You are on page 1of 4

Kritik terhadap Wanita yang Bekerja: Sebuah Kemajuan atau Kemunduran?

1 Winda Novia Rahmanisa2 10067752433

Di era persaingan global saat ini, manusia seolah-olah dituntut untuk produktif. Pengertian produktif disini erat kaitannya dengan produktif secara ekonomi. Manusia era sekarang seperti terjerat dalam lingkaran kapitalisme. Tuntutan-tuntutan tersebut saat ini sudah tidak lagi menitikberatkan pada laki-laki, maksudnya sudah bukan hal yang tabu lagi jika perempuan pun bekerja. Perempuan yang dulunya identik dengan ruang domestik yaitu mengurusi rumah tangga, mengurusi anak, memasak dan lain sebagainya, kini menjadi lebih luas aksesnya. Masyarakat kini mulai bebas menyampaikan aspirasi-aspirasi, begitu juga yang dilakukan oleh kaum feminis. Kaum feminis secara terus menerus menyuarakan aspirasi perempuan untuk dapat beraktivitas di ruang publik. Pemosisian perempuan di ruang publik ini dijadikan sebuah tolak ukur atau pembuktian bahwa perempuan dapat disetarakan dengan laki-laki. Isu kesetaraan gender ini sepertinya menjadi hal yang penting dan krusial untuk diberikan perhatian lebih. Pada kenyataannya, di dunia ini, yang memiliki modal paling banyaklah yang berhak mendapatkan akses paling besar sehingga kekuatan kaum kapitalis ini menyebar ke seluruh aspek kehidupan manusia. Lebih lagi, aspek ekonomi ini dijadikan sebagai kendali kehidupan untuk dapat terus memenuhi kebutuhan dasar manusia. Perhatian lebih terhadap kesetaraan perempuan ini tidak hanya disuarakan oleh kaum feminis namun dikokohkan pula oleh dunia melalui Millenium Development Goals yang diusung oleh PBB. Seluruh dunia mengharapkan adanya kehidupan yang lebih sejahtera dan damai dengan adanya MDGs ini. Terdapat 8 isu penting yang dimaktubkan dalam program MDGs, yaitu (1) pengentasan kemiskinan dan kelaparan, (2) mencapai pendidikan dasar, (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4) menurunkan angka kematian anak, (5) meningkatkan kesehatan ibu, (6) memerangi HIV/AIDS,
1 2 3

Judul tulisan Nama penulis Nomer pokok mahasiswa penulis

malaria, dan penyakit menular lainnya, (7) memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan (8) mengembangkan kemitaan global untuk pembangunan (UN Millenium Project, 2002). Pada tulisan kali ini, penulis berusaha menyajikan kritik terhadap perempuan yang memiliki karir baik yang sudah berkeluarga ataupun belum. Seorang perempuan jaman sekarang banyak yang bekerja dengan alasan membantu perekonomian keluarga atau ingin menjadi perempuan mandiri. Dari pengamatan yang penulis lakukan, perempuan kini mengindentifikasikan dirinya sebagai perempuan moderen, maka dari itu bekerja dalam sektor publik menjadi suatu hal yang prestisius bagi mereka. Dengan alasan tersebut, kadangkala perempuan kurang mempertimbangkan implikasi-implikasi negatif lainnya yang mungkin saja terjadi jika ia sudah menjadi workaholic. Dalam penelitian terkait High-Achieving Women tahun 2001 menyatakan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh perempuan-perempuan yang mementingkan pekerjaan atau workaholic. Penelitian ini memasukkan contoh yang mewakili secara nasional yang terdiri dari 86 wanita berprestasi tinggi berusia antara 28-55 tahun. Para wanita berprestasi tinggi didefinisikan sebagai wanitawanita yang bekerja penuh waktu atau bekerja secara mandiri dan mendapat penghasilan paling tidak $55.000 pertahun bagi wanita berusia 28-55 tahun dan paling tidak $65.000 bagi wanita berusia 41-55 (Hewlett, 2006, hal. 53). Dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa tiga puluh persen dari para wanita berprestasi tinggi itu tidak mempunyai anak pada usia 40 tahun dan jumlah ini meningkat menjadi 42 persen di perusahaan Amerika. Seringkali, wanita yang memiliki karier bagus biasanya akan menunda pernikahan atau kehamilan, namun hasil penelitian High-Achieving Women mengungkapkan bahwa sebagian besar dari para wanita ini tidak memilih untuk tidak mempunyai anak. Lebih dari seperempat dari semua wanita berprestasi tinggi yang tergolong dalam usia 41-55 tahun mengatakan bahwa mereka masih suka mempunyai anak-anak. Keinginan memiliki anak ini kemudian dapat bertentangan dengan kesuburan dari pihak perempuan itu sendiri. Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja memiliki pengaruh negatif terhadap fertilitas atau kesuburan karena tingkat kesuburan perempuan menurun pada usia 30 tahun dan menurun drastis pada usia 40 tahun.

