You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki banyak potensi sumbedaya, termasuk sumber daya manusia. Berbagai kebijakan pemerintah selama ini banyak di undangkan sebagai sebuah kebijakan pemerintahan. Dalam aplikasi dan implementasinya, Hukum Tata Negara hanya berorientasi kepada agregasi politis , elitis semata. Namun bukan untuk kehidupan bangsa Indonesia dalam pengertian . ini terlihat jelas dalam retorika eufimisme kebahasaan yang terfokus pada kepentingan negara diatas kepentingan homo organum yang memobilisasi seluruh hak warga masyarakat negara kepihak lembaga parlemen. Tindakan yang bertendensi politis pada gilirannya akan menimbulkan anti pati masyarakat, yang berujung merusak seluruh kepercayaan masyarakat untuk bertindak radikal karena amarah, sakit hati, emosi dan lainnya. Setiap pergantian tampuk kekuasaan berbagai konten didalamnya juga disinyalir dan tercatat dalam sejarah mengalami berbagi perubahan maupun pergeseran nilai-nilai kehidupan masyarakat. Adapun faktor utama dalam ketatanegaraan adalah (a) faktor filsafat negara (b) faktor konstitusi atau undangundang dasar (c) faktor garis politik (Lubis ,1975:15) . artinya ketiga hal ini sangat subtansial dalam pelaksanaan ketatanegaraan dan juga sumber utama bagi hukum yang ada di Indonesia. Mengingat pentingnya mengetahui sistem dan pergeseran ketatanegaraan yang ada di Indonesia, maka kami tim penulis bertujuan untuk mengkaji sebuah pembahasan mengenai Dinamika Ketatanegaraan Indonesia besar harapan bahwa dari penulisan ini akan menambah khazanah mengenai rangkaian sistem ketatanegaraan di Indonesia.

1|HUKUM TATA NEGARA

B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. Apa yang dimaksud dengan hukum tata negara? Apa faktor-faktor utama dalam ketatanegaraan? Bagaimana kondisi ketatanegaraan dari orde lama, orde baru sampai reformasi? 4. Bagaimana dampak positif dan negatif dari adanya dinamika ketatanegaraan Indonesia?

C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah diatas, secara umum makalah ini bertujuan untuk mengkaji tentang dinamika ketatanegaraan secara mendalam mengenai: 1. 2. 3. 4. Ketatanegaraan Faktor-faktor utama dalam ketatanegaraan Kondisi ketatanegaraan dari orde lama, orde baru, sampai reformasi Dampak positif dan negatif dari adanya dinamika ketatanegaraan Indonesia

D. Manfaat Penulisan Ada manfaat penulisan makalah ini adalah: 1. Secara teoritis a. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran untuk bahan kajian Hukum Tata Negara b. Memberi gambaran bagaimana dinamika ketatanegaraan di Indonesia 2. Secara Praktis a. Memberi pemahaman yang nyata tentang pentingnya dinamika

ketatanegaraan b. Melatih kita agar memahami dinamika ketatanegaraan

E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2|HUKUM TATA NEGARA

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan E. BAB II BAB III Sistematika Penulisan

PEMBAHASAN PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

3|HUKUM TATA NEGARA

BAB III PEMBAHASAN

A. Hukum Ketatanegaraan Tata Negara merupakan hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah, dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti abstrak. Salah satu tuntutan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah dibangunnya suatu sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbasis secara murni dan konsekuen pada paham kedaulatan rakyat dan Negara hukum (rechstaat). Karena itu, dalam konteks penguatan sistem hukum yang diharapkan mampu membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara yang di cita-citakan, maka perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. Sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia tercermin pada UUD 1945. Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan konstitusi. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan sejarah ketatanegaraan Indonesia yang terus mengalami dinamika menuju suatu tatanan pemerintahan Negara Indonesia yang lebih baik. Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Pasal-pasal dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea ke 4 ) yaitu, Negara Indonesia adalah negara kesatuan, yang berbentuk Republik.

