You are on page 1of 36

REFERAT

GANGGUAN TINGKAH LAKU

Rizka Septia Novita, S.Ked. (702008013)

Pembimbing dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

JUNI 2012 HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah berjudul GANGGUAN TINGKAH LAKU

Oleh: Rizka Septia Novita, S.Ked.

telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang

Palembang, Juli 2012 Dosen Pembimbing

Dr. Binsar Silalahi, Sp. F, DFM, SH

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis menghaturkan terima kasih kepada dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH selaku koordinator pendidikan di Bagian Kedokteran Forensik yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu dan ketrampilan di bagian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingannya selama pengerjaan referat, yang berjudul Luka Tembak, dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Juni 2012

Penulis

iii

DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR GAMBAR.. ii iii iv v vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Aliran Darah Jantung 2.2. Definsi ............................................................................................. 2.3. Etiologi dan Klasifikasi ............................................................................... 2.3.1. Angina Pektoris . 2.3.2. Infark Miokard Akut 2.4. Faktor Resiko . 2.5. Manifestasi Klinis dan Patofisiologi 2.6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis 2.7. Pengobatan .. 2.8. Komplikasi .. 2.9. Prognosis .. 2.10. Pencegahan 3 5 6 6 8 10 15 20 23 26 27 27

BAB III. KESIMPULAN Kesimpulan 29 DAFTAR PUSTAKA

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 2.1 Faktor Risiko PJK ... 15 2.2 Cara-cara Diagnostik .. 20 2.3 Lokasi Infark Berdasarkan Lokasi Perubahan EKG 23 2.4 Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskuler dan Stroke Berdasarkan Faktor Resiko ... 27 2.5 Intervensi Faktor Risiko .. 28 2.6 Pencegahan Sekunder PJK dan Penyakit Jantung Lainnya Menurut ACC/AHA 2006... 28

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Arteri Koronaria dan Vena Jantung................................ 24 2.2 Faktor Pencetus Angina Pektoris .. 21 2.3 Gambaran EKG pada STEMI dan NSTEMI 21 2.4 Perbedaan Angina Pektoris Stabil, NSTEMI, STEMI .. 22 2.5 Gambaran EKG PJK 22 2.6 Evolusi/Pola Perubahan EKG pada STEMI . 23

vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon dengan stimulus yang timbul dan manusia merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat tertentu dan unik. Perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya stimulus yang datang akan direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan, perilaku itu sendiri ada yang bersifat positif atau negative tergantung pada stimulus yang datang. Pada dasarnya, gangguan tingkah laku adalah pola tingkah laku anak atau remaja yang berulang dan menetap dimana terjadi pelanggaran norma-norma sosial dan peraturan utama setempat. Gangguan tingkah laku tersebut mencakup perusakan benda, pencurian, berbohong berulang-ulang, pelanggaran serius terhadap peraturan, dan kekerasan terhadap hewan atau orang lain. Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak masuk sekolah. Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang stres karena pertama kali masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal pada usia tertentu.2 Sejalan dengan makin beragamnya fungsi sosial, maka semakin meningkat pula kualifikasi yang diperlukan dalam dunia kerja. Hal ini mendorong berkembngnya pendidikan formal. Secara bersamaan semakin meningkatnya usia dan faktor lain yang berpengaruh terhadap transformasi sosial dapat memberikan sumbangan terhadap semakin mantapnya masa remaja sebagai salah satu tahap perkembangan yang penting. Untuk waktu yang lama remaja dimaknai sebagai masa transisi, tidak lebih dari masa selintas menuju kedewasaan, masa yang

