You are on page 1of 28

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010 TENTANG PERKARA KEPAILITAN ANTARA PT.

ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT. BANK BUKOPIN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan Dalam Mengikuti Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran

KELAS A Disusun oleh: Keko Arantasari 110120120036

Dosen Pengajar : Prof. Dr. H. Man S. Sastrawidjaja, S.H., S.U Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H. M.H., CN

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................i BAB I Kasus Posisi Antara PT. Altra Excis Investama dengan PT. Bank Bukopin ............................................................................ 1 BAB II Putusan Sengketa Antara PT. Altra Excis Investama dengan PT. Bank Bukopin ..................................................................... 6 BAB III Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Nomor 168

K/Pdt.Sus/2010.......................................................................... 7 BAB IV BAB V Rumusan Masalah..................................................................... 9 Tinjauan Mengenai Hukum Kepailitan A. Tinjauan Umum Hukum Kepailitan ..................................... 10 B. Tinjauan Terhadap Syarat Pengajuan Permohonan

Kepailitan ........................................................................... 13 C. Tinjauan Terhadap Akibat Hukum Debitor yang Mengalami Pailit ................................................................................... 16 BAB VI Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 A. Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Atas

pengajuan Kepailitan Oleh Kreditor .................................... 18 B. Analisis Kedudukan Hukum Debitor dan Kreditor Terhadap Pembatalan Putusan Pailit................................................... 21 BAB VII Kesimpulan .............................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26 LAMPIRAN PUTUSAN


i

BAB I KASUS POSISI ANTARA PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT. BANK BUKOPIN

Kasus ini merupakan perkara antara PT. Altra Excis Investama, berkedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kaveling B-5 Kuningan Jakarta Selatan yang bertindak sebagai Debitor terhadap PT. BANK BUKOPIN, berkedudukan di Gedung Bank Bukopin Jalan M.T. Haryono Kav.50-51, Jakarta Selatanyang bertindak selaku Kreditor. Debitor dan Kreditor mempunyai hubungan hukum berupa perjanjian kredit. Kreditor memberikan fasilitas kredit kepada Debitor berupa Modal Kerja dengan Setting Kredit Reguler berupa uang dengan jumlah Plafond sebanyak-banyaknya sebesar Rp.30.000,000.000,- (tiga puluh miliar rupiah) (hutang A) yang akan dipergunakan untuk modal kerja pembangunan sarana dan prasarana air dan sebesar Rp.5.700.000.000.(lima miliar tujuh ratus juta rupiah) (hutang B) yang akan dipergunakan untuk pembayaran bunga kredit selama pembangunan kontruksi, berdasarkan Akta Perjanjian Kredit dengan Memakai Jaminan No.54 tanggal 28 Agustus 2002 dan Akta Pengakuan Hutang No.55 tanggal 28 Agustus 2002 yang dibuat dihadapan Notaris Tetty Herawati, SH. MH., Notaris di Jakarta, jatuh tempo kedua fasilitas kredit dimaksud tanggal 28 Agustus 2005.

Untuk kepastian menjamin ketertiban pembayaran lunas hutang maka Debitor memberikan jaminan kepada Kreditor berupa : a. Sebidang tanah Hak Milik No.69/Cibadak, terletak di Propinsi JawaBarat, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet, Desa Cibadak, seluas45.100 m atas nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atasnya; b. Sebidang tanah Hak Milik No.70/Cibadak, terletak di Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet, Desa Cibadak, seluas 46.900 m atas nama "Achmad Latief Alwy", berikut segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atasnya; c. Sebidang tanah Hak Milik No.593/Pabaton, terletak di Propinsi Jawa Barat, Kotamadya Bogor, Kecamatan Kota Bogor Utara, Kelurahan Pabaton, seluas 918 m atas nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atasnya; d. Sebidang tanah Hak Guna Bangunan No.438//Cikini, yang terletak di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kotamadya Jakarta Pusat, Kecamatan Menteng, Kelurahan Cikini, seluas 54 m atas nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatasnya; e. Jaminan secara Fiducia tagihan-tagihan dari Pemerintah Daerah Kota Bontang, Kalimantan Timur sesuai dengan Perjanjian

