You are on page 1of 13

ATRIAL SEPTAL DEFECT ( ASD ) PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir

(PJB), di mana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.1 Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik (biru) dan PJB non sianotik (tidak biru). PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB non sianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri seiring dengan pertambahan usia anak.1 Salah satu PJB non sianotik adalah kebocoran sekat serambi jantung (Atrial Septal Defect/ASD). Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Atrial Septal Defect/ASD Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh PJB pada bayi yang lahir hidup.1

EPIDEMIOLOGI Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB.1 Atrial Septal Defect/ASD Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh PJB pada bayi yang lahir hidup.2 KLASIFIKASI Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu1,2 1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup mitral. 2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum. 3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

ETIOLOGI Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.2 Faktor-faktor tersebut diantaranya : 1. Faktor Prenatal a. Ibu menderita infeksi Rubella b. Ibu alkoholisme c. Umur ibu lebih dari 40 tahun d. Ibu menderita IDDM e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2. Faktor genetik a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB b. Ayah atau ibu menderita PJB c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down d. Lahir dengan kelainan bawaan lain Gangguan hemodinamik kanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.2 Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu1 1. Defek sinus venosus atau defek vena kava superior Letak defek di atas fosa ovalis,tidak mempunyai tepi atas yang jelas dan biasanya disertai dengan vena pulmonalis yang bermuara rendah di vena kapa superior. 2. Defek fosa ovalis atau ASD II (ASD sekundum) Letak defek di fosa ovalis. 3. Defek atrioventrikular atau ASD I (ASD primum) Biasanya disertai dengan kelainan katub atrioventrikular. Bergantung pada saat timbulnya gangguan perkembangan, maka akan terjadi bemacam-macam bentuk. Pada gangguan ringan embryonal endocardial cushion, letak ASD rendah katub mitral terbelah (ECD derajat I). Pada gangguan berat, letak ASD rendah dan katub mitral terbelah, katub trikuspid terbelah ( ECD derajat II ). Pada gangguan yang menyeluruh, letak ASD rendah, katub-katub mitral dan atau trikuspid terbelah dan letak defek septum ventrikel (VSD) tinggi (ECD derajat III), dulu dikenal dengan nama atrioventrikular komunis.

PATOGENESIS Pada saat septum atrium mempunyai bentuk endocardial cushion mulailah terjadi pembagian mono-atrium menjadi atrium kanan dan atrium kiri, primitive atrio-ventrikular canal terbagi dua. Pembagian pertama terjadi dengan pertumbuhan yang disebut septum primum, dari dinding atas bagian dorsal mono atrium ke arah endocardial cushion dibiarkan terbuka :ostium primum.2 Dengan pertumbuhan septum primum, maka pertumbuhan ostium primum mengecil, maka pada septum primum itu sendiri terjadi suatu lubang lebih kranial dan ke arah ventral disebut ostium sekundum. Ostium sekundum tertutup pada pertumbuhannya sebagian ventral dan sebagian lagi dorsal. Bagian terbuka yang tertinggal, tertutup oleh septum dari atrium sisi kiri disebut foramen ovale.2 Septum primum kemudian menjadi katub foramen ovale. Jadi defek fosa ovalis terjadi karena pekembangan septum sekundum kurang sempurna akibat reabsorpsi abnormal septum primum.2 PATOFISIOLOGI Besarnya shunt kiri-ke-kanan pada ASD tergantung pada besarnya kebocoran/ defek, kepatuhan relatif dari ventrikel, dan resistensi relatif baik dalam sirkulasi paru dan sistemik. Dengan ASD kecil, meninggalkan tekanan atrium dapat melebihi tekanan atrium kanan dengan beberapa milimeter air raksa, sedangkan dengan ASD besar, berarti tekanan atrium hampir sama. Darah dari atrium kiri dengan mudah sekali masuk ke dalam atrium kanan, karena pada sistolik tekanan di atrium kiri relative lebih tinggi dari kanan. Bila defek ini kecil sekali, pertambahan volume darah di atrium kanan tidak seberapa. Bila defek cukup besar (2cm) maka pertambahan volume darah akan tampak di atrium dengan arah pengaliran dari atrium kiri ke atrium kanan disebut kebocoran kirikanan (L-R shunt). Pertambahan volume darah ini menyebabkan dilatasi dari atrium kanan dan juga dari ventrikel kanan. Darah yang dipompa oleh ventrikel kanan jumlahnya bertambah besar dan menyebabkan pelebaran a. pulmonalis dan

