You are on page 1of 24

TUGAS REFERAT BLOK HEMATO IMUNOLOGI Leukemia Akut

Pembimbing: dr. Dwi Adi Nugroho

Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mutia Milidiah Isnila F Kelilauw Stevanus Ariyanto W Yulius Deddy K Nurul Istiqomah T A Anisa Kapti Hanawi Jatmiko Edy Nugroho Ainul Mardliyah Robiah Al Adawiyyah G1A011003 G1A011007 GIA011015 GIA011020 G1A011029 GIA011040 GIA011043 GIA011060 GIA011073 GIA011093

10. Mariska Widya Wirawan

JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Tuga Refrat Leukemia Akut Blok Hemato Imunologi ini telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing lapangan dan pembimbing refrat pada tanggal 26 September 2012.

Pembimbing Refrat

dr. Dwi Adi Nugroho

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. 1 DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2 Bab I Pendahuluan.............................................................................................. 3 A. Latar Belakang .......................................................................................... 3 B. Tujuan ....................................................................................................... 4 BAB II ISI ............................................................................................................ 5 A. Definisi dan Klarifikasi Istilah .................................................................. 5 B. Epidemiologi ............................................................................................. 6 C. Etiologi ...................................................................................................... 6 D. Patomekanisme ......................................................................................... 7 E. Patofisiologi .............................................................................................. 8 F. Penegakkan Diagnosis serta Penegakan Diagnosis Terkini ...................... 9 G. Penatalaksanaan serta Penatalaksanaan Terkini........................................ 15 H. Prognosis ................................................................................................... 21 BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik (Rofinda, 2012). Dimana terdapat sel leukemik lebih dari 20% dari susmsum tulang (Hoffbrand, 2008). Hal ini disebabkan karena proliferasi yang tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe (Rofinda, 2012). Terdapat klasifikasi leukemia pertama yaitu berdasarkan maturitas sel, leukemia dapat dibedakan atas akut dan kronik. Disebut leukima akut jika sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) dan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid (Rofinda, 2012). Leukemia akut terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu leukemia limfoblastik akut ( acute lhymphoblastic leukaemia, ALL) dan leukemia mieloid akut ( acute myeloid leukaemia, AML) (Hoffbrand, 2008). Setiap tahun ditemukan sekitar 1000 kasus baru (20-25/ juta populasi) untuk ALL dam AML di Inggris. Pada masa kanak kanak leukemia yang sering terjadi adalah ALL dengan usia puncak 4 tahun namun ALL juga dapat terjadi pada orang dewasa. Sebaliknya AML pada usia kanak- kanak jarang terjadi dibandingkan ALL dan paling sering terjadi pada orang- orang usia lanjut (Hoffbrand, 2008). Salah satu manifestasi klinis dari kasus leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan berupa

ptekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40

70% penderita

leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi perdarahan yang paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan yang mengancam jiwa biasanya terjadi pada saluran cerna dan sistem saraf pusat, selain itu juga pada paru, uterus dan ovarium dan perdarahan ini lebih sering terjadi pada leukemia akut. Perdarahan ini muncul sebagai akibat dari berbagai kelainan hemostasis. Komplikasi perdarahan mengakibatkan mortalitas 7 10% pada pasien leukemia akut yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu pertama setelah diagnosis (Rofinda, 2012).

B.

TUJUAN 1. Mengetahui definisi dan klasifikasi dari leukemia akut. 2. Mengetahui epidemiologi dari leukemia akut. 3. Mengetahui etiologi dari leukemia akut. 4. Mengetahui patomekanisme dari leukemia akut. 5. Mengetahui patofisiologi dari leukemia akut. 6. Mengetahui penegakan diagnosis dari leukemia akut. 7. Mengetahui penatalaksanaan dari leukemia akut. 8. Mengetahui prognosis dari leukemia akut .

BAB II ISI

A.