Kerjasama tanggal 20 Pebruari 2002 No.690/471/KOTA-B/ll/2002, No.AXIS/ PDAM-BTG/001/02 ; f. Sebidang tanah Hak Milik bekas Hak Guna Bangunan

No.1046/Cikini, yang terletak di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kotamadya Jakarta Pusat, Kecamatan Menteng,

Kelurahan Cikini seluas 134 m berikut bangunan yang berdiri di atasnya g. Mesin-mesin dan peralatan - peralatan yang dibeli ; Pada tanggal 6 September 2005 telah diadakan perubahan plafond dan perpanjangan atas fasilitas kredit berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit No. XXXV/159/BUKI/ADD-PK/IX/2005 yaitu dapat dibayar kembali sebanyak-banyaknya sebesar Rp.17.347.841.898.- (tujuh belas miliar tiga ratus empat puluh tujuh juta delapan ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh delapan rupiah) untuk Jangka waktu 4 bulan terhitung sejak tanggal 28 Agustus 2005. Kemudian diadakan perubahan lagi atas fasiiitas kredit tersebut di atas berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit No.XXXV/240/BUKI/ADDPK/XII/2005 tanggal 23 Desember 2005 yaitu menjadi utang pokok yang selalu dapat dibayar kembali sebanyak-banyaknya sebesar

Rp.11.622.841.898.- (sebelas miliar enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh delapan rupiah) untuk jangka waktu 6 enam bulan terhitung sejak tanggal 28 Desember 2005. Selanjutnya berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit

No.XXXVI/205/ BUKI/ADD-PK/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006 atas fasilitas kredit tersebut di atas telah diadakan perpanjangan dalam waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 28 Desember 2006 sampai dengan tanggal 28 Juni 2007 ; Pada mulanya fasilitas kredit atas nama Debitor klasifikasinya lancar-lancar saja, akan tetapi sejak Nopember 2008 mulai menunjukkan ketidak-lancaran, untuk itu Keditor mulai memonitoring secara ketat dan melakukan upaya agar fasilitas kredit kembali dalam klasifikasi lancar. Namun dalam perjalanannya fasilitas kredit atas nama debitor telah mengalami kemacetan dan sampai dengan jatuh tempo tanggal 28 Juni 2007. Debitor dianggap tidak ada iktikad baik untuk menyelesaikan kewajiban fasilitas kreditnya, meskipun telah dilakukan pendekatan dan somasi untuk melunasi hutangnya yang telah jatuh tempo pada tanggal 30 Oktober 2009. Outstanding Fasilitas Kredit Modal Kerja sebagai berikut : a. Pokok Pinjaman Rp.10.622.841.898.-; b. Kewajiban Bunga Rp. 4.642.326.697,- ; c. Denda Rp. 2.114. 847.170,35 ; Total kewajiban Rp.17.380.015.765,35,- (tujuh belas miliar tiga ratus delapan puluh juta lima belas ribu tujuh ratus enam puluh lima rupiah koma tiga puluh lima sen). Selain itu Debitor ternyata mempunyai tunggakan hutang kepada Bank Mualamalat Cabang Arthaloka beralamat di Jalan Jend. Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat sebesar

Rp.87.125.902.872.- (delapan puluh tujuh miliar seratus dua puluh lima juta sembilan ratus dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) selaku Kreditur; Sehubungan dengan adanya utang yang sudah jatuh waktu dan adanya kreditor lain, maka Kreditor mengajukan permohonan pailit terhadap Debitor kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit tersebut, merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Niaga, Debitor mengajukan keberatan berupa kasasi ke Mahkamah Agung

BAB II PUTUSAN KASUS PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT. BANK BUKOPIN

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan yaitu putusan Nomor

70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 13 Januari 2010 yang amarnya menyatakan mengabulkan permohonan PT. Bank Bukopin selaku Kreditor yang menyebabkan PT. Altra Excis Investama selaku

Debitor pailit dengan segala akibat hukumnya. Putusan MA Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri 13 Jakarta Januari Pusat 2010

No.70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST,

tanggal

sehingga PT.Altra Excis Investama tidak lagi dalam keadaan pailit dan kedudukan hukumnya kembali seperti semula.

