You are on page 1of 26

1. Memahami dan Menjelaskan anatomi saluran untuk berkemih (vesika urinaria dan uretra) 1.

1 Makroskopik Vesica Urinaria Adapun struktur anatomi dari vesika urinaria, sebagai berikut : - Berbentuk piramid 3 sisi , apex menuju ventral atas dan basis (fundus) menuju dorso kaudal dan corpus terdapat antara apex dan fundus vesicae. - Pada bagian kiri/kanan fundus vesicae terdapat tempat kedua muara ureter yang dinamakan Orificium Uretericum Vesicae dan daerah tersebut berbentuk segitiga yang dikenal dengan trigonum vesicae, dan pada basis caudal terdapat tempat keluar urine menuju urethra yang dinamakan orificium urethra internum vesicae . - Pada bagian apex vesicae terdapat jaringan ikat yang merupakan sisa embryologis dari Urachus yang menuju umbilicus dinamakan ligamentum vesiko umbilikalis medianum . - Mempunyai lapisan fibrosa, serosa dan tunica muscularis. Pada tunica musculare terdapat serabut otot stratum longitudinalis dari apex ke fundus dan stratum circulare yang melingkari orificium internum vesicae.otot tersebut diatas berfungsi untuk merangsang urine keluar vesicae yang dikenal dengan m.destrusor vesicae dan m.sphincter vesicae. - Pada daerah trigonal vesicae terdapat otot yang merupakan lanjutan dari stratum longitudinalis yang menghubungkan kedua orificium uretericum dan membentuk plica inter uretericum yang berfungsi untuk vesicae jika sudah penuh. Syntopi vesica urinaria Vertex Lig. umbilical medial Infero-lateral Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani Superior Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav. vesicouterina (perempuan) Infero-posterior Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum

Vaskularisasi Vesika Urinaria : Mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah sebagai berikut: 1. A . Vesicalis Superior cabang dari A. Hypogastrica. 2. A . Vesicalis Inferior cabang dari A. Hypogarstica. Pesyarafan Vesika Urinaria : Di urus oleh syaraf otonom parasympatis yang berassal dari N . Splanchnicus pelvicis ( sacral 2-3-4 ) dan syaraf sympatis ganglion symphaticus (lumbal 1-2-3 ). Urethra Adalah saluran terakhir dari saluran urinarius mulai dari orificium internum urethra sampai ke orificium urethra externa ( tempat urine dikeluarkan ). Urethra pada laki laki lebih panjang dapi perempuan sebab pada laki laki terdapat penis dan kelenjar prostat sedangkan pada wanita tidak ada. Pada laki laki panjang urethra ( 18-20 ) cm dan pada wanita hanya ( 5-8 ). Pada laki laki terbagi atas 3 daerah yaitu : 1. Urethra pars prostatica mulai dari orificium urethra internum sampai ke urethra yang ditutupi oleh kelenjar prostata dan berada dalam rongga panggul. Cairan mani + sperma masuk kedalam urethra pars prostatica ini kemudian keluar pada orificium urethra externum. 2. Urethra pars membranacea dari pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa ( urethra ini paling pendek 1-2 cm ) 3. Uerthra pars cavernosa ( spongiosa ) mulai dari daerah bulbus penis sampai orificium urethra externum . berjalan dalam corpus cavernosa urethra ( penis ), 12-15 cm. Bermuara 2 macam kelenjar yaitu : kelenjar para urethralis kelenjar bulbo urethralis

Uretra masculina : Uretra masculina panjangnya sekitar 20 cm (20-25 cm) dan terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium uretra externum pada gland penis. Uretra masculina terbagi menjadi 3 bagian: (1) pars prostatica (2) pars membranacea (3) pars spongiosa. Uretra pars prostatica panjangnya kurang lebih 3 cm dan berjalan melalui prostat dari basis sampai apexnya. Bagian ini merupakan bagian yang paling lebar dan yang paling dapat dilebarkan dari uretra. Pada bagian ini bermuara ductus ejaculatorius dan saluran keluar kelenjar prostat. Uretra pars membranacea panjangnya sekitar 1,25 cm, terletak didalam diaphragma urogenital, dan dikelilingi oleh muskulus sphincter urethrae. Bagian ini merupakan bagian uretra yang paling tidak bisa dilebarkan. Uretra pars spongiosa panjangnya sekitar 15 cm dan dibungkus dalam bulbus dan corpus spongiosum penis. Ostium uretra externum merupakan bagian tersempit dari seluruh uretra. Bagian uretra yang terletak didalam gland penis melebar membentuk fossa navicularis (fossa terminalis). Glandula bulbourethralis bermuara kedalam uretra pars spongiosa distal dari diaphragma urogenitale.

Uretra feminina : Panjang uretra feminina kurang lebih 4 cm. Uretra terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium uretra externum yang bermuara kedalam vestibulum sekitar 2,5 cm distal dari klitoris. Uretra menembus musculus sphinter uretrae dan terletak tepat didepan vagina. Disamping ostium uretrae externum, terdapat muara kecil dari ductus glandula paraurethralis uretra dapat dilebarkan dengan mudah.