4|HUKUM TATA NEGARA

Sifat Undang Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut : 1. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk: Menyelenggarakan pemerintahan negara dan Kesejahteraan Sosial. 2. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya. 3. Semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan. 4. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan Pancasila merupakan ideologi terbuka serta membuatnya operasional. Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawahnya apakah bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan. Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan citamoral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa didunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsabangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi 4 alinea. Pokok-pokok pikiran: Alinea pertama berbunyi Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan. Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah:

5|HUKUM TATA NEGARA

1.

Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah.

2.

Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.

3.

Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.

4.

Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa. Alinea kedua berbunyi: Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah

sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, makna yang terkandung disini adalah: 1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia. 2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. 3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita-cita bangsa Indonesia ( cita-cita nasional ). Alinea ke tiga berbunyi: Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Maknanya adalah:

6|HUKUM TATA NEGARA

1.

Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan, Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.

2.

Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan. Alinea ke-empat berbunyi: Kemudian daripada itu untuk membentuk

pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alinea ke empat ini sekaligus mengandung : 1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia. a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. b. Memajukan kesejahteraan umum. c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan, Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 2. Susunan/bentuk Negara adalah Republik. 3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat. 4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang terkandung didalamnya. Pada negara hukum formil sebagimana dikemukakan oleh F.J. Stahl (2005: 18) unsur-unsurnya itu bertambah menjadi empat yaitu: 1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia 2. Pemisahan kekuasaan

7|HUKUM TATA NEGARA

3. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan 4. Adanya peradilan administrasi negara yang berdiri sendiri

B. Faktor-Faktor Utama dalam Ketatanegaraan Ada tiga faktor utama dalam hal ketatanegaraan menurut Solly Lubis (1982: 15), yaitu: (a). Faktor filsafat negara, (b). Faktor konstitusi dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan (c). Faktor garis politik, yang satu sama lain sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan baik dalam teori maupun praktek. Faktor filsafat, ialah dasar filsafat negara yang disebut juga dasar atau landasan idiil. Dasar filsafat ini berakar pada pandangan hidup masyarakat yang mendukung negara itu, misalnya: Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang berakar pada pandangan hidup termasuk cita-cita ketatanegaraan, yang terbentuk dari watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Faktor konstitusi atau UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, ialah ketentuan hukum mengenai struktur negara dan pemerintahannya, termasuk bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapannya, tugas alat-alat

perlengkapan itu serta hubungannya satu sama lain. Faktor garis politik, ialah garis kebijaksanaan atau pengarahan jalannya pemerintahan negara, sehingga dapat dicapai tujuan negara, dan ini berarti program kerja pemerintah yang dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tujuan negara, menurut tertib hukum yang diterapkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta peraturan-peraturan yang ada di bawahnya. Adapun materi muatan yang terdapat dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-undang adalah: 1. UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara RI, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. 2. UU dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 berdasarkan Pasal 8 UU RI No.10/2004, materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi hal-hal yang: a. mengatur lebih lanjut ketentuan UUD NRI th 1945 yang meliputi:

8|HUKUM TATA NEGARA

1) hak-hak asasi manusia; 2) hak dan kewajiban warga negara; 3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; 4) wilayah negara dan pembagian daerah; 5) kewarganegaraan dan kependudukan; 6) keuangan negara. b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan UndangUndang.

C. Kondisi Ketatanegaraan Masa Orde Lama, Orde Baru Sampai Reformasi 1. Pada Masa Orde Lama Sehari setelah kemerdekaan Indonesia, yaitu 18 Agustus 1945 di tetapkanlah UUD Negara Republik Indonesia, yang lebih di kenal dengan nama UUD 1945. Persiapan penyusunan UUD 1945 telah di lakukan sejak bulan Mei 1945 dengan di bentuknya badan penyelidikan usaha-usaha persiapan

kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 april 1945. Setelah badan ini di lantik oleh panglima tentara Jepang (saiko sjikikan), kemudian pada tanggal 29 mei sampai 1 juli 1945 di adakan sidang pertama untuk mendengarkan pandangan umum dari anggota. Pada sidang pertama ini pokok pembicaraannya adalah tentang dasar Negara Indonesia. Kemudian pada tanggal 31 mei 1945, melanjutkan pembicaraan tentang dasar Negara Indonesia, daerah Negara dan kebangsaan Indonesia. Pada hari terakhir tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno berpidato mengenai

dasar Indonesia merdeka yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. Kebangsaan Indonesia Internasionalisme atau peri kemanusiaan Mufakat atau demokrasi Kesejahtraan sosial Pada akhir sidang pertama bentuk panitia kecil yang beranggota 9 orang yaitu : Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Abikusnu Tjokrosujoso Abdul Kahar

