You are on page 1of 11

SISTEM INTEGUMEN

PENYAKIT

TINEA

OLEH KELOMPOK 1 (Ganjil) :


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. RAHMAT SAIBUN ADI WARDANI P. ANDREAS JEMATU RESKY HANDAYANI SEPTHIAN CRISTOPER NURRAHMAH HARYATI MANSUR MUHAMAD FADLY RAHMID HERIBERTUS MAN EKA YULIANA KHAIRIL ALAMSYAH IRMAWATI ZAINUDIN NURANITA SUDARMONO SURYANI YULIANA SASMITA SRI AYU SUMARNI SAMSIA AHSAN ALIAH ADAWIYAH ATTAHIRAH RISKAWATI MISNAWATI MUH. ARDI 11. 1101. 355 357 359 361 367 369 377 379 381 383 387 393 395 397 399 405 407 417 419 421 425 427 431 433

FAKULTAS UNIVERSITAS

ILMU

KEPERAWATAN TIMUR

INDONESIA

MAKASSAR

SISTEM INTEGUMEN

2013
1. Tinea Barbae ( Jenggot & Leher )

A. Defenisi
Tanda dan gejala Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan kerion.

B. Etiologi
Penyebab dari Tinea barbae yaitu virus Trichophyton sp., Microsporum sp.

C. Tanda dan gejala


Pasien biasanya mengeluh rasa gataldan pedih pada darcah yang terkena iscrtai bintikbintik kemerahan yang terkadang bernanah yang biasanya terjadi pada daerah dagu atau jenggot tapi dapat mnyebar kedada dan leher Rambut daerah yang terkena menjadi rapuh sifatnya dan tidak mengkilat, tampak reaksi radangpada folikel berupa kemerahan, edema, ka-dang-kadang ada pustula.Pada batang dan folikel rambut terkadang tampak organisme, tetapi jarang pada lesi yang lebih dalani. Pada keadaan kronik terlihat nanah, sel raksasa dan infiltrasi sel-sel radang kronik.

D. Patoofisiologi
Tinea barbae disebabkan oleh jamur keratinophilic ( dermatofit ) yang bertanggung jawab untuk paling dangkal infeksi jamur kulit . Mereka menginfeksi stratum korneum epidermis, rambut, dan kuku. Beberapa enzim, termasuk keratinases, yang dirilis oleh dermatofit, yang membantu mereka menyerang epidermis . Mekanisme yang

menyebabkan tinea barbae adalah mirip dengan tinea capitis. Dalam kedua penyakit, rambut dan folikel rambut diserang oleh jamur, menghasilkan respon inflamasi. Tinea barbae disebabkan oleh dermatofita zoofilik dan antropofilik .

Infeksi yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik biasanya keparahan yang lebih besar daripada yang dihasilkan oleh organisme antropofilik . Dengan demikian , dermatofit zoofilik adalah penyebab utama dari plak kerionlike inflamasi, yang kemungkinan besar akibat dari reaksi inang lebih intens . Pembentukan Kerion telah digambarkan sebagai akibat infeksi Trichophyton rubrum. T rubrum, sebuah dermatofit antropofilik, dapat menyerang poros rambut dan jaringan yang lebih dalam ( meskipun jarang ), mengakibatkan reaksi inflamasi. Biasanya, infeksi yang melibatkan rambut yang lebih parah, karena itu, tinea barbae disebabkan oleh dermatofit antropofilik sering memiliki jalan yang lebih parah dari tinea corporis yang disebabkan oleh patogen yang sama.

SISTEM INTEGUMEN

2. Tinea Corporis ( Tubuh )

A. Pengertian
Tinea korporis (Tinea sirsinata, tine glabrous, sheered fleche, kurap, herpes sircine trichophytique, ringworm of the body) merupakan dermatofitosis pada kulit berambut halus (glaborus skin). Thine ini meliputi semua dermatofitosis-superfisialis yang tidak termasuk bentuk tinea kapitis, babe, keuris, pedis, ermanum dan ungulum.

B. Etiologi
M. Canis, T, Tonsurans dan T. Menta grop hyter sering menyebabkan kelainan ini.

C. Tanda dan Gejala


Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas dan badan, lesi dapat berupa lesi anular bulat atau bulat lanjong, berbatas tegas karena terjadi konfluensi beberapa lesi, pinggir lesi polisiklik dan agak meninggi. Tinea imbrikata (tokleau) mulai dengan papul berwarna coklat, perlahan tahan membesar. Tineafavosa atau favus biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Bentuk lebih berat dapat berupa granuloma (granuloma majochi) dapat terjadi pada gangguan fungsi imun selular lokal atau sistemik granuloma dapat kecil hanya disekitar folikel rambut tetapi dapat meluat dan membentuk vegetasi, dapat terjadi pada wanita yang biasa mencukur rambut kaki.