Vaskularisasi uretra : Arteri dorsalis penis dan arteri bulbourethralis yang merupakan cabang dari arteria pudenda interna. Persyarafan uretra : Persyarafan uretra diurus oleh nervus dorsalis penis yang merubapakan cabang-cabang dari nervus pudendus. 1.2 Mikroskopik 1. Vesica Urinaria Penampilan irisan kandung kemih mirip dengan ureter. Epitel transisionalnya lebih tebal, terdiri tas 6-8 lapis sel pada kandung kemih kosong, danbhanya setebal 2-3 lapis kandung kemih terisi penuh. Dibawah epitel terdapat muskularis mukosa yang tidak utuh yang dibentuk oleh serat-serat otot kecil yang tidak beraturan, dengan banyak serat saraf. Lamina propianya tebal dengan lapis luar yang longgar, kadang disebut submukosa, yang memungkinkan mukosa ini berlipat pada kandung kemih kosong. Tebal tunika muskularis sedang saja dan terdiri atas 3 lapisan: (1) lapisan dalam yang longitudinal (2) lapisan tengah yang sirkular, dan (3) lapisan luar yang longitudinal. Lapisan sirkular tengah paling mencolok dan membentuk sfingter tebal sekitar muara urethra dalam dan tidak begitu tebal sekitar muara ureter. Lapisan adventisia terdiri atas jaringan fibro-elastis, hanya permukaan superior kandung kemih saja yang ditutupi peritoneum secara lebar.

2. Uretra Uretra masculina Panjang uretra pria sekitar 20 cm. Epitel pembatas uretra pars prostatica ialah epitel transisional, tetapi pada bagian lain berubah menjadi epitel berlapis/bertingkat silindris, dengan bercak-bercak epitel berlapis gepeng . ujung uretra bagian penis yang melebar (fossa navicularis) dibatasi epitel berlapis gepeng terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus. Dibawah epitel terdapat lamina propria terdiri tas jaringan ikat fibro-elastis longgar. Membran mukosa tidak beraturan, dengan lekukan atau sumur kecil-kecil yang meluas ke dalam membentuk kelenjar tubular (littre) yang bercabang, kelenjar ini lebih banyak pada permukaan dorsal uretra tersusun serong dengan bagian dasar tersusun proximal terhadap muaranya. Kelenjar ini dibatasi epitel serupa dengan yang membatasi uretra dan menghasilkan mukus.

Uretra feminina Uretra pada wanita jauh lebih pendek daripada uretra pria. Muskularis terdiri atas dua lapisan otot polos tersusun serupa dengan yang ada pada ureter, tetapi diperkuat sfingter otot pada muaranya. Epitel pembatasnya terutama epitek berlapis gepeng, dengan bercak-bercak epitel bertingkat silindris. Juga terdapat penonjolan berupa kelenjar, serupa kelenjar littre pada pria, lamina proprianya merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus mirip dengan cavernosa.

2. Memahami dan Menjelaskan faal berkemih (miksi) 2.1 Pengontrolan miksi Pengisian Kandung Kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun dalam serabutserabut spiral, longitudinal dan sirkuler, tetapi batas yang jelas dari lapisan otot ini tidak terlihat. Kontraksi peristalitik yang reguler terjadi 1-5 kali permenit yang menggerakkan urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih, dimana urine masuk dengan cepat dan sinkron sesuai dengan
5

gerakan gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding kandung kemih dan walaupun disini tidak terdapat alat seperti spingter uretra, jalannya yang miring cenderung membiarkan ureter tertutup, kecuali sewaktu gelombang peristaltik guna mencegah refluk urine dari kandung kemih. Sewaktu pengisisan normal kandung kemih, akan terjadi hal-hal sebagai berikut: Sensasi kandung kemih harus intak Kandung kemih harus tetap dapat berkontraksi dalam keadaan tekanan rendah walaupun volume urine bertambah Bladder outlet harus tetap tertutup selama waktu pengisian ataupun saat terjadi peninggian tekanan intra abdomen yang tiba-tiba Kandung kemih harus dalam keadaan tidak berkontraksi involunter

Pengosongan Kandung Kemih. Kandung kemih hanya mempunyai dua fungsi yaitu untuk mengumpulkan (pengisian) dan mengeluarkan (pengosongan) urin menurut kehendak. Aktifitsas sistem saraf untuk kedua sistem ini adalah berbeda. Proses berkemih adalah suatu proses yang sangat komplet dan masih banyak membingungkan. Berkemih dasarnya adalah suatu reflek spinal yang dirangsang dan dihambat oleh pusat-pusat di otak, seperti halnya perangsangan defekasi, dan penghambatan ini volunter. Urine yang masuk kedalam kandung kemih tidak menimbulkan kenaikan tekanan intra vesikal yang berarti, sampai kandung kemih benar-benar terisi penuh. Seperti otot polos lainnya otot-otot kandung kemih juga mempunyai sifat elastis bila diregangkan. Pengosongan kandung kemih melibatkan banyak faktor, tetapi faktor tekanan intra vesikal yang dihasilkan oleh sensasi rasa penuh adalah merupakan pertama untuk berkontraksinya kandung kemih secara volunter. Selama berkemih otot-otot perineal dan muskulus spingter uretra eksternus mengalami relaksasi, sedangkan muskulus detrusor mengalami kontraksi yang menyebabkan urin keluar melalui uretra. Pita-pita otot polos yang terdapat pada sisi uretra tampaknya tidak mempunyai peranan sewaktu berkemih, dimana fungsi utamanya diduga untuk mencegah refluk semen kedalam kandung kemih sewaktu ejakulasi. Mekanisme pengeluaran urine secara volunter, mulainya tidak jelas. Salah satu peristiwa yang mengawalinya adalah relaksasi otot diafragma pelvis yang menyebabkan tarikan otototot detrusor kebawah untuk memulai kontraksinya. Otot-otot perineal dan spingter eksterna berkontraksi secara volunter yang mencegah urine masuk kedalam uretra atau menghentikan aliran saat berkemih telah dimulai. Hal ini diduga merupakan kemampuan untuk mempertahankan spingter eksterna dalam keadaan berkontraksi, dimana pada orang dewasa dapat menahan kencing sampai ada kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam uretra lakilaki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus. Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen. Pada saat kandung kemih berisi 300-400 cc terasa sensasi kencing dan apabila dikehendaki atas kendali pusat terjadilah proses berkemih yaitu relaksasi spingter (internus dan
6