BAB III PERTIMBANGAN HAKIM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010

Terdapat beberapa alasan-alasan yang dapat dibenarkan karena judex Facti telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Surat Aksep tertanggal 6 September 2005 dan Surat dari Bank Cheking menyatakan bahwa PT. Altra Excis Investama No. rekening 001147001 50 berada dalam status kondisi macet tanggal 10 Agustus 2009 terhadap PT. Bank Muamalat Jakarta sebesar Rp.69.111.339.304,- dan No. Rekening 001441001 79 pada PT. Bank Bukopin sebesar Rp.10.622.841.898,- tertanggal 30 Juni 2007 ; b. Surat dari PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. menyatakan pembiayaan Almusyawaroh (Perpanjangan) atas nama PT. Altra Excis Investama dengan telah sisa outstanding dengan sebesar mekanisme

Rp.69.111.339.304,-

diselesaikan

penyerahan asset atau offsetting jaminan berdasarkan akta No.309 tanggal 30 Desember 2009 jo Akta No.340 tanggal 30 Desember 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Arry Supratno, SH. dan oleh karena PT. Bank Muamalat telah menerima dengan baik

penyerahan asset dan menganggap hutang telah selesai, maka 7

hubungan perikatan hutang piutang (kreditor dan Debitor) telah berakhir ; c. Data Bank Cheking yang menunjukkan Rekening No.001147001 50 pada PT. Bank Muamalat sebesar Rp.69.111.339.304 status kondisi macet tertanggal 10 Agustus 2009 dibuat tertanggal 4 Januari 2010 tidak dapat dijadikan alasan hutang belum selesai, karena berdasarkan surat dari PT. Bank Muamalat tertanggal 5 Januari 2010 telah menerima baik mekanisme penjualan asset dan perubahan data pemindahbukuan pada Bank Cheking dilakukan setiap tanggal 12 bulan berjalan ; d. Debitor telah menyelesaikan hutang dengan PT. Bank Muamalat, dengan demikian syarat untuk dinyatakan pailit berdasarkan pasal 2 ayat (1) jo pasal 8 ayat (4) Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak terpenuhi;

BAB IV MASALAH HUKUM

1. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Agung atas pengajuan kepailitan oleh Kreditor pada kasus PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA melawan Bank Bukopin dikaitkan dengan UUKPKPU? 2. Bagaimana kedudukan hukum Debitor dan Kreditor terhadap pembatalan putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 ditinjau berdasarkan UUKPKPU?

BAB V TINJAUAN MENGENAI HUKUM KEPAILITAN

A. Tinjauan Umum Hukum Kepailitan Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya

disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan

kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 1 Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hasil hakim penjualan pengawas harta dengan tujuan tersebut utama untuk

menggunakan

kekayaan

membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.2 Pengertian kepailitan selanjutnya dijabarkan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU) menyebutkan bahwa:

M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 1. 2 Idem

10

11

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Mohammad Chaidir Ali berpendapat bahwa kepailitan adalah pembeslahan massal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya diantara para kreditor dengan kepailitan dibawah menurut

pengawasan

pemerintah.3

Dalam

pengertian

Mohammad Chaidir Ali maka unsur-unsur kepailitan, yaitu: 1. Pembeslahan massal, mempunyai pengertian bahwa dengan adanya vonis kepailitan, maka semua harta pailit kecuali yang tercantum dalam Pasal 20 Faillissement Verordening, di beslag untuk menjamin semua hak-hak kreditor pailit. 2. Pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya menurut posisi piutang dari para kreditor yaitu: a. Golongan kreditor separatis. b. Golongan kreditor preferen. c. Golongan kreditor konkuren. 3. Dengan dibawah pengawasan pemerintah, artinya bahwa