D. Patofisiologis
Tinea korporis menjangkit bagian muka, leher, batang tubuh dan ekstremitas, pada bagian yang terinfeksi akan tampak lesi berbentuk cincin atau lingkaran yang khas. Varietas hewan diketahui menyebabkan reaksi inflamasi yang hebat pada manusia karena jamur ini normalnya tidak beradaptasi dengan kehidupan dalam tubuh hospes manusia. Manusia tertular jamur varietas hewan melalui kontak dengan binatang peliharaan atau dengan subjek yang pernah bersentuhan dengan binatang.

SISTEM INTEGUMEN

3. Tinea Faciei ( Wajah )


A. Pengertian
Tinea fasialis (tinea faciei) adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbataspada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki karakteristik sebagaiplak eritema yang melingkar dengan batas yang jelas. Pada pasien anak-anak dan wanita,infeksi dapat terlihat pada setiap permukaan wajah, termasuk pada bibir bagian atas dandagu. Pada pria, kondisi ini disebut juga tinea barbae karena infeksi dermatofit terjadi pada Daerah yang berjenggot. Tinea faciei adalah infeksi dermatofita superfisial terbatas pada kulit gundul wajah. Pada pasien anak-anak dan wanita, infeksi dapat muncul pada permukaan wajah, termasuk bibir atas dan dagu. Pada pria, kondisi ini dikenal sebagai tinea

barbae ketikainfeksi dermatofit daerah berjenggot terjadi.

B. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang berasal dari genus Microsporum,Trichophyton, dan Epidermophyton Organisme-organisme ini, yang disebut dermatofit,adalah agen patogenik yang keratinofilik. Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah.

C. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda khas infeksi dermatofit pada kulit gundul, mirip dengan tineacorporis, mungkin hadir. Tanda-tanda ini termasuk annular atau serpiginous eritematosaskala patch dengan batas aktif terdiri dari papula, vesikel, dan / atau remah.Lokasi-lokasi yang paling umum adalah pipi, diikuti olehhidung, daerah periorbital,dagu, dan dahi. Beberapa pasien mungkin memiliki beberapa lesi hadir dalamdaerah yang berbeda

dari yang wajah. Lihat pada gambar di bawah ini.Beberapa lesi padawajah disebabkan oleh infeksi Microsporum canis diseorang pasien yang juga memiliki tinea

capitis.eritematosa skala lesi di pipi. Dalam sebanyak 70% pasien dengan faciei tinea, berbagai penyakit kulit lainnyadipertimbangkan. Faciei Tinea adalah yang paling sering salah didiagnosis antara entitas kulitinfeksi jamur. Gambaran klinis atipikal dan presentasi penyamaran mendukungpemisahan penyakit ini dari tinea corporis. Occasiona lly, tinea facieimungkin bersamaan terjadi dengan bentuk-

bentuk dermatophy infeksi te,terutama tinea capitis dan tinea corporis. Subjektif: gatal terutama ketika berkeringat.

SISTEM INTEGUMEN

Objektif : tampak lesi bulat atau lonjong dengan batas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang dengan vesikel atau papul di tepi. Daerah tengah terdapat central healing.

E. Patofisiologi
Jamur Keratinophilic, atau dermatofit, yang faciei tinea bertanggung yang jawab. Dermatofit melepaskanbeberapa enzim, termasuk keratinase s,

memungkinkanmereka untuk menyerang stratum korneum dari epidermis. Infeksi yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik biasanya berhubungan denganreaksi inflamasi yang lebih parah daripadayang disebabkan oleh jamur antropofilik.

4. Tinea Pedis ( Kaki )

A. Pengertian
Tinea pedis atau kaki atlet adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh semacam jamur yang disebut fungus. Jamur yang menyebabkan tinea pedis menyukai kulit yang lembab dan hangat di antara jari kaki dan seringkali memburuk dalam cuaca panas. Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal pedis dianggap sebagai tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu dan berkaos kaki disertai daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini lebih nyata pada sela jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering terkena. Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak menggunakan sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot, foot mycosis.

B. Etiologi
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum (paling sering), T.interdigitale, T.tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton floccosum. T.rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki; T.mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E.floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara dua pola lesi diatas.