Definisi dan Klasifikasi Leukemia Akut Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat tanpa pengobatan penderita rata- rata meninggal dalam 2- 4 bulan. Namun dengan pengobatan yang baik ternyata leukemia akut mengalami kesembuhan lebih banyak dibandingkan dengan leukemia kronik (Bakta, 2006). Berdasarkan turunan sel, leukemia akut dapat diklasifikasikan atas leukemia limfoid akut / ALL ( Acute lhymphoblastic leukemia ) dan

leukemia mieloid akut / AML ( Acute myeloid leukemia ) (Rofinda, 2012). 1. Leukemia Limfoblastik Akut / ALL ( Acute lhymphoblastic leukemia ) Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel- sel perkusor limfoid . lebih dari 80% kasus sel ganas berasal dari sel limfosit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini paling banyak dijumpai pada anak-anak. Walaupun demikian 20 % dari kasus leukosit ini adalah dewasa. Jika leukemia limfoblastik ini tidak diobati maka akan bersifat fatal (Flanza, 2009). Gejalanya antara lain adalah anemia,

kelelahan, penurunan berat badan, mudah memar, trompositopenia, granulositopenia, hepatospenomegali dan terkadang menyebar sampai ke sistem saraf pusat (meningismus) atau ke organ lain. Subtipe utamanya adalah pre B sel, B sel dan T sel acute lymphoblastic (Dorland, 2010). 2. Leukemia mieloid akut / AML ( Acute myeloid leukemia ) Leukemia mieloid akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel- sel progenitor dari seri mieloid. Bila penyakit ini tidak diobati maka akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah diagnosis (Kumlanda, 2009).

Gejalanya meliputi anemia, kelelahan, penurunan berat badan, mudah memar, trombositopenia, granulositopenia yang mengarah pada infeksi bakteri presisten (Dorland, 2010). B. Epidemiologi Insidensi pada kasus Leukemia Limfoblastik Akut mencapai 1/60000 orang per tahun dengan presentasi pasien dibawah 15 tahun

sebanyak 75 %. Us ia 3-5 tahun merupakan insidensi puncak kasus ini. Kasus Leukemia Limfoblastik Akut ini lebih banyak ditemukan pada pria daripada perempuan. Kembar monozigot dari pasien kasus ini berisiko 20% terkena kasus yang sama. Sedangkan, saudara kandung dari pasien yang terkena Leukemia Limfoblastik Akut mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk terkena Leukemia Limfoblastik Akut ( Sudoyo, 2009). Sedangkan pada Leukemia Meiloblastik Akut telah diperkirakan ada 13410 kasus baru pada tahun 2007 di Amerika. Leukemia jenis ini sering ditemukan pada negara-negara maju dan sering menyerang ras berkulit putih dibandingkan ras yang lainnya. Pria lebih sering terkena penyakit ini dibanding dengan perempuan. Prevalensi Leukemia

Meiloblastik Akut ini meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Ratarata kasus terjadi pada umur 70 tahun tetapi penyakit ini juga terjadi pada semua umur (Seiter, 2012). C. Etiologi Penyebab dari penyakit Leukemia Limfoblastik Akuti belum diketahui secara pasti. Dalam perkembangannya banyak faktor yang mampu menjadi presdiposisi penyakit ini , antara lain adalah adanya infeksi dari virus. Faktor genetik dan kelainan herediter juga mampu untuk

meningkatkan angka resiko penyakit ini. Sedangkan dari faktor lingkungan dan kebiasaan, adanya radiasi ion, dan elektromagnetik, serta kebiasaan merokok mampu meningkatkan resiko terkena penyakit Leukemia Limfoblastik Akut (Chen, 2012).

