukan dengan gabungan metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik, selanjutnya dievaluasi dengan indeks preponderance. Untuk analisa morfometri ikan menggunakan hubungan panjang dan berat ikan (W=aLb). Untuk menentukan tabiat makanan ikan, lebih baik hasilnya disajikan dengan gabungan dari dua metode yaitu gabungan metode frekuensi kejadian dengan metode volumetrik. (Taunay et al, 2013) Taunay, Prayoga Nugraha, Edi Wibowo K, Dan Sri Redjeki. 2013. Studi Komposisi Isi Lambung Dan Kondisi Morfometri Untuk Mengetahui Kebiasaan Makan Ikan Manyung (Arius Thalassinus) Yang Diperoleh Di Wilayah Semarang. Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 87-95

2.1 KLASIFIKASI & MORFOLOGI BELUT Monopterus albus (Zuiew), Asia belut, adalah salah satu ikan yang umum ditemukan terutama di Asia, dari India, Cina Selatan ke Malaysia dan Indonesia. Ikan ini merupakan sumber protein yang penting bagi orang-orang di bagian timur laut Thailand. Belut diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chrodata, class Actinopterygii, ordo Synbranchiformes, family Synbranchidae, genus Monopterus, spesies Monopterus albus dan nama binomial Monopterus albus (Zuiew). Selama musim hujan, atau musim panas, orang menangkap mereka dengan perangkap atau hook untuk membuat makanan. Saat ini, habitat belut Asia telah mengalami penurunan. Sebaliknya, konsumsi belut Asia telah meningkat. Budidaya belut Asia dipengaruhi oleh gangguan produksi terkait dan penyakit menular.(Ponsen et al, 2009) Ponsen, Siripan; Nual-Anong Narkkong, Supaporn Pamok And Worapol Aengwanich.2009. Comparative Hematological Values, Morphometric And Morphological Observation Of The Blood Cell In Capture And Culture Asian Eel, Monopterus Albus (Zuiew). American Journal Of Animal And Veterinary Sciences 4 (2): 32-36, 2009 Issn 1557-4555 Belut merupakan salah satu jenis komoditas ekspor andalan yang tak kalah dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Permintaan belut dari Indonesia banyak diminati oleh negara Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Perancis, Italia, Spayol, Belanda, Inggris, Hongkong, Jepang dan Korea. Negara tersebut belut menjadi bahan dasar masakan papan atas. Harga belut tergolong sangat bagus untuk pasar local maupun ekspor. Harga belut untuk pasar lokal berkisar antara Rp 25.000,-sampai Rp 30.000,-/kg. Harga ini bisa melambung tinggi hingga Rp 50.000,/kg ketika musim kemarau karena pasokan belut semakin berkurang. Untuk pasar ekspor harga belut bisa berkisar 6 sampai 10 dolar Amerika/kg. (Mashuri et al, 2012) Mashuri , Sumarjan Dan Zaenal Abidin. 2012. Pengaruh Jenis Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Belut Sawah (Monopterus Albus Zuieuw). Jurnal Perikanan Unram, Volume 1 No. 1

Bentuk luar ikan seringkali mengalami perubahan dari sejak larva sampai dewasa misal dari bentuk bilateral simetris pada saat masih larva berubah menjadi asimetris pada saat dewasa. Bentuk tubuh ikan merupakan suatu adaptasi terhadap lingkungan hidupnya atau merupakan pola tingkah laku yang khusus. Secara umum katergori ikan kedalam enam kelompok yaitu roverpredator (predator aktif), lie-in-wait predator (predator tak aktif), surface-oriented fish (ikan pelagik), bottom fish (ikan demersal), ikan bertubuh besar, dan ikan semacam belut. (wahyuningsih dan Alexander, 2006) Wahyuningsih, Hesti Dan Alexander Barus. 2006. Buku Ajar Iktiologi. Medan : Universitas Sumatera Utara M. albus dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis dari India ke Cina bagian selatan, Malaysia dan Indonesia. Ikan ini hidup di sawah, kolam berlumpur, rawa dan kanal. Spesies ini juga dibudidayakan untuk konsumsi di Asia Tenggara. Di daerah agricultureintensive, M. albus dapt digunakan sebagai indicator kontaminan lingkungan (misalnya pestisida, herbisida, dan logam berat) di sawah. GST dari M. albus bisa menjadi biomarker yang baik untuk menemukan pencemaran ekosistem air tawar.(Huang et al, 2007) Huang, Qing, Li Liang, Tao Wei, Daming Zhang dan Qing-Yin Zeng. 2007. Purification and partial characterization of glutathione transferase from the teleost Monopterus albus. Comparative Biochemistry and Physiology, Part C 147 (2008) 96100

