You are on page 1of 16

Diktat Satuan Operasi (TLI-311)

BAB II
MIXING (PENGADUKAN)
2.1 Umum
Dalam proses pengolahan dibidang Teknik Lingkungan seperti pengolahan air minum
maupun air buangan, hal pengadukan akan sangat penting, karena menyangkut pada
perataan konsentrasi kandungan dalam air olahan dan percepatan kontak antar zat
yang dimaksudkan untuk membentuk reaksi kimia maupun biokimia. Pencampuran
dibedakan atas dua: mixing, merupakan suatu operasi yang dimaksudkan untuk
mencampur dua atau lebih materi hingga mencapai tingkat keseragaman yang
diinginkan biasanya digunakan untuk proses koagulasi. Sedangkan agitasi
dimaksudkan untuk memperoleh turbulensi didalam cairan. Agitasi ditujukan untuk
pertumbuhan flok yang biasa disebut flokulasi.
Pengadukan dapat dilakukan dengan tiga cara: pertama, memanfaatkan pengadukan
alami dengan terjunan air, putaran aliran melewati baffle vertikal maupun horizontal.
Hal ini dikenal dengan pengadukan hidrolis. Kedua dengan cara mekanis,
menggunakan alat-alat pembantu berupa pedal yang digerakan dengan motor. Ketiga
dengan pneumatis, meniupkan gelembung udara ke dalam cairan hingga akan
menyebabkan turbulensi aliran.
Proses yang terjadi saat pengadukan dalam pengolahan air minum:
Pengadukan disini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kontak antara zat
penggumpal/koagulan (biasanya digunakan Aluminium Sulfat, Al
2
(SO
4
)
3
) dengan
partikel yang bersifat koloid atau flokulen yang tersuspensi dalam air olahan,proses
ini disebut dengan koagulasi. Kontak tersebut diharapkan akan membentuk flok yang
akan mengendap akibat gaya beratnya sendiri, proses ini dikenal dengan flokulasi.
Kecepatan suatu partikel berbentuk sferik atau mendekati sferik akan meningkat
sejalan dengan peningkatan ukuran partikel. Karenanya stabilitas suspensi yang
menyebabkan tumbukan antara partikel tersuspensi yang terjadi akan menghasilkan
sedimentasi. Pada gambar 2.1 terlihat bahwa dengan menganggap partikel-partikel
II-1
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
berukuran D
P1
dan D
P2
, tersuspensi di dalam suatu cairan dengan kondisi aliran adalah
viskos.
Gambar 2.1 Sketsa Definisi dari Kemungkinan Kontak dalam Flokulasi
Agar terjadi kontak, titik tengah kedua partikel harus ada dalam jarak (D
P1
+ D
P2
)
antara satu sama lainnya. Konsekuensinya, jumlah partikel berdiameter D
P2
yang akan
kontak dengan partikel berdiameter D
P1
per satuan waktu adalah sama dengan jumlah
parttikel kedua N
2
per satuan volume cairan yang mengalir melalui radius sferik
(D
P1
+ D
P2
) dalam satuan waktu. Untuk suatu gradien kecepatan ttitik du/dy, volume
cairan yang mengalir secara laminer melalui ketebalan dx dalam satuan waktu
adalah :
( ) [ ] dx x r
dy
du
x dq
5 , 0
2 2
2

,
_

.................................................................(2.1)
aliran total melalui sferik akan :
( ) [ ]xdx x r
dy
du
q
r
5 , 0
2 2
0
2 2