9|HUKUM TATA NEGARA

Muzakir, H.A.Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Wachid Hasyim dan Muh. Yamin untuk merumuskan pandangan umum dan pendapat para anggota. Panitia ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil merumuskan piagam Jakarta. Oleh pembentukan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 di masukan untuk bersifat sementara. Hal tersebut dapat di lihat dari ketentuan pasal 3 ayat 2 aturan tambahan yang menyebutkan: dalam 6 bulan sesudah MPR di bentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD. Demikian pula ketentuan dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa salah satu tugas MPR adalah menetapkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 . Bila dilihat ketentuan yang terdapat dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, maka tampak bahwa yang memegang kekuasaan yang tertinggi dan sebagai pelaku kedaulatan rakyat adalah MPR (pasal 1ayat 2). Sebagian kekuasaan itu oleh MPR disalurkan kepada lembaga-lembaga lain yang ada di bawahnya. Dengan demikian maka lembaga-lembaga lain seperti DPR, Presiden, BPK, DPA dan MA berada di bawah majelis (Untergeordnet). a. Persetujuan Linggarjati Ditandatangani 25 maret 1947, yang isinya antara lain : 1) Belanda mengakui pemerintahan Republik Indonesia berkuasa de facto atas jawa, Madura dan Sumatra 2) Pemerintah akan bekerja sama untuk dala waktu singkat membentuk suatu Negara federasi yang berdaulat dan demokratis bernama Republik Indonesia Serikat. Republik Indonesia Serikat akan bergabung dengan Belanda dalam bentuk : UNI : dan sebagai kepala UNI adalah Ratu Belanda. 3) Pembentukan RIS dan UNI di usahakan terlaksana sebelum tanggal 1 januari 1949. b. Persetujuan Renville Isi dari persetujuan Renville antara lain : 1) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia serikat, yang harus segera di bentuk. 2) Sebelum RIS di bentuk, Belanda dapat serahkan sebagian dari kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.

10 | H U K U M T A T A N E G A R A

3) RIS sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat akan menjadi peserta yang sejajar dengan kerajaan Belanda dalam UNI Nederland/Indonesia dengan Ratu Belanda sebagai kepala UNI. 4) Republik Indonesia akan menjadi Negara bagian dari RIS. 5) Persetujuan inipun tidak dapat di laksanakan oleh Belanda, dan pada tanggal 19 desember 1948 Belanda melakukan aksi militer II dan berhasil menduduki ibu kota Republik Indonesia Yokyakarta serta menahan Presiden Soekarno dan wakil presiden M. Hatta serta beberapa pejabat Negara lainnya. Atas tindakan Belanda menimbulkan reaksi diforum internasional, dan Karena itu dewan keamanan PBB pada tanggal 28 januari 1949. c. Konferensi Meja Bundar (KMB) Konferensi Meja Bundar di adakan pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 Nopember 1949 di Den Haag, yang di ikuti oleh Belanda, Republik Indonesia BFO(Byeenkomst voor Vederal Overleg) yang di awasi oleh UNCI (United Nations Commisions for Indonesia). Delegasi RI dan BFO membentuk Panitia Perancang Konstitusi RIS yang bertugas untuk merancang naskah Konstitusi RIS. 2. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1949 - 1950 Republik Indonesia serikat (RIS) berdiri tanggal 27 desember 1949, dan sesuai dengan perjanjian KMB maka Negara RI hanya merupakan bagian dari RIS , demikian pula UUD 1945 hanya berlaku untuk Negara bagian RI, dan wilayahnya sesuai dengan Pasal 2 KRIS adalah daerah yang disebut dalam Persetujuan Renville 17 Januari 1948. Kekuasaan Negara RIS dilakuakan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat (Pasal 1 ayat 2 KRIS). Lembaga Perwakilan Rakyat menurut KRIS menganut sisitem bicameral yang terdiri dari Majelis Tinggi dan Majelis Rendah. Kekuasaan perundang-undangan federal menurut pasal 127 KRIS dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat. Bentuk Negara federasi dan system parlementer yang di anut KRIS tidak sesuai dengan jiwa proklamasi maupun kehendak sebagian besar rakyat di beberapa daerah/Negara bagian, karena itu kemudian di adakan persetujuan antara