2.1 KLASIFIKASI & MORFOLOGI UDANG Menurut Suprapti (2004), semua jenis udang air tawar termasuk udang galah, digolongkan dalam family palaemodiae. Klasifikasi udang galah adalah sebagai berikut. Filum :Arthropoda Kelas : Crustacea Bangsa : Decapoda Suku : Palaemonidae Marga : Macrobrachium Spesies : Macrobrachium rosenbergii (de Man) Suprapti, M.Lies. 2004. Aneka Olahan Udang. Kanisius:Yogyakarta Ciri khas udang galah yang dapat kita kenali adalah kepalanya berbentuk kerucut, rostrum melebar pada bagian ujungnya, bentuknya memanjang dan melengkung ke atas. Pada bagian atas terdapat gigi seperti gergaji berjumlah 12 buah dan bagian bawah 11 buah, atau patokan yang dapat dihafal adalah 12 2 atas dan 11 2 bawah.(Murtidjo, 1992) Murtidjo, Bambang Agus. 1992. Budidaya Udang Galah Sistem Monokultur. Kanisius : Yogyakarta

Seperti udang lain pada umumnya, badan udang galah terdiri dari ruas-ruas yang ditutup dengan kulit keras. Bagian kulit tersebut cukup keras, tidak elastic dan terdiri dari zat chitin yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan dagingnya. Badan udang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk satuan kepala-dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen) dan bagian ekor yaitu biasa disebut uropoda (Hadie dan Lies, 1994) Hadie, Wartono Dan Lies Emmawati Hadie. 1994. Pembenihan Udang Galah Usaha Industry Rumah Tangga. Kanisius : Yogyakarta

2.2 PENGERTIAN PERTUMBUHAN Pertambahan bobot atau panjang tubuh pada waktu tertentu disebut pertumbuhan. Ratarata pertumbuhan ikan pada penelitian ini mengalami peningktan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Laju pertumbuhan berkaitan erat dengan pertambahan bobot yang berasal dari penggunaan protein, lemak, karbohidrat dari pakan yang dikonsumsi ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tertinggi didapat pada perlakuan pakan yang mengandung tepung limbah udang yang difermentasi sebanyak 10%. Kualitas tepung ikan secara umum lebih baik dari tepung limbah udang, namun tepung ikan menghasilkan laju pertumbuhan yang rendah. Tepung ikan yang dipakai diduga mempunyai kualitas protein dan komposisi asam amino rendah yang disebabkan oleh cara penyimpanan, cara pembuatan maupun adanya subalan. Peningkatan laju pertumbuhan ini diduga karena tepung limbah udang yang difermentasi mengambil peranan asam amino yang dikandung oleh tepung ikan. Protein dalam pakan yang diberikan dapat dicerna dengan baik oleh ikan serta kandungan asam amino dalam pakan tersebut dapat menunjang dalam pertumbuhan ikan nila (Hadi et al., 2009). Hadi, Muhammad, Agustono Dan Yudi Cahyoko, 2009. Pemberian Tepung Limbah Udang Yang Difermentasi Dalam Ransum Pakan Buatan Terhadap Laju Pertumbuhan, Rasio Konversi Pakan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Journal Hal 14. Pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan tersebut akan berlainan pada tahun yang berlainan juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Hal ini besar kemungkinan disebabkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Harahap dan Djamali, 2005). Harahap, Tanti SR Dan A. Djamali. 2005. Pertumbuhan Ikan Terbang (Hirundichthys oxycephalus) Di Perairan Binuangeun, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia Vol. 5 No. 2

Pertumbuhan ikan adalah allometrik artinya pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan beratnya. Setiap pertambahan panjang ikan diikuti dengan pertambahan panjang otolit. Fenomena pertumbuhan ikan dapat diamati pada otol itnya (Mamangkey, 2002). Mamangkey , Jefry Jack. 2002. Hubungan Perkembangan Otolit Dengan Pertumbuhan Ikan Terbang (Cypselurus poeciloptefns) Di Perairan Teluk Manado. Jurnal Iktiologi Indonesia, Vol. 2. No. L, Universitas Negeri Manado.