seluruh cabang-cabangnya di dalam paru. Vena-vena pulmonalis pun akan bertambah lebar, karena pertambahan volume darah itu. Darah yang masuk kembali ke atrium kiri jumlahnya bertambah. Hal ini tidak menyebabkan dilatasi dari atrium kiri, karena sebagian darah itu langsung masuk ke atrium kanan.1 Atrium kiri dan ventrikel kiri pada kelainan ASD tetap normal. Bila kebocoran besar, ventrikel dan aorta dapat menjadi kecil. A. pulmonalis menjadi 2-3 kali lebih besar daripada aorta. Jadi pada kelainan ASD ini yang mengalami kelainan adalah atrium kanan, dan a pulmonalis dan cabang-cabangnya dalam paru. Ventrikel kiri dan aorta menjadi kecil pada kebocoran besar.1 Selama a.pulmonalis dan cabang-cabangnya didalam paru-paru dan vena pulmonalis tidak ada perubahan apa-apa, arus darah dari jantung kanan melalui paru sampai ke atrium kiri berjalan lancar. Tekanan didalam a.pulmonalis tidak mengalami kenaikan yang berarti, meskipun volume darahnya bertambah. Keadaan ini dapat bertahan lama. Untuk tiap penderita jangka waktu bertahan berbeda-beda. Selama jangka waktu ini biasanya tidak ada keluhan dari si penderita.1 Pada suatu saat terjadilah perubahan-perunahan dalam pembuluh darah paru-paru. Lumen dari a.pulmonalis pada cabang-cabangnya didalam paru, secara perlahan-lahan menjadi sempit, karena terjadi penebalan dari intimanya. Perubahan ini dimulai dari daerah tepi. Lambat laun penyempitan ini akan menjalar ke medial. Hal ini menyebabkan timbulnya hambatan/ resistensi yang besar pada aliran a.pulmonalis.1 Arteri pulmonalis bagian sentral melebar dan bagian perifer menyempit . hilus menjadi lebar. Ukuran pembuluh darah pada hilus dan perifer perbandingannya menjadi 5:1 sampai 7:1 ini adalah tanda-tanda hipertensi pulmonal. Ventrikel kanan yang semula hanya dilatasi saja sekarang menjadi hipertropi. A. pulmonalis dan jalur keluar menjadi semakin menonjol.1 Peninggian tekanan dalam ventrikel kanan dapat menjalar ke dalam atrium kanan. Bila tekanan di dalam atrium kanan ini lebih tinggi dari atrium kiri, maka terjadilah pembalikan dari arah kebocoran. Arus kebocoran yang semula dari kiri ke kanan sekarang menjadi dari kanan ke kiri. Keadaan ini menimbulkan

sindroma eisenmenger dengan tanda-tanda sianosis, dispnue, polysitemia dan lain-lain.1

MANIFESTASI KLINIS 1. Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).1,2,3 2. Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar1,2,3 3. selain itu, dispneu (kesulitan dalam bernafas), sesak nafas ketika melakukan aktivitas, jantung berdebar-debar (palpitasi).1,2,3

