You are on page 1of 10

Nama

: Fadhly Hafiz (1006687455) Faris Mufid (1006687480) Kevin Denowarsyah Widaya (1006687732)

Tugas Paper : Hukum Anggaran Negara

Bank Century Dalam Perspektif Hukum


Status Hukum Dana Talangan Untuk Mengatasi Krisis Likuiditas Bank Century
1.

Status Hukum Dana Talangan untuk Mengatasi krisis Likuiditas BankCentury Sesuai dengan UU no 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, yang disebut dengan

keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara, yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dapat dijhadikan milik negara berhubung terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban itu. Adapun uang negara adalah uang yang dipisahkan bendahara umum negara sesuai Peraturan Pemerintah no 39 tahun 2007 tentang pengelolaan keuangan negara/daerah. Tidak semua keuangan negara itu uang negara. Awal mula terjadi nya kasus Bank Century adalah mengalami kalah kliring pada tanggal 18 Nov 2008. Kalah kliring adalah suatu terminologi yang di pahami oleh semua masyarakat untuk menggambarkan adanya defisit suatu bank. Terkait dengan status hukum pemberian dana talangan dalam kasus Bank Century ada perdebatan apakah dana yang dikucurkan oleh LPS merupakan keuangan negara atau bukan. Terutama karena uang itu berasal dari premi yang dibayarkan oleh bank yang mengikuti program penjaminan. Akan tetapi, bila melihat secara lebih jernih, uang yang dikelola oleh LPS sesungguhnya termasuk yurisdiksi keuangan negara karena pertama, modal awal LPS menggunakan uang negara. Kedua, LPS mengumpulkan premi dari perbankan yang besarnya mencapai 0,1% dari jumlah simpanan yang dikelola bank selama satu semester.1 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Komite Koordinasi pada tanggal 21 November 2008 menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal yang berdampak sistemik dan menyerahkan penyelamatannya kepada LPS. Wewenang LPS menyelamatkan Bank Gagal seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan
1

Siswo Suyanto, LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN : SEBUAH LEMBAGA KONTROVERSIAL (http://www.depkeu.go.id/ind/Data/Artikel/Artikel_LPS.htm) Diakses, 27-4-2013.

(UU LPS), untuk itu penyertaan modal sementara dilakukan LPS sebagai upaya penyelamatan Bank Century. Kelanjutan kasus ini yang mulai menjadi perhatian yang berhubungan dengan permasalahan hukum yaitu mengenai status keuangan yang digunakan LPS dalam penyertaan modal sementara kepada Bank Century. Apakah dana Rp 6,7 Triliun yang digunakan LPS dalam penyertaan modal sementara ke Bank Century merugikan keuangan Negara dan apakah dana tersebut merupakan kekayaan Negara. Hal ini menarik karena beredar pendapat yang bertentangan antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Bank Indonesia (BI). Menurut BPK, dana penyertaan modal sementara yang berasal LPS tersebut merupakan termasuk kedalam kekayaan Negara. Sehingga dapat merugikan keuangan Negara. Dalam hal ini BPK berpandangan kekayaan LPS adalah termasuk keuangan Negara. Sedangkan BI, berpandangan bahwa dana tersebut bukan merupakan kekayaan Negara karena uang yang digunakan berasal dari premi pinjaman para bank peserta penjaminan simpanan. 2 Bentuk Hukum dan Kekayaan LPS Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (UU LPS). Hal ini diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) UU LPS. Kemudian ditentukan dalam UU LPS mengenai kekayaan LPS pada Pasal 81 Ayat (2), bahwa Kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan, kemudian dalam penjelasan Pasal 81 Ayat (1) bahwa Modal LPS berasal dari aset negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam bentuk saham, dan pengelolaan dan penatausahaan atas aset kekayaan pada LPS merupakan tanggung jawab LPS . Kekayaan LPS berupa investasi dan bukan investasi. Dalam bentuk investasi LPS hanya dapat ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan/atau Bank Indonesia dan dalam bentuk penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan atau penanganan Bank Gagal. 3 Ada beberapa unsur yang dapat ditarik dari penjelasan di atas, yaitu: 1. Bahwa LPS merupakan Badan Hukum; 2. Kekayaan LPS merupakan aset Negara yang dipisahkan; 3. Pengelolaan dan Penatausahaan Aset kekayaan LPS menjadi tanggung jawab LPS;
2

Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia, Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Atas Kasus Bank Century Pada BI, LPS, KSSK dan Bank Century No. 64/LHP/XV/11/2009 , Jakarta, 20 November 2009, Ringkasan Eksekutif hlm. 3 3 Kementrian Keuangan, Penanganan Bank Century Didasarkan Pada landasan Hukum Yang Jelas , (Jakarta,2009 Kemenkeu RI) hlm 1.