eksternus) bersamaan itu terjadi kontraksi otot detrusor buli-buli. Tekanan uretra posterior turun (spingter) mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai 40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra 2.2 Persyarafan pada proses miksi Miksi merupakan suatu kerja refleks yang pada dewasa normal dikendalikan oleh pusat yang lebih tinggi di otak. Refleks ini mulai bila volume urine mencapai kurang lebih 300 ml. Reseptor regangan didalam dinding vesica urinaria terangsang dan impuls tersebut diteruskan ke susunan saraf pusat, dan orang itu mempunyai kesadaran untuk miksi. Sebagian besar impuls naik ke atas nervi splanchnici pelvici dan masuk ke medulla spinalis segmen sacralis II, III, dan IV medulla spinalis. Sebagian impuls aferen berjalan bersama dengan saraf simpatis yang membentuk plexus hypogastricus dan masuk segmen lumbalis I dan II medulla spinalis. Impuls eferen parasimpatis meninggalkan medulla spinalis dari segmen sacralis II, II dan IV lalu berjalan melalui serabut preganglionik parasimpatis dengan perantara nervi splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus inferior ke dinding vesica urinaria, tempat saraf saraf tersebut bersinaps dengan neuron postganglionik. Melalui lintasan saraf ini, otot polos dinding vesica urinaria (muskulus detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus sphincter vesicae dibuat relaksasi. Impuls eferen juga berjalan ke musculus sphincter urethrae melalui nervus pudendus (SII, III, dan IV) dan menyebabkan relaksasi. Bila urine masuk ke urethra, impuls eferen tambahan berjalan ke medulla spinalis dari uretra dan memperekat refleks. Miksi dapat dibantu oleh kontraksi oto abdomen dan meningkatkan tekanan intraabdominal dan tekanan pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding vesica urinaria. Pada anak kecil, miksi merupakan refleks sederhana dan terjadi bila vesica urinaria mengalami peregangan hebat. Pada orang dewasa, refleks regangan sederhana ini dihambat oleh aktivitas cortex cerebri sampai waktu dan tempat untuk miksi tersedia. Serabut inhibitor berjalan ke bawah bersama tractus corticospinalis menuju segmen sacralis II, III, dan IV medulla spinalis. Kontraksi musculus sphincter urethrae yang menutup urethra dapat dikendalikan secara volunter dan aktivitas ini dibantu oleh musculus sphinter vesicae yang menekan collum vesicae. 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih 3.1 Definisi Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih (mencakup organ-organ saluran kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra). ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin.Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. 3.2 Epidemiologi Infeksi saluran kemih di Indonesia insiden dan prevalensinya masih cukup tinggi. Keadaan ini tidak terlepas dari tingkat dan taraf kesehatan masyarakat Indonesia yang masih jauh dari standart dan tidak meratanya tingkat kehidupan sosial ekonomi, yang mau tidak mau berdampak langsung pada kasus infeksi saluran kemih di Indonesia. Kasus ISK juga mempunyai perbedaan yang bermakna (significant) pada masing-masing usia. Pada neonatus ISK lebih sering terjadi pada bayi laki-laki (70-80%), sedangkan pada usia 1 tahun ISK simptomatik lebih sering pada anak perempuan, yaitu 3 kali lebih banyak dibandingkan pada
7

anak laki-laki. Menurut penelitian di Swedia, insidens pyelonefritis (ISK atas) meningkat pada usia 1-2 tahun, kemudian menurun sesuai dengan pertumbuhan usia. Pada usia dewasa kasus ISK ini lebih sering timbul pada wanita dewasa muda (usia subur), salah satukemungkinan adalah karena proses dari kehamilan (obsetri history). Tetapi pada usia tua, insidens ISK cenderung meningkat pada orang laki-laki, kemungkinannya adalah akibat penggunaan instrumen, misal: urethral catheter. Insiden terjadinya ISK di setiap negara mempunyai data stastistik yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh taraf kesehatan dan pelayanan medis di negara tersebut. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan padaperempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% (prevalensi bakteriuria 1-2% pada sekolah menengah wanita), meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual (1-3% pada wanita tidak hamil, dan 4-7% selama kehamilan). Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi. Yang menambah unik kasus ISK adalah faktor penyebabnya. Dimana dimulai oleh tingkat kebersihan yang rendah, sampai dengan penggunaan instrumen medis dengan tingkat kesterilan yang standar dan dalam perawatan rumah sakit (hospitalization), sehingga dapat dikatakan ISK dapat timbul akibat infeksi nosokomial. 3.2 Etiologi Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp. Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut: No. Mikroorganisme Persentase biakan (%) 1. 2. Escherichia coli Klebsiela sp. atau Enterobacter sp. Proteus sp. Pseudomonas aeroginosa Staphylococcus epidermidis Enterococci sp. Candida albicans 50-90 10-40

3. 4. 5. 6. 7.

5-10 2-10 2-10 2-10 1-2

8.

Staphylococcus aureus

1-2

Jenis penyebab ISK non-bakterial dalah biasanya adenovirus yang dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, danMycobacterium tuberculosa . Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien dengan penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen . Faktor Resiko : Bendungan aliran urine Kembalinya urine dari kandung kemih ke saluran kencing bagian atas ( refluks vesikoureter) Adanya sisa urine dalam kandung kemih Gangguan metabolisme Peralatan medis, misalnya kateter Wanita hamil, karena bendungan dan pH urine yang tinggi

3.3 Klasifikasi Infeksi saluran kemih terdiri atas dua, ISK bagian atas dan ISK bagian bawah. Infeksi saluran kemih dapat hanya mengenai saluran bagian bawah atau saluran bagian bawah dan atas sekaligus. Jika menyerang bagian atas, kuman menyebar lewat saluran kencing, ginjal, dan bahkan seluruh tubuh. Dalam hal ini bisa mengakibatkan infeksi ginjal dan urosepsis. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Sedangkan ISK bawah pada lakilaki dapat berupa sistitis, prostatitis, epididimitis, dan uretritis. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas meliputi Pielonefritis Akut dan Pielonefritis Kronis. Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronis sering diikuti pembentukkan jaringan ikat parenkim ISK rekuren terdiri atas 2 kelompok, yaitu reinfeksi dan relapsing infection. Re-infeksi (re-infections) pada umumnya episode infeksi > 6 minggu dengan mikroorganisme yang berlainan. Relapsing infection artinya setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama.