( )
3
2 1
6
1
P P
D D
dy
du
q +
...........................................................................(2.2)
Dengan demikian jumlah kontak yang dibuat oleh partikel-partikel N
2
berdiameter
D
P2
dengan partikel-partikel berdiameter D
P1
adalah:
( )
3
2 1 2
'
6
1
P P
D D
dy
du
N N +
...................................................................(2.3)
Untuk partikel-partikel N
1
persatuan volume diameter D
P1
, jumlah total persatuan
waktu adalah :
II-2
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
( )
3
2 1 1
6
1
"
P P
D D
dy
du
N N +
...............................................................................................................(2.4)
Dan dalam sistem keseluruhan:
( )
3
2 1 2 1
6
1
"
P P
D D
dy
du
N N N +
...............................................................................................................(2.5)
dengan: du/dy = G = gradien kecepatan rata-rata di dalam sistem.
Menurut persamaan (2.5), laju flokulasi berbanding langsung terhadap gradien
kecepatan rata-rata yang terjadi di dalam sistem. Laju mencapai nilai tertinggi untuk
konsentrasi tinggi dan partikel-partikel berukuran besar.
2.2 Pengadukan Hidrolis
Pengadukan alami lebih mudah dalam hal operasional dan biaya, namun biasanya
membutuhkan lahan lebih luas. Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan 3 cara :
2.2.1 Terjunan Air
h
Gambar 2.2 Profil Hidrolis
Terjunan Air
2.2.2
Aliran dalam pipa
d v
Q
L
Gambar 2.3 Profil Aliran Dalam Pipa
g D
v L
f h
2 .
.
2

.........................................................................................(2.6)
2.2.3 Saluran terbuka berbentuk baffle
II-3
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
V
L
l
V
B
Gambar 2.4 Profil Aliran Dalam Saluran Terbuka Berbentuk Baffle
3 4
2 2 2 2
. . .
2
) 1 (
2 R
L v n
g
v
n
g
v
n h
L m B L
+ + ....................................................(2.6)
Dimana : L = Panjang saluran total = l n
m
= koefisien manning
N = Jumlah saluran R = Jari-jari Hidrolis
V
L
= Kecepatan saluran lurus
V
B
= Kecepatan slauran belok
Sedangkan power yang dihasilkan akibat gerakan aliran tersebut :
Q h P .. .
.........................................................................................(2.7)
Sehingga gradien kecepatan pengadukannya:
.
.V
P
G

.
.
. .
V
Q h

.
.
. .
d
t
h

..................................................(2.8)
Dimana : = Berat jenis air
= Viskositas absolut air
V = Volume bak atau kapasitas air yang diolah
Q = Debit aliran air olahan
t
d
= Waktu detensi
Gradien kecepatan untuk koagulasi (pengadukan cepat) berkisar antara 200-
1200/dt dan waktu detensinya 90-120 dt, sedangkan untuk proses flokulasi
(pengadukan lambat) berkisar antara 10-900/dt dan waktu detensinya 600-1200 dt.
Contoh soal:
Pada sebuah proses pengadukan, air olahan disalurkan pada baffle channel (45
ft x 2,5 ft x 8 ft) dengan kecepatan 0,5 fps dan kecepatan aliran pada belokan 2
fps. Jumlah belokan dalam bak 19 buah. Tentukan (a) headloss dengan
mengabaikan faktor gesekan saluran, (b) power, (c) gradien kecepatan (G) dan
II-4
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
nilai Gt
d
dengan debit 6,46 mgd (10 cfs), dengan waktu detensi 30 m,
temperatur 50
0
F, = 2,74 x 10
-5
lb. Force. sec/ ft
2
, (d) beban saluran (Q/V)!
Penyelesaian :
(a) H
L
= 20 x (0,5)
2
/2.g + 19 x (0,5 + 1,5)
2
/2.g = 1,26 ft
(b) P = 10 x 62,4 x 1,26 = 790 ft.lb / sec
(c) G = sec / 40 )) 60 30 10 ( 10 74 , 2 /( 790
5

x x x x
Gt
d
= 40 x (30 x 60) = 7,2 x 10
4
.
(d) Q/V = 6,46 x 10
6
/ (10x30x60) = 360 gpd/ft
3
.