4. Penyertaan modal sementara dalam rangka penyelematan bank gagal adalah investasi. Bentuk badan hukum LPS berdasarkan UU LPS, oleh karena LPS sebuah badan hukum, maka LPS memiliki kekayaan yang terpisah dari pemiliknya dan menjalankan usaha. Kekayaan LPS sendiri untuk modal awal merupakan berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak berbentuk saham. Maksud dari kekayaan yang dipisahkan adalah bahwa kekayaan LPS terpisah pengelolaan dan pertanggungjawabannya keuangan dari sistem APBN.4 Kekayaan LPS per 31 Juli 2009 sebesar Rp18 triliun, yang Rp14 triliun diantaranya berasal dari premi bank peserta penjaminan dan hasil investasi. Sedangkan yang Rp 4 triliun merupakan modal awal LPS yang merupakan kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan Negara. Investasi yang dilakukan oleh LPS merupakan suatu usaha yang dilakukan LPS untuk meningkatkan kekayaan atau mencari keuntungan. Apabila kita lihat lebih LPS yang dalam bahasa Inggris adalah Indonesia Deposit Insurance Corporation, bahwa LPS adalah suatu perusahaan asuransi dibidang penjaminan tabungan nasabah. Seperti halnya di Negaranegara yang menganut sistem common law, yang merupakan asal dari sistem penjaminan ini, LPS merupakan perusahaan asuransi. Dalam pemisahan kekayaan Negara yang kemudian menjadi modal awal LPS, terjadi suatu transformasi hukum keuangan Negara menjadi keuangan/kekayaan LPS. Kemudian ketentuan Pasal 83 Ayat (2) bahwa: Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua puluh lima perseribu) dari total Simpanan pada seluruh bank, bagian surplus sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf b merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam hal bahwa LPS menyetorkan PNBP kepada Negara, terjadi transformasi hukum keuangan/kekayaan LPS menjadi keuangan Negara. Sehingga dapat disimpulkan Penyertaan modal LPS ke dalam Bank Century bukan keuangan negara karena tidak berasal dari APBN, tetapi dari premi yang diterima LPS dalam rangka penjaminan simpanan para nasabah di bank-bank . Kerugian Negara tidak ada. Dalam 5 (lima) tahun LPS harus melepaskan penyertaan modal tersebut. Artinya, saham LPS pada Bank Century harus dijual kepada pihak lain atau dapat dijual kepada publik melalui Pasar Modal. Penjualan saham tersebut belum tentu mendatangkan kerugian.

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. (2001, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta) hlm 124.

2. Kebijakan Dana Talangan Apakah Dapat Dipidanakan Pada dasarnya terdapat perbedaan antara kebijakan (policy) dengan kebijaksanaan, walapun keduanya terkait dengan pengambilan keputusan. Kebijakan merupakan basis untuk pengambilan keputusan, sedangkan kebijaksanaan merupakan keputusan yang bersumber dari diskresi yang dimiliki oleh pejabat yang berwenang. Dalam konteks kenegaraan, kebijakan dapat bersifat umum ataupun khusus. Kebijakan yang bersifat umum antara lain kebijakan luar negeri, kebijakan fiskal, dan kebijakan pemberantasan korupsi. Sedangkan kebijakan bersifat khusus antara lain kebijakan rekonstruksi pasca-tsunami, penyaluran subsidi kepada orang yang berhak, dan kebijakan ujian nasional. Sementara kebijaksanaan secara sederhana dapat dicontohkan sebagai polisi yang mengarahkan lalu lintas untuk berjalan melawan arus yang seharusnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemacetan. Apa yang dilakukan oleh polisi tersebut tentu melanggar hukum. Namun, atas dasar diskresi yang dimiliki, polisi sebagai pejabat yang berwenang diperbolehkan untuk membuat kebijaksanaan yang melanggar aturan demi kemaslahatan yang besar. Kebijakan yang menjadi basis dari sejumlah keputusan di sektor publik diambil karena kewenangan yang dimiliki oleh seseorang yang memegang jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Presiden, menteri, gubernur, bupati, camat hingga ketua rukun tetangga dalam hal dan situasi tertentu berwenang dan diharuskan mengambil kebijakan yang disertai dengan keputusan. Pascapengambilan kebijakan dan keputusan, maka evaluasi pun dapat dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan oleh atasan langsung, DPR terhadap pemerintah seperti dalam penalangan Bank Century, bahkan oleh pers dan publik. Bila evaluasi atas kebijakan dan keputusan dilakukan, agar fair, tentunya harus berdasar situasi dan kondisi ketika kebijakan serta keputusan tersebut diambil. Bila kebijakan serta keputusan masa lalu dievaluasi dengan kacamata hari ini, maka bisa jadi apa yang telah diambil akan salah semua. Hasil evaluasi atas kebijakan dan keputusan secara garis besar dapat dibagi dalam dua kategori. Benar atau salah. Menjadi pertanyaan apakah hasil evaluasi yang menyatakan suatu kebijakan berikut keputusan salah dapat mengakibatkan pengambil kebijakan terkena sanksi pidana?

