You are on page 1of 5

B. PEMERIKSAAN PENDENGARAN DENGAN GARPU TALA Hasil No. 1.

Nama OP Rani Dwi D Tes Garpu Tala Rinne Weber R+ Laterisasi kiri Schwabach Schwabach normal Bing Kanan ditutup pindah kekiri

Pembahasan Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c dengan frekuensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita. Tes ini selain mudah dilakukan, tidak rumit , cepat, alat yang dibutuhkan sederhana juga memberikan informasi yang terpercaya mengenai kualitas dan kuantitas ketulian. Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal (Anonim, 2009). 1. Tes Rinne Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Di lain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara. Berdasarkan hasil pengamatan di temukan bahwa setelah dengungan tidak bisa lagi di dengar pada Processus Mastoideus, OP masih dapat mendengar dengungan ketika garpu tala di letakkan di depan telinga. Hal itu berarti OP termasuk kedalam Rinne +. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa pendengaran OP normal, karena mendengar getarran di udara setelah hantaran tulang selesai (Ganong, 2001). Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : a) Normal : tes rinne positif

b) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama) c) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan : y Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala. y Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-) y Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul (Koizora, 2009).

2. Tes Weber Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama. Garpu tala yang di getarkan kemudian di tempelkan pada dahi OP akan terdengar mendengung. Dengungan garpu tala tersebut dapat sama kuat di kedua sisi telinga, dikatakan ada laterisasi, sedangkan dengungan yang terdengar hanya pada salah satu sisi telinga, dikatakan laterisasi ke arah telinga yang terdengar lebih keras (laterisasi kanan atau kiri). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa OP cenderung mendengar dengungan di telinga sebelah kiri (laterisasi kiri). Keadaan tersebut dikarenakan adanya lateralisasi telinga kiri pada probandus sehingga probandus diduga mengalami tuli konduksi sebelah kiri. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan alasan antara lain: 1. Telinga kiri tuli konduktif, kanan normal 2. Telinga kiri tuli konduktif, kanan tuli sensory neural 3. Telinga kiri normal, kanan tuli sensory neural 4. Kedua telinga tuli konduktif, kiri lebih berat 5. Kedua telinga tuli sensory neural, kanan lebih berat (Anonim, 2009). Selain itu, terjadinya laterisasi kiri dapat disebabkan peletakkan garpu tala yang cenderung ke arah kiri karena bunyi akan terdengar lebih keras di sisi yang

paling dekat dengan sumber bunyi. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa OP tuli hantaran (satu Telinga) karena bunyi lebih keras di telinga yang sakit akibat efek masking oleh bunyi lingkungan tak ada (Ganong, 2001). Akan tetapi, test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosa secara pasti jadi belum dapat dipastikan bahwa OP memang tuli hantaran.

3. Tes Schwabach Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal. Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum penderita dan ditanyakan apakah penderita mendengar dengungan. Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bila masih mendengar dikatakan schwabach memanjang (Anonim, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa tes pada OP termasuk schwabach normal karena pemeriksa tidak mendengar dengungan dari garpu tala yang sudah di dengarkan pada OP dan setelah dilakukan Cross juga OP tidak bisa mendengarkan dengungan dari garpu tala yang telah didengarkan oleh pemeriksa. Evaluasi dari test schwabach: a. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural b. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif c. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga penderita normal juga (Anonim, 2009).

Hasil positif yang didapatkan dapat disebabkan karena gelombang gelombang dalam endolymphe probandus berkerja dengan normal sehingga gelombang gelombang tersebut dapat menimbulkan getaran getaran yang datang melalui udara dan tengkorak. Gelombanggelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh : Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal (Rieell, 2010)

4. Tes Bing Tes Bing digunakan untuk mangetahui adanya tuli konduktif dan tuli saraf. Caranya adalah dengan menggetarkan garpu tala di tangan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus OP. Jika suara garputala kedengaran bertambah keras berarti percobaan Bing positif dan jika keras suara garputala tidak mengalami perubahan berarti percobaan Bing indifferent. Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa ketika telinga kanan di tutup maka dengungan terdengar lebih keras di telinga kiri (laterisasi kiri). Hal ini menunjukkan bahwa telinga kiri OP normal (Bing positif). Keadaan ini disebabkan karena tidak adanya gangguan pada orgonon corti; saraf (nervus vestibulocohlearis atau N VIII yang berfungsi untuk mengatur pendengaran) sehingga probandus dinyatakan negative terhadap tuli persepsi (Rieell, 2010).

Kesimpulan Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala dilakukan denga 4 tes yaitu, tes Rinne, Weber, Schwabach, dan Bing. OP Rani Dwi Destiyani dapat dikatakan memiliki pendengaran normal berdasarkan keempat tes tersebut.

Dapus Anonim. 2009. Buku Penuntun Kerja Keterampilan Klinik: Pemeriksaan Fisis Telinga Hidung Dan Tenggorok. Makasar: UNHAS.

Ganong, W. F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Koizora, N. 2009. Pemeriksaan Audiometri, Rinne, Weber dan Schwabach Test. Diunduh dari http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.com/ pada 4 Juni 2011 pukul 18.30 WIB Rieell. 2010. Praktikum T es Ketajaman Pemndengaran. Diunduh dari

http://punyarieell.blogspot.com/2011/01/contoh-laporan-praktikum-tesketajaman.html?zx=7a0fb1915dfd4886 pada 4 Juni 2011 pukul 18 40 WIB.

You might also like