You are on page 1of 12

TUGAS TOKSIKOLOGI ANALISIS KASUS BAWANG GORENG BERACUN MENGANDUNG ASAM SIANIDA YANG BERASAL DARI KULIT SINGKONG

Disusun Oleh : Harisa Nida Khofia G1F009011 Kurnia Okta Valensi G1F012002 Cesa Radita Putra G1F012022 Devi Yanti G1F012026 Hesti Pri Haryani G1F012034 Doris Debby Cyntia S G1F012052 Putri Margareta G1F012088

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2013

PENDAHULUAN Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika yang dapat ditanam sepanjang tahun. Bagian yang dimakan dari tanaman singkong selain bagian umbi atau akarnya juga daunnya, biasanya dimanfaatkan untuk ragam masakan. Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh.

Asam sianida

PEMBAHASAN

Asas umum (Pemejanan) Jalur Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut: a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti). Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini karena anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah. b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi). Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray. Orang yang bekerja dengan zat zat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun dapat masuk melalui kulit. Sifat (terbalikan atau tidak) Larut dalam air, mudah menguap. Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalikkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula (2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan (3) ketoksikan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan eliminasi racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik

yang tak terbalikkan yaitu : (1) kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka pendek. Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengangkutan 02) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Akibatnya oksigen tidak dapat dipergunakan oleh jaringan dan tetap tinggal dalam pembuluh darah vena yang berwarna merah cerah oleh adanya oksihemoglobin. Ikatan antara sitokrom oksidase dengan HCN bersifat reversible atau terbalikkan. Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah. Bila pengobatan cepat dilakukan, penderita akan sembuham sehingga dapat diketahui bahwa sianida memiliki sifat ketoksikan terbalikkan. Mekanisme Dalam Tubuh Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin. Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat. Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.

Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnya ialah penggunaan enzim dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion Hidrogen. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema pengambilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal bebasnya. HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat pula timbul detak jantung yang. Ikatan antara sitokrom oksidase dengan HCN bersifat reversibel. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permulaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya dapat timbul kejang oleh hipoksia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Sebuah studi di Swedia baru-baru ini menyebutkan risiko penyakit terbaru yang diakibatkan oleh rokok, yaitu Multiple Sklerosis (MS) atau penyakit gangguan saraf. Multiple sclerosis (MS) adalah penyakit yang menyerang sistem saraf pusat akibat sianida

yang terkandung dalam rokok. Meskipun belum jelas mengapa rokok menyebabkan MS, tapi yang jelas zat berbahaya sianida menyebabkan kerusakan jaringan syaraf dan rentan infeksi yang diduga memicu penyakit MS. MS diakibatkan oleh kerusakan myelin yaitu selubung pelindung yang mengelilingi serabut saraf pada sistem saraf pusat. Ketika myelin mengalami kerusakan, penyampaian pesan antara otak dan bagian-bagian tubuh lainnya akan terganggu sehingga bisa mangacaukan komunikasi. Sklerosis multiple ( SM ) merupakan keadaan kronis penyakit system syaraf pusat degenerative yang dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yang menunjukkan adanya adanya material lunak dan protein di sekitar serabut-serabut syaraf otak dan medulla spinalis, yang menghasilkan gangguan transmisi impuls syaraf. Myelin adalah materi yang melindungi syaraf, berfungsi seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk mengirim impulsnya dengan cepat. Kecepatan dan efisiensi pengiriman impuls inilah yang memungkinkan sebuah gerakan tubuh yang halus, cepat,dan terkoordinasi dilakukan hanya dengan sedikit upaya. Kerusakan myelin (demyelinasi) menyebabkan gangguan kemampuan serabut syaraf untuk menghantarkan pesan ke dan dari otak. Lokasi terjadinya kerusakan myelin (plak atau lesi) tampak seperti area (parut/luka) yang mengeras: pada MS, parut-parut/luka-luka ini tampak pada otak dan tulang belakang. Dalam Sistem saraf pusat normalnya O2 diproduksi dengan baik dan tidak ada penghambatan respirasi, sehingga darah yang mengalir ke otak untuk mengedarkan seluruh nutrisi ke jaringan tubuh termasuk ke otak berjalan dengan baik. Namun jika ada senyawa sianida yang masuk kedalam sel terutama sel dalam otak, maka sianida tersebut akan berikatan dengan besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Terhambatnya respirasi pengambilan oksigen tersebut mengakibatkan pembentukan methemoglobin yang berlebih maka sianida terlepas dan mengakibatkan sel keracunan sianida (kondisi ini sianida tidak dapat berikatan dengan hemoglobin). Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Pada saat O2 atau respirasi dihambat, maka peredaran darah tidak lancer dan nutrisi yang ada dalam darah pun ikut terhenti dan mengakibatkan penyumbatan nutrisi (contoh: protein) yang ada didalam darah, akibatnya terjadi kerusakan myelin karena terdapat protein di sekitar serabut-serabut syaraf otak dan medulla spinalis, yang menghasilkan gangguan transmisi impuls syaraf.