Pemerintah ikut campur dalam pengertian mengawasi dan mengatur penyelenggaraan penyelesaian utang pailit, dengan mengerahkan alat-alat perlengkapannya yaitu:
Mohammad Chaidir Ali, dkk, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Mandar Maju , Bandung, 1995, hlm. 10.
3

12

a. Hakim Pengadilan Niaga b. Hakim Komisaris c. Kurator Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan bahwa tujuan dari hukum kepailitan adalah sebagai berikut:4 1. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapat bagian yang lebih banyak dari kreditor yang lemah. 2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya

Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2008, hlm. 38.

13

tagihan

masing-masing

kreditor

tersebut.

Di

dalam

hukum

Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata. 3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki

kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari harta kekayaan debitor menjadi harta pailit

B. Tinjauan Terhadap Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mendefinisikan pailit sebagai Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Memperhatikan ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa syarat untuk dapat adalah:5 1. Terdapat minimal 2 orang kreditor; 2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang; 3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan

Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 88-89

dan

Penundaan

Kewajiban

14

Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorium. Apabila seorang debitor hanya memiliki satu orang kreditor, maka eksistensinya dari UU KPKPU kehilangan rasio detre-nya.6 Akibat eksistensi dari UUKPKPU hilang debitor hanya memiliki pihak atau 1 orang kreditornya saja maka cukup ditempuh penyelesaian dengan gugatan hukum perdata saja.7 Dalam UUKPKPU terdapat perubahan pengertian tentang utang. Utang diartikan sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Pengertian utang dalam UUKPKU masih memiliki kelemahan. Adanya kelemahan berupa tidak diaturnya pembatasan jumlah nilai nominal utang di dalam hukum kepailitan, dilihat dari argumentasi yuridis menunjukkan bahwa dengan tidak dibatasi jumlah minimum utang sebagai dasar pengajuan permohonan kepailitan, maka akan terjadi penyimpangan hakikat kepailitan dari kepailitan sebagai pranata likuidasi yang cepat terhadap kondisi keuangan debitor yang tidak mampu melakukan pembayaran utangutangnya kepada para

kreditormya, sehingga untuk mencegah terjadinya unlawful execution


6 7

Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit., hlm. 53. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hlm. 19.

15

dari para kreditornya, kepailitan hanya menjadi alat tagih semata (debt collection tool).8 Syarat pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi Prestasinya. Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, menurut Sutan Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan kejadian yang berbeda. Suatu utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang yang expired, yaitu utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih. Sedangkan utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu.9 Adapun cara-cara pengajuan permohonan pernyataan kepailitan menurut pasal 6 Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:
1. 2.

Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

8 9

M. Hadi Subhan, Op.Cit., hlm. 93. Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 68-71.

16

3.

Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dalam pasal 2 ayat 2,3,4,dan 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.

4.

Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

5.

Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari siding.

6.

Sidang

pemeriksaan

atas

permohonan

pernyataan

pailit

diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
7.

Atas permohonan Debitur dan berdasarkan alas an yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan siding sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

C. Tinjauan Terhadap Akibat Hukum Debitor yang Mengalami Pailit Dengan adanya putusan pailit oleh pengadilan, Debitor masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibidang harta kekayaan apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi keuntungan bagi harta kekayaan si Pailit, sebaliknya apabila dengan

17

perbuatan hukum itu justru akan merugikan harta kekayaan Debitor maka kerugian kerugian itu tidak mengikat harta kekayaan tersebut.10 Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan Debitor kehilangan (volkomen kecakapannya untuk melakukan pada perbuatan tetapi hukum hanya

handelingsbevoegd)

umumnya,

kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Debitor tidaklah berada di bawah pengampuan, tidak kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut dirinya kecuali apabila menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan tersebut berada pada Kurator. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya Debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu, namun harta yang diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit.11

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 45-46. 11 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Pustaka Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 256-257.