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN IKAN Laju pertumbuhan ikan nila dipengaruhi oleh berbagai faktor. Suhu air, jenis kelamin, makanan, dan padat tebar dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. Namun, pada beberapa penelitian, warna ikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Pada penelitian di karamba jaring apung, terdapat 5 kasus di mana warna hijau selalu yang terbaik dan diikuti oleh warna biru. Hal ini menunjukan bahwa warna gelap (hijau dan biru) memperlihatkan pertumbuhan yang lebih cepat dari pada warna terang (merah) (Prakoso et al, 2010) Prakoso, Vitas Atmadi., M.H. Fariduddin Ath-Thar, Otong Zenal Arifin, Dan Rudhy Gustiano. 2010. Performa Pertumbuhan Benih Nila Hasil Persilangan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor. Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan selain faktor lingkungan dan genetik. Metode at satiation merupakan teknik pemberian pakan yang sesuai dengan kemampuan konsumsi atau kebutuhan ikan. Sedangkan jumlah pakan yang diberikan pada metode pemberian pakan sebesar 8% BBm tergantung pada pencapaian bobot ikan dan jumlah ikan. Dengan mengabaikan nafsu makan ikan, efektifitas perlakuan 8% BBm cenderung rendah bahkan mengakibatkan tingginya jumlah pakan yang terbuang dibandingkan dengan perlakuan at satiation.(Utomo et al, 2005) Utomo, N.B. P., P. Hasanah Dan I. Mokoginta. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akuakultur Indonesia. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan,Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pertumbuhan dalam istilah sederhana dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit dan faktor luar adalah makanan dan suhu perairan, pH dan salinitas air.(Sari et al, 2009)

Sari, Widiana Permata., Agustono Dan Yudi Cahyoko. 2009. Pemberian Pakan Dengan Energi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis). Hal 18. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tidak optimal adalah suhu air. Suhu air selama penelitian di bawah kisaran optimal, hal ini dikarenakan ikan dipelihara dalam ruangan yang kurang terkena sinar matahari. Suhu yang optimal untuk pemeliharaan patin yaitu 28-32oC. suhu kritis bagi kehidupan ikan yaitu 35oC.(setiawan et al, 2013) Setiawati, Jariyah Endang., Tarsim, Y.T. Adiputra Dan Siti Hudaidah. 2013. Pengaruh Penambahan Probiotik Pada Pakan Dengan Dosis Berbeda Terhadap Pertumbuhan, Kelulushidupan, Efisiensi Pakan Dan Retensi Protein Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus). E-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan. Volume I No 2.

2.4 PERTUMBUHAN ALLOMETRIK DAN ISOMETRIK Menurut Triajie dan Haryono (2007), Hubungan panjang berat digambarkan dalam 2 bentuk yaitu isometric dan allometrik, dimana pada pertumbuhan isometrik bagian-bagian tubuh berkembang dengan laju sebanding, sedangkan pertumbuhan allometrik bagian tubuh berkembang dengan laju yang tidak sama atau tidak sebanding. Untuk kedua pola ini berlaku persamaan: W=qLb Dimana : W : Berat ikan (gram) L : Panjang ikan (cm) q : Konstanta yang nilainya tetap(faktor kondisi) b : Nilai sebesar 3 Nilai q dan b didapat dengan regresi linier dari transformasi persamaan, keadaanfungsi logaritmik : logW=logq+blogL Dimana: log q : Nilai intersep b: Nilai slope Triajie, Haryo Dan Haryono, Adi. 2007. Studi Aspek Biologi Ikan Manyung (Arius Venosus) Di Perairan Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Jurnal KELAUTAN, Volume 1, No.1