2.3 Pengadukan Mekanis
2.3.1 Tipe Mekanis yang Digunakan.
Banyak type mekanis yang dapat digunakan dalam operasi mixing dan agitasi ini.
Diantaranya:
1. Paddle
Impeller paddle bervariasi dalam desain. Dari paddle tunggal dan datar pada
shaft vertikal sampai flokulator banyak blade yang dipasang pada shaft
horizontal yang panjang seperti terlihat pada gambar 2.5 berikut ini.
Gambar 2.5 Impeller Paddle Shaft Horizontal
Paddle dapat berjalan pada kecepatan rendah sampai sedang (2 sampai 150 rpm)
dan terutama digunakan sebagai agitator untuk melarutkan suspensi atau sebagai
pencampur pada aplikasi viskositas tinggi. Arus utama yang diperoleh
merupakan radial dan tangensial terhadap rotating paddle.
2. Turbine
II-5
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
Turbine impeller merupakan istilah yang digunakan untuk berbagai macam
bentuk impeller. Yang banyak digunakan adalah turbine impeller jenis yang
terlihat pada gambar 2.6. jenis ini terdiri dari beberapa blade lurus yang
terpasang vertikal pada suatu piringan datar. Rotasi berlangsung pada kecepatan
sedang dan aliran fluida terbentuk pada arah radial dan tangensial.
Gambar 2.6 Turbine Impeller
3. Propeller
Impeler tipe marine propeller merupakan yang berukuran kecil namun
berkecepatan tinggi (400 rpm untuk propeller beerdiameter besar sampai 175
rpm untuk yang berdiameter kecil) dan digunakan secara luas dalam aplikasi
viskositas rendah. Impeller ini mempunyai laju pemindahan aliran tinggi dan
menghasilkan arus kuat pada arah aksial.
Gambar 2.7 Propeller
II-6
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
2.3.2 Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam mendesain
pengadukan menggunakan alat mekanis
Dalam operasi pengadukan dengan mekanis beberapa hal yang perlu
diperhitungkan diantaranya:
1. Baffling
Komponen aliran tangensial yang diinduksi oleh rotating impeller
memberikan pergerakan rotasi yang lebih dikenal dengan vorteks disekitar
tiang impeller. Vorteks menghalangi operasi pengadukan dengan cara
mengurangi kecepatan impeller relatif terhadap cairan. Sehingga lebih
lanjutnya konsumsi daya yang dibutuhkan menjadi lebih sulit dihitung.
Karenanya vorteks dapat dikurangi dengan baffling yang tepat. Pembatas
vertikal ditempatkan sepanjang dinding tangki untuk memecah pergerakan
rotasi dengan mengalihkan cairan kembali terhadap tiang impeller. Untuk
operasi turbin impeller, kelebaran baffle harus lebih kecil 1/10 sampai 1/12
diameter tangki.sedangkan pada operasi propeller, lebar yang lebih kecil dapat
digunakan.
2. Fluid Regime
Rotating impeller terjadi di dalam suatu pola aliran massa fluida yang
terbentuk tidak hanya akibat bentuk, ukuran dan kecepatan impeller tetapi juga
karena karakteristik kontainer fluida dan adanya baffling. Jika aliran bersifat
viskos, tidak ada mixing yang terjadi di dalam akibat difusi. Namun jika aliran
turbulen, partikel fluid bergerak dalam semua arah dan pengadukan terjadi
terutama akibat dari penempatan konveksi. Transfer moment yang
berhubungan dengan penempatan ini menghasilkan tegangan geser yang kuat
di dalam fluida. Biasanya aliran massa dan turbulensi atau hasilnya berupa
tegangan fluida penting dalam operasi pengadukan. Kebanyakan turbulensi
dihasilkan dari adanya kontak antara aliran fluida berkecepatan tinggi dengan
yang berkecepatan rendah. Aliran sepanjang sisi kontainer, blade impeller dan
sepanjang baffle memberikan turbulensi dalam tingkat yang lebih rendah.
Desain operasi pengadukan mecakup dua hal:
- Identifikasi fluida regime tertentu yang diperlukan dengan melihat:
pertama, hubungan yang ada antara gaya-gaya yang terlibat dalam
regime. Hal ini tentu harus komplit dan menghasilkan kesamaan
II-7
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
geometrik, kinematik dan dinamik pada operasi scaling up. Kedua, dari
beberapa hal lainnya seperti input daya per unit volume cairan untuk
menghasilkan proses tertentu. Walaupun hasilnya kurang lengkap karena
hanya menghasilkan kesamaan geometrik dan kinematik saja;
- Sintesa suatu operasi untuk menghasilkan regime.
3. Kurva Daya
Fluida regime yang terjadi akibat rotating impeller, sehingga gaya-gaya
mayor yang terjadi dalam fluida adalah:
- Gaya inersia yang ditandai dengan Power Number
5 3
. .
.
D n
g P
N
c
P