C. Tanda dan Gejala


Tinea cenderung membentuk ruam kemerahan atau kecoklatan yang berpola seperti cincin di sekeliling kulit normal. Infeksi ini biasanya tidak serius, tetapi dapat merusak penampilan dan membuat rasa gatal yang tidak nyaman. Jika seseorang

SISTEM INTEGUMEN

memiliki sistem kekebalan tubuh lemah karena kondisi medis seperti HIV atau kanker, infeksi jamur mungkin lebih parah. Disebut juga penyakit kaki atlet (atheletes foot), tinea pedis memengaruhi sela-sela jari kaki sehingga terasa gatal, terbakar dan pecah-pecah. Tanpa perawatan, kaki atlet bisa memburuk dan menyebabkan kulit mengelupas.

D. Patofisiologi
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh. Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari seluruh penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat onikomikosis dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di mana-mana dan sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan di lingkungan sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi dan karpet.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN INTEGUMEN

Asuhan keperawatan (askep) pada klien gangguan integumen, seperti kusta, skabies, tinea (jamur) umumnya belum ada rencana asuhan keperawatan khusus dan belum banyak ditemukan pada buku ajar. Beberapa askep integumen yang sudah baku dan dapat kita temukan pada beberapa literatur antara lain adalah askep luka baker dan askep psoriasis. Sehingga askep kulit abnormal dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami gangguan integumen, tentunya disesuaikan dengan data yang ditemukan pada pengkajian. A. PENGKAJIAN

SISTEM INTEGUMEN

Riwayat kesehatan dan observasi langsung memberikan infomasi mengenai persepsi klien terhadap dermatosis, bagaimana kelainan kulit dimulai? apa pemicu? apa yang meredakan atau mengurangi gejala? masalah fisik klien? emosional yang dialami klien? Pengkajia fisik harrus secara lenngkap.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi

barier kulit. 2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus. 4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus. 5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi. C. MASALAH KOLABORATIF/KOMPLIKASI Masalah kolaboratif/komplikasi yang dapat terjadi pada klien dermatosis adalah infeksi. D. TUJUAN INTERVENSI/IMPLEMENTASI Tujuan askep dermatosis adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan gangguan rasa nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap penerimaan terhadap diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan tidak adanya komplikasi.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit. 1. Intervensi: Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah. Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer. 2. Intervensi: Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi. Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.

SISTEM INTEGUMEN

3. Intervensi: Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengansuhu terllalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas,radiator). Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas. 4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya. Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik. Kriteria keberhasilan implementasi. a. Mempertahakan integritas kulit. b. Tidak ada maserasi. c. Tidak ada tanda-tanda cidera termal. d. Tidak ada infeksi. e. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.

Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit. 1. Intervensi: Temukan penyebab nyeri/gatal Rasional: Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan. 2. Intervensi: Catat hasil observasi secara rinci. Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan. 3. Intervensi: Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab. Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air. 4. Intervensi: Pertahankan lingkungan dingin. Rasional: Kesejukan mengurangi gatal. 5. Intervensi: Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna. 6. Intervensi: Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk. 7. Intervensi: Kompres hangat/dingin.

SISTEM INTEGUMEN

Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus. 8. Intervensi: Mengatasi kekeringan (serosis). Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat. 9. Intervensi: Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi. Rasional: Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier kulit. 10. Intervensi: Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek). Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan 11. Intervensi: Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep Dokter. Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri Kriteria keberhasilan implementasi. a. Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal. b. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan. c. Mematuhi terapi yang diprogramkan. d. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit. e. Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat .

Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus. 1. Intervensi: Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dankelembaban yang baik. Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi. 2. Intervensi: Menjaga agar kulit selalu lembab. Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan. 3. Intervensi: Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi. Rasional: memelihara kelembaban kulit Kriteria Keberhasilan Implementasi a. Mencapai tidur yang nyenyak.

SISTEM INTEGUMEN

b. Melaporkan gatal mereda.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus. 1. Intervensi: Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkandiri sendiri. Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.

2. Intervensi: Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan. Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya. 3. Intervensi: Berikan kesempatan pengungkapan perasaan. Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. 4. Intervensi: Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan. Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. 5. intervensi: Mendorong sosialisasi dengan orang lain. Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. Kriteria Keberhasilan Implementasi a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri. c. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri. d. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.

Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi. 1. Intervensi: Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya. Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan 2. Intervensi: Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahankonsepsi/informasi. Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat. 3. Intervensi: Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal. Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukanterapi.

SISTEM INTEGUMEN

4. Intervensi: Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat. Rasional: penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal. Kriteria Keberhasilan Implementasi a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. c. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. Memahami pentingnya nutrisi untuk ke tubuh.

You might also like