You are on page 1of 8

BAB 1 PENDAHULUAN Hubungan-hubungan antar manusia serta antara manusia dengan manusia atau kelompoknya, diatur oleh serangkaian

nilai-nilai dan kaidah-kaidah dan perikelakuannya lama-kelamaan melembaga menjadi pola-pola. Kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat bermacammacam ragamnya, dan diantara sekian banak kaidah yang merupakan salah-satu kaidah terpenting adalah kaidah-kaidah hokum disamping kaidah-kaidah agama, kesusilaan, dan kesopanan. Biasanya seseorang baru menyadari akan adanya kaidah-kaidah hokum serta pola-pola yang mengatur kehidupannya apabila dia melakukan suatu pelanggaran. Hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hubungan antarwarga masyarakat sebagian besar diatur oleh kaidah-kaidah hukum, baik yang tersusun secara sistematis dan dibukukan maupun oleh kaidah-kaidah hukum yang tersebar dan juga oleh pola-pola perikelakuan yang dikualifikasi sebagai hukum. Kaidah-kaidah hukum tersebut ada yang berupa peraturan-peraturan tertulis, keputusankeputusan pengadilan maupun keputusan-keputusan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya seorang sosiolog harus menganalisis gejalagejala hukum di dalam masyarakat secara langsung, dia harus langsung meneliti proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat, efektivitas dari hukum sebagai sarana pengendalian sosial, serta hubungan antara hukum dengan perubahan-perubahan sosial, dan sebagainya. Jadi, sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya, hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses. Kurangnya Perhatian Para Sosiolog Terhadap Hukum Beberapa factor dapat disebutkan sebagai penyebab kurangnya perhatian para sosiolog terhadap hukum. Dapat dikemukakan bahwa para sosiolog mengalami kesulitan untuk menyoroti sistem hukum semata sebagai himpunan kaidah-kaidah yang bersifat normative, sebagaiman halnya dengan para yuris. Adalah suatu hal yang sulit bagi para sosiolog untuk menempatkan dirinya di dalam alam yang normative, oleh karena sosiologi merupakan suatu disiplin yang kategoris. Artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dan tidak menelaah tentang apa yang seharusnya terjadi (Soerjono Soekanto 1978:25,26). Sebagai suatu ilmu pengetahuan, sosiologi membatasi diri terhadap persoalan

penilaian, artinya sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang, dalam arti memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan. Selanjutnya, ada dugaan bahwa pada umumnya para sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat bahwa hukum merupakan himpunan peraturan-peraturan yang statis. Kadangkala seorang sosiolog merasakan adanya kesulitan-kesulitan untuk menguasai keseluruhan data tentang hukum yang demikian banyaknya dan pernah dihasilkan oleh beberapa generasi ahli hukum (David Riesman 1962:14). Suatu fakta yang merupakan penghalang besar terhadap hubungan antara sosiologi dengan hukum dan pada akhirnya menyebabkan lambatnya perkembangan sosiologi hukum adalah kesulitankesulitan terjadinya hubungan antara para sosiolog dengan para ahli hukum, karena kedua-belah pihak tidak mempergunakan bahasa dan kerangka pemikiran yang sama. Hal itu menyebabkan terjadinya ketidakpastian pada pihak-pihak yang mengadakan pendekatan yang interdispliner. Tidak semua penelitian yang bersifat sosiologis terhadap hukum memerlukan pendekatan yang iterdisipliner dan tidak lengkapnya pengetahuan hukum yang dimiliki oleh seorang sosiolog tidak perlu menjadi halangan untuk menjalankan penelitian terhadap bidang hukum. Perlukah Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Berdiri Sendiri Dinamakan Sosiologi Hukum ? Sosiologi Hukum diperlukan dan bukan merupakan penamaan yang baru bagi suatu ilmu pengetahuan yang telah lama ada. Hukum adalah suatu gejala sosial-budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Ilmu hukum mempelajari gejala-gejala tersebut serta menerangkan arti dan maksud kaidahkaidah tersebut, oleh karena kaidah-kaidah tadi seringkali tidak jelas. Sedangkan yang menjadi perhatian sosiologi hukum adalah hubungan timbal-balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dengan perubahan-perubahan sosial-budaya. Beberapa Masalah Yang Disoroti Sosiologi Hukum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Hukum dan Sistem Sosial Masyarakat. Persamaan-persamaan dan Perbedaan-perbedaan Sistem-sistem hukum. Sifat sistem hukum yang dualistis. Hukum dan kekuasaan. Hukum dan nilai-nilai sosial-budaya Kepastian hukum dan kesebandingan Peranan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat

Sosiologi Hukum Dan Gunanya Sosiologi hukum merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analistis dan empiris menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum, dan sebaliknya. Perihal perspektif dari sosiologi hukum secara umum ada dua pendapat utama (J van Houtte 1970:57).