........................................................................(2.12)
- Gaya viskos yang digambarkan dalam Bilangan Reynold

. .
2
Re
D n
N
........................................................................(2.13)
- Gaya gravitasi yang dideskripsikan dengan Bilangan Froude
g
n D
N
Fr
2
.

.............................................................................(2.14)
Dimana : g
c
= faktor konversi hukum newton, 32,17 ft.lb massa/dt
2
.lb.massa
Hubungan yang dapat disimpulkan dari ketiga gaya tersebut adalah :
q
Fr
p
P
N N K N . .
Re
......................................................................(2.15)
Dimana :
K = konstanta
p, q = Eksponen
nilai K,p dan q tergantung situasi pengadukan.
Gaya gravitasi yang digambarkan dalam bilangan Froude menjadi efektif
hanya jika aliran turbulen dan oleh karenanya jika vorteks terbentuk disekitar
impeller. Plotting logaritmik persamaan (2.15) untuk impeller tertentu
diperlihatkan pada gambar 2.8 berikut. Disini bilangan Reynold diplotkan
terhadap fungsi daya:
II-8
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
Gambar 2.8 Karakteristik Daya Mixing Impeller
Untuk kontainer baffle tanpa vorteks:
5 3
. .
.
D n
g P
N
c
P


.........................................................................(2.16)
Kurva ABCD menggambarkan hubungan fungsi daya dan bilangan Reynold
Jika vorteks tidak terbentuk. Dan jika vorteks terbentuk:
q
c
q
Fr
P
g
n D
D n
g P
N
N

,
_


2
5 3
.
. .
.

.....................................................(2.17)
Kurva ABE memberikan hubungan jika terjadi vorteks.
Pada bilangan reynold rendah, kedua kurva bertemu, menunjukkan eksponen q
sama dengan nol dan :
p
P
N K N
Re
. ..........................................................................(2.18)
Berlaku untuk kedua kurva diatas.
Sampai pada bilangan reynold 10, kemiringan kurva daya mendekati sama
dengan 1. Substitusi nilai ini untuk p pada persamaan (2.18)

,
_

. . . . .
.
2 5 3
n D
K
D n
g P
N
c
P
.....................................................(2.19)
3 2
. . . D n
g
K
P
c

...........................................................................(2.20)
Jika kondisi turbulen sepenuhnya terjadi di dalam kontainer dimana vorteks
dihilangkan (dari C ke D pada kurva ABCD) nilai eksponen p adalah nol.
K N
P

....................................................................................(2.21)
II-9
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
5 3
. . . D n
g
K
P
c