ditandai dengan instabilitas dan keresahan. Meskipun remaja bermasalah tidak bisa dianggap mewakili kelompok usia remaja secara keseluruhan, pada saat yang bersamaan remaja dipandang sebagai periode emosi yang tidak stabil dan terganggu, serta masa pemberontakan. Untuk menentukan apa yang normal dan apa yang terganggu, khusus pada anak dan remaja yang perlu ditambahkan selain kriteria umum yang telah kita ketahui adalah faktor usia anak dan latar belakang budaya. Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal pada usia tertentu.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi gangguan tingkah laku Definisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringnya, perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang penyesalan. 2.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO GANGGUAN TINGKAH LAKU a. Faktor-faktor biologis. Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan bahwa perilaku agresif (a.l kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (a.l mencuri, lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Dalam studi terhadap 10 pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa mencapai 50% untuk kembar monozigot, dan 20% untuk kembar dizigot. Sebaliknya, tujuh penelitian pada anak dengan perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang tinggi, namun seimbang antara kembar monozigot dan dizigot.1,3,6 Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, menyelesaikan merencanakan, masalah) menggunakan dan pengendalian masalah diri, dan memori.2

Telah lama diketahui bahwa gangguan otak sperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma, dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Anak dengan sindroma otak organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa, kegelisahan,kecenderungan untuk merusak dan kekejaman.3

b. Faktor-faktor psikologis. Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara mencapai tujuan yang efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.3,6

c. pengaruh lingkungan 1. Orangtua: sikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang sangat penting bagi kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian dapat menimbulkan kebingungan pada anak. Bila orangtua tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen dalam mengatur kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya, disiplin yang dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat. Kepribadian orangtua sendiri juga sangat penting.3 2. Saudara-saudara: rasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada anak pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama. Perasaan ini akan bertambah keras bila orangtua memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk menarik perhatian dan

simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku yang agresif atau negativistik.3 3. Orang-orang lain di dalam rumah, seperti nenek, saudara orangtua atau peayan, juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak.3 4. Teman-teman seusia. Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan antisocial anak-anak memfokuskan pada dua bidang besar, yaitu: 1) Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu 2) Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku nakal pada anak 2,4 d. Faktor-faktor sosiologis. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi (Lahey dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan criminal (Patterson, Crosby, & Vuchinich, 1992).2,4 Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio-ekonomi tinggi atau rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sosial (pada kalangan atas) atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan bawah) sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak mereka.3 2.3. Etiologi dan Klasifikasi Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi

ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan thrombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh fakor tunggal, akan tetapi ada faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang tinggi. 2.3.1. Angina Pektoris Adanya angina pektoris dapat dikenali dengan adanya; (1) kualitas nyeri dada yang khas yaitu perasaan yang khas yaitu perasaan dada tertekan, merasa terbakar atau sudah benafas; (2) lokasi nyeri yaitu retrosternak yang menjalar ke leher, rahang atau mastoid dan turun ke lengan kiri; (3) faktor pencetus seperti sedang emosi, bekerja, sesudah makan atau dalam udara dingin. A. Angina Pektoris Stabil Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik tertentu; 1. Lokasi biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri. 2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih/berat di dada, rasa desakan kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak nafas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang takjam, seperti rasa ditusuk-tusuk atau diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tidak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan tekanan. Nyeri juga dapat di presipitasioleh stress fisik maupun emosional. 3. Kualitas: nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila

lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan dengan angina tidak stabil. Gradasi beratnya nyeri dada oleh Canadian Cardiovaskular Society sebagai berikut; 1. Kelas 1 Aktivitas sehari-hari seperti jaan kaki,berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan berat, berjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian. 2. Kelas 2 Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bla melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina dan lain-lain. 3. Kelas 3 Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa. 4. Kelas 4 AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan lainlain. B. Angina Pektoris Tidak Stabil Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tidak stabil yaitu; (1) pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari; (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan; (3) pasien dengan serangan angina pada waku istirahat. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik Beratnya Angina;