1. Bahwa sosiologi hukum harus diberikan fungsi yang global. Artinya sosiologi hukum harus mengahasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai sarana organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. 2. Bahwa kegunaan sosiologi hukum justru dalam bidang penerangan dan pengkaidahan. Dapat dikatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah sebagai berikut A. Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum didalam konteks sosial. B. Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu. C. Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan-kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum didalam masyarakat.

BAB 2 ALIRAN ALIRAN PEMIKIRAN YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA SOSIOLOGI HUKUM Hasil Pemikiran Para Ahli Hukum Dan Ilmu Hukum 1. Mazhab Formalistis. John Austin (1790-1859) seorang ahli filsafat hukum dari Inggris - Analytical Jurisprudence. Austin terkenal dengan pahamnya yang menyatakan, bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Menurut Austin, hukum adalah perintah yang diembankan unutk mengatur makhluk berpikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup, itu sebabnya ajarannya dinamakan Analytical Jurisprudence. Menurut Austin, hukum dibagi menjadi dua bagian yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan dan hukum yang disusun oleh umat manusia. Hukum yang disusun oleh umat manusia dapat dibedakan menjadi : a. Hukum yang sebenarnya Merupakan hukum yang dibuat oleh penguasa bagi pengikut-pengikutnya dan hukum yang disusun oleh individu-individu guna melaksanakan hak-hak yang yang diberikan kepadanya. Menurut Austin, hukum ini mengandung 4 unsur yakni perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan. b. Hukum yang tidak sebenarnya Yaitu bukanlah merupakan hukum yang secara langsung berasal dari penguasa, akan tetapi merupakan peraturan yang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan tertentu.

2.

3. 4. 5.

Hans Kelsen (1881-) Pure Theory of Law Menganggap suatu sistem hukum sebagai suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah dimana suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan tadi dinamakannya sebagai kaidah dasar atau Grundnorm. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan Friedrich Karl Von Savigny (1779-1861) Seorang Jerman Berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat. Semua hukum berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan, bukan berasal dari pembentuk undangundang. Dia mengemukakan, betapa pentingnya untuk meneliti hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat beserta sistem nilai-nilainya. Pendapat tersebut, dewasa ini hampir selalu menjadi pegangan bagi para sosiolog dalam arti, bahwa suatu sistem hukum sebenarnya bagian dari sistem social yang lebih luas dan antara sistem hukum dengan aspek-aspek sistem social lainnya. Sir Henry Maine (1822-1888) Teorinya yang terkenal adalah perihal perkembangan hukum dari status ke kontrak yang sejalan dengan perkembangan masyarakat yang sederhana ke masyarakat yang modern dan kompleks. Aliran Utilitarianism Aliran Sociological Jurisprudence Aliran Realisme Hukum

Hasil-Hasil Pemikiran Para Sosiolog 1. Emile Durkheim 2. Max Weber Hukum Adat Di Indonesia Dan Sosiologi Hukum BAB 3 STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM Sosiologi Hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, meruoakan ilmu sosial, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup. Pada hakikatnya manusia dapat ditelaah dari dua sudut : 1. Sudut Struktural Dinamakan pula struktur sosial, yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial pokok, yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial (Selo Soemardjan-Soelaeman Soemardi 1964:14). 2. Sudut Dinamika Adalah apa yang disebut proses sosial dan perubahan-perubahan sosial. Dengan proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama.

Kaidah-kaidah sosial dan Hukum Pola-pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya yang merupakan kecenderungankecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terhadap manusia, benda maupun keadaan-keadaan. Sikap-sikap manusia kemudian membentuk kaidah-kaidah, karena manusia cenderung untuk hidup teratur dan pantas. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya menurut manusia adalah berbeda-beda, sehingga diperlukan patokan-patokan yang berupa kaidah-kaidah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kaidah merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku atau perikelakuan yang diharapkan. Secara sosiologis merupakan suatu gejala yang wajar, bahwa aka nada perbedaan antara kaidahkaidah hukum di satu pihak, dengan perikelakuan yang nyata. Disebabkan karena kaidah hukum merupakan patokan-patokan tentang perikelakuan yang diharapkan dalam hal-hal tertentu merupakan abstraksi dari pola-pola perikelauan. Namun demikian, ada baiknya untuk mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli ilmu-ilmu sosial mengenai masalah ini, yaitu perbedaan antara perikelakuan sosial yang nyata dengan perikelakuan debagaimana yang diharapkan oleh hukum. Karl Llewellyn dan E. Adamson Hobel menyatakan, bahwa hukum mempunyai fungsi yang penting demi keutuhan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan hubungan antara warga masyarakt, dengan menetapkan perikelakuan mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang. 2. Membuat alokasi wewenang (authority) dan menentukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan paksaan dengan sekaligus memilih sanksi-sanksi yang tepat dan efektif; 3. Disposisi masalah-masalah sengketa; 4. Menyesuaikan pola-pola hubungan dengan perubahan-perubahan kondisi kehidupan. Pendapat lain dikemukakan oleh L. Pospisil (1958), seorang antropolog yang menyatakan : 1. Hukum merupakan suatu tindakan yang berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial. Agar dapat dibedakan antara hukum dengan kaidah-kaidah lainnya, dikenal dengan adanya empat tanda hukum attributes of law. 2. Tanda yang pertama dinamakan attribute of authority, yaitu hukum merupakan keputusankeputusan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam masyarakat, keputusan-keputusan ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan yang terjadi dalam masyarakat. 3. Tanda yang kedua disebut attribute of intention of universal of application yang artinya adalah bahwa keputusan-keputusan yang mempunyai daya jangkau yang panjang untuk masa-masa mendatang. 4. Tanda yang ketiga adalah Attribute Of Obligation yang berarti bahwa keputusan-keputusan penguasa harus harus berisikan kewajiban-kewajiban pihak kesatu terhadap pihak kedua dan sebaliknya. Dalam hal ini semua pihak harus masih didalam kaidah hukum.

