You are on page 1of 6

Buletin Ristek Balitbangda Jawa Barat, vol 4, no 2, 2005

MEMBANGUN RANTAI PASOKAN PERTANIAN: ISU DAN PANDUAN


Witono Adiyoga
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung 40391

Abstrak

Rantai pasokan terintegrasi merupakan salah satu alat bersaing yang paling diminati dalam bisnis perekonomian
global saat ini. Pengembangan rantai pasokan untuk produk pertanian tidak hanya dapat mengurangi biaya
transaksi, tetapi juga meminimalkan hambatan-hambatan kelembagaan. Rantai pasokan memungkinkan
partisipan untuk mencapai tingkat pelayanan yang lebih tinggi dan menangkap nilai tambah substansial, sehingga
dapat berfungsi sebagai titik ungkit pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Artikel ini juga
mendiskusikan isu-isu kritikal serta tahapan tindakan yang diperlukan untuk menstimulasi dan mendukung
terbangunnya rantai-rantai pasokan di negara berkembang.

A. PENDAHULUAN

Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lingkungan kompetitif sistem pangan telah mendorong
ketertarikan berbagai pihak terhadap pengelolaan/penataan rantai pasokan (supply chain management = SCM).
Dalam satu dekade terakhir, lingkungan kompetitif di sekitar petani bekerja telah dipengaruhi paling sedikit oleh dua
trend kunci. Trend yang pertama adalah globalisasi menuju era perdagangan bebas. Salah satu fitur kunci yang
relevan adalah perkembangan pesat korporasi internasional (tidak saja sebagai penjual/pedagang, tetapi juga
sebagai sumber/produsen produk) dalam industri makanan. Sementara itu, fitur penting lain adalah semakin
berkurangnya hambatan perdagangan antar negara dan semakin baiknya akses pasar. Hal ini mengakibatkan
pemasok domestik ditantang oleh harga dan kualitas produk impor yang banyak beredar di pasar-pasar lokal. Ritel
makanan internasional maupun eksportir makanan segar telah mendorong timbulnya trend mengenai kualitas dan
keamanan pangan/makanan dengan standar dunia (world standard). Trend yang kedua adalah semakin
menurunnya nilai tukar komoditas/produk pertanian. Harga input untuk proses produksi cenderung terus meningkat
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, namun pengembalian (returns) terhadap sektor pertanian tidak berjalan
seperti itu. Kondisi ini mengakibatkan nilai tukar komoditas pertanian yang semakin menurun dari tahun ke tahun.
Folkerts and Koehorst (1998) mendefinisikan rantai pasokan sebagai suatu kumpulan unit-unit usaha
yang saling bergantung satu sama lain (interdependent), bekerja sama secara erat untuk mengelola pengaliran
barang dan jasa di sepanjang rantai nilai tambah (value-added chain), dalam rangka merealisasikan suatu nilai bagi
konsumen/pelanggan pada tingkat biaya terendah. Rantai pasokan pada dasarnya merupakan saluran (Hughes,
1994; Fearne, 1996; Handfield and Nichols, 1999) yang memungkinkan: (a) produk bergerak dari produsen ke
konsumen, (b) pembayaran, kredit dan modal kerja bergerak dari konsumen ke produsen, (c) teknologi disebar
luaskan sepanjang rantai pasokan, (d) hak kepemilikan berpindah dari produsen ke pengepak atau pengolah,
kemudian ke pemasar, dan (e) informasi mengenai permintaan konsumen serta preferensinya mengalir dari
pengecer ke produsen. Secara konsepsual, rantai pasokan juga merupakan suatu sistem ekonomi yang
mendistribusikan manfaat serta risiko diantara partisipan yang terlibat di dalamnya (Iyer and Bergen, 1997; Lambert
and Cooper, 2000).