11 | H U K U M T A T A N E G A R A

pemerintah RI dengan RIS, untuk merubah bentuk Negara Federal menjadi bentuk Negara Kesatuan. 3. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1950 1959 UU Federal No. 7 Tahun 1950 terdiri atas 2 pasal yaitu: Berisi ketentuan perubahan KRIS menjadi UUDS dengan diikuti naskah UUDS selengkapnya. a. Tentang UUDS berlaku Tanggal 17 Agustus 1950 b. Aturan Peralihan; bahwa alat-alat perlengkapan Negara sebelum

pengundangan undang-undang ini tetap berlaku. UUD sifatnya adalah sementara, hal ini dapat dilihat dari pasal 134 UUDS yang menentukan bahwa; konstituante bersama-sama pemerintah secepatnya menetapkanUUD RI. Konstituante di beri tugas untuk menetapkan UUD yang tetap namun tidak mampu dicapai karena tidak pernah mencapai quorum, 2/3 dari jumlah anggota seperti yang ditentukan. Dan akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya yaitu pembubaran Konstituante, UUD1945 berlaku kembali, dan pembentukan MPRS/DPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya. 4. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1959-Sekarang Periode berlakunya UUD 1945 pada masa ini akan dibagi menjadi tiga bagian yakni: a. Masa antara 1959 - 1966 Dengan berlakunya kembali UUD 1945 maka asas ketatanegaraan dan system pemerintahan mengalami perubahan, yaitu dari asas Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin. Inti dari Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan tetapi suatu permusyarawatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan bukan oleh perdebatan dan penyiksaan yang di akhiri dengan pengadaan kekuatan dan peerhitungan suara pro kontra. Dengan sistim presidensiil yang di anut oleh UUD 1945, maka presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif (pemerintah) tertinggi (concentration of power and responsibility upon president), yang dalm pelaksanaan kekuasaan dibantu oleh wapres dan mentri-mentri (Pasal 4 dan 17 UUD 1945)

12 | H U K U M T A T A N E G A R A

Kemudian meletuslah TRI TURA akibat dari stabilitas politik dan keamanan yang tidak baik yang isinya: 1) Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen UUD 1945 2) Pembubaran PKI 3) Penurunan harga barang b. Pada Masa Orde baru Masa setelah berakhirnya orde lama merupakan masa orde baru. Pada masa ini, pemerintahan negara Indonesia dipimpin oleh presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno. Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto Bertekad melaksanakan pancasila secara murni dan konsekuen. Oleh karena itu UUD 1945 menjadi konstitusi yang sangat disakralkan, melalui beberapa peraturan: 1) Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya 2) Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum. 3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983. Pada masa orde baru, bentuk negara Indonesia adalah kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah Republik. Sistem pemerintahannya menggunakan sistem pemerintahan Presidesial, Presiden Soeharto berperan sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan. Pada masa ini kekuatan cenderung terpusat hanya pada satu titik, yaitu di tangan Presiden. Kestabilan nasional bisa terkendali pada masa ini, sehingga mampu menjalankan pembangunan nasional secara berkesinambungan melalui beberapa REPELITA. ABRI dan GOLKAR digunakan sebagai alat pengusa untuk mempertahankan kekuasaan. Adapun lembaga-lembaga negara pada masa ini adalah:

13 | H U K U M T A T A N E G A R A

1) Presiden 2) Majelis Permusyawaratan Rakyat 3) Dewan Perwakilan Rakyat 4) Mahkamah Agung 5) Badan Pemeriksa Keuangan 6) Dewan Pertimbangan Agung c. Pada Masa Reformasi Masa setelah Orde baru dikenal sebagai Orde Reformasi. Yang ingin dilakukan setelah Orde Baru tumbang pertama-tama adalah melakukan perubahan-perubahan pada UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia dan sekaligus menjadi sumber Hukum Tata Negara Indonesia. reformasi ini didasarkan pada kerangka konstitusional, yaitu UUD 1945. Perubahan UUD 1945 yang dilakukan pada 1999 hingga 2002 bersifat sangat mendasar. Perubahan tersebut memberikan dasar-dasar substansial baru dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta tatanan kelembagaan yang baru pula. Hasil perubahan UUD 1945 menegaskan dianutnya prinsip negara hukum yang demokratis. Hal itu diwujudkan dengan jaminan terhadap hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara yang lebih rind, serta pembatasan kekuasaan negara melalui pemisahan kekuasaan dengan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) agar masing-masing lembaga negara dapat menjalankan kekuasaan yang telah didistribusikan oleh UUD 1945 sebagai hukum tertinggi guna mencapai tujuan nasional. Perubahan tersebut; berpengaruh secara langsung terhadap tatanan kelembagaan negara baik cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maupun munculnya lembaga-lembaga baru sebagai organ negara yang independen. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya dinamika hukum dan kebijakan, serta kelembagaan sebagai bentuk pelaksanaan UUD 1945. Dinamika itu tentu tidak hanya terjadi di bidang politik, tetapi juga di bidang kehidupan kebangsaan yang lain, baik sosial maupun ekonomi. Hal itu mengingat materi muatan UUD 1945 yang tidak hanya memberikan dasar politik, tetapi juga dasar-dasar perekonomian nasional, kesejahteraan sosial, dan kebudayaan.

14 | H U K U M T A T A N E G A R A

perkembangan tatanan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang demikian cepat tersebut, belum diiringi dengan ketersediaan literatur hukum yang memberikan informasi dan analisis terhadap perkembangan ketatanegaraan pasca reformasi. Bagi masyarakat, khususnya pembelajar hukum tata negara, tentu tidak mudah mempelajari masalah ketatanegaraan hanya dengan membaca ketentuan-ketentuan normatif dalam peraturan perundang-undangan. Untuk memahami masalah ketatanegaraan dibutuhkan adanya pengetahuan dan pemahaman awal tentang berbagai konsep keilmuan serta pengetahuan tentang peraturan dan praktiknya baik di masa lalu maupun di negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan literatur yang mengemas informasi dan memberikan analisa agar mudah dipahami. UUD 1945 hasil amandemen memperkuat sistem presidensial di Indonesia dengan mengadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) secara langsung oleh rakyat. Pilpres memperkuat legitimasi presiden karena ia dipilih langsung oleh rakyat seperti DPR. Disamping itu, UUD 1945 hasil amandemen mempersulit pemecatan (impeachment) Presiden oleh MPR. Pemecatan Presiden dalam UUD 1945 yang asli dapat dilakukan dengan mudah oleh MPR. Bila DPR mmelihat bahwa Presiden telah menyimpang dari GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) atau telah melakukan kebijakan-kebijakan yang berbeda dari pandanan DPR. DPR dapat mengundang MPR untuk melakukan Sidang Istimewa yang khusus dilakukan untuk memecat Presiden. Dalam UUD hasil amandemen, Presiden tidak dapat dipecat. Presiden hanya dapat dipecat bila ia dianggap telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela. hal ini diatur dalam pasal 7A UUD 1945 hasil amandemen. Proses pemecatan ini juga melalui proses panjang karena pelanggaran hukum yang dilakuakn oleh Presiden harus diverifikasi oleh Mahkamah Konstitusi. Amandemen UUD 1945 mengurangi peranan Presiden dalam fungsi legislatif. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen mengatakan bahwa kekuasaan pembentuk UU dipegang oleh DPR. Hal ini jelas berbeda dari UUD