Menurut Alamsyah et al., (2013), Karakteristik beberapa aspek biologi reproduksi ikan P. areolatus pada periode matang gonad pada lokasi penangkapan di Karang Kapota adalah panjang total ikan yang memijah untuk ikan betina berkisar antara 29-40 cm sedangkan ikan jantan 40-46 cm, tipe pertumbuhan ikan P. areolatus jantan maupun betina bersifat allometrik negatif, ikan jantan ditemukan memilki TKG I sampai TKG IV dan Ikan betina memiliki TKG I sampai TKG V, fekunditas berkisar 13.950-880.892 butir, nilai faktor kondisi ikan tersebut berkisar 0,7632,136, sehingga dikatakan bahwa ikan P. areolatus memiliki badan yang kurang pipih. Alamsyah, Ahmad Saiful., La Sara., dan Ahmad Mustafa. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus) Pada Musim Tangkap. Jurnal Mina Laut Indonesia Vol.1 No.1 Untuk melihat pola pertumbuhan maka dilakukan pengujian nilai b terhadap konstanta 3 dari hasil hubungan panjang berat. Apabila nilai b sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan seimbang dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan beratnya. Pertumbuhan demikian ialah pertumbuhan isometrik. Sedangkan apabila nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3 dinamakan pertumbuhan allometrik. Jika nilai b kurang dari 3 menunjukkan pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya dan apabila nilai b lebih besar dari 3 menunjukkan pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya (Harahap dan Nego, 2008). Harahap, Agustinus P. dan Nego E.Batarogoa.2008. Pola Pertumbuhan dan Faktor Kondisi Ikan Kurisi (Aphareus rutilans Cuvier, 1830) di Perairan Laut Maluku.PACIFIC JOURNAL.September 2008.Vol 1(3) : 287-291.ISSN 1907-9672 Hubungan panjang dan berat yang terjadi pada ikan, ada yang bersifat allometrik positif yang menunjukkan bahwa pertumbuhan berat belut lebih cepat dari pada pertumbuhan panjangnya dan allometrik negatif yang menunjukkan pertumbuhan panjang ikan lebih cepat daripada pertumbuhan beratnya (Mashuri et al., 2012). Mashuri., Sumarjan., dan Zaenal Abidin. 2012. Pengaruh Jenis Pakan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Belut Sawah (Monopterus Albus Zuieuw). Jurnal Perikanan Unram Vol.1 No.1 Ikan nilem dan tawes yang dipelihara di dalam KJA di Danau Maninjau dapat memanfaatkan phytoplankton sebagai pakannya. Kedua jenis ikan uji dapat tumbuh dengan baik tanpa diberi pakantambahan. Pertumbuhan ikan nilem dan tawes yang dipelihara di dalam KJA bersifat allometrik positif yaitu pertumbuhan berat tubuh lebih cepat dari pada pertumbuhan panjang badan (Syandri, 2004). Syandri, Hafrijal. 2004. Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) dan Ikan Tawes (Puntius javanicusCV) sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau, Jurnal Natur Indonesia 6(2): 87-90 (2004)

2..5 HUBUNGAN PANJANG DAN BERAT Dalam biologi perikanan, hubungan panjangberat ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikanikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap. Pengukuran panjangberat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompokkelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjangberat juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu.(Mulfizar et al, 2012) Mulfizar, Zainal A. Muchlisin Dan Irma Dewiyanti. 2012. Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan Yang Tertangkap Di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Jurnal Depik, 1(1):1-9 Untuk mengetahui hubungan bobot tubuh dengan panjang total ikan uji dilakukan pengambilan sampel pada akhir penelitian sebanyak 60 ekor. Untuk perhitungannya digunakan rumus yaitu W = aLb dimana W: bobot ikan uji (gram), L: panjang total ikan (cm), sedangkan a dan b: konstanta regresi hubungan panjang-bobot. Untuk mengukur panjang dan berat mutlak ikan uji digunakan rumus yaitu Lm: Lt - Lo, dimana Lm: pertumbuhan panjang mutlak (cm), Lt: panjang pada akhir penelitian, dan Lo: panjang pada awal penelitian. Untuk menghitung pertumbuhan berat mutlak (Wm) digunakan rumus Wm = Wt - Wo, dimana Wt: berat ikan pada akhir penelitian dan Wo: berat ikan pada awal penelitian. Seluruh data dianalisis secara deskriptif.(Syandri, 2004) Syandri, Hafrijal. 2004. Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) dan Ikan Tawes (Puntius javanicus CV) sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Natur Indonesia 6(2): 87-90 (2004) ISSN 1410-9379 Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan kondisi ikan, analisa hubungan panjang berat dimaksudkan untuk mengukur variasi berat harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompokkelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Analisa hubungan panjang berat yaitu dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi (fitness, well-being) atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi secara sistematis mempunyai nilai praktis karena dapat digunakan untuk mengkonversi panjang ke berat atau berat ke panjang (Manik, 2009)

Manik, Nurdin. 2009. Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Ikan Layang ( Decapterus Russelli ) Dari Perairan Sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara. Oseanologi Dan Limnologi Di Indonesia (2009) 35(1): 65-74 Issn 0125 9830 Berdasarkan pengujian terhadap nilai b dengan t-test, ternyata t hitung t hitung > t tabel, untuk ke tiga sumber data, sehingga kesimpulan yang didapat adalah pertumbuhan panjang-berat ikan Kuniran bersifat allometrik (-). Manfaat dari informasi panjang berat antara lain adalah bahwa melalui persamaan matematik tersebut (W = a.Lb) maka dapat memperkirakan berat ikan pada panjang tertentu dan sebaliknya. Pola pertumbuhan ikan jantang dan betina relatif tidak berbeda, dengan nilai b yang relatif sama, yaitu 2,94 (jantan) dan 2,92(betina). (saputra et al, 2009) Saputra, Suradi Wijaya, Dan Prijadi Soedarsono, dan Gabriela Ari Sulistyawati. 2009. Beberapa Aspek Biologi Ikan Kuniran (Upeneus spp) Di Perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009, 1 - 6 1

You might also like