MANFAAT BAGI PARTISIPAN RANTAI PASOKAN

Pemasok, produsen dan pedagang individual yang dihubungkan melalui suatu rantai pasokan akan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya satu sama lain, dalam proses menciptakan ”nilai” yang lebih besar

1
dibandingkan dengan jika beroperasi secara independen. Rantai pasokan dapat menciptakan sinergi melalui salah
satu cara berikut ini: (a) memperluas pasar tradisional melampaui batas-batas orijinalnya, sehingga dapat
meningkatkan volume penjualan bagi partisipan rantai, (b) mengurangi biaya produksi di bawah biaya produksi
rantai pasokan pesaing, sehingga dapat meningkatkan marjin kotor untuk modal kerja yang dikeluarkan oleh
partisipan rantai pasokan, dan (c) mentargetkan segmen pasar tertentu untuk produk spesifik dan melakukan
diferensiasi pelayanan, kualitas produk atau reputasi merek, sehingga dapat meningkatkan persepsi konsumen
terhadap nilai produk bersangkutan – memungkinkan partisipan rantai untuk menentukan harga lebih tinggi.
Banyak produsen di negara-negara berkembang dapat menarik manfaat dengan bergabung ke dalam
suatu rantai pasokan. Melalui suatu afiliasi (hubungan jangka panjang antara produsen dengan partisipan lain
dalam rantai pasokan, misalnya berdasarkan integrasi proses atau stabilitas pasokan), produsen dapat
menentukan apakah kegiatan produksinya akan diarahkan untuk pasar skala atas, pasar produk terdiferensiasi
atau pasar skala bawah. Rantai pasokan pertanian yang inovatif memungkinkan produsen untuk memperbaiki
marjin kotor, meningkatkan tabungan, mengadaptasikan produk untuk pasar target, serta memperbaiki proses
penciptaan nilai tambah dan penyesuaian terhadap dinamika lingkungan pasar.
Bentuk asosiasi antar partisipan rantai pasokan cukup beragam, termasuk afiliasi korporat, afiliasi
kontraktual, keanggotaan dalam suatu komunitas dagang, keanggotaan dalam koperasi produsen, dsb. Beberapa
manfaat penting yang dapat diperoleh dari keberhasilan implementasi konsep rantai pasokan, diantaranya adalah:
• hubungan/relasi jangka panjang antar mitra di sepanjang rantai yang mengarah pada perbaikan marjin
dan pengetahuan pasar bagi produsen primer atau petani
• pengurangan kehilangan hasil selama penyimpanan dan transportasi sebagai konsekuensi dari koordinasi
aktivitas di sepanjang rantai secara optimal
• perbaikan kualitas dan/atau kesegaran produk secara signifikan
• jaminan perbaikan keamanan produk makanan/pangan
• peningkatan penjualan secara signifikan sebagai konsekuensi dari pertukaran informasi pasar yang
berjalan cepat dan lancar
• rantai pasokan yang terkoordinasi dapat menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi serta
penerimaan yang tinggi pula, karena produk bersangkutan sesuai dengan permintaan konsumen di
segmen pasar tertentu

B. BEBERAPA ISU KUNCI DALAM PENGEMBANGAN RANTAI PASOKAN PERTANIAN

• Kekuatan-kekuatan penghela pengembangan rantai pasokan pertanian

Perubahan permintaan konsumen, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta


internasionalisasi sektor industri pertanian merupakan kekuatan utama yang menghela pengembangan rantai
pasokan dan mendorong penyesuaian strategis hubungan tradisional pembeli/penjual di sepanjang rantai. Agar
dapat tetap bertahan dalam lingkungan usaha yang sangat kompetitif, partisipan rantai harus dapat merespon
berbagai tantangan. Bagaimana merespon permintaan konsumen yang selalu berubah? Bagaimana menjamin
keamanan produk, memenuhi standar kualitas internasional serta menjaga kualitas produk pangan/makanan
selama proses produksi, pengolahan, distribusi dan penyimpanan? Bagaimanakah proses produksi
diorganisasikan secara baik agar nilai tambah yang dihasilkan dapat dimaksimalkan? Berbagai tantangan tersebut
pada dasarnya melampaui kapasitas partisipan rantai untuk mengahadapinya secara individual/tunggal.
Pengalaman menunjukkan bahwa pasar baru, segmen pasar baru, produk baru dan pelayanan/jasa baru dapat
dikembangkan secara optimal melalui kemitraan antara pemasok, produsen, pemasar dan pelanggan di dalam
rantai pasokan.