Etiologi penyakit Leukemia Mieloblastik Akut sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, pada beberapa faktor yang menjadi faktor presdiposisi penyakit ini pada populasi tertentu.Misal pada benzene yang digunakan di negara berkembang, diketahui sebagai zat leukomogenik untuk leukemia Mieloblastik. Efek leukomogenik juga mengenai sebagian besar orang yang selamat pada serangan bom atom di Hirosima dan

Nagasaki akibat adanya paparan ion radiasi. Faktor lain yang menjadi resdiposisi penyakit ini adalah trisomi kromosom 21 pada pasien sindrom down yang mempunyai risiko 10-18 kali untuk terkena leukemia. Kemoterapi pada pasien tumor padat juga dapat menjadi faktor presdiposisi penyakit ini (Sudoyo, 2009). D. Patogenesis 1. Leukemia Limfoblastik Akut / ALL ( Acute lhymphoblastic leukemia ) Kelainan sitogenetik yang paling sering ditemukan pada ALL dewasa adalah t(9,22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4,11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua kelainan sitogenetik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9,22)(q34;q11)] yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse-transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik fmentransfer molekul fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi dan pertumbuhan sel (Fianza, 2009). Kelainan yang lain yaitu -7, +8, dan karyotipe hipodiploid berhubungan degan prognosis yang buruk; sedangkan t(0;14) dan karyotipe hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progesi siklus sel, misalnya p16(INK4A) dan p15(INK4B). Kejadian yang sering terjadi adalah delesi, mikrodelesi, dan penyusunan

kembali gen (gene rearrengment) yang melibatkan p16(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi. Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien ALL dewasa (Fianza, 2009). 2. Leukemia mieloid akut / AML ( Acute myeloid leukemia ) Patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoiesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, lekopenia, dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya (Kurnianda, 2009). E. Patofisiologi 1. Leukemia Limfoblastik Akut / ALL ( Acute lhymphoblastic leukemia ) Sel-selganas Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) adalah sel precursor limfoid (misalnya limfoblas) yang terperangkap pada saat stadium awal perkembangannya. Penangkapan ini disebabkan oleh ekspresi gen yang abnormal, yang sering diakibatkan oleh translokasi kromosom. Limfoblas tersebu tmenggantikan elemen sumsum tulang yang normal, yang berdampak pada penurunan produksi sel darah yang normal. Akibatnya, terjadi anemia, neutropenia, dan trombositopenia
8

dengan berbagai derajat keparahan. Limfoblas juga mengalami proliferasi di organ selain sumsum tulang, yaitu terutama di hepar, lien, dan limfonodi (Karen, 2012). 2. Leukemia mieloid akut / AML ( Acute myeloid leukemia ) Dimulai dari penangkapan sel-sel sumsum tulang pada saat stadium awal perkembangan. Mekanisme penangkapan ini masih dalam penelitian, namun dalam banyak kasus, hal ini melibatkan aktivasi gen abnormal melalui translokasi kromosom dan abnormalitas genetic lainnya. Hal ini berakibat pada dua proses penyakit. Pertama, produksi sel darah normal berkurang, yang berakibat pada anemia,

trombositopenia, dan neutropenia dengan berbagai derajat atau tingkat keparahan. Kedua, proliferasi yang cepat pada sel-sel ini, dan seiring dengan berkurangnya kemampuan mereka untuk melakukan apoptosis, berakibat pada terjadinya akumulasi atau penumpukkan sel-sel ini di sumsum tulang, darah, lien, dan hepar (Karen, 2012).

F.

Penegakkan Diagnosis serta Penegakan Diagnosis Terkini 1. Penegakkan Diagnosis Diagnosis leukemia akut harus dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan sumsum tulang. Pemeriksaan darah tepi yang normal tidak dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis, terutama pada aleukemic leukemia. Tahap-tahap diagnosis: a. Tentukan adanya leukemia akut 1) Klinis (a) Adanya gejala gagal sumsum tulang (b) Adanya organomegali 2) Darah tepi dan sum-sum tulang (a) Sel blast dalam darah tepi >5% (b) Sel blast dalam sum-sum tulang >30%
9

