You are on page 1of 15

Asfiksia (mati lemas) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan

oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan menyebabkan kematian.

TIPE ASFIKSIA
Penyebab

alamiah Trauma mekanik Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan

PEMBAGIAN ASFIKSIA

Anoksik Anoksia (= Hipoksik Hipoksia) Anemik Anoksia (= Anemik Hipoksia) Stagnant Anoksa (= Stagnant Hipoksia) Histotoksik Anoksia (= Histotoksis Hipoksia)

GEJALA-GEJALA ASFIKSIA Dibagi atas beberapa stadium, yaitu : stadium dyspnoe, stadium konvulsi, dan stadium exhaustion. Pengaruh anoksia pada jaingan ada 2 : Non Spesifik, akibat pengaruh jaringan mengalami degenerasi Spesifik, akibat pengaruh spesifik terjadi perubahan berupa : Sianosis, kongesti. Permeabilitas kapiler meningkat Petechial hemorrhages (tardius Spot)

Pada pencekikkan yang merupakan akibat dari trauma mekanik maka pada daerah leher khususnya organ laring harus diperhatikan dengan teliti. Investigasi organ laring merupakan hal yang penting untuk mengetahui penyebab kematian akibat violent asphyxial. Hal ini biasanya disebabkan karena rusaknya batang tenggorok akibat trauma, Mugging (pencekikan menggunakan lengan bawah), penjeratan dan bahkan kecelakaan saat melakukan hubungan seksual yang disertai hasrat menggebu-gebu.

Kerusakan laring pada violent asphyxial deaths jarang sekali ditemukan pada anak-anak. Karena pada anak-anak tulang hyoidnya masih lunak yang disebabkan adanya tulang rawan antara corpus hyoid dan cornu majus. Pada anak-anak cartilago thyroid dan cornu superior dan inferiornya juga tidak patah karena osifikasi atau kalsifikasi belum terjadi.

Fraktur cartilago thyroid jarang disebabkan oleh pukulan dari depan leher. Fraktur cartilago cricoid biasanya disebabkan oleh penekanan langsung yang mengenai cartilago cricoid, misalnya pada kasus pencekikan dimana pada pencekikan ini menggunakan bagian pinggir dari tangan atau berasal dari penekanan oleh ibu jari dan kedua tangan mencengkeram leher dari arah depan.

Fraktur yang tidak disertai adanya rembesan darah di daerah yang mengalami fraktur maka harus dicurigai terjadinya kerusakan laring pada saat postmortem pada waktu memeriksa laring. Juga hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah hemoragik pada mukosa laring tidak selalu mengindikasikan adanya fraktur.

Voigt telah membuktikan bahwa fraktur laring tidak hanya terjadi pada pencekikan atau karena trauma lainnya tetapi juga bisa disebabkan karena keracunan obat sedativa, setelah intubasi, tenggelam, asfiksi traumatik yang disebabkan penekanan dada dan juga dapat disebabkan oleh penyakit jantung iskemi

. Paparo dan Siegel juga menekankan bahwa hemoragik mukosa cricoarytenoid posterior tidak selalu disebabkan oleh karena trauma tapi juga karena penyakit, obat-obatan dan physical agent. Mucosa cricoarytenoid ini terletak pada posterior laring di atas mukosa faring, posisi inilah yang menyebabkan laring membentur tulang belakang servikal saat adanya penekan dari luar yang kemudian terjadinya ruptur vena yang berasal dari pleksus laringofaringeal.

Ada dua mekanisme yang menyebabkan fraktur tulang hyoid. Fraktur tulang cornu majus bisa disebabkan oleh penekanan yang kuat dari samping leher. Sebagai contoh adalah pada kasus pencekikan dimana tangan terletak pada sisi samping leher dibawah sudut rahang. Kemungkinan yang lain timbul akibat adanya tekanan laring ke arah bawah. Traksi pada ligamen stylohyoid atau thyrohyoid mencegah pergerakan tulang hyoid ke bawah dan akhirnya menyebabkab patahnya bagian depan.

PEMERIKSAAN LUAR

Memar lebih mudah terlihat pada kulit yang tipis pada bagian depan leher. Bentuk lengkungan dari aberasi jika disebabkan dari kuku jari meskipun susah dikatakan dimana jari yang menyebabkan luka tersebut.Aberasi dan memar sering berbarengan dan dapat menunjukkan dimana sebuah tangan digunakan pada leher.

Harus diingat bahwa tanda-tanda asfiksia sangat jelas pada tubuh yang segar saja. Tanda-tanda asfiksia hilang secara progresive dengan perubahan waktu dan akan banyak tanda asfiksia lainnya hilang akibat pembusukan. Itulah sebabnya pemeriksaan yang dilakukan setelah 24 jam post mortem akan berkurang hasilnya, misalnya sianosis bila setelah 24 post mortem akan menjadi tanda perubahan post mortal sehingga tidak mempunyai arti diagnostik.

You might also like