• Pengetahuan rantai sebagai faktor keberhasilan yang kritikal

Mengembangkan rantai pasokan pertanian merupakan tugas/pekerjaan yang kompleks. Pengetahuan


dan keahlian tertentu sangat diperlukan untuk menciptakan dan mengorganisasikan rantai pasokan. Pengetahuan

2
rantai (chain knowledge) termasuk beberapa pengetahuan yang saling berhubungan, misalnya: (a) perancangan
dan pengemasan produk, (b) kebutuhan pasar dan preferensi konsumen/pelanggan, dan (c) proses produksi,
distribusi serta integrasinya. Pengetahuan mengenai rantai berkaitan erat dengan fungsionalisasi rantai pasokan
secara keseluruhan. Pengetahuan ini dapat membantu upaya mengintegrasikan dan menginterkoneksikan
kegiatan produksi, distribusi, prosesing dan perdagangan pada semua tingkat di sepanjang rantai pasokan.

• Strategi untuk pengorganisasian rantai pasokan pertanian

a) Diferensiasi rantai (Chain differentiation). Strategi ini berhubungan erat dengan upaya penyiapan rantai
pasokan agar dapat merespon terhadap permintaan spesifik segmen pasar tertentu. Semakin meningkatnya
pilihan produk pangan/makanan yang ditawarkan, konsumen khususnya strata kelas menengah perkotaan,
secara terus menerus akan mengajukan kebutuhan akan produk atau jasa baru yang spesifik.
b) Asuransi kualitas rantai integral (Integral chain quality assurance). Pilihan konsumen semakin ditentukan oleh
persyaratan yang berkaitan dengan kualitas dan keamanan pangan (Good Agricultural Practices dan
Integrated Pest Management) (Jongen and Meulenberg, 1998). Supermarket di Brazil dan Thailand telah
memulai Pengelolaan Kualitas Total (Total Quality Management) dan menerapkan peraturan Analisis Bencana
pada Titik Pengendalian Kritikal (Hazard Analysis at Critical Control Points = HACCP) untuk produk pangan
segar dan mudah rusak (fresh and perishable).
c) Penyesuaian rantai proses (Chain process realignment). Pengembangan operasi global dari sejumlah
perusahaan sering membutuhkan rekonfigurasi rantai pasokan dan perekayasaan ulang proses. Pasar yang
semakin kompetitif menuntut partisipan rantai untuk menghindarkan inefisiensi, mencari sumber keunggulan
komparatif berdasarkan pengurangan/reduksi biaya, serta perbaikan siklus waktu respon.

Pendekatan umum terhadap pengembangan rantai pasokan dapat diringkas ke dalam enam konsep dasar berikut
ini:
1. Pendekatan dari bawah ke atas (Bottom-up approach). Inisiatif kerjasama vertikal biasanya muncul dari mitra
rantai potensial yang sedang berupaya untuk mengatasi hambatan-hambatan spesifik atau memecahkan
masalah-masalah manajemen tertentu, dan kemudian menemukan bahwa kekuatan rantai pasokan dapat
menjadi titik ungkit solusi. Persyaratan kelayakan komersial, teknis dan politis dari afiliasi rantai yang diusulkan
harus dipenuhi untuk menentukan posisi kompetitif dan kekuatan suatu perusahaan (Porter, 1985). Analisis
nilai rantai (a value chain analysis) dapat digunakan untuk mengkaji kelayakan komersial dan teknis dari
usulan afiliasi rantai. Sedangkan kelayakan politis dapat dikaji melalui analisis dampak sosial ekonomi (a socio-
economic impact analysis). Lebih lanjut, analisis dampak ini harus dikombinasikan dengan analisis persepsi
stakeholder (stakeholder perception analysis).
2. Pengembangan rantai pasokan pertanian berorientasi permintaan (Demand oriented agri supply-chain
development). Permintaan konsumen/pelanggan harus merupakan titik awal/berangkat dari perancangan
suatu rantai pasokan pertanian yang baru. Hanya produk yang dapat merespon permintaan konsumen secara
lebih cepat, lebih murah, serta memberikan solusi lebih baik, yang dapat bertahan di pasar.
3. Kemitraan antara publik dan swasta (Public-private partnerships). Tim stake-holders yang bekerja sama dalam
suatu pilot proyek sebaiknya tidak hanya terdiri dari perwakilan komunitas bisnis saja, tetapi juga dari
perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Bergantung dari tujuan proyek, institusi pemerintah juga dapat
dilibatkan secara aktif.
4. Pembelajaran dengan melakukan (Learning by doing). Pengalaman langsung harus merupakan bagian dari
sistem manajemen pengetahuan secara keseluruhan, termasuk pengembangan pengetahuan, diseminasi
pengetahuan, pemafaatan pengetahuan dan penyimpanan pengetahuan. Pengalaman praktis di rantai
pasokan dapat didukung oleh pelatihan-pelatihan di bidang pengembangan rantai pasokan, misalnya
diferensiasi rantai (pelatihan manajemen kategori), asuransi kualitas rantai integral (pelatihan HACCP) dan
penyesuaian proses rantai atau optimisasi rantai (pelatihan logistik).
5. Penguatan infrastruktur pengetahuan rantai (Strengthening chain knowledge infra-structure). Salah satu faktor
keberhasilan penting dalam persaingan rantai pasokan adalah infrastruktur pengetahuan, khususnya