Dari kedua pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan diagnosis klinik leukemia akut. 3) Temuan Laboratorium pada Leukimia Akut (a) Anemia hampir selalu ada. Jumlah sel darah putih biasanya meningkat kadang kadang sampai lebih dari 100.000 /L, tetapi pada sekitar 50% pasien jumlah tersebut kurang daripada 10.000 /L. (b) Pada identifikasi bentuk blast di daerah perifer dan sumsung tulang, tempat sel ini membentuk 60% sampai 100% dari seluruh sel. (c) Hitung trombosit biasanya menurun menjadi kurang dari 100.000 /L. (d) Dapat terjadi pansitopenia dengan beberapa sel blast dalam darah (leukemia aleukemik), tetapi sumsum tulang tetap dibanjiri oleh sel blas, menyingkirkan anemia aplastik. b. Tentukan Jenis Leukemia akut Pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi FAB. Jika memungkinkan lakukan: 1) Immunophenotyping 2) Pemeriksaan kromosom 2. Penegakan Diagnosis Jenis Leukimia Akut a. Leukimia Mieloblastik Akut 1) Pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokenik Pengecatan sitokimia terpenting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SBB) dan Mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1,M2,M3,M4 dan M6.

10

Perbedaan ALL dan AML Morfologi

ALL 1. Limfoblast: Kromatin: bergumpal 2. Nukleoli: lebih samar, lebih sedikit 3. Auer rod: negatif 4. Sel pengiring: limfosit

AML 1. Mieloblast: Lebih halus

2. Lebih prominen, lebih banyak 3. Positif

4. Neutrofil

Sitokimia a. Mieloperoksidase b. Sudan black c. Esterase non-spesifik d. PAS e. Acid Phospatase f. Platelet peroxidase Enzim a. Tdt b. Serum lisosim Perbedaan ALL dan AML Morfologi + ALL 5. Limfoblast: Kromatin: bergumpal 6. Nukleoli: lebih samar, lebih sedikit 7. Auer rod: negatif 6. Lebih prominen, lebih banyak 7. Positif + monositik AML 5. Mieloblast: Lebih halus Kasar + (ThyALL) + + + + monositik + (halus) + (M7)

11

8. Sel pengiring: limfosit Sitokimia g. Mieloperoksidase h. Sudan black i. Esterase non-spesifik j. PAS k. Acid Phospatase l. Platelet peroxidase Enzim c. Tdt d. Serum lisosim + Kasar + (ThyALL) -

8. Neutrofil

+ + + + monositik + (halus) + (M7)

+ monositik

2) Apusan Darah Tepi pada AML : Hal hal yang bisa kita amati pada preparat apus darah tepi AML adalah (a) Mieloblas meninggi lebih dari 20% (b) Promieloblas menurun (c) Mielosit jumlahnya kecil (d) metamielosit jumlahnya kecil (e) batang meninggi (f) Segmen (g) Hiatus leukemikus terdeteksi positif

12

Gambar 2.1 Preparat Apusan Darah Tepi pada AML

Gambar 2.2 Sel Mieloblast pada Preparat Apusan Darah Tepi AML b. Leukimia Limfoblastik Akut Hitung darah lengkap dan darah tepi : Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000 /mm3) terjadi pada kira kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000 /mm3. pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proposi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0 100%. Kira kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000 /mm3.

13

Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang : apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas yang banyak , lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika seluruh sel digantikan oleh sel sel leukimia , aspirasi sumsum tulang bisa tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi. Imunofenotip (dengan sitometri arus) : pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. 1) Apusan Darah Tepi pada ALL Hal hal yang bisa kita amati pada preparat apus darah tepi ALL adalah (a) Terjadi leukositosis atau peningkatan jumlah leukosit lebih dari normal (b) Linfoblas dominan (50 90%) , sedangkan limfosit matur sedikit (c) Dapt di temui limfoblas yang selnya besar, inti besar, kromatin inti agak gelap, nukleoli 1-2, sitoplasma relatif sedikit

Gambar 2.3 Preparat Apusan Darah Tepi Pada ALL

14

G.