...........................................................................(2.22)
Dalam sistem diatas, turbulensi terjadi pada bilangan reynold = 100.000.
Bagian kurva ABE yang terjadi pada daerah aliran turbulen adalah irregular.
Konsekuensinya, tidak ada persamaan yang dapat dibuat untuk input daya jika
aliran turbulen dan adanya pembentukkan vorteks. Nilai konstanta K
tergantung pada bentuk, ukuran impeller serta jumlah baffle dan variabel
lainnya yang tidak termasuk dalam persamaan daya. Berikut tabel nilai
konstanta K pada beberapa jenis impeller:
Tabel 2.1 Viskos Range dan Turebulent Range Beberapa Impeller
IMPELLER
VISKOS
RANGE
(PERS. 2.20)
TURBULENT
RANGE
(PERS. 2.22)
Propeller, square pitch, 3 blade
Propeller, 2 pitch, 3 blade
Turbine, 6 flat blade
Turbine, 6 curved blade
Turbine, 6 arrowhead blade
Fan turbine, 6 blade
Flat paddle, 2 blade
Shrouded turbine, 6 curved blade
Shrouded turbine, with stator (no baffle)
41.0
43.5
71.0
70.0
71.0
70.0
36.5
97.5
172.5
0.32
1.00
6.30
4.80
4.00
1.65
1.70
1.08
1.12
Sumber: Unit Operation Of Sanitary Engineering, Rich, 1961
Kecepatan impeller adalah sebesar:
n r v
i
. . 2
....................................................................................(2.9)
Sedangkan kecepatan relatif yang terjadi akibat pergerakan impeller dan
perlawanan air (v
a
) adalah :
a i
v v v
.......................................................................................(2.9)
Sehingga gaya yang dibutuhkan untuk pengadukan adalah sebesar:
2
. . . .
2
1
v A C F
D D

.....................................................................(2.10)
Power yang dibutuhkan dalam mendesain mekanis sebagaimana disebutkan
diatas adalah sebesar:
P = F
D
. v.........................................................................................(2.11)
Contoh soal :
II-10
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
1. Tentukan power dan luas paddle yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai
G = 50/dt dalam sebuah tangki bervolume 2500 m
3
. temperatur 15
0
C,
koefisien drug 1,8 dan kecepatan paddle 0,6 m/dt, sedangkan kecepatan
relatif 0,75 kali kecepatan paddle!
Penyelesaian:
.
.V
P
G

P = G
2
...V ( = 1,1447 x 10
-3
N dt/m
2
pada T=50
o
C)
P = (50/dt)
2
.(1,1447 x 10
-3
N dt/m
2
).(2500 m
3
)
P = 7154,375 N m/dt.
P = F
D
.v =
3
. . . .
2
1
v A C
D

3
. .
. 2
v C
P
A
D

( = 999,1 Kg/m
3
pada T=50
o
C)
A = 87,314 m
2

2. Sebuah flokulator direncanakan untuk mengolah air
dengan debit 20 MGD. Panjang flokulator tersebut 100 ft, lebar 40 ft dan
dalamnya 15 ft. Flokulator menggunakan paddle yang berjumlah 4 unit.
Paddle tersebut berukuran 40 ft. Dengan lebar 1 ft dan jari-jari 6 ft dari
shaft yang terletak ditengah-tengah kedalaman tangki. Setiap paddle
memiliki 2 blade yang diputar dengan kecepatan 2,5 rpm. Jika kecepatan
air yang timbul adalah dari kecepatan paddle dan koefisien drugnya 1,8,
temperatur air 50
0
F, Viskositas absolut air 2,74 x 10
-5
lb force/ft
2
. tentukan:
b. Kecepatan relatif
c. Power yang dibutuhkan
d. Waktu detensi
e. Gradien kecepatan
f. Flokulator loading
Penyelesaian:
a. v = v
i
v
a
= v
i
0,25.v
i
v = 0,75.(2..6 ft.2,5 /menit)
v = 70,65 ft/menit = 1,18 ft/dt
b. P = F
D
.v =
3
. . . .
2
1
v A C
D

P =
3 2 3
) / 18 , 1 .( ) 2 4 1 40 ).( 8 , 1 .( /
2 , 32
4 , 62
.
2
1
dt ft ft x x x ft lb
,
_