KRITERIA DIAGNOSA Biasanya tanpa gejala sampai umur pertengahan Teraba pulsasi dari arteri paru dan klik ejeksi dapat dideteksi karena dilatasi arteri paru. Terdapat pergeseran ventrikel kanan, S2 mengalami split lebar dan menetap. Aliran darah pada ASD tidak menyebabkan murmur di lokasi shunt karena tidak ada gradien tekanan yang besar antara atrium. Namun, ASD sedang sampai besar hasil pirau kiri ke kanan dalam meningkatkan stroke volume ventrikel kanan yang menciptakan crescendo-decrescendo murmur ejeksi sistolik. Murmur ini terdengar di ruang ICS kedua pada garis sternal kiri atas atau terdengar mur-mur ejeksi sistolik derajat I-III/VI pada daerah pulmoner. Pasien dengan pirau kiri ke kanan yang besar sering memiliki murmur middiastolic di garis bawah sternum kiri karena meningkatnya aliran melintasi katup trikuspid Pada pasien dengan defek ostium primum dan celah pada katup mitral, regurgitasi mitral mungkin ada. Pada pasien yang mengalami hipertensi arteri pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan, S4 ventrikel kanan mungkin ada. Dalam kasus tersebut, murmur pulmonal midsystolic lebih lembut dan lebih pendek, murmur trikuspid tidak ada, murmur regurgitasi pulmonal dapat menjadi jelas. ASD adalah kelainan acyanotic. Dalam kasus yang jarang terjadi hipertensi arteri paru berat, pembalikan shunt atrium (Eisenmenger sindrom) dapat terjadi, yang menyebabkan sianosis dan clubbing. Gambaran EKG menunjukan perlambatan hantaran ventrikel kanan Gambaran radiologi menunjukan dilatasi arteri pulmoner dan peningkatan vaskularisasi atau corak. Diagnosis pastinya dengan echo doppler.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Elektrokardiografi 2,3 menunjukkan adanya fibrilasi atrium atau pembesaran atrium kanan. Temuan pada pasien dengan ASD secundum adalah irama sinus normal, axis deviasi ke kanan, dan pola rSR 'di V1, sebuah keterlambatan konduksi interventriculare atau RBBB(yang menunjukkan tertundanya aktivasi posterobasal pada septum ventrikel dan pembesaran saluran keluar ventrikel kanan). axis deviasi kekiri dan pola rSR 'di V1, sebuah keterlambatan konduksi interventriculare atau RBBB menunjukkan defek ostium primum. Axis deviasi kekiri dan gelombang P yang negative pada lead III menunjukkan defek sinus venosus. Peningkatan hipertensi paru bisa menyebabkan hilangnya pola rSR 'di V1 dan gelombang R yang tinggi monophasic dengan gelombang T terbalik. Interval PR yang memanjang Pembesaran gelombang P menunjukkan pembesaran atrium.

2. foto rontgen dada pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi akibat pembesaran ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan.1 3. Ekokardiografi menunjukan beban volume ventrikel kanan yang berlebih dengan adanya ventrikel dan atrium kanan yang membesar, bahkan kadang tampak defectnya itu sendiri.2

4. kateterisasi jantung menunjukan dengan jelas adanya peningkatan saturasi oksigen antara vena cava dan ventrikel kanan akibat bercampurnya darah mengandung oksigen dari atrium kiri, menilai beratnya pirau dan mengukur tahanan vaskuler daerah pulmoner. prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.2 5. MRI Untuk menjelaskan anatomi, sebagai tambahan dalam menentukan adanya lokasi ASD.2 6. angiografi kontras ventrikel kanan dan ventrikel kiri menunjukan kelainan katub terkait atau anomali aliran vena pulmonalis.2 7. echo transesofageal bermanfaat apabila kualitas echo transtorakal yang tidak optimal dan dapat meningkatkan sensitivitas akan adanya pirau yang kecil dan poramen ovale paten.2

TATA LAKSANA Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulitlain.2 Dahulu semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 01%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.2 Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).2 TERAPI INTERVENSI NON BEDAH ASO adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat Nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester

yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.2 Penutupan ASD secara intervensi non bedah ini menunjukkan hasil yang baik, angka kesakitan periprosedural yang minimal, dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada ASD berdiameter sampai dengan 34 mm. Keuntungan lain adalah risiko infeksi pasca tindakan yang minimal dan masa pemulihan-perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, trauma bedah minimal serta secara subyektif dirasakan lebih nyaman bagi penderita dan keluarga karena tidak memerlukan tindakan bedah jantung terbuka. Adapun indikasi dari intervensi ASO sama dengan indikasi operasi, namun harus memenuhi beberapa kriteria khusus (Tabel 1).2 Kendala yang masih muncul adalah besarnya biaya yang diperlukan karena harga alat ASO yang relatif mahal, dan belum adanya jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai di negara kita. Vida VL, et.al melaporkan bahwa biaya pemasangan ASO di negara berkembang masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penutupan ASD dengan tindakan bedah konvesional.2

Tabel 1. Kriteria penderita ASD yang akan dilakukan pemasangan ASO.

1. ASD sekundum 2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm 3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan 4. Mempunyai rim minimal 5 mm dari sinus koronarius, katup atrioventrikular, katup aorta dan vena pulmonalis kanan 5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah 6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri 7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance Index = PARi) kurang dari 7 - 8 U.m2 8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.

PROGNOSIS Quo ad vitam. Pasien-pasien dengan pirau kecil dapat menjalani hidup secara normal. Pirau yang cukup besar menyebabkan kecacatan sebelum usia 40 tahun.2

REFERAD

ATRIAL SEPTAL DEFECT

ANGGOTA KELOMPOK : TENTI MURTI PUTRI UTAMI RULY DWI SAPUTRA G1A107008 G1A107045 G1A107000

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI 2009

You might also like