Penatalaksanaan serta Penatalaksanaan Terkini 1. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan pada leukemia akut adalah melakukan induksi, konsolidasi, rumatan, dan reinduksi. a. Leukemia Limfoblastik Akut 1) Medikamentosa a) Hidrasi Intravenous dan Leukopharesis Dilakukan bila penderita mempunyai angka pra-terapi yang sangat tinggi (100.000/mm3) untuk menghindari leukostasis (Kurnianda, 2009). b) Allopurinol dan alkalinisasi urine, serta hidrasi yang cukup Dilakukan untuk pengelolaan sindrom lisis tumor

(Kurnianda, 2009). c) Kortikosteroid Diberikan dengan dosis rendah untuk mereduksi leukosit setelah hidrasi. alkalinisasi dan pemberian allopurinol dimulai (Windiastuti, 2002). d) Antosianin Zat kimia yang diketahui bersifat antioksidan dan melindungi hati yang diisolasi dari tanaman Hibiscus Sabdariffa tengah diteliti sebagi agenskemopreventif dengan cara menyebabkan apoptosis (mematikan) sel kanker pada sel leukemia promielositik manusia (Corwin, 2009). e) Kemoterapi (1) Induksi remisi Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan dimana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%. Dengan pemeriksaan morfologik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi (Bakta, 2007).

15

Obat yang dipakai terdiri atas : (a) Vincristine (VCR) (b) Prednison (Pred) 1,5 mg/m2/minggu, i.v 6 mg/m2/hari,oral

(c) L Asparaginase (L asp) 10.000 U/m2 (d) Daunorubicin (DNR) 25 mg/m2/minggu-4minggu

Regimen yang dipakai dengan resiko standar terdiri atas : (a) Pred + VCR (b) Pred + VCR + L asp Regimen dengan resiko tinggi / pada orang dewasa : (a) Pred + VCR + DNR dengan atau tanpa L asp (b) Kelompok GIMEMA dari Italia memberikan DNR + VCR + Pred + L asp dengan atau tanpa siklofosfamid. (2) Terapi postremisi (a) Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel

leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis) (b) Terapi intensifikasi/konsolidasi, yaitu pemberian

regimen noncross-resistant terhadap regimen induksi remisi (c) Terapi pemeliharaan (maintenance), umumnya

dipakai 6 mercaptopurine (6 MP) per oral dan MTX tiap minggu. Diberikan 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi atau intensifikasi. (Bakta, 2007). f) Transfusi PRC Transfusi PRC untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari (Bakta, 2007). g) Untuk mengatasi infeksi, diberikan terapi : (1) Antibiotika adekuat (2) Transfusi konsentrat granulosit (3) Hemopoietic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)

16

(Bakta, 2007). h) Untuk mengatasi perdarahan : (1) Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan pada trombosit minimal 10x106/ml, idealnya di atas 10x106/ml (2) Pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC (Bakta, 2007). i) Radioterapi Terapi radiasi (atau radioterapi) digunakan pada daerah tulang yang menyakitkan, dalam beban penyakit yang tinggi, atau sebagai bagian dari persiapan untuk transplantasi sumsum tulang (iradiasi total tubuh). Radiasi dalam bentuk radiasi seluruh otak juga digunakan untuk profilaksis sistem saraf pusat, untuk mencegah terulangnya leukemia dalam otak (Windiastuti, 2002). j) Sitostastik Jenis I-Asparaginase : Leunase, paronal. Bersifat

imunosupresif dan tidak mielosupresif atau merusak mukosa. Obat ini biasanya dikombinasi dengan MTX Sitarabin, yang memperkuat khasiatnya bila diberikan 7-14 hari setelah Asparaginase (Tjay, 2007). 2) Nonmedikamentosa Menghindari infeksi sekunder, dengan mengisolasi penderita (Mansjoer et al, 2000). b. Leukemia Mieloblastik Akut 1) Medikamentosa a) Hidrasi Intravenous dan Leukopharesis Dilakukan bila penderita mempunyai angka pra-terapi yang sangat tinggi (100.000/mm3) untuk menghindari leukostasis (Kurnianda, 2009).