10

BAB VI ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010

A. Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Atas pengajuan Kepailitan Oleh Kreditor Salah satu syarat dapat diajukannya permohonan kepailitan adalah dengan adanya 2 kreditor atau lebih. Jono dalam bukunya menyebutkan jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison detre-nya. Bila debitor hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditor.1 UUKPKPU tidak mengatur secara tegas mengenai pembuktian bahwa debitor mempunyai dua kreditor atau lebih, namun oleh karena di dalam hukum kepailitan berlaku pula hukum acara perdata, maka Pasal 116 HIR berlaku dalam hal ini. Fakta yang terjadi adalah Debitor telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada Bank Muamalat dengan menyerahkan seluruh aset-aset Debitor, sebagaimana dituangkan dalam Akta Notaris Ari Supratno, SH No. 309 jo. Akta No.340 tanggal 30 Desember 2009,
1

Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 5.

18

19

maka dengan demikian utang Debitor dalam hal ini PT. Altra Excis Investama telah lunas kepada Bank Muamalat Indonesia Bahwa pembayaran utang telah dilaksanakan dengan cara offsetting. Offsetting adalah salah satu cara pelunasan hutang yang juga dapat dilihat didalam ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata yang menyebut, cara penyerahan dan/atau tukar menukar dan/atau

pengakuan dianggap dan dijadikan dasar sebagai hapusnya perikatan. Hapusnya perikatan tersebut mengakibatkan tidak ada lagi hubungan secara perikatan (utang-piutang) antara Debitor dengan Pihak Bank Muamalat. Hal ini bersesuaian juga dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bank Umum, yang lebih lanjut telah dituangkan dalam Salinan Statement Giro Perusahaan an. Debitor kepada PT. Bank Muamalat Indonesia dengan No. Rek. 3010146910 pada tanggal 31 Desember 2009 telah dilakukan Offset Jaminan Pembiayaan senilai

Rp.79.478.040.200,- (tujuh puluh sembilan milliar empat ratus tujuh puluh delapan juta empat puluh ribu dua ratus rupiah) atas pembayaran kewajiban pembiayaan sebesar Rp.69.111.339.304,- (enam puluh sembilan miliar seratus sebelas juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu tiga ratus empat rupiah) dan Rp.10.366.700.896,- (sepuluh miliar tiga ratus enam puluh enam juta tujuh ratus ribu delapan ratus sembilan puluh enam rupiah) sehingga dinyatakan telah lunas

20

Permohonan pailit yang diajukan oleh Kreditor untuk melengkapi syarat jumlah kreditur dengan melibatkan PT. Bank Muamalat Indonesia adalah Bank Checking tertanggal 04 Januari 2010 adalah sangat keliru dan kurang tepat, karena perubahan data

pemindahbukuan pada Bank Checking dilakukan setiap tanggal 12 bulan berjalan, yang kalau dilakukan Bank Checking pada tanggal 13 Januari 2010 akan menunjukkan data dan fakta yang lain. Sebab walaupun transaksi dilakukan sesuai dengan data Offsetting tanggal 31 Desember 2009 maka dengan sendirinya perubahan pada Bank Checking akan terjadi pada tanggal 13 Januari 2010. Dengan demikian, Debitor tidak memiliki kreditor lain selain PT. BANK BUKOPIN, maka Putusan Pailit pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat Pailit yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU sehingga pertimbangan hukum Judex Facti bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. bahwa "bila tidak terdapat kreditur lain maka Permohonan Pernyataan Pailit harus dinyatakan tidak dapat diterima/gugur.