Gambar 1. Kontribusi Wanita terhadap Rumah tangga (diambil dari tulisan Siti Hajar)

Pada tabel tersebut menyampaikan bahwa istri pada tipe keluarga 2 dan 4 (golongan usia tua) bekerja produktif dengan jam kerja yang tinggi karena tidak mempunyai tanggungan pengasuhan anak balita. Disamping itu, anak (khususnya wanita) pada keluarga golongan tua sudah bisa menggantikan tugas istri mengelola rumah tangga. Meskipun sudah bekerja dengan jam kerja yang panjang, namun kontribusi wanita golongan tua terhadap pendapatan rumah tangga ternyata lebih rendah dibandingkan wanita golongan muda, khususnya pada wanita tipe keluarga 3. Hal tersebut disebabkan oleh jenis pekerjaan yang mereka lakukan biasanya adalah guru dan pekerja kantor. Meskipun curahan waktu kera istri pada tipe keluarga 3 lebih rendah (55%) dibanding istri pada keluarga 2 dan 4 (57% dan 61%) namu kontribusi mereka terhadap pendapatan rumah tangga lebih tinggi (35%). Intinya, pada tulisan ini penulis ingin menelaah lebih lanjut mengenai fenomena perempuan yang bekerja. Melihat kondisi-kondisi kultural dan sosial yang tidak mungkin dielakkan apakah indonesia membutuhkan perempuan yang bekerja atau perempuan yang tidak bekerja (dirumah). Pada dasarnya, manusia memang selalu ingin memenuhi kebutuhan dasar mereka ( basic human needs). Meskipun kini

perempuan terlihat sudah lebih aktif dalam ruang publik namun pada akhirnya, dalam dunia kerja, perempuan pun diberikan banyak kekhususan dibanding laki-laki. Hal tersebut menurut penulis, pada akhirnya, tetap membedakan produktivitas kerja laki-laki dan perempuan. Menurut penulis juga, perempuan kini hanya membutuhkan penghargaan atas dirinya, keinginan akan otonomi dan dominasi. Perempuan indonesia kini tidak ingin terlihat tidak berguna di masyarakat sehingga mereka memilih untuk bekerja pada ranah publik. Seperti yang dikatakan oleh McClelland (1961; 1971) dalam Indarti (2005) menyatakan need for achievement adalah seseorang yang memiliki kebutuhan dan keinginan kuat untuk berprestasi tinggi dan sukses. Referensi: Hajar, Siti, dkk 1993. Pengaruh Kerja Nafkah Wanita terhadap Fertilitas. pascasarjana Indarti,nurul 2005. Profil dan Motivasi Entrepreneur Perempuan di Yogyakarta, Tesis

Entrepreneur dan Usaha Kecil Menengah di Indonesia. Yogyakarta: Ardana media UN Millenium Project. 2002. MDGs (on-line). Maret 2013 http://www.unmilleniumproject.org/goals/. 3

You might also like