17

b) Allopurinol dan alkalinisasi urine, serta hidrasi yang cukup Dilakukan untuk pengelolaan sindrom lisis tumor

(Kurnianda, 2009). c) Kortikosteroid Diberikan dengan dosis rendah untuk mereduksi leukosit setelah hidrasi. alkalinisasi dan pemberian allopurinol dimulai (Windiastuti, 2002). d) Kemoterapi (1) Induksi Remisi (a) Three +seven regimen : Daunorubicin Ara-C 7 hari (b) Ada juga yang memakai DAT (Daunorubicin, ARA-C dan Thioguanin = 6TG) (c) Sekarang dipakai juga mitoxantrone atau etoposide pada kasus dengan cadangan jantung yang : 60mg/M2/hari, i.v, hari 1-3 : 200mg/m2/hari. i.v, kontinu selama

compromised (d) Pilihan lain adalah high dose Ara-C = HIDAC. AraC diberikan 1-3 g/m2 setiap 12-24 jam sampai dengan 12 dosis. HIDAC dapat juga diberikan setelah regimen 7:3, yaitu hari 8 sampai hari 10, disebut sebagai regimen 3+7+3. (e) Untuk induksi remisi untuk kasus AML-M3

(leukemia

promielositik

akut)

daunorubisin

digabungkan dengan ATRA (all-transretinoic acid). Untuk kasus yang relap diberikan arsenic trioxide. (2) Terapi postremisi (a) Konsolidasi/ intensifikasi

18

2-6 siklus Ara-C dan 6 TG dengan atau tanpa DNR dapat juga diberikan Ara-C dosis tinggi ataupun amsacrine (b) Terapi Pemeliharaan Umumnya dilakukan dengan terapi oral jangka panjang meskipun manfaatnya masih diperdebatkan. Sehingga sebagian besar terapi pemeliharaan tidak diberikan pada AML. (c) Imunoterapi Dapat diberikan, misalnya dengan BCG meskipun manfaatnya masih belum terbukti (Davey, 2002). (3) Transplantasi transplantation) (a) Terapi postremisi yang memberikan harapan sumsum tulang (bone marrow

penyembuhan (b) Efek samping dapat berupa : pneumonia interstisial (cytomegalo virus), graft versus host disease, dan graft rejection. (c) Hasil baik jika umur penderita <40 tahun (d) Sekarang lebih sering diberikan dalam bentuk transplatasi sel induk dari darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation) (Bakta, 2007). e) Transfusi PRC Transfusi PRC untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari (Bakta, 2007). f) Untuk mengatasi infeksi, diberikan terapi : (1) Antibiotika adekuat (2) Transfusi konsentrat granulosit (3) Hemopoietic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)

19

(Bakta, 2007). g) Untuk mengatasi perdarahan : Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan pada trombosit minimal 10x106/ml, idealnya di atas 10x106/ml. Pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC (Bakta, 2007). h) Radioterapi Terapi radiasi (atau radioterapi) digunakan pada daerah tulang yang menyakitkan, dalam beban penyakit yang tinggi, atau sebagai bagian dari persiapan untuk transplantasi sumsum tulang (iradiasi total tubuh). Radiasi dalam bentuk radiasi seluruh otak juga digunakan untuk profilaksis sistem saraf pusat, untuk mencegah terulangnya leukemia dalam otak (Windiastuti, 2002). i) Sitostastik Jenis I-Asparaginase : Leunase, paronal. Bersifat

imunosupresif dan tidak mielosupresif atau merusak mukosa. Obat ini biasanya dikombinasi dengan MTX Sitarabin, yang memperkuat khasiatnya bila diberikan 7-14 hari setelah Asparaginase (Tjay, 2007). 2) Nonmedikamentosa Menghindari infeksi sekunder, dengan mengisolasi penderita (Mansjoer et al, 2000).