1. Kelas 1 Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada. 2. Kelas 2 Angina pada waktu istirahat dan terjadi subakut dalam 1 bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir. 3. Kelas 3 Adanya serangan sngina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir. Keadaan Klinis; 1. Kelas A Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris. 2. Kelas B Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak. 3. Kelas C Angina yang timbul setelah serangan infark jantung. 2.3.2. Infark Miokard Akut Serangan infark miokard akut (IMA) rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti angina biasa, terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina, maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. IMA terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam awal di pagi hari. Rasa sakitnya adalah diffuse dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkram atau member. Paling nyata di daerah substernal, menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pankreatitis akut). A. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik

yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasaya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI tejadi jiak thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local ataupun sistemik memicu trombogenesi, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadinya STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupu STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. B. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) Nyeri dada dengan khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan cirri seperti diperas, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dipneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. 2.4. Faktor Resiko 1. Hipertensi

Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena: a. Meningkatnya tekanan darah. Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal. Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark. 2. Hiperkolesterolemia.

10

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah: a. Kolesterol Total. Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . b. LDL Kolesterol. LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total. c. HDL Koleserol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok. d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat resiko PJK. e. kadar Trigliserida.

11

Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK. Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas. 3. Merokok. Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan perkataan lain menyebabkan Takikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5carboksi -Hb. Disamping itu kadar HDL kolesterol makin dapat merubah

4Hb menjadi

dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi menurun. Perempuan yang merokok

mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok. Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun. Faktor Resiko Lain 1. Umur Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada

12

laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki. 2. Jenis kelamin. Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan. 3. Geografis. Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada genetik. 4. Ras Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya. 5. Diet. Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika ratarata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.

13

6. Obesitas. Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise. 7. Diabetes. Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat. 8. Exercise. Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena; (1) memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard; (2) menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersamasama dengan menurunkan LDL kolesterol; (3) membantu menurunkan tekanan darah ; (4) meningkatkan kesegaran jasmani. 9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya. Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B. 10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.

14

Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. 11. Keturunan Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor genetik. Tabel 2.1 Faktor Risiko PJK

2.5. Manifestasi Klinis dan Patofisiologi Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupin kebutuh jaringan tidak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Aterosklerosis koroner Pembuluh arteri, semakin bertambahnya umur dalam arteri juga terjadi proses seperti penebalan lapisan intima, berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium dan bertambahnya lapisan intima.

15

Menurut WHO pada tahun 1958, Perubahan variabel intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak, kompleks karbohidrat, darah dan hasil produk darah, jaringan fibrous dan deposit kalsium yang kemudian diikuti perubahan lapisan media. Pembuluh arteri koroner terdiri dari tiga lapisan yaitu : a. Tunika intima yang terdiri dari dua bagian. Lapisan tipis sel sel endotel merupakan lapisan yang memberrikan permukaan licin antara darah dan dinding arteri serta lapisan subendotelium. Sel ini menghasilakan prostadgandin, heparin dan aktivator plasminogen yang membantu mencegah agregasi trombasit dan vasokonstriksi. Dan juga jaringan ikat yang memisahkan dengan lapisan yang lain. b. Tunika media merupakan lapisan otot dibagian tengan dinding arteri yang mempunyai tiga bagian; bagian sebelah dalam disebut membran elastin internal kemudian jaringan fibrus otot polos dan sebelah luar memberana elastika eksterna. c. Tunika adventisia umumnya mengandung jaringan ikat dan dikelilingi oleh vasa vasorum yaitu jaringan arteriol. Pada pembuluh koroner terlihat penonjolan yang diikuti dengan garis lemak (fatty streak) pada intima pembuluh yang timbul sejak umur di bawah 10 tahun. Pada kebanyakan orang umur 30 tahun garis lemak ini tumbuh lebih progresif menjadi fibrous plaque yaitu suatu penonjolan jaringan kolagen dan sel sel nekrosis. Lesi ini padat, pucat berwarna kelabu yang disebut ateroma. Lesi kompleks terjadi apabila pada plak fibris timbul nekrosis dan terjadi perdarahan trombosis, ulserasi, kalsifikasi atau aneurisma. Hipotesis terjadinya ateroskelerosis adalah 1) Teori infiltrasi/incrustation, 2) Teori pertumbuhan klonal/clonal growth (Benditt), dan 3) Teori luka/respons to injury (Russel Ross).

16

Aterosklerosis biasanya timbul pada tempat tempat dimana terjadi turbulens yang maksimum seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan tinggi, daerah yang pernah kena trauma dimana terjadi deskuamasi endotel yang menyebabkan adesi trombosit. Berbagai keadaan akan mempengaruhi antara pasokan dan kebutuhan, pada dasarnya melalui mekanisme sederhana, yaitu 1) Pasokan berkurang meskipun kebutuhan tak bertambah dan 2). Kebutuhan meningkat, sedangkan pasokan tetap. Bila arteri koroner mengalami gangguan penyempitan (stenosis) atau penciutan (spasme), pasokan arteri koroneria tidak mencukupi kebutuhan, secara popular terjadi ketidak seimbangan antara pasok (supply) dan kebutuhan (demend), hal ini akan memberikan gangguan. Manifestasi gangguan dapat bervariasi tergantung kepada berat ringannya stenosis atau spasme, kebutuhan jaringan saat istirahat ataupun aktif serta luasnya daerah yang terkena. Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri koroner mengalami stenosis lumen sampai 60 % belum menimbulkan gejala sebab aliran darah koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan. Pada keadaan ini sering tidak menimbulkan keluhan, sering disebut penyakit jantung koroner laten ( Silent ischemia). Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan aliran yang tadinya mencukupi menjadi berkurang. Hal ini akan menyebabkan hipoksia jaringan yang akan menghasilakan peningkatan hasil metabolisme misalnya asam laktat. Akan menimbulakan manifestasi klinis nyeri dada, rasa berat, rasa tertekan, panas, rasa tercekik, tak enak dada, capek kadang kadang seperti masuk angin. Manifestasi angina yang timbul setelah aktivitas fisik disebut effort angina. Sebaliknya angina pektoris dapat timbul dalam keadaan istirahat, yang berarti proses stenosis melebihi 60% baik oleh penyempitan yang kritis(90%) maupun bertambah oleh karena faktor spasme arteri koroner sendiri di tempat yang tadinya tidak menimbulkan gejala. Angina bentuk ini disebut sebagai angina dekubitus, angina at rest atau dalam bentuk angina prinzmetal. Pasokan

17

berkurang sehingga menimbulkan hipoksia baik oleh karena secara anatomis ada penyempitan yang menyebabkan aliran darah berkurang (penyempitan melampaui 80% saat iastirahat) atau penyempitan kuarang dai 80% tetapi menjadi kritis karena penigkatan kebutuhan akibat aktifitas fisik maupun psikis. Bila proses kritis tersebut berlangsung lama maka hipoksia jaringan akan berlanjut terus, tidak hanya menimbulkan gangguan yang reversibel tetapi malahan lebih jauh lagi. Otot jantung akan mengalami kerusakan, jaringan mati atau nekrosis (infark miokard) Infark Miokard Infark miokard terbagi atas miokard infark dengan elevasi ST (STEMI) dan miokard infark tanpa elevasi ST(NSTEMI) Miokard infark dengan elevasi ST (STEMI) Umumnya terjadi karena aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetus oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan di bawah. Pada sebagian besar, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, seretonisn) memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriksi lokal yang poten). Selain itu aktivitas trombosit memicu perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa sehingga mempunyai afenitas tinggi terhadap asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willenbrand (vWF) dan

18

fibrinogen dimana keduanya merupakan molekul yang dapat mengikat platelet, mengahasilkan ikatan silang dan agregasi platelet. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang mengakibatkan mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada keadaan yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme arteri koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Miokard infark Tanpa elevasi ST (NSTEMI) Angina pektoris tidak stabil (unstable angina = UA) dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungn dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaannya tidak berbeda. Diagnosa NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti addanya nekrosis berupa peningkatan enzim enzim jantung.

2.6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai keterpatan diagnostik yang maksimal dengan risiko dan biaya yang seminimal mungkin. Tabel 2.2 Cara-cara Diagnostik No. Cara Diagnostik 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik 3. Laboratorium 4. Rontgen 5. Pemeriksaan jantung non invasive

19

6.

EKG istirahat Uji latihan jasmani (treadmill) Uji latih jasmani kombinasi pencitraan: Uji latih jasmani ekokardiografi (Stress Eko) Uji latih jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard Uji latih jasmani farmakologik kombinasi Teknik Imaging Ekokardiografi istirahat Monitoring EKG ambulatoar Teknik non invasive penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner (Computed Tomography; Magnetic Resonanse Arteriografi) Pemeriksaan invasive menentukan anatomi koroner Arteriografi koroner Ultrasound Intra Vaskuler (IVUS)

1. Angina Pektoris Stabil (Dekresendo Angina) a. Typical Angina, tiga kriteria berikut: 1) Substernal chest discomfort 2) Onset meningkat dengan exercise dan emosi 3) Berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin (dapat diprediksi) b. Atypical Angina: Jika terdapat 2 dari 3 hal di atas c. Non-cardiac Chest pain: Hanya 1 dari 3 kriteria di atas d. Treadmill test

Gambar 2.2 Faktor Pencetus Angina Pektoris 2. Angina Pecktoris Tidak Stabil (Kresendo Angina) a. Peningkatan derajat dan durasi angina b. Muncul ketika istirahat atau aktifitas ringan

20

c. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin dan tidak dapat diprediksi. 3. Miokard Infark a. Nyeri dada iskemik b. Perubahan EKG c. Peningkatan Enzim Jantung

Gambar 2.3 Gambaran EKG pada STEMI dan NSTEMI

Gambar 2.4 Perbedaan Angina Pektoris Tidak Stabil, NSTEMI dan STEMI

21

Gambar 2.5 Gambaran EKG Penyakit Jantung Koroner

Gambar 2.6 Evolusi/Pola Perubahan EKG pada STEMI

Tabel 2.3 Lokasi Infark Berdasarkan Lokasi Perubahan EKG Lokasi Lead / Sandapan Anterior V1-V4 Anteroseptal V1-V3

22

Anterior Ekstensif Posterior Lateral Inferior Ventrikel kanan 2.7. Pengobatan Tujuan pengobatan

V1-V6 V1-V2 I, avL, V5-V6 II, III, avF V4R-V5R

1. Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi famakologik yang akan mengurangi progresif plak, menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Obat yang digunakan; obat antitrombotik; aspirin dosis rendah, antagonis reseptor ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan ticlopidine; obat penurun kolesterol (statin); ACE-Inhibitor; Beta-blocker; Calcium channel blockers (CCBs) 2. Untuk memperbaiki gejala dan iskemi; obat yang digunakan yaitu nitra kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta-blocker, CCBs. Tatalaksana Umum Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll., perlu ditangani secara baik. Cara pengobatan PJK yaitu; (1) Pengobatan farmakologis; (2) revaskularisasi miokard. Selain cara tersebut, tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor penyeban agar progresi penyakit dapat dihambat.

23

A. Pengobatan Farmakologis 1. Aspirin dosis rendah Aspirin merupakan obat utama untuk pencegahan thrombosis. Metaanalisis menunjukkan bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada semua pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin lainnya. 2. Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine Merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin. 3. Obat penurun kolesterol Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi primer maupun prevensi sekunder. Statin dapat menurunkan komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study), ASCOTT-LLA atorvastatin untuk prevensi primer PJK pada pascahipertensi. Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dll. 4. ACE-inhibitor/ARB Peranan ACE-1 sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB. 5. Nitrat Nitrat mempunyai efek venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan yang mengalami aterosklerotik.

24

Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak respon dengan nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadai adanya infark miokard. Efek samping obat ini adalah sakit kepala dan flushing. 6. Penyekat Penyekat menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor -1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat dilakukan dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian penyekat adalh riwayat asma bronchial, serta disfungsi bilik kiri akut. 7. Antagonis kalsium Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium dapat mengurangi keluhan pada pasien yang mendapat nitrat atau penyekat ; selain itu beguna pula pada pasien yang mempunyai kontraiindikasi penggunaan penyekat , antagonis kalsium tidak disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi atrioventrikel. B. Revaskularisi Miokard Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang disebabkan pembedahan, aterosklerotik bedah koroner yaitu tindakan (coronary revaskularisasi artery bypass pintas koroner

surgery=CABG), dan tindakan intervensi perkutan (perkutaneous coronary intervention=PCI) Tujuan revaskularisi adalah meningkatkan survival atau mencegah infark ataupun untuk menghilangkan gejala, tindakan yang dipilih tergantung risiko dan kelihan pasien. Indikasi untuk revaskularisasi Secara umum, pasien koroner yang dan memiliki tindakan indikasi untuk dilakukan arteriography kateterisasi menunjukkan

penyempitan arteri koroner adalah indikasi yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika :

25

a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien; b. Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard; c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian; d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi disbanding dengan pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberiak kepada mereka. 2.8. Komplikasi Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik. 2.9. Prognosis Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 2.10. Pencegahan Pencegahan pada PJK dapat berupa pencegahan primer; pencegahan sekunder dan intervensi terhadap faktor resiko. Tabel 2.4 Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskuler dan Stroke Berdasarkan Faktor Resiko Wilayah yang terkena oklusi Sirkulasi kolateral Durasi atau waktu oklusi Oklusi total atau parsial Kebutuhan oksigen miokard 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit Total mortalitas 15-30% Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20% Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:

26

Tabel 2.5 Intervensi Faktor Resiko

Tabel 2.6 Pencegahan Sekunder PJK dan Penyakit Jantung Vaskuler Lainnya Menurut ACC/AHA 2006

27

BAB III KESIMPULAN


Penyakit jantung koroner merupakan kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh aterosklerosis yang merupakan proses degeneratif. Penyebab PJK adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke otot jantung yang terjadi akibat penebalan lapisan tunika intima dan rupturnya plak yang diikuti oleh pembentukan thrombus. Pengobatan PJK yaitu; pengobatan farmakologis, tindakan intervensi kardiologi dan pembedahan. Kejadian PJK karena adanya faktor resiko antara lain hipertensi, dislipidemia, gaya hidup yang kurang aktifitas, diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok, konsumsi alkohol. PJK dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari faktor-faktor resiko tersebut.

28

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, 2007. Penyakit Jantung Koroner, Patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini. Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11 bagian 1. EGC, Jakarta, Indonesia. S. Snell R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. EGC, Jakarta, Indonesia. Staf Pengajar FK UI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa. Jakarta, Indonesia. Price SA, Wilson LM., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi ke 6, Volume 2, EGC, Jakarta, Indonesia. Ganong, 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, Indonesia. Mansjoer. A., 2000. Kapita Selekta. Jilid 1, Media Auskulapius, Jakarta, Indonesia. Jennifer L. Baker, Lina W. Olsen and Thorkild LA. Sorensen. Childhood body-mass index and The Risk of Coronary Heart Disease in Adulthood. The New England Journal of Medicin, December, 2007. Murray RK. Dkk., 2003. Biokimia Harper, Edisi 24, EGC, Jakarta, Indonesia. Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis. Edisi 5. Erlangga. Jakarta, Indonesia. Cristoper. C., 2010. The Experiences of Coronary Heart Disease Patient: Biopsychosocial Perspective. http://www.waset.org/journals/ijpbs/v2/v2-431.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012.

Shivaramakrishna. 2010. Risk Factors of Coronary Heart Disease amonk Bank Employees of Belgaum CityCross-Sectional Study. http://ajms.alameenmedical.org/article_Vol03-2-apr-jun-2010/AJMS.3.2.152159.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012. Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated Viral Vector-mediated Vascular Endothelial Growth Factor in Ischemic Heart. http://www.pnas.org/content/97/25/13801/full.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012. Ekinci, 2010. Getting to the heart of Things. http://www.siemens.com/press/pool/de/event/healthcare/2010-08esc/heart_failure_expert_june2010.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012.

You might also like