Pada prinsipnya kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana. Dalam hukum administrasi negara tidak dikenal sanksi pidana. Sanksi yang dikenal dalam hukum administrasi negara, antara lain, teguran baik lisan maupun tertulis, penurunan pangkat, demosi dan pembebasan dari jabatan, bahkan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan. Meski demikian, terhadap prinsip umum bahwa kebijakan serta keputusan yang salah tidak dapat dikenai sanksi pidana, terdapat pengecualian. Paling tidak ada tiga pengecualian, yakni5: a. kebijakan serta keputusan dari pejabat yang bermotifkan melakukan kejahatan internasional atau dalam konteks Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat. Dalam doktrin hukum internasional yang telah diadopsi dalam peraturan perundang-undangan di sejumlah negara, kebijakan pemerintah yang bertujuan melakukan kejahatan internasional telah dikriminalisasikan. b. kesalahan dalam pengambil kebijakan serta keputusan secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh di Indonesia adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 165 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan tersebut memungkinkan pejabat yang mengeluarkan izin di bidang pertambangan dikenai sanksi pidana. c. kebijakan serta keputusan yang bersifat koruptif atau pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan serta keputusan bermotifkan kejahatan. Di sini yang dianggap sebagai perbuatan jahat bukanlah kebijakannya, melainkan niat jahat ( evil intent/mens rea) dari pengambil kebijakan serta keputusan ketika membuat kebijakan. Contohnya adalah pejabat yang membuat kebijakan serta keputusan untuk menyuap pejabat publik lainnya. Atau kebijakan yang diambil oleh pejabat karena ada motif untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Pada kasus dana talangan Bank Century ini, sejumlah anggota Pansus Bank Century berpijak pada point c. Karena di publik timbul kecurigaan bahwa kebijakan yang diambil berindikasi korupsi atau memperkaya orang lain atau partai politik tertentu.
5

http://www.antikorupsi.org/new/index.php? option=com_content&view=article&id=16103:ihwal-kriminalisasikebijakan&catid=42:rokstories&Itemid=106&lang=en, diakses pada tanggal 25 April 2013 pada pukul 21.48 WIB.

3. Status Hukum Keuangan Dalam Lembaga Penjaminan Simpanan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004. Lembaga ini bertanggungjawab kepada Presiden. Organ LPS terdiri atas Dewan Komisioner (DK) dan Kepala Eksekutif (KE) yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berdasarkan Pasal 81 UU No. 24/2004, kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan, dan karena itu pengelolaan dan penatausahaan kekayaannya terpisah dari mekanisme APBN.6 Oleh sebab itu, baik (i) dari segi pengelolaan kekayaannya yang terpisah dari APBN maupun (ii) dari segi susunan organisasinya yang mirip dengan badan hukum perseroan maupun dengan badan hukum yayasan. Kekuasaan dalam perseroan dikendalikan oleh (a) pemegang saham melalui RUPS, (b) Direksi sebagai eksekutif, dan (c) komisaris sebagai pengawas. Ketiga organ tersebut dikenal juga dalam badan hukum yayasan, yaitu (a) Pembina atau pendiri, (b) pengurus, dan (c) pengawas. Sedangkan susunan organisasi LPS juga terdiri atas (a) Pemerintah/Presiden sebagai pemilik, (b) Kepala Eksekutif sebagai pengurus, dan (c) Dewan Komisioner sebagai pengawas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa LPS tidak ubahnya merupakan badan hukum milik negara atau milik pemerintah atau dengan istilah lain biasa disebut badan hukum publik. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan, berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disebut LPS. Ayat (2) pasal ini menyebutkan, LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum. Kemudian ayat (3) menerangkan, LPS adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Selanjutnya ayat (4) menyatakan, LPS bertanggungjawab kepada Presiden. Pasal 4 Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan fungsi LPS adalah: a. menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan b. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
6