3
infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan produksi, prosesing dan perdagangan di semua tingkat rantai
pasokan secara terintegrasi.
6. Pengaturan/penyesuaian yang sinergis dan progresif (Synergy and progressive allignment). Upaya
terkoordinasi antar perusahaan-perusahaan benih yang secara sukses mengorganisasikan pelatihan Cara
Budidaya atau Bercocok Tanam yang Baik (Good Agricultural Practices) dan Pengendalian Hama Terpadu
(Integrated Pest Management), serta pihak ritel yang menyiapkan program sertifikasi untuk sayuran
aman/bersih dan organik, akan dapat menghasilkan spin-off yang lebih besar dibandingkan dengan upaya-
upaya individual.

C. TAHAPAN-TAHAPAN UNTUK PENGEMBANGAN RANTAI PASOKAN

Analisis rantai

Pengembangan rantai pasokan harus diawali oleh pengkajian sistem yang ada dan mencakup: (a)
Perancangan peta sistem komersial yang ada dan menganalisis lingkungan usahanya - aliran produk, tingkat
pertukaran, fasilitas, kebijakan pemerintah, dsb., (b) Identifikasi pemain-pemain potensial rantai pasokan atau
stakeholders dan menggambarkan fungsi, peranan serta hubungan antar pemain, (c) Identifikasi keber-adaan
pemimpin (leader) rantai, (d) Pengukuran keragaan rantai pasokan berdasarkan kriteria efisiensi, fleksibilitas,
inovasi, responsivitas dsb., dan (e) Penerapan analisis SWOT untuk memeriksa kekuatan dan kelemahan dari
organisasi rantai pasokan, serta kesempatan dan ancaman dari lingkungan rantai pasokan.

Pengembangan strategi dan organisasi rantai

Setelah struktur dari rantai pasokan yang ada selesai dianalisis, maka hal lain yang perlu dilakukan adalah
mengidentifikasi partisipan potensial yang akan terlibat di dalam pilot proyek serta mendefinisikan sasaran/tujuan
umum. Partisipan potensial secara bersama-sama mendefinisikan strategi dan organisasi rantai pasokan.

Langkah-langkah dalam melaksanakan pilot project

Fase Analisis atau Orientasi

Langkah pertama proyek pengembangan rantai pasokan adalah: (a) analisis masalah sepanjang rantai
pasokan, dan (b) identifikasi pelaku atau partisipan dalam rantai pasokan. Berbagai pertanyaan yang harus dijawab
dalam fase ini diantaranya:
• Siapa sajakah pelaku/pemain di dalam rantai pasokan?
• Bagaimanakah peran mereka (pelaku/pemain) masing-masing?
• Bagaimanakah kompetensi mereka (pelaku/pemain) masing-masing?
• Bagaimanakah hubungan diantara mereka (pelaku/pemain)?
• Jenis aliansi strategis serta rancangan organisasional seperti apakah yang paling diinginkan (baik dengan
pihak publik dan swasta)?
• Akan seperti apakah dampak sosial ekonomi dari proyek rantai pasokan?
• Bagaimanakah struktur biaya dan nilai tambah dari rantai pasokan yang ada?
• Bagaimanakah kategori kualitas serta sistem pemantauan kualitas yang ada?
• Bagaimanakah preferensi dan kepuasan konsumen dapat dipenuhi?
Melalui penggunaan analisis SWOT, maka kekuatan dan kelemahan dari mitra rantai dapat didefinisikan,
serta kesempatan dan ancaman dari lingkungan rantai pasokan dapat diidentifikasi. Keluaran dari fase pertama ini
adalah identifikasi tantangan-tantangan utama serta bangunan langkah menuju formulasi strategi.