Klasifikasi ISK pada Usia lanjut : a. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. b. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut ini : - Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis. - Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK. - Gangguan daya tahan tubuh - Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti Prosteus sp yang memproduksi urease. 3.4 Patofisiologi Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih. Diteruskan dengan ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril. (Tessy, A et.al; 2001) Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui: - Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending) - Hematogen - Limfogen - Eksogen sebagai akibat pemakaian berupa kateter Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua cara ini ascendinglah yang paling sering terjadi. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum dan disekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostate vas deferens testis (pada pria) buli-buli ureter, dan sampai ke ginjal.

10

Kuman Escherichia coli yang menyebabkan ISK mudah berkembang biak di dalam urine, disisi lain urine bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies Escherichia coli. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash-out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urine bila jumlah cukup. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum menghasilkan urine yang tidak adekuat sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi saluran kemih (Purnomo, B.B; 2003). ISK juga banyak terjadi melalui kateterisasi yang terjadi di rumah sakit. 3.5 Patogenesis Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenesis bakteri dan status pasien sendiri (host). 1. Peranan Patogenesis Bakteri Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga kuat terkait dengan etiologi ISK. Hanya ID serotipe dari 170 serotipe E/O. coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenesis khusus. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis. Bakteri patogen dari urin (urinary pathogens) dapat menyebabkan presentasi ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi. Peranan Bakterial attachment of mucosa : Penelitian membuktikan bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projektion from the bacterial surface), merupakan salah satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. Fimbriae dari strain E.coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar. Peran faktor virulensi lainnya. Kemampuan untuk melekan (adhesion) mikroorganisme atau bakteri tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Sifat patogenesis lain yang dikenal dari E.coli berhubungan dengan toksin seperti -haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Faktor virulensi variasi fase Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase M.O ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. 2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host) Faktor Predisposisi Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor resiko atau pencetus ISK. Jadi, faktor bakteri dan status saluran kemih mempunyai
11

peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Status Imunologi pasien (host) Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan gol darah AB, B, dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. Saluran kemih harus dilihat sebagai satu unit anatomi tunggal berupa saluran yang berkelanjutan mulai dari uretra sampai ginjal. Pada sebagian besar infeksi, bakteri dapat mencapai kandung kemih melalui uretra. Kemudian dapat diikuti oleh naiknya bakteri dari kandung kemih yang merupakan jalur umum kebanyakan infeksi parenkim renal. Introitus vagina dan uretra distal secara normal dialami oleh spesiesspesies difteroid, streptokokus, laktobasilus, dan stafilokokus, tapi tidak dijumpai basil usus gram negatif yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih. Namun, pada perempuan yang mudah mengalami sisitis, didapatkan organisme usus gram negatif yang biasa terdapat pada usus besar pada intortius, kulit periuretra, dan uretra bagian bawah sebelum atau selama terjadi bakteriuria. Pada keadaan normal, bakteri yang terdapat dalam kandung kemih dapat segera hilang. Sebagian karena efek pengenceran dan pembilasan ketika buang air kecil tapi juga akibat daya antibakteri urin dan mukosa kandung kemih. Urin dalam kandung kemih kebanyakan orang normal dapat menghambat atau membunuh bakteri terutama karena konsentrasi urea dan osmolaritas urin yang tinggi. Sekresi prostat juga mempunyai daya antibakteri. Leukosit polimorfonuklear dalam dinding kandung kemih tampaknya juga berperan dalam membersihkan bakteriuria. Keadaan - keadaan yang mempengaruhi patogenesis infeksi saluran kemih, yaitu : 1. Jenis kelamin dan aktivitas seksual Uretra perempuan tampaknya lebih cenderung didiami oleh basil gram negatif, karena letaknya di atas anus, ukurannya pendek (kira-kira 4 cm), dan berakhir dibawah labia. Pijatan uretra, seperti yang terjadi selama hubungan seksual menyebabkan masuknya bakteri kedalam kandung kemih dan hal yang penting dalam patogenesis infeksi saluran kemih pada perempuan muda. Buang air kecil setelah hubungan seksual terbukti menurunkan resiko sistisis, mungkin karena tindakan ini meningkatkan eradikasi bakteri yang masuk selama hubungan seksual. 2. Kehamilan Kecenderungan infeksi saluran kemih bagian atas selama kehamilan disebabkan oleh penurunan kekuatan ureter, penurunan peristaltik ureter, dan inkompetensi sementara katup vesikoureteral yang terjadi selama hamil. 3. Sumbatan Adanya halangan aliran bebas urin seperti tumor, striktura, batu atau hipertrofi prostat yang menyebabkan hidronefrosis dan peningkatan frekuensi infeksi saluran kemih yang sangat tinggi. Super infeksi pada sumbatan saluran kemih dapat menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang cepat.