Jimly Asshiddiqie, PENANGANAN BANK GAGAL OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, (http://www.jimlyschool.com/read/analisis/324/penanganan-bank-gagal-oleh-lembagapenjamin-simpanan/) Diakses, 24-4-2013.

Dalam menjalankan kedua fungsi tersebut, LPS diberi tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 24/2004. Tugas LPS dalam rangka pelaksanaan ayat (1) tersebut di atas adalah: (a) merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan (b) melaksanakan penjaminan simpanan. Sedangkan tugas dalam rangka pelaksanaan ayat (2) adalah: (a) merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; (b) merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik; dan (c) melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, LPS diberi wewenang oleh UU No. 24/2004 yang meliputi: 1) Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; 2) Menguasai dan mengelola asset dan kewajiban bank gagal yang diselematkan; 3) Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan 4) Menjual dan/atau mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitor dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. Dapat dikatakan bahwa yang hendak dilindungi oleh LPS tidak lain adalah (i) para pemilik uang pada bank, (ii) badan usaha bank beserta sumber daya manusia yang bekerja padanya, dan (iii) aktivitas usaha perbankan bank yang bersangkutan yang perlu dilindungi agar tetap sehat dan stabil dalam rangka menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh. Dengan demikian, jika dilihat dari segi fungsi dan kewenangannya, dapat dikatakan LPS tidak lain merupakan alat perlengkapan negara/pemerintah untuk menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan negara di bidang-bidang tersebut di atas. Hanya saja, oleh karena sifat pekerjaannya, maka sistem pengelolaan keuangannya diperlukan mekanisme yang terpisah dari mekanisme APBN. Karena itulah, status kelembagaannya ditetapkan sebagai suatu bentuk badan hukum dengan kekayaan yang terpisah dari keuangan negara yang lazimnya terkait dengan pengertian APBN.7

Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liabilit (2010,Jakarta, Elex Media Komputindo) Hlm,201.

Dengan adanya mekanisme tersendiri demikian, LPS dapat bertindak melakukan transaksi dalam bidang hukum privat seperti halnya suatu badan hukum yang bergerak dalam bidang hukum bisnis. Seluruh biaya penanganan bank gagal yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank yang bersangkutan. Modal awal LPS dan kekayaan LPS merupakan asset negara yang dipisahkan (Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan) bukanlah merupakan keuangan negara lagi. Karena LPS yang mendapat premi dari penjaminan simpanan nasabah pada bank-bank yang ikut serta dalam program penjaminan LPS, dan premi tersebut adalah uang LPS bukan uang negara. Sehingga dapat disimpulkan Aset LPS sebagai badan hukum tentu dikelola secara terpisah dari kekayaan negara dalam konteks APBN. Karena itu, asset LPS dapat dikatakan merupakan asset LPS sendiri sebagai badan hukum, dan bukan lagi termasuk ke dalam pengertian keuangan Negara dalam arti publik8 4. Analisis Penyelesaian Kasus Bank Century Dalam kasus Century ini, timbul pertanyaan besar dari sisi kebijakan, apakah kebijakan pemberian dana talangan yang sedemikian besar ke Bank Century melanggar UndangUndang atau tidak. Sebenarnya kebijakan yang tidak melanggar undang-undang atau peraturan belum tentu benar. Artinya, kebijakan yang keliru tidak harus melanggar hukum atau perundangundangan. Kebijakan yang keliru juga tidak selalu terkait dengan integritas pembuat kebijakan. Kualitas kebijakan ditentukan oleh kemampuan dan aspek nonlegal lainnya. Tekanan politis, data tidak akurat, kegentingan, suasana psikologis, dan intuisi adalah faktorfaktor yang tampaknya dominan dalam pengambilan keputusan bail out Bank Century. Kriteria lain yang sering dipakai menilai kualitas kebijakan adalah keberhasilan mencapai tujuan. Adakah manfaat yang diperoleh negara ataupun masyarakat, baik secara langsung maupun jangka panjang? Jika pemberian talangan untuk menyelamatkan Bank Century, jelas tujuan tersebut tidak tercapai karena Bank Century ternyata tidak terselamatkan. Tujuan lain yang sering dikemukakan adalah menyelamatkan perekonomian nasional. Tujuan inilah yang bagi banyak orang dianggap kurang meyakinkan. Penyelamatan ekonomi masih menjadi
8