4
Fase Definisi

Pada fase kedua, pendalaman yang diperoleh pada fase sebelumnya harus diterjemahkan ke dalam
rencana strategis dan aksi. Pendekatan kerangka logis (logical framework approach) dapat digunakan untuk
menentukan:
• Apakah sasaran proyek secara keseluruhan?
• Apakah tujuan spesifik yang bersifat mendetil dari proyek rantai pasokan?
• Input dan kegiatan apa saja yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut?
• Apakah output yang diharapkan untuk kegiatan yang telah direncanakan?
• Apakah risiko spesifik dari tujuan/kegiatan dan bagaimana menanganinya?
• Bagaimanakah penjadwalan dan perencanaan proyek rantai pasokan tersebut?
• Bagaimanakah struktur manajemen proyek rantai pasokan tersebut?
• Bagaimanakah perencanaan anggaran dan finansial yang dibutuhkan?
• Investasi dan pengetahuan seperti apakah yang dibutuhkan di sepanjang rantai pasokan dan di mana
kedua hal tersebut dapat diperoleh?
Keluaran dari fase kedua ini adalah detil perencanaan proyek untuk memperbaiki rantai pasokan
pertanian

Fase Pelaksanaan

Organisasi proyek yang memadai perlu dirancang untuk mendukung fase eksekusi. Kelompok pengarah
yang terdiri dari wakil setiap mata rantai pasokan, organisasi publik dan lembaga finansial perlu dikoordinasikan.
Pengelolaan sehari-hari harus didukung oleh seorang koordinator, karena proyek pengembangan rantai pasokan
biasanya terdiri dari berbagai komponen (logistik, teknologi, TQM dsb.) yang perlu dikoordinasikan dan dikaitkan
satu dengan yang lainnya. Koordinator dapat berperan sebagai penengah antara stakeholders publik dan swasta
dan sebaiknya memiliki pengalaman penelitian dalam proyek internasional, memahami chain science dan berbagai
ilmu terkait, memiliki pengalaman dalam proyek manajemen, memiliki kemampuan negosiasi, serta mempunyai
jejaring kerja yang luas dan kuat.
Dalam rantai pasokan, semua partisipan harus memiliki pemahaman yang baik mengenai berbagai
konsep, misalnya rantai tataniaga, logistik, pengendalian/peng-awasan kualitas, sertifikasi, penjejakan dan
penelusuran. Untuk menjamin keberlanjutan pengembangan rantai pasokan maka disarankan agar melakukan
investasi berkaitan dengan pengetahuan lokal mengenai rantai pasokan, bekerja sama dengan perguruan tinggi
dan lembaga penelitian. Keluaran dari fase ketiga ini adalah rantai pasokan pertanian yang fungsional

Fase Evaluasi dan Pemantauan

Fase ini melibatkan evaluasi yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pengembalian ekonomis suatu
investasi dapat dikalkulasi dari sudut pandang bisnis ekonomi, namun perhatian perlu pula diberikan pada
beberapa aspek, misalnya peningkatan pengetahuan serta kerjasama antar partisipan di dalam rantai pasokan.
Isu-isu konsepsual memfokuskan pada berbagai pertanyaan sebagai berikut:
• Siapakah stakeholders utama dari proses evaluasi ini?
• Kerangka kerja apa yang akan digunakan untuk memberikan arah evaluasi?
• Apakah kegunaan dan isu utama dari evaluasi ini?
• Apakah ada pertimbangan politis yang harus diperhitungkan?
• Standar dan kriteria apa yang digunakan untuk memberi penilaian?
• Sumberdaya apa sajakah yang tersedia untuk evaluasi ini?
Rancangan teknis yang diturunkan harus sejalan dengan arah konsepsi evaluasi dan harus dapat
menjawab berbagai pertanyaan berikut ini:
• Metode apa yang akan digunakan (wawancara, lokakarya, studi kasus)?
• Apakah yang akan menjadi unit analisis utama?