12

4. Disfungsi neurogenik kandung kemih Gangguan saraf yang bekerja pada kandung kemih, seperti pada jejas korda spinalis, tabes dorsalis, multipel sklerosis, diabetes, atau penyakit lain dapat berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Infeksi dapat diawali oleh penggunaan kateter untuk drainase kandung kemih dan didukung oleh stasus urin dalam kandung kemih untuk jangka waktu yang lama. 5. Refluks vesikoureteral Keadaan ini didefinisikan sebagai refluks urin dari kandung kemih keureter dan kadang sampai pelvis renal. Hal ini terjadi selama buang air kecil atau dengan peningkatan tekanan pada kandung kemih. Refluks vesikoureteral terjadi jika gerakan retrograd zat radio opak atau radioaktif dapat ditunjukkan melalui sistouretrogram selama buang air kecil. Gangguan anatomis pertemuan vesikoureteral menyebabkan refluks bakteri dan karena itu terjadilah infeksi saluran kemih. 6. Faktor virulensi bakteri Faktor virulensi bakteri mempengaruhi kemungkinan strain tertentu, begitu dimasukkan ke dalam kandung kemih, akan menyebabkan infeksi traktus urinarius. Hampir semua strain E.coli yang menyebabkan pielonefritis pada pasien dengan traktus urinarius normal secara anatomik mempunyai pilus tertentu yang memperantarai perlekatan pada bagian digaktosida dan glikosfingolipid yang ada di uroepitel. Strain yang menimbulkan pielonefritis juga biasanya merupakan penghasil hemolisin, mempunyai aerobaktin dan resisten terhadap kerja bakterisidal dari serum manusia. 7. Faktor genetik Faktor genetik penjamu mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi urinarius. Jumlah dan tipe reseptor pada sel uroepitel tempat bakteri dapat menempel dan dapat ditentukan, setidaknya sebagian, secara genetik. 3.6 Manifestasi Presentasi klinis/gejala klinis Pielonefritis Akut (PNA) antara lain panas/demam tinggi (39,540,5C), disertai menggigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis ISK bawah (sistitis) antara lain rasa sakit/nyeri pada daerah suprapubik, disuria (rasa terbakar/nyeri pada waktu berkemih), frekuensi (sering kencing), polakisuria (anyang-anyangen), nokturia (kencing di malam hari >1x), hematuria (adanya darah dalam urin/urin berwarna merah), urin berwarna keruh. Presentasi klinis SUA (Sindrom Uretra Akut) sulit dibedakan dengan sistitis. Presentasi klinis SUA sangat sedikit (hanya disuria dan sering ken Sering ingin kencing namun kencing yang dikeluarkan sangatlah sedikit. Manifestasi yang umum : Kesakitan saat kencing Rasa sakit sampai terbakar pada kandung kemih Pada perempuan merasakan ketidaknyamanan pada tulang kemaluan Air kencingnya sendiri bisa berwarna putih, cokelat, kemerahan Rasa sakit pada punggung, mual, atau muntah Demam muncul bila ginjal sudah kencing) disertai bakteriuria cfu/mlu.

13

3.7 Diagnosis 1. Anamnesis Untuk pemeriksaan infeksi saluran kemih, digunakan urin segar (urin pagi). Urin pagi adalah urin yang pertama tama diambil pada pagi hari setelah bangun tidur. Digunakan urin pagi karena yang diperlukan adalah pemeriksaan pada sedimen dan protein dalam urin. Sampel urin yang sudah diambil, harus segera diperiksa dalam waktu maksimal 2 jam. Apabila tidak segera diperiksa, maka sampel harus disimpan dalam lemari es atau diberi pengawet seperti asam format. Bahan untuk sampel urin dapat diambil dari: Urin porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dulu dengan air sabun dan NaCl 0,9%. Urin yang diambil dengan kateterisasi 1 kali. Urin hasil aspirasi supra pubik. Bahan yang dianjurkan adalah dari urin porsi tengah dan aspirasi supra pubik. Pemeriksaan laboratorium : 1. Analisa Urin (urinalisis) Pemeriksaan urinalisis meliputi: Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin). Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per lapangan pandang dalam sedimen urin. Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin). Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel darah merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan penyakit ginjal lainnya. 2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis) Pemeriksaan bakteriologis meliputi: Mikroskopis. Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan). Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang. Biakan bakteri. Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.

3. Pemeriksaan kimia Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin. Contoh, tes reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas 99%. 4. Tes Dip slide (tes plat-celup) Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara ini tidak mampu mengetahui jenis bakteri. 5. Pemeriksaan penunjang lain Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena), USG dan Scanning. Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya batu atau kelainan lainnya.

14

Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi: 1. Bakteriologi / biakan urin Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi: Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik). Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih. Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca keteterisasi urin. Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan. Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional, proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104 sampai 105 CFU (colony forming unit) kuman. 2. Interpretasi hasil biakan urin Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin dinilai jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan). Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah jumlah CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang murni tanpa kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa gejala, yang menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. Berdasarkan jumlah CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai berikut: a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi. Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria bermakna Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut bakteriuria asimtomatik Bila terdapat mikroba 102 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih. b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik. Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik adalah infeksi saluran kemih. Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut: Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan: > 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara berturut turut. > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit > 10/ml urin segar. > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis infeksi saluran kemih. > 10.000 CFU/ml urin kateter. Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik.
15

Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada infeksi saluran kemih: Faktor fisiologis Diuresis yang berlebihan Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state) Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat Terdapat bakteriofag dalam urin

Faktor iatrogenic - Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia - Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya

Cara biakan yang tidak tepat: Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan asam Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.

3. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari piuria a. Urin tidak disentrifus (urin segar) Piuria apabila terdapat 10 leukosit/mm3 urin dengan menggunakan kamar hitung. b. Urin sentrifus Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB) disebut sebagai piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan mikroskop fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit >8000/ml, dan casts leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai infeksi saluran kemih. c. Urin hasil aspirasi suprapubik Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin aspirasi supra pubik. Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya inflamasi saluran kemih. 4. Tes Biokimia Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang positif adalah infeksi saluran kemih. 5. Lokalisasi infeksi Tes ini dilakukan dengan indikasi: a. Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda tanda sepsis. b. Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria. c. Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal ginjal. d. Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.