5. Tanda yang keempat disebut Attribute of Sanction yang menentukan bahwa keputusankeputusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang nyata. Lembaga-lembaga Kemasyarakatan Suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian lembagalembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 1. Untuk memberikan pedoman kepada warga masyarakat, bagaiman mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan pokok. 2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Bermacam-macam lembaga kemasyarakat disebabkan karena adanya klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe tersebut dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin sebagai berikut : 1. Dari sudut perkembangannya dikenal adanya; a. Crescive Institutions atau lembaga-lembaga utama Merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang sendirinya tumbuh dari adat istiadat. b. Enacted Institutions Yaitu lembaga kemasyarakatan yang dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, tetapi masih didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat. 2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas : a. Basic Institutions, dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. b. Subsidiary Institutions, dianggap kurang penting, seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. 3. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan menjadi : a. Approved atau Socially Sanctioned Institutions, merupakan lembaga-lembaga yang diterima oleh masyarakat. b. Unsanctioned Institutions, yang ditolak oleh masyarakat, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak berhasil untuk memberantasnya. 4. Perbedaan antara Generalis Institutions dengan Restricted Institutions terjadi apabila klasifikasi didasarkan pada factor penyebarannya. 5. Dari sudut fungsinya :

a. Operative Institutions, berfungsi sebagai lambaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. b. Regulative Institutions, bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari lembaga itu sendiri. Lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapatkan nilai tertinggi dalam masyarakat, mungkin merupakan lembaga kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang primer didalam suatu masyarakat apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Sumber dari hukum tersebut mempunyai wewenang (authority) dan berwibawa (prestigeful); Hukum tadi jelas secara yuridis, filosofis, dan sosiologis; Penegak hukum dapat diajadikan teladan bagi factor kepatuhan terhadap hukum; Diperhatikannya factor pengendapan hukum di dialam jiwa pada warga masyarakat; Para penegak dan pelaksana hukum merasa dirinya terikat pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di dalam pola perikelakuannya; 6. Sanksi-sanksi yang positif maupun negative dapat dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan hukum; 7. Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan-aturan hukum. Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka tidak mustahil hukum akan berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Kelompok Kelompok Sosial dan Hukum Suatu kelompok sosial mempunyai syarat-syarat sebagai berikut : 1. Setiap warga kelompok tersebut harus sadar dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan; 2. Ada hubungan timbal-balik antara warga yang satu dengan warga-warga lainnya (interaksi); 3. Terdapat factor yang dimiliki bersama oleh warga-warga kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat; 4. Adanya struktur; 5. Ada perangkat kaidah-kaidah; 6. Menghasilkan sistem tertentu. Bagi para sosiolog, nyata bahwa hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan fungsional yang berhubungan dan saling mempengaruhi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Hukum dalam keadaan tertentu menyesuaikan diri dengan struktur sosial, tetapi dalam keadaan lain, hal yang sebaliknyalah yang terjadi. Dan gejala ini merupakan bagian dari proses sosial yang terjadi secara menyeluruh. Bagi para ahli atau sarjana hukum, hubungan antara struktur sosial dengan hukum memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang lingkungan sosial-budaya dimana hukum berlaku. Di samping

itu, mereka pun mendapat kesempatan untuk menelaah dalam keadaan-keadaan apakah hukum merupakan dependent variable dan bilaman merupakan independent variable di dalam hubungannya dengan gejala-gejala sosial lainnya. Dengan mempelajari struktur sosial, diketahui pula bahwa disamping hukum, terdapat pula alat-alat pengendalian sosial lainnya yang di dalam keadaan-keadaan tertentu lebih efektif daripada hukum. BAB 4 PERUBAHAN PERUBAHAN SOSIAL DAN HUKUM Beberapa Teori Tentang Hukum dan Perubahan-perubahan Sosial

You might also like