P = 916,996 lb ft
2
/dt
3

c. td = V/Q
td =
) / 95 , 30 20 (
) 15 40 100 (
3
3
dt ft mgd
ft x x

II-11
( )
( ) ( ) ( )
3
6 , 0 75 , 0 [ . 8 , 1 . 9991 , 0
375 , 7154 . 2
x
A
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
td = 1938,611 dt.
d.
.
.V
P
G

=
.
000 . 60 . / . 10 . 74 , 2 (
/ . 996 , 916
3 2 5
3 2
ft ft force lb
dt ft lb
G

G = 23,617 /dt
e. F
loading
= Q/V = 30,95 ft
3
/dt : 60.000 ft
3
F
loading
= 5,15x10
-4
/dt
4. Scale up
Hanya sedikit informasi yang ada hubungannya dengan operasi pengadukan
pada kinerja proses. Maka konsekuensinya, identifikasi fluid regime optimum
untuk mencapai hasil proses yang diinginkan. Sehingga harus didapatkan
informasi berdasarkan percobaan laboratorium atau pilot-plant. Jika fluid
regime optimum teridentifikasi, metode scaling up untuk operasi skala kecil
dapat digunakan untuk mendesain operasi dengan ukuran yang diinginkan
yang memiliki dinamika yang sama. Dua sistem yang sama secara geometrik
jika rasio dimensi dalam satu sistem sama dengan rasio pada sistem yang
lainnya kesamaan kinematik tercapai jika gerakan fluida sama pada kedua
sistem yang secara geometrik sama. Sistem-sistem akan memiliki kesamaan
dinamik jika selain sama secara geometrik dan dinamik, juga mempunyai
rasio-rasio gaya yang sama pada titik tertentu di dalam sistem. Jadi sejauh ini
scale up akan tepat tercapai hanya di dalam sistem yang secara dinamik sama.
Untuk pemakaian daya tertentu, rasio aliran massa-intensitas geser dapat
divariasikan dengan menggunakan impeller dengan ukuran berbeda dan secara
geometrik sama. Sehingga pada tingkat pilot plant, pertimbangkan dengan
baik rasio diameter impeller-tangki yang memberikan hasil proses optimum.
Pengaruh ukuran impeller terhadap laju reaksi pada dua jenis proses dapat
dilihat pada grafik berikut:
II-12
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
Gambar 2.9 Grafik Pengaruh Ukuran Impeller terhadap Laju Reaksi pada
Input Daya yang Sama
Karena rasio aliran massa terhadap intesitas geser dapat divariasikan pada
input daya sama dengan menggunakan impeller berbeda ukuran yang secara
geometrik sama, hanya sedikit justifikasi yang diperoleh dengan berbagai
variasi bentuk impeller. Seperti telah disinggung sebelumnya, bilangan
Reynold berhubungan dengan intensitas geser yang terjadi pada fluida
turbulen. Jadi, data laju reaksi yang tergantung pada ketebalan film cairan
dapat dikorelasikan dengan bilangan Reynold. Korelasi ini didemonstrasikan
oleh Ruhton. Jika impeller dirotasikan pada kecepatan berbeda dalam kisaran
aliran yang sepenuhnya turbulen (dari C ke D gambar 2.5), data yang
diperoleh akan memberikan hubungan seperti pada gambar 2.10 berikut:
Gambar 2.10 Korelasi Koefisien Laju, Sifat Fluida dan Gerakan Fluida
Bilangan Reynold diplot terhadap :
II-13
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
w
P
k
c
k
D h

,
_


. .
.......................................................................(2.23)
Dimana : h = koefisien Transfer panas (BTU)/(ft
2
)(jam)(
o
F)
K= kondukrivita termal (BTU)(ft)/(ft
2
)(jam)(
o
F)
c
p
= panas spesifik pada tekanan konstan (BTU)/(lb)(
o
F)
w= eksponen
Dalam bentuk persamaan hubungannya adalah:
w
P
m
k
c n D
K
k
D h