16

Penentuan lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk mengetahui etiologi infeksi saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria, sekaligus memperkirakan prognosis, dan untuk panduan terapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa infeksi saluran kemih atas lebih mudah menjadi infeksi saluran kemih terkomplikasi. Suatu tes noninvasif pembeda infeksi saluran kemih atas dan bawah adalah dengan ACB (Antibody-Coated Bacteria). Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang berasal dari saluran kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri dari infeksi saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif. Identifikasi / lokalisasi sumber infeksi : a. Non invasif Imunologik ACB (Antibody-Coated Bacteria) Autoantibodi terhadap protein saluran Tam-Horsfall Serum antibodi terhadap antigen polisakarida Komplemen C Nonimunologik Kemampuan maksimal konsentrasi urin Enzim urin Protein Creaktif Foto polos abdomen Ultrasonografi CT Scan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Bakteriuria polimikrobial / relaps setelah terapi (termasuk pada terapi tunggal) b. Invasif Pielografi IV / Retrograde / MCU Kultur dari bahan urin kateterisasi ureteroan bilasan kandung kemih Biopsi ginjal (kultur pemeriksaan imunofluoresens) 6. Pemeriksaan radiologis dan penunjang lainnya Prinsipnya adalah untuk mendeteksi adanya faktor predisposisi infeksi saluran kemih, yaitu hal hal yang mengubah aliran urin dan stasis urin, atau hal hal yang menyebabkan gangguan fungsional saluran kemih. Pemeriksaan tersebut antara lain berupa: a. Foto polos abdomen Dapat mendeteksi sampai 90% batu radio opak b. Pielografi intravena (PIV) Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode infeksi saluran kemih yang pertama dialami, wanita (bila terdapat hipertensi, pielonefritis akut, riwayat infeksi saluran kemih, peningkatan kreatinin plasma sampai < 2 mg/dl, bakteriuria asimtomatik pada kehamilan, lebih dari 3 episode infeksi saluran kemih dalam setahun. PIV dapat mengkonfirmasi adanya batu serta lokasinya. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi batu radiolusen dan memperlihatkan derajat obstruksi serta dilatasi saluran kemih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah > 6 minggu infeksi akut sembuh, dan tidak dilakukan pada penderita yang berusia lanjut, penderita DM, penderita dengan kreatinin plasma > 1,5 mg/dl, dan pada keadaan dehidrasi.
17

c. Sistouretrografi saat berkemih Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat refluks vesikoureteral, terutama pada anak anak. d. Ultrasonografi ginjal Untuk melihat adanya tanda obstruksi/hidronefrosis, scarring process, ukuran dan bentuk ginjal, permukaan ginjal, masa, batu, dan kista pada ginjal. e. Pielografi antegrad dan retrograde Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih. f. CT-scan Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal dan abses perinefrik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya kista terinfeksi pada penyakit ginjal polikistik. Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan in lebih baik hasilnya jika memakai media kontras, yang meningkatkan potensi nefrotoksisitas. g. DMSA scanning Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc) dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk anak anak dengan infeksi saluran kemih akut dan biasanya ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi. Cara Pengambilan Sampel : Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril. Punksi Suprapubik Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK. Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.

18

Urin Porsi Tengah Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita : a) Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai. b) Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. c) Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. d) Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi. e) Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria : a) Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai. b) Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. c) Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah.

19

d) Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya. e) Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan.2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru.3 Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC selama tidak lebih dari 24 jam. Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey) Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin empat porsi yaitu : 1. 2. 3. 4. Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra, Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli-buli, Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat, Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat.

3.8 Diagnosis Banding Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat akan pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik. ISK bagian bawah Nyeri abdominal Polakisuria Disuria Demam derajat rendah Nyeri tekan suprapubik Pembengkakan suprapubik Piuria Hematuria Nitrit (+) Nyeri costovertebral + + + + + + + + + Pyelonefritis akut + + + + + + + + + +
20

3.9 Tatalaksana dan Pencegahan Pengobatan infeksi saluran kemih menggunakan antibiotika yang telah diseleksi terutama didasarkan pada beratnya gejala penyakit, lokasi infeksi, serta timbulnya komplikasi. Pertimbangan pemilihan antibiotika yang lain termasuk efek samping, harga, serta perbandingan dengan terapi lain. Tetapi, idealnya pemilihan antibiotika berdasarkan toleransi dan terabsorbsi dengan baik, perolehan konsentrasi yang tinggi dalam urin, serta spectrum yang spesifik terhadap mikroba pathogen. Antibiotika yang digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih terbagi dua, yaitu antibiotika oral dan parenteral. 1. Antibiotika Oral a. Sulfonamida Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali. Sulfonamida umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat resistensinya. Keuntungan dari sulfonamide adalah obat ini harganya murah. b. Trimetoprim-sulfametoksazol Kombinasi dari obat ini memiliki efektivitas tinggi dalam melawan bakteri aerob, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Obat ini penting untuk mengobati infeksi dengan komplikasi, juga efektif sebagai profilaksis pada infeksi berulang. Dosis obat ini adalah 160 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. c. Penicillin - Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum luas, termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin 1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam. - Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping. Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi masalah resistensi bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya tiap 8 jam. d. Cephaloporin Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan antibiotika lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain itu obat ini juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus resisten terhadap amoxsicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol. e. Tetrasiklin Antibiotika ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap awal. Sifat resistensi tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan tes sensitivitas. Antibotika ini umumnya digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh chlamydial. f. Quinolon Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa. Ciprofloxacin ddan ofloxacin diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. g. Nitrofurantoin Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien infeksi saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya resistensi walaupun dalam terapi jangka panjang. h. Azithromycin Berguna pada terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi chlamydia.
21