20

H.

PROGNOSIS 1. Leukimia Limfoblastik Akut / ALL ( Acute lhymphoblastic leukaemia ) Kebanyakan pasien ALL dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak dapat sembuh dengan menjalani kemoterapi saja dan hanya 30 % yang mampu bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah pasien dengan usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya. Harapan sembuh untuk pasien ALL dewasa lain tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan trasplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk ALL dewasa kira-kira 30%. Pasien usia >60tahun mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi komplit. (Fianza,2009) 2. Leukima mieloid akut / AML ( Acute myeloid leukaemia ) Prognosis dari AML menurut Kurnianda (2009) 50-85% penderita AML memberikan respons yang baik terhadap pengobatan.2040% penderita tidak lagi menunjukkan tanda-tanda leukemia dalam waktu 5 tahun setelah pengobatan; angka ini meningkat menjadi 40-50% pada penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada: a. penderita yang berusia diatas 50 tahun b. penderita yang menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran untuk penyakit lain (Kurnianda, 2009).

21

BAB III KESIMPULAN

A.

Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat tanpa pengobatan penderita rata- rata meninggal dalam 2- 4 bulan.

B.

Berdasarkan turunan sel, leukemia akut dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Leukemia limfoid akut / ALL ( Acute lhymphoblastic leukemia ) 2. Leukemia mieloid akut / AML ( Acute myeloid leukemia )

C.

Penyebab dari penyakit Leukemia Akut belum diketahui secara pasti, namun dalam perkembangannya ada beberapa faktor presdiposisi penyakit ini antara lain: 1. Adanya infeksi dari virus 2. Faktor genetik dan kelainan herediter 3. Faktor lingkungan dan kebiasaan, seperti radiasi ion, dan

elektromagnetik, serta kebiasaan merokok. D. Diagnosis leukemia akut harus dibuat berdasarkan: 1. Hasil pemeriksaan sumsum tulang 2. Pemeriksaan darah tepi E. Prinsip pengobatan pada leukemia akut adalah melakukan induksi, konsolidasi, rumatan, dan reinduksi. F. Prognosis penyakit AML pada pasien usia muda < 50%, usia >60 th hanya 10-15% sedangkan prognosis penyakit ALL pada balita < 1 tahun beresiko tinggi gagal pengobatan dan pada anak usia 1-9 tahun cenderung keberhasilan pengobatan sedangkan prognosis lebih baik dibandingkan laki-laki. perempuan progonisnya

22

DAFTAR PUSTAKA Bakta, I Made., 2012. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Dorland, W. A., 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC Davey, Patrick., 2002. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga Flanza, P. I., 2009. Leukimia Limfoblastik Akut. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (p. 1266). Jakarta : InternaPublishing Hoffbrand, A. B., 2008. At a Glance Hematologi. Jakarta: Erlangga Kurnianda, Johan., Fianza, Panji Irani., 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : InternaPublishing Mansjoer, Arif., Triyanti, Kuspuji., Savitri, Rakhmi., et al. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Robbins, S.L., dan Kumar, V., 2007. Buku Ajar Patologi II.Surabaya : Penerbit Buku Kedokteran EGC Schmitz, Gery., Lepper, Hans., Heidrich, Michael., 2009. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta : EGC. Tjay, Tan Hoan., Rahardja, Kirana., 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia Windiastuti, Endang., Mulawi, Caroline. 2002. Gangguan Metabolik pada Leukemia Limfositik Akut dengan Hiperleukositosis. Available At : http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/4-1-7.pdf, diakses pada 22 September 2012.

23

You might also like