Kerusakan myelin tersebut menyebabkan timbulnya penyakit Sklerosis multiple ( SM ) yang merupakan keadaan kronis penyakit system syaraf pusat degenerative yang

dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. Wujud a. Biokimia Wujud efek toksik berupa perubahan atau kekacauan biokimia dari sel akibat adanya antaraksi zat beracun dan tempat aksi yg sifatnya terbalikan (reversible). Misal trjadi penghambatan respirasi sel, perubahan keseimbangan cairan & elektrolit, dan gangguan hormonal. b. Fungsional Wujud efek toksik yg dpt mempengaruhi fungsi homeostasis yg sifatnya terbalikkan (reversible). Misal terjadinya anoksia, gangguan pernafasan, gangguan SSP, hipo/hipertensi, hiperglikemia, perubahan kontraksi/ relaksasi otot, hipo/hipertermi. c. Struktural Wujud efek toksik yg berkaitan dgn perubahan morfologi sel shg terwujud sebagai kekacauan struktural.(dpt reversible/ irreversible). Terdapat 3 respon histopatologi krn adanya luka sel yaitu degenerasi, proliferasi, inflamasi . Pada kasus sianida kali ini ketoksikan lebih mengacu pada wujud efek toksik biokimia karena sianida menghambat transport elektron, sehingga menghambat respirasi sel yaitu terganggunya oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi dan gangguan pasok energi. Kondisi efek toksik Secara ringkas klasifikasi keracunan dibedakan sebagai berikut (Purwandari, 2006) :

Menurut Kondisi Pemejanan a. Self poisoning, Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.

b. Attempted poisoning, Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis. c. Accidental poisoning, Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut. d. Homicidal poisoning, Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.

Menurut Jenis Pemejanan 1. Keracunan kronis, diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil. 2. Keracunan akut, keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak. Keracunan sianida merupakan tipe jenis pemejanan keracunan akut yang ditandai

dengan masuknya sianida dalam tubuh tanpa adanya penumpukan atau penimbunan racun didalam tubuh dalam jangka lama, melainkan sejumlah racun masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat dihilangkan dengan tindakan pengobatan secepatnya.

Mekanisme aksi toksik Sianida merupakan racun yang berpotensi mematikan, karena zat ini membuat tubuh tidak dapat menggunakan oksigen untuk mempertahankan tubuhnya. Zat ini bisa berbentuk gas seperti hidrogen sianida atau dalam bentuk kristal seperti potasium sianida atau sodium sianida. Gas sianida dapat diserap melalui inhalasi (paru-paru), kulit atau ingesti (mulut menuju perut) dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Jika zat ini masuk ke dalam tubuh bisa menghambat kerja enzim, mengganggu penggunaan oksigen oleh sel dan dapat

menyebabkan kematian sel. Pada dosis tertentu, zat ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu 15 menit saja akibat kekurangan oksigen Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006). Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Senyawa sianida yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula dalam bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3. Gejala-gejala Keracunan Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali. Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus . Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan yang berat. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas

sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian. Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang.

Penutup 1. Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan dan hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. 2. Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Dalam jangka waktu 15 detik hiperpnea, 15 detik setelah itu kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian apnea, yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. 3. Sifat efek toksik dari sianida adalah terbalikkan yaitu tergantung dari dosis yang diberikan atau jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh. Sifat terbalikkan dari sianida adalah saat konsentrasinya rendah. Efek dari sianida baru muncul sekitar 1530 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum. dan tidak terbalikan jika gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.

Daftar Pustaka

Almatsir, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. 2003. gramedia pustaka utama. Jakarta Anonim, 2009. Ancaman Penyakit Saraf untuk Perokok.

http://dinkes.malangkota.go.id/index.php/artikel-kesehatan/162-ancaman-penyakitsaraf-untuk-perokok . diakses tanggal 2 Oktober 2013 Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease, Thirteenth Edition. Henry, J.A., H.M., Wiseman, 1997, Management of Poisoning : A handbook for health care workers, World Health Organization, Geneva Lisin, 2013. Keracunan Singkong. http://mediskus.com/penyakit/keracunan-singkong.html. diakses tanggal 2 Oktober 2013
Meredith, T.J., 1993, Antidots for Poisoning by Cyanide, http://www.inchem.org/, Oktober 2013 Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall International Inc., USA Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida, http://klikharry.wordpress.com/about/, diakses pada 2 Oktober 2013 diakses pada 2

You might also like