5
• Bagaimanakah strategi pengambilan contoh yang akan digunakan?
• Jenis data apa yang dikumpulkan? Sumber data? Instrumen pengumpulan?
• Bagaimanakah cara menjamin kualitas dan akurasi data yang dikumpulkan?
• Analisis seperti apakah yang akan digunakan/dilakukan?
• Temuan apakah yang akan diharapkan akan diperoleh dari hasil analisis?
Fase evaluasi juga harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
• Apakah tujuan dan target yang telah ditetapkan dapat tercapai?
• Apakah hasilnya dapat dicapai tepat waktu?
• Apakah semua kegiatan dapat dijalankan dalam kerangka usulan anggaran?
• Apakah strategi rantai pasokan akan sama pada 5-10 tahun ke depan?
• Tantangan atau masalah baru apakah yang akan dihadapi?
• Tipe hubungan antar partisipan seperti apakah yang mungkin berkembang dalam 5 tahun ke depan?
Keluaran dari fase keempat ini adalah kerjasama strategis di dalam atau sepanjang rantai pasokan.

D. KESIMPULAN

Globalisasi menuju era perdagangan bebas dan semakin menurunnya nilai tukar komoditas/produk
pertanian telah mendorong ketertarikan berbagai pihak terhadap penataan rantai pasokan (supply chain
management = SCM). Melalui suatu afiliasi (hubungan jangka panjang antara produsen dengan partisipan lain
dalam rantai pasokan), produsen dapat menentukan ke segmen pasar mana kegiatan produksinya akan
diarahkan. Rantai pasokan pertanian yang inovatif memungkinkan produsen untuk meningkatkan marjin kotor dan
tabungan, mengadaptasikan produk untuk pasar target, serta memperbaiki proses penciptaan nilai tambah dan
penyesuaian terhadap dinamika lingkungan pasar. Strategi untuk pengorganisasian rantai pasokan pertanian dapat
dilakukan melalui diferensiasi rantai (chain differentiation), asuransi kualitas rantai integral (integral chain quality
assurance) dan penyesuaian rantai proses (chain process realignment). Sementara itu, upaya pengembangan
rantai pasokan pertanian dapat ditempuh melalui beberapa tahapan, yaitu fase analisis atau orientasi, fase definisi,
fase pelaksanaan, serta fase evaluasi dan pemantauan.

DAFTAR PUSTAKA

Cooper, M.C., D.M.Lambert and J.D. Pagh. 1997. Supply Chain Management: More than a Name for Logistics.
International Journal of Logistics Management, Vol. 8, No. 1.
Fearne, A. 1996. Editorial Note. Supply Chain Management, Vol. 1, No. 1, pp.3-4.
Folkerts, H., and Koehorst, H. 1998. Challenges in International Food Supply Chains: Vertical Coordination in the
European Agribusiness and Food Industries. British Food Journal, 100, 385-388.
Handfield, R.B. and E.L. Nichols. 1999. Introduction to Supply Chain Management. Prentice Hall, N.J.
Hughes, D. 1994. Breaking with Traditions: Building Partnerships and Alliances in the European Food Industry.
Wye, Wye College Press.
Iyer, A.V. & M.E. Bergen. 1997. Quick Response in Manufacturer-Retailer Channles. Management Science, Vol.43,
No. 4, pp. 559-570.
Jongen W.M.F. and M.T.G. Meulenberg. 1998. Innovation of Food Production Systems, Product Quality and
Consumer Acceptance. Wageningen: Wageningen Pers.
Lambert D.M. and M.C. Cooper. 1998. Issues in Supply Chain Management. Industrial Marketing Management. 29,
65-83.
Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage, New York, The Free Press.

You might also like