i. Methanamin Hippurat dan Methanamin Mandalat Antibiotika ini digunakan untuk terapi profilaksis dan supresif diantara tahap infeksi. 2.Antibiotika Parenteral. a. Amynoglycosida Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap pseudomonas memilki peranan penting dalam pengobatan onfeksi sistemik yang serius. Amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 8 jam. b. Penicillin Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus dihindari. c. Cephalosporin Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas melawan bakteri gram negative, tetapi tidak efektif melawan Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi pathogen. d. Imipenem/silastatin Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif, negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam. e. Aztreonam Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas aeruginosa. Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial, ketika aminoglikosida dihindari, serta pada pasien yang sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar 1000 mg dengan interval pemberian tiap 8-12 jam. Pencegahan : a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urine dapat mendorong bakteri keluar dari traktus urinarius. b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah berkemih dapat mencegah bakteri di daerah anal menyebar ke daerah vagiana dan urethra. c. Kosongkan kandung kemih sesegera mungkin setelah intercourse (hubungan seksual) d. Hindari menggunakan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Pengguanaan deodorant spray (deodorant semprot) atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat menyebabkan iritasi pada urethra. e. Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kemih. f. Bagi perempuan, membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH balanced (seimbang) sebab membersihkan dengan air saja tidak cukup bersih. g. Pilih toilet umum dengan toilet jongkok. Sebab toilet jongkok tidak menyentuh langsung permukaan toilet dan lebih higienis. Jika terpaksa menggunakan toilet duduk, sebelum menggunakannya sebaiknya bersihkan dahulu pinggiran atau dudukan toilet. Toilet-toilet umum yang baik biasanya sudah menyediakan tisu dan cairan pembersih dudukan toilet. h. Jangan membersihkan organ intim di toilet umum dari air yang ditampung di bak mandi atau ember. Pakailah shower atau keran.
22

i. Gunakan pakaian dalam dari bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.

3.10

Komplikasi

Penatalaksanaan ISK yang baik dan benar sangat jarang menimbulkan komplikasi. Namun, jika ISK dibiarkan begitu saja tanpa penanganan yang tepat, maka ISK dapat menjadi serius dan menyebabkan beberapa gejala yang sangat tidak nyaman. ISK yang tidak diobati dapat menyebabkan gagal ginjal akut/kronik (akibat pyelonefritis), yang dapat merusak ginjal secara permanen. Anak-anak dan orang tua merupakan usia yang resiko tinggi mengalami kerusakan ginjal akibat ISK karena gejala yang ditimbulkannya sering diabaikan atau disalah-artikan akibat adanya kondisi lain. Wanita hamil dengan ISK juga beresiko mengalami abortus atau kelahiran bayi prematur. 3.11 Prognosis

Pada pengobatan yang baik, hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 24-48 jam dengan menurunnya atau hilangnya gejala dan tanda, serta sterilnya urin. ISK nonklompikata dan belum disertai komplikasi prognosis baik. ISK komplikata atau yang sering kambuh akan berlanjut menjadi gagal ginjal kronik kemudian hari. 4. Memahami dan Menjelaskan adab berkemih dalam Islam Kencing atau buang hajat merupakan rutinitas amaliyah yang sering dilakukan semua orang. Maka alangkah baiknya bila kita mengetahui adab-adab buang hajat sesuai dengan tuntunan syariat Islam yang mulia ini. Adanya tuntunan dalam masalah buang hajat ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Tidak ada yang tersisa dari problematika umat ini, melainkan telah dijelaskan secara gamblang oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Tak heran, jika kaum musyrikin pernah terperangah seraya berkata kepada Salman Al-Farisi radhiallahu anhu: Sungguh nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu sampai-sampai perkara adab buang hajat sekalipun. Salman menjawab: Ya, benar (HR. Muslim No. 262) Diantara adab-adab tersebut adalah: 1. Berdoa Sebelum Masuk WC WC dan yang semisalnya merupakan salah satu tempat yang dihuni oleh setan. Maka sepantasnya seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wataala dari kejelekan makhluk tersebut. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan doa ketika akan masuk WC: ( ( (Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan setan laki-laki dan setan perempuan. (HR. Al-Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375. Adapun tambahan basmalah diawal hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah) Doa ini dapat pula dibaca dengan lafazh: ( ( (Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu

23

2.

3.

4.

5.

6.