Erman Rajagukguk, LPS BADAN HUKUM, UANG LPS BUKAN KEUANGAN NEGARA (http://www.ermanhukum.com/Makalah%20ER%20pdf/LPS%20Badan%20Hukum.pdf) diakses pada 24-42013 11.16

ruang abu-abu untuk dapat dilihat secara tangible ketika data dan fakta untuk mendukung pernyataan ini tidak disajikan secara jelas dan sederhana sehingga terlalu abstrak ditangkap oleh publik. Pada dasarnya jika kita mengacu pada perihal kebijakan pemberian dana talangan ini dapat dipidana atau tidak, kita dapat melihat pada penjelasan sebelumnya bahwa apabila kebijakan tersebut bersifat koruptif atau dalam mengambil kebijakan atau keputusan tersebut didasarkan pada motif kejahatan, maka kebijakan tersebut dapat dipidanakan. Dalam kasus Bank Century ini, selain perihal kebijakan pemberian dana talangan sudah tepat atau belum, juga terjadi peningkatan nominal jumlah dana talangan yang dikeluarkan untuk membantu Bank Century. Hal yang harus ditelusuri lebih lanjut adalah apakah ada kelompok tertentu yang diuntungkan dengan dikeluarkannya dana talangan kepada Bank Century. Karena jika kita mengacu pada tujuan untuk menyelamatkan Bank Century, maka hal tersebut tentu tidak tercapai karena Bank Century sendiri tetap collapse. Hal berikutnya yang harus ditelusuri adalah perihal pelonjakan nominal jumlah dana talangan yang dikeluarkan untuk membantu Bank Century tersebut, karena peningkatan yang terjadi cukup signifikan dari 600an milyar menjadi 6,7 triliyun rupiah. Harus dilihat apakah dari pelonjakan dana bantuan tersebut ada indikasi kepentingan kelompok tertentu yang mempengaruhi nominal dana tersebut.

Daftar Pustaka A. Soni BL de Rosari, Centurygate: mengurai konspirasi penguasa-pengusaha, (Jakarta,Penerbit Kompas,2010) Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia, Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Atas Kasus Bank Century Pada BI, LPS, KSSK dan Bank Century No. 64/LHP/XV/11/2009, Jakarta, 20 November 2009 Kementrian Keuangan, Penanganan Bank Century Didasarkan Pada landasan Hukum Yang Jelas, (Jakarta,2009 Kemenkeu RI)

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. (2001, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta) Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liabilit (2010,Jakarta, Elex Media Komputindo)

http://www.antikorupsi.org/new/index.php? option=com_content&view=article&id=16103:ihwal-kriminalisasikebijakan&catid=42:rokstories&Itemid=106&lang=en, diakses pada tanggal 25 April 2013 pada pukul 21.48 WIB. Jimly Asshiddiqie, PENANGANAN BANK GAGAL OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, (http://www.jimlyschool.com/read/analisis/324/penanganan-bank-gagal-olehlembaga-penjamin-simpanan/) Diakses, 24-4-2013. Siswo Suyanto, LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN : SEBUAH LEMBAGA

KONTROVERSIAL (http://www.depkeu.go.id/ind/Data/Artikel/Artikel_LPS.htm) Diakses, 27-4-2013. Erman Rajagukguk, LPS BADAN HUKUM, UANG LPS BUKAN KEUANGAN NEGARA (http://www.ermanhukum.com/Makalah%20ER%20pdf/LPS%20Badan%20Hukum.pdf) diakses pada 24-4-2013 11.16

UU No 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

You might also like