15 | H U K U M T A T A N E G A R A

1945 asli seperti telah disebutkan sebelumnya mengatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk UU. Tuntutan perubahan sistem perwakilan diikuti dengan munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya antara distrik atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan struktur parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan DPD). Tuntutan adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti dengan kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model penyelenggaraan otonomi daerah. Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek. Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di sisi lain, berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif kerangka aturan dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami deskralisasi. Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun digugat. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian pula halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai tuntutan perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama disakralkan. Pembahasan tentang latar belakang perubahan UUD 1945 dan argumentasi perubahannya telah banyak dibahas diberbagai literatur, seperti buku Prof. Dr. Mahfud MD, Prof. Dr. Harun Alrasid, dan Tim Nasional Reformasi

D. Dampak Positif dan Negatif Dari Adanya Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dinamika ketatanegaraan Republik Indonesia terbagi dalam empat masa, yakni pada masa orde lama yaitu pada tahun 1945-1949, masa ketatanegaraan pada tahun 1949-1950, masa ketatanegaraan pada tahun 1950-1959, dan pada masa ketatanegaraan 1959 hingga saat ini. Dari keempat masa tersebut tentulah terdapat dampak-dampak yang ditimbulkan bagi keberlangsungan pemerintahan negara Republik Indonesia, baik itu berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dinamika tersebut tentu saja terjadi demi mecapai cita-cita agung, yaitu

16 | H U K U M T A T A N E G A R A

membenahi berbagai sistem yang ada dalam pelaksanaan sebuah roda negara merdeka. Adapun dampak-dampak yang ditimbulkan dari Dinamika

Ketatanegaraan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Dampak negatif Dinamika Ketatanegaraan di Indonesia a. Lembaga negara Salah satu fenomena yang sangat penting pasca perubahan UndangUndang Dasar 1945 adalah bertebarannya lembaga-lembaga negara mandiri (state auxiliary agencies) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut dibentuk dengan dasar hukum yang berbeda-beda, baik dengan konstitusi, undang-undang, bahkan ada yang dibentuk dengan keputusan presiden saja. Dasar hukum yang berbeda-beda itu menunjukkan bahwa lembagalembaga negara mandiri itu dibentuk berdasarkan isu-isu parsial, insidental, dan sebagai jawaban khusus terhadap persoalan yang sedang dihadapi. Hal ini mengakibatkan komisi-komisi itu berjalan secara sendiri-sendiri dan tidak saling melengkapi satu sama lain, sehingga dalam implikasi yang lebih jauh dapat mengakibatkan efektivitas keberadaan komisi-komisi itu dalam struktur ketatanegaraan masih belum tampak berjalan sesuai dengan tujuan mulia pembentukan lembaga yang ekstra-legislatif, ekstra-eksekutif, dan ekstrayudikatif itu. Dari adanya dinamika ketatanegaraan RI , setelah berakhirnya masa orde baru, maka era reformasi saat ini mulai banyak dibentuk lembaga negara

Independen di Indonesia. Menurut Jimly Assshiddiqie, beberapa di antara lembaga-lembaga atau komisi-komisi independen dimaksud dapat diuraikan di bawah ini dan dikelompokkan sebagai berikut : 1) Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu: a) Presiden dan Wakil Presiden; b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

17 | H U K U M T A T A N E G A R A

c) Dewan Perwakilan Daerah (DPD); d) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); e) Mahkamah Konstitusi (MK); f) Mahkamah Agung (MA); g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (tersedia: http://www.djpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/658-dinamika-