,
_

,
_

. . .
'
.
2
....................................................(2.24)
Dimana : m = kemiringan kurva korelasi
Untuk menghasilkan nilai tertentu dari koefisien transfer h dalam sistem
secara geometris sama untuk ukuran berbeda, hubungan scale up dapat
diperoleh dengan membagi hubungan pada persamaan (2.24) yang
diekspresikan dalam perbandingan ukuran yang satu terhadap yang lain, jika
fluida tidak berubah:
( ) m m
D
D
n
n
/ ) 1 2
2
1
1
2

,
_

.........................................................................(2.25)
Dimana : 1 dan 2 merujuk pada ukuran yang berbeda.
kebutuhan daya yang harus dipenuhi pada scale up ditentukan dari hubungan
yang dikembangkan dengan mengkombinasikan persamaan (2.22) dan (2.25):
( ) m m
D
D
P
P
/ 3
2
2
1
2

,
_

...........................................................................(2.26)
nilai m tergantung pada geometrik khas tangki serta bentuk, ukuran dan lokasi
impeller serta kelengkapan lain di dalam tangki. Plot eksponen ini terhadap
rasio daya input persatuan volume di dalam sistem yang secara geometris
sama sebagai fungsi ukuran tangki dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ;
II-14
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
Gambar 2.11 Hubungan Daya Volume Terhadap Skala Eksponen
Terlihat dari kurva bahwa secara umum input daya persatuan volume
bervariasi dengan scale up. Selain itu, rasio bervariasi terhadap nilai m.
2.4 Pengadukan Pneumatis
Pengadukan dengan memanfaatkan pergerakan naiknya gelembung udara yang
menghasilkan fluid regime dilakukan menggunakan injeksi udara (gambar 2.12).
Gambar 2.12 Pneumatic Mixing
Keuntungan lebih yang didapatkan bila dibanding dua cara sebelumnya:
- Pengadukan lebih besar (G dari pneumatis tinggi);
- Penambahan oksigen terlarut ke dalam air olahan.
II-15
Diktat Satuan Operasi (TLI-311)
Hanya saja karena gelembung udara sangat berpengaruh terhadap G. Padahal diameter
gelembung udara yang akan dimanfaatkan harus lebih kecil dari 2 mm, sedangkan
gelembung udara normal berkisar antara 3-8 mm sehingga cara ini jarang dipakai.
Power yang dibutuhkan untuk menghasilkan pengadukan dengan pneumatis ini adalah
sebesar :
1
]
1

34
34
. . 15 , 8
h
Log Q p
u
.........................................................................(2.27)
Dimana : Q
u
= Debit alir udara
H = Kedalaman diffuser.
Contoh soal :
Pada sebuah bak koagulasi dasar berbentuk bujursangkar, dengan rasio kedalaman
air terhadap lebar bak = 1,25, debit olahan 2 mgd, gradien kecepatan 790 /dt.
Waktu detensi 40 dt, temperatur air 50
0
F = 2,74 x 10
-5
lb. force. sec/ ft
2
dan letak
diffuser 0,5 ft diatas dasar bak. Tentukan (a) dimensi bak, (b) power yang
dibutuhkan, (c) debit udara yang dibutuhkan!
Penyelesaian :
(a) V = (2 x 10
6
) x 40 / (86400 x 7,48) = 123,79 ft
3
.
V = 123,79 ft
3
= P x L x T = L x L x 1,25 L
L = 4,63 ft maka P = 4,63 ft dan T = 5,94 ft
(b) P = (790)
2
x 2,74 x 10
-5
x 123,79 ft = 2116,85 ft.lb/dt
(c)

+

)
34
34 94 , 5
.( log
5 . 81 / 85 , 2116
a
G
371,43 ft
3
/min
II-16

You might also like