21

B. Analisis

Kedudukan Hukum Debitor dan Kreditor Terhadap

Pembatalan Putusan Pailit Akibat hukum dari putusan pailit terhadap debitor beserta segala harta kekayaannya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang no. 37 tahun 2004 tentang Kerpailitan dan PKPU, memiliki pengaruh langsung terhadap hak keperdataan baik bagi debitor maupun kreditor, yang secara esensial dapat di lihat dari beberapa uraian pasal sebagai berikut: 1. Pasal 21 UUKPKPU menyatakan kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, ketentuan ini dapat dimaknai bahwa harta milik debitor pailit beserta yang diperoleh selama kepailitan masuk dalam sitaan umum. 2. Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU, menyebutkan Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pailit diucapkan, mengenai ketentuan ini hanya terbatas pada harta kekayaan tapi tidak hak perdata atas status pribadinya 3. Pasal 25 UUKPKPU, semua perikatan debitor yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit, hal ini jelas jika dilanggar oleh debitor pailit maka perbuatannya tidak mengikat kekayaannya tersebut.

22

4. Pasal 26 UUKPKPU, tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator dan dalam hal tuntutan dimaksud diajukan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit, ini artinya bahwa pembayaran piutang debitor pailit tidak boleh lagi ditujukan kepada Debitor tapi harus kepada kurator. 5. Pasal 31 UUKPKPU menyatakan bahwa putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan Pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yg telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat di laksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor dan semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya, makna ketentuan ini adalah bahwa penetapan putusan pengadilan sebelumnya harus

dihentikan, semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus. Melihat dari penjabaran diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kedudukan hukum debitor berubah ketika

dinyatakan pailit. Debitor tidak lagi dapat mengurus dan menguasai harta bendanya. Segala tanggung jawab berubah menjadi tanggung jawab kurator dalam membagi harta debitor kepada kreditor secara

23

adil. Dengan demikian segala akibat hukum terhadap harta pailit berpindah dari debitor kepada kurator. Selain bagi debitor pernyataan pailitnya debitor juga membawa akibat hukum bagi kreditor. Bagi kreditor adalah kedudukan para kreditor sama (patrias sreditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (paripassa pro rata parte), kecuali golongan kreditor pemegang hak agunan atas kebendaan (Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU) dan golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan peraturan perundangundangan lainnya (Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata) Jika suatu putusan pailit mengalami pembatalan, maka kedudukan para pihak akan turut berubah menjadi semula. Debitor yang pada mulanya tidak dapat mengurus dan menguasai harta bendanya kembali dapat mengatur harta kekayaannya, sedangkan Kreditor tetap dapat menagih utang yang telah jatuh tempo. Dikaitkan dengan kasus diatas, maka kedudukan Debitor dan Kreditor kembali seperti semua. Debitor dapat mengurus harta kekayaannya sendiri dan tetap harus memenuhi kewajibannya terhadap Kreditor. Sedangkan untuk Kreditor tetap akan mendapatkan haknya, upaya yang dapat dilakukan olej Kreditor bukan lagi mengajukan permohonan pailit

24

kepada Pengadilan Niaga, namun pengajuan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.

BAB VII KESIMPULAN

A. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung atas pengajuan kepailitan oleh Kreditor pada kasus PT. Altra Excis Investama melawan Bank Bukopin sudah tepat karena terbukti adanya pelunasan yang dilakukan Debitor kepada PT. Bank Muamalat, dengan demikian benar adanya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung karena hanya terdapat satu kreditor dan tidak sesuai denga UUKPKPU. B. Kedudukan hukum Debitor dan Kreditor terhadap pembatalan putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 kembali seperti semua. Debitor kembali dapat mengurus dan mengatur harta kekayaannya, namun tetap harus melaksanakan kewajibannya terhadap Kreditor. Kreditor tetap dapat menagih haknya.

25

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006 Mohammad Chaidir Ali, dkk, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Mandar Maju , Bandung, 1995 Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2008 ----------, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening

Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Pustaka Grafiti, Jakarta, 2002 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

26

You might also like