lembaga-lembaga-negara-mandiri-di-Indonesia-pasca-perubahan-undangundang-dasar-1945.html). b. Partai Politik Pada masa orde lama partai politik lebih bersifat ideologi. misalnya adalah karena paham agama atau kesamaan tujuan yang lebih kompleks contoh adalah masyumi, PKI dan PNI. dan juga dimasa awal kemerdekaan ini jumlah partai politik terdapat 29 Partai yang mengikuti pemilu 1955. Dengan kondisi ini ketika masa orde baru, pemerintahan kala itu yaitu Presiden Soeharto merangkum menjadi tiga partai besar, dimana ini adalah himpunan dari berbagai partai yang ada pada orde baru. Kemudiaan atas nama demokrasi yang memberikan peluang sebesar-besarnya bagi rakyat, maka jumlah partai semakin banyak. kondisi ini memungkinkan semakin meruncingnya permasalahan di masyarakat, karena pecahnya suara masyarakat yang terlalu banyak maka semakin sulit menyamakan presepsi. Saat ini perdebatan antar kader partai baik yang sudah duduk di kursi DPR maupun yang belum menjadi pejabat negara sering sekali kita saksikan di media masa dan juga media cetak. Selain itu sejumlah penelitian menunjukan bahwa demokrasi Indonesia yang biasanya disalurkan melalui peran partai politik, adalah demokrasi yang mahal. Semakin banyak partai politik biaya pemilu dan juga aktivitas lainnya disinyalir membutuhkan biaya besar. Namun tak jarang terdengar bahwa para wakil partai yang menduduki jabatan di lembaga negara di republik ini melakukan tindak pidana korupsi.

18 | H U K U M T A T A N E G A R A

c.

Masyarakat menjadi korban politik Menurut Solly Lubis (1982: 15) garis politik menjadi unsur

ketatanegaraan. Maka masyarakat adalah objek yang akan menerima dampak dari hal ini. berbagai kebijakan pemerintah. Saat ini dimasa reformasi banyak kebijakan yang sifatnya sewaktu-waktu dapat diubah, misalanya adalah APBN. saat ini ada istilah APBN-P. yang mana ini memperlihatkan adanya ketidakmatangan sistem keuangan negara dalam membiayai kehidupan belanja negara. Ketika beberapa kebijakan kondisinya seperti ini maka bisa saja ada kecurangan, maka tak jarang rakyatlah yang menderita. Karena pembiayaan negara yang seharusnya membuat raakyat sejahtera, namun susah teralisasi. 2. Dampak positif Dinamika Ketatanegaraan di Indonesia a. Masa jabatan presiden lebih tegas Setelah adanya amandemen UUD NRI tahun 1945 pasca orde baru, masa jabatan presiden tertera dengan jelas didalamnya seperti pada pasal 7 UUD NRI tahun 1945, yang berbunyi: Presiden dan wakil presiden memegang masa jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Dengan adanya pengaturan ini, maka program kerja pemerintah seharusnya akan lebih terukur, sejauh mana tingkat kebutuhan waktu penyelesaian atau finishing sebuah progam kerja. Dan selain itu tidak akan ada penyimpangan masa jabatan dan juga batasan jabatan seperti pada era pemerintahan sebelumnya (prareformasi). b. Adanya kebebasan yang bertanggung jawab pada setiap warga negara Saat ini di era reformasi masyarakat memiliki banyak peluang untuk

berorganisasi dan berserikat juga mengemukakan pendapat. Hal ini adalah implementasi dari pasal 28 UUD NRI tahun 1945. Dengan kondisi ini transparasi didalam pemerintahan dapat terjadi. Dan juga masyarakat dapat lebih bebas berkarya dan berekspresi.

19 | H U K U M T A T A N E G A R A

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah membuat menyimpulkan bahwa: 1. Tata Negara merupakan hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah, dan warga negara. Tata Negara merupakan hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah, dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti abstrak. 2. Ada tiga faktor utama dalam hal ketatanegaraan, yaitu: (a). Faktor filsafat negara, (b). Faktor konstitusi dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan (c). Faktor garis politik, yang satu sama lain sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan baik dalam teori maupun praktek. Kebijaksanaan atau pengarahan jalannya pemerintahan negara, sehingga dapat dicapai tujuan negara, dan ini berarti program kerja pemerintah yang dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tujuan negara, menurut tertib hukum yang diterapkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta peraturan-peraturan yang ada di bawahnya. 3. Secara garis besar ketatanegaraan Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yang pertama pada masa Orde lama pada saat pemerintahan Presiden Soekarno, masa orde baru pada saat pemerintahan Presiden Soeharto dan pada masa reformasi. UUDS sifatnya adalah sementara, hal ini dapat dilihat makalah tentang dinamika ketatanegaraan kami