dari segala bentuk kejahatan dan para pelakunya. (Lihat Fathul Bari dan Syarhu Shahih Muslim pada penjelasan hadits diatas) Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Masuk WC Dan Mendahulukan Kaki dan Kanan Ketika Keluar Dalam masalah ini tidak terdapat hadits shahih yang secara khusus menyebutkan disukainya mendahulukan kaki kiri ketika hendak masuk WC. Hanya saja terdapat hadits Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyukai mendahulukan yang kanan pada setiap perkara yang baik. (HR. Muslim). Tidak Membawa Sesuatu Yang Terdapat Padanya Nama Allah subhanahu wataala Atau Ayat Al-Qur`an kedalam WC Sesuatu apapun yang terdapat padanya nama Allah subhanahu wataala, atau terdapat padanya ayat Al-Quran, atau terdapat padanya nama yang disandarkan kepada salah satu dari nama Allah subhanahu wataala seperti Abdullah, Abdurrahman dan yang lainnya, maka tidak sepantasnya dimasukkan ke tempat buang hajat (WC). Allah subhanahu wataala berfirman: Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. (QS. Al-Hajj: 32) Adapun hadits yang sering dipakai dalam masalah ini tentang peletakan cincin Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ketika masuk WC merupakan hadits yang dilemahkan para ulama. (Taudhihul Ahkam, 1/324). Berhati-hati Dari Percikan Najis Tidak berhati-hati dari percikan kencing merupakan salah satu penyebab disiksanya seseorang di alam kubur. Tetapi perkara ini sering disepelekan oleh kebanyakan orang. Suatu ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melewati dua kuburan, seraya beliau shalallahu alaihi wasallam bersabda: Sungguh dua penghuni kubur ini sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab melainkan karena menganggap sepele perkara besar. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak menjaga dirinya dari kencing. Sedangkan yang lainnya, ia diadzab karena suka mengadu domba. (HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292) Dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah memperingatkan: Bersucilah kalian dari kencing. Sungguh kebanyakan (orang) diadzab di alam kubur disebabkan karena kencing. (HR. Ad-Daraquthni). Tidak Menampakkan Aurat Menutup aurat merupakan perkara yang wajib dalam Islam. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang seseorang dalam keadaan apapun, termasuk ketika buang hajat, untuk menampakkan auratnya di hadapan orang lain. Beliau shalallahu alaihi wasallam bersabda: Apabila dua orang buang hajat, maka hendaklah keduanya saling menutup auratnya dari yang lain dan janganlah keduanya saling berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah sangat murka dengan perbuatan tersebut. (HR. Ahmad) Oleh karena itu, kebiasaan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah menjauh dari pandangan para sahabatnya ketika hendak buang hajat. Abdurrahman bin Abi Qurad radhiallahu anhu berkata: Aku pernah keluar bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ke tempat buang hajat. Kebiasaan beliau ketika buang hajat adalah pergi menjauh dari manusia. (HR. An Nasai No. 16.). Tidak Beristinja dengan Tangan Kanan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tangan kanan sebagaimana sabda beliau shalallahu alaihi wasallam:
24

Janganlah seseorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanannya ketika sedang kencing dan jangan pula cebok dengan tangan kanan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim ) Hadits inipun mengandung larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika sedang kencing. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan adab (etika yang baik) dan kebersihan, termasuk ketika buang hajat sekalipun. 7. Boleh Bersuci dengan Batu (Istijmar) Diantara bentuk kemudahan dari Allah subhanahu wataala ialah dibolehkan bagi seseorang untuk bersuci dengan batu (istijmar). Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata: Suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam buang hajat, lalu beliau meminta kepadaku tiga batu untuk bersuci. (HR. Al-Bukhari No. 156) Namun batu yang dipakai harus berjumlah ganjil dengan jumlah minimal tiga batu sebagaimana dinyatakan Salman Al-Farisi radhiallahu anhu: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang bersuci (istijmar) kurang dari tiga batu. (HR. Muslim) Juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Jika kalian bersuci dengan batu (istijmar), maka hendaklah dengan bilangan ganjil. (HR. Muslim) Para ulama menyebutkan kriteria batu yang dipakai adalah batu yang suci lagi kering. Tidak boleh jika batu tersebut dalam keadaan basah. Dibolehkan juga menggunakan benda-benda lain selagi bisa menyerap benda najis dari tempat keluarnya, yaitu qubul dan dubur, dengan syarat berjumlah ganjil dan minimal 3 (tiga) buah. 8. Larangan Beristinja dengan Tulang dan Kotoran Binatang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tulang atau kotoran binatang, disamping keduanya merupakan benda yang tidak dapat menyucikan. Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah melarang beristinja dengan tulang dan kotoran binatang. (HR. Muslim) Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyebutkan hikmah pelarangan beristinja dengan tulang sebagaimana disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Tulang adalah makanan saudara kalian dari kalangan jin. (HR. Al-Bukhari) 9. Tidak Menghadap Atau Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini. Sebagian ulama berpendapat dilarangnya buang hajat dengan menghadap atau membelakangi kiblat secara mutlak, baik di tempat terbuka maupun di tempat tertutup. Inilah pendapat Ibnu Taimiyyah, AsySyaukani, Asy-Syaikh Al-Albani dan yang lainnya. Berdalil dengan hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Apabila seseorang dari kalian buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya. Akan tetapi hendaknya ia menyamping dari arah kiblat. (HR. AlBukhari No. 394 dan Muslim No. 264) Sebagian ulama lain berpendapat bahwa larangan buang hajat dengan menghadap kiblat adalah apabila di tempat terbuka. Namun jika di tempat tertutup, maka dibolehkan menghadap kiblat. Dalil yang menunjukkan bolehnya perkara tersebut adalah hadits dari Ibnu Umar radhiallahu anhu, ia berkata: Aku pernah menaiki rumah saudariku Hafshah (salah satu istri Rasulullah shalallahu alaihi wasallam) untuk suatu kepentingan. Maka aku melihat Rasulullah shalallahu
25

alaihi wasallam sedang buang hajat dengan menghadap ke arah negeri Syam dan membelakangi Kabah. (HR. Al-Bukhari No. 148 dan Muslim No. 266) Demikian pula hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu, ia berkata: Beliau shalallahu alaihi wasallam melarang kami membelakangi atau menghadap kiblat ketika buang hajat. Akan tetapi aku melihat beliau kencing dengan menghadap kiblat setahun sebelum beliau wafat. (HR. Ahmad, 3/365) Namun dalam rangka berhati-hati, sebaiknya tidak menghadap kiblat ketika buang hajat walaupun di tempat tertutup. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat yang sangat kuat diantara para ulama dalam masalah ini. 10. Berdoa Setelah Keluar WC Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan doa yang dibaca ketika keluar dari tempat buang hajat. Aisyah radhiyallahu anha berkata: Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat membaca doa: (Aku memohon pengampunanmu). (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah) Inilah beberapa perkara yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim. Sungguh tidak pantas bagi seorang muslim menganggap hal ini sebagai perkara yang sepele.semoga Alloh memberi manfaat dan barokah. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23390/3/Chapter%20II.pdf

26

You might also like