You are on page 1of 9

A.

Nilai- nilai filsafat


William Soeryadjaya adalah pendiri PT Astra Internasional, seorang yang rendah hati, bersahaja ,pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan bisnisnya . Manakala prahara bisnis mengempasnya, beliau lebih memilih untuk tidak menghancurkan Astra yang dia lahirkan serta besarkan, sekaligus tidak merugikan pemegang saham minoritas. Dia memilih melepaskan harta demi memenuhi kewajiban dan tidak mencederai hak-hak orang lain. Secara bisnis, William memang jatuh, rebah menempel bumi. Namun sejarah menyaksikan dan mencatat segenap tindakannya dengan tinta emas. William menunaikan apa yang disebut sebagai noblesse oblige-nya ( Bermakna semakin tinggi kedudukan

seseorang, baik dalam ekonomi dan sosial, semakin besar tanggung jawab dan pengabdiannya kepada orang lain, termasuk kewajiban untuk memberi teladan hidup )
Dalam menjalankan bisnisnya, William selalu mengutamakan pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia. Hal ini dijalankannya dalam berbagai program pelatihan dan beasiswa untuk karyawan. Pada tahun 1970-an , banyak karyawannya yang dikirimnya ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang untuk belajar. William tidak membeda-bedakan karyawannya. Di Astra, banyak tenaga kerja pribumi yang dipekerjakannya, dari tingkat karyawan biasa hingga pimpinan. Ini merupakan wujud kecintaan dan kebanggaannya sebagai orang Indonesia. William sangat mengutamakan nilai-nilai naluri, loyalitas, dan rasa percaya dalam merekrut karyawan. Karyawan dipacu untuk mengembangkan kreativitas mereka dengan menghargai inovasi bisnis mereka untuk diuji coba.

Ada tiga hal yang menjadi filosofi atau nilai William dalam berbisnis, yang kemudian diterjemahkan menjadi nilai-nilai Astra. Nilai inilah yang menjadi roh dan kunci kesuksesan beliau. Ketiga nilai itu, pertama, dalam berbisnis, harus menguntungkan masyarakat. Kedua, bisnis harus memiliki produk yang baik. Ketiga, perusahaan harus dikelola oleh manajemen yang baik. Adapun Filosofi yang dipegang Perusahaan ASTRA: Menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara Memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan Menghargai individu dan membina kerja sama Senantiasa berusaha mencapai yang terbaik

Visi ASTRA adalah menjadi salah satu perusahaan dengan pengelolaan terbaik

di Asia Pasifik dengan penekanan pada pertumbuhan yang berkelanjutan dengan pembangunan kompetensi melalui pengembangan sumber daya manusia, struktur keuangan yang solid, kepuasan pelanggan dan efisiensi. Menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial serta ramah lingkungan.
Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam menjalankan roda usahanya. Penganut Protestan yang teguh ini percaya betul bahwa keberhasilan yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya. Jalinan kisah seorang legenda bisnis yang juga dijuluki Bapak Otomotif Indonesia itu mengajarkan kita semua akan banyak hal. Tentang sebuah nilai dan keyakinan, bahwa bisnis semestinya dijalankan dengan penuh etika. Menjunjung tinggi kehormatan diri dan keluarga, dan berdiri tegak di atas nilai serta prinsip yang dianut, demi menjadi berkat bagi sebanyak-banyak manusia. Berkat atau berkah menjadi manusia bermanfaat, atau

apa pun namanya, ternyata adalah makna hidup yang banyak dituju oleh manusia. Karena di sanalah seseorang dapat memperoleh derajat tertinggi di hadapan manusia dan Tuhannya, dengan beribu jalan yang dapat menjadi pilihan. Termasuk apa yang telah disumbangkan oleh seorang warga keturunan Tionghoa yang sangat nasionalis dan mencintai negeri tempat ia dilahirkan, yang bernama Indonesia.

B. Proses William Soeryadjaya berhasil mengembangkan ASTRA


Bisnis yang dilakoni pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, itu sesungguhnya diawali dengan penuh pahit dan getir. William telah menjadi yatim piatu pada usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya di MULO, Cirebon, putus di tengah jalan. Ia kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon. Selain berdagang kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama, ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula. Dengan berdagang, beliau dapat membantu kehidupan saudara-saudaranya. Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu melanjutkan studinya ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamakan kulit, yang kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya. Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor. Cuma celakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lim Peng Hong, kawannya, William mendirikan PT Astra Internasional Inc.

Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya, lahan garapan usaha astra meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh bak "pohon rindang", seperti yang ditamsilkan William sendiri. Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari per dollar AS. Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya sebatas memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, dan Daihatsu, sepeda motor Honda, dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula, akhirnya lahan usaha yang baru ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc. Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis. Astra yang omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor agrobisnis. Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan Indonesia. Rp 141 menjadi Rp 378

Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag, Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, Sarjana Ekonomi lulusan Jerman. Di

bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward. Cuma, sayangnya, Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William melepas

kepemilikannya di Astra. William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan ,yang paling penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa. Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas yang merupakan salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama.

Impian itulah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan keterpurukan. Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil, mengetengahkan bentuk-bentuk kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan perusahaan kecil sebagai bagian dari service network produk perusahaan besar. William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah. mengangkat bangsa ini dari

Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di sejumlah perusahaan,terutama dalam otomotif. William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan John D Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas 100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya. Sebagai pengusaha sukses, William mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan dari dalam maupun luar negeri.

C. Dampak Perusahaan ASTRA bagi lingkungan


Perusahaan ASTRA merupakan salah satu dari lima perusahaan yang paling dikagumi di Indonesia. Pada tahun 2009 Astra Group telah meluncurkan SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia yang menjadi payung program seluruh kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan demi pembangunan bangsa. Corporate Social Responsibility (CSR) yang kita kenal sekarangpun, sudah puluhan tahun lalu diterapkan oleh pengusaha kelahiran Majalengka ini tanpa gembar gembor melalui Yayasan Dana Bantuan Astra, seolah si Oom ingin memberi bantuan dengan tangan kanan tanpa tangan kirinya mengetahui. Oom William banyak memodali dan membimbing para pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk membuat onderdil mobil untuk dipasok ke pabrik perakitan mobil Astra International, inilah praktek CSR sekaligus simbiose mutualistis. Keberadaan UKM ini berlangsung sampai sekarang dan ikut memperkuat manajemen rantai pasokan (supply chain management) yang diterapkan Astra. Astra bersama grup usahanya menampung tenaga kerja yang besar, yakni mencapai 168.703 anak bangsa. Itu jumlah yang besar, sehingga PT ASTRA telah mampu menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia dengan signifikan. Kemudian, efek ganda dari kehadiran Grup Astra juga dirasakan oleh industri kecil dan masyarakat sekitarnya serta PT ASTRA adalah perusahaan yang membayar pajak yang benar. Menurut Jusuf Kalla, PT Astra International Tbk (Astra) bersama anak perusahaannya telah menjalankan tugasnya sebagai perusahaan yang layak disebut mampu berbagi bersama bangsa.

PT. Astra International juga memiliki lembaga pendidikan di bawah naungannya untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia yang siap pakai, yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam industri manufaktur. Lembaga pendidikan tersebut diberi nama Politeknik Manufaktur Astra. Jadi, secara tidak langsung PT Astra telah mendukung dan meningkatkan kualitas pendidikan dan Sumber Daya Manusia di Indonesia.

Kepeduliannya terhadap dunia pendidikan, William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, terjual dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya, lembaga pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga manajer yang andal. Sejumlah konglomerat juga ikut membidani lembaga. William sendiri kala itu duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina. Selain itu, fokus utamanya dalam hal pendidikan yaitu pengembangan masyarakat dengan tujuan mewujukan masyarakat yang cerdas, aktif dan mandiri sebagai bentuk kontribusi terhadap masyarakat di tempat perusahaan beroperasi. Bantuan pendidikan terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu software, brainware, dan hardware. Bentuk brainware seperti pembinaan dan pelatihan, hardware terkait dengan fasilitas fisik. Melalui Yayasan Astra Bina Ilmu (YABI), perusahaan Astra juga banyak memberikan beasiswa bagi masyarakat pra-sejahtera dan beasiswa prestasi untuk melanjutkan jenjang perguruan tinggi S1, S2. Dalam Program bantuan kemanusiaan, Astra memberikan bantuan untuk daerah yang terkena bencana alam, perusahaan Astra juga memiliki program yang memiliki prospek yang berkelanjutan yaitu perbaikan infrastruktur sekolah melalui bedah sekolah, rehabilitasi puskesmas di wilayah sekitar perusahaan Astra. Faktor kondisi lingkungan sebagai dampak dari penggunaan mesin yang menghasilkan polusi udara maupun limbah produksi disiasati perusahaan dengan pembangunan Sunter dua nusa, yaitu taman yang berarsitektur seperti Nusa dua.

Pembuatan kanal untuk daerah banjir, oleh karena daerah tempat perusahaan beroperasi rawan sekali dengan banjir. Tujuan utama mendirikan usaha adalah bukan semata-mata hanya untuk menjadi yang terbesar dan mencari untung, tetapi bagaimana agar usaha kita kelak bisa menjadi aset bagi bangsa dan berkah bagi lingkungan kita. Oom William berperan dalam meletakkan fondasi corporate culture di Astra karena almarhum berhasil menjadi katalis dalam lingkungannya. Beliau sukses karena peka terhadap lingkungannya dan mampu menanamkan sense of belonging yang kuat terhadap Astra. Dari nilai-nilai luhur beliau tanamkan itulah akhirnya fondasi corporate culture Astra bisa berdiri kokoh dan perusahaannya sukses menjadi aset bagi bangsa yang berharga di negeri ini.

You might also like