20 | H U K U M T A T A N E G A R A

dari pasal 134 UUDS yang menentukan bahwa; konstituante bersama-sama pemerintah secepatnya menetapkan UUD RI. Konstituante di beri tugas untuk menetapkan UUD yang tetap namun tidak mampu dicapai karena tidak pernah mencapai quorum, 2/3 dari jumlah anggota seperti yang ditentukan. Dan akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya: Pembubaran Konstituante, UUD 1945 berlaku kembali, dan pembentukan MPRS/DPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya. Bentuk Negara federasi dan system parlementer yang di anut KRIS tidak sesuai dengan jiwa proklamasi maupun kehendak sebagian besar rakyat di beberapa daerah/Negara bagian, karena itu kemudian di adakan persetujuan antara pemerintah RI dengan RIS, untuk merubah bentuk Negara Federal menjadi bentuk Negara Kesatuan. 4. Dampak negatif dari Dinamika Ketatanegaraan Indonesia adalah lembagalembaga negara yang terbentuk sekarang mempunyai dasar hukum yang berbeda-beda, partai politik yang tidak lagi berdasarkan kepada ideologi bangsa dan terdapat masyarakat yang memang menjadi korban politik. Sedangkan dampak positif dari Dinamika Ketatanegaraan Indonesia adalah masa jabatan presiden lebih tegas dan tidak adanya kelembaman.

B. Saran Agar hasil penulisan makalah ini dapat dimaksimalkan, kami memberikan saran-saran sebagi berikut: a. Bagi masyarakat, Ikut mendukung perbaikan sistem ketatanegaraan di Indonesia agar sistem ketatanegraan di Indonesia berjalan dengan baik dan lancar, dan ikut mengawasi jalanya pemerintah negara Republik Indonessia. b. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai susunan

ketatanegaraan dan lebih bekerja keras untuk Indonesia yang lebih baik c. Bagi kami selanjutnya, diharpakan mampu mengembangkan gagasan tertulis ini untuk memahami dan melakukan pengajian lebih lanjut tentang problematika dalam dinamika ketatanegaraan di Indonesia.

21 | H U K U M T A T A N E G A R A

DAFTAR PUSTAKA

Amos, H.F. Abraham. (2007). Sistem Ketatanegaraan Indonesia (dari orla, orba sampai reformasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Arfawie K, Nukhtoh. (2005). Telaah Kritis Teori Negara Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Basah, Sjahran. (1981). Hukum Tata Negara Perbandingan. Bandung: Alumni. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Patrialis Akbar). (2010). Dinamika Lembaga-lembaga Negara Mandiri di Indonesia Pasca Perubahan Undang-undang Dasar 1945. (Online) Tersedia di:

http://www.djpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/658-dinamikalembaga-lembaga-negara-mandiri-di-Indonesia-pasca-perubahan-undangundang-dasar-1945.html Kusnardi, Moh & Harmaily Ibrahim. (1983). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya. Kansil, C.S.T & Christine S.T. Kansil. (2008). Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan

Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini. Jakarta: Rineka Cipta. Lubis, M. Solly. (1982). Asas-asas Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni. Manan, Bagir. (2000). Teori dan Politik Konstitusi. Bandung: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Natasumata.(2013). Perkembangan Hukum Tata Negara. (online). Tersedia: http://nathasuarnata.blogspot.com/2011/04/sejarah-perkembanganhukum-tata-negara.html. Soehino. (2005). Hukum Tata Negara, Sumber-Sumber Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Universitas Pendidikan Indonesia. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Bandung: UPI Press.

22 | H U K U M T A T A N E G A R A

_____. (2012). Definisi Hukum Tata Negara Menurut Para Ahli. (Online) Tersedia di: http://trikrenz.wordpress.com/2012/05/21/definisi-hukumtata-negara-menurut-para-ahli/ Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan.

23 | H U K U M T A